UNTUK MENEKAN PERTUMBUHAN GULMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TANAMAN KEDELAI (Glicyne max merril L)
DEWA KADEK ARJASA 1002406044
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO 2013 ii
EFEKTIFITAS EKSTRAK ALANG-ALANG DAN KIRINYUH UNTUK MENEKAN PERTUMBUHAN GULMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TANAMAN KEDELAI (Glicyne max merril L)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Agroteknologi Fakulatas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
DEWA KADEK ARJASA 1002406044
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO 2013 iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Efektifitas Ekstrak Alang-Alang dan Kirinyuh Untuk Menekan Pertumbuhan Gulma dan Pengaruhnya Terhadap Tanaman Kedelai (Glicyne max merril L). Nama : Dewa Kadek Arjasa NIM : 1002406044 Program Studi : Agroteknologi
Palopo, Agustus 2013
Meyetujui: Pembimbing II,
A.Rachmaniar M, SP., MP.
Pembimbing I,
Prof. Dr. Ir. Mir Alam Beddu, M.Si Mengesahkan: Ketua Program Studi Agroteknologi
Rahmawasiah, S.P.
Dekan Fakultas Pertanian
Sukimin, S.P, M.P
iv
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu, Atas Asung Kerta Wara Nugraha penulis panjatkan Kepada Ida Shang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulis menyadari bahwa baik dalam perjalanan studi maupun dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak memperoloh bimbingan dan motifasi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya. 1. Kedua orang tuaku yang selalu membimbing, mendidik, mengarahkan, dan mendoakan dengan penuh kasih sayang sehingga sampai pada detik-detik penulisan skripsi ini dengan lancar. 2. Bapak Dr. Suaedi, S.Pd, M.Si, selaku Rektor Universitas Cokroaminoto Palopo, dan pembantu Rektor, atas segala motivasi dan layanan fasilitas yang telah diberikan selama penulis menempuh studi 3. Bapak Sukimin, S.P., M.P selaku Dekan dan Bapak Saliman S.P selaku Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo. 4. Ibu Rahamawasiah, S.P, selaku Ketua Prodi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Mir Alam Beddu, M.Si selaku pembimbing I, dan Ibu A. Rachmaniar, S.P., M.P selaku Pembimbing II terima kasih atas masukan dan sarannya selama penulis menyusun skripsi ini. 6. Segenap bapak ibu dosen pengajar terkhususnya di Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis 7. Kepada Ni Wayan Purnamasari, S.Pd. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, dan motivasi dukungan yang selama ini diberikan kepada penulis. 8. Keluarga besarku terima kasih atas dukungannya baik berupa moril maupun materi yang diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan. v
9. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku di asrama Bali Palopo terutama Ida Bagus Sutama, Made Arsana, S.Kom, dan Wayan Ardi yang telah mendukung dan membantu menyelesaikan penelitian. 10. Kepada Edi Cahyono, Sukardi, dan Kiki Fitriah A.B serta teman-teman Faperta 09 terima kasih untuk kebersamaan yang indah dan canda tawa yang telah kita lewati bersama, kalian tak akan pernah kulupakan Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa Skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan, karena keterbatasan penulis. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi para pembaca. Om Santih Santih Santih Om Palopo, Juni 2013
Penulis vi
RIWAYAT HIDUP Dewa Kadek Arjasa, lahir pada tanggal 16 April 1991 di desa Sumber Agung, Kecamatan Kalaena, Kabupaten Luwu Timur sebagai anak ke kedua dari dua bersaudara dari pasangan Dewa Nyoman Ardikayasa dan Desak Made Suciari. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 513 Limbomampongo Sumber Agung pada Tahun 1997 dan lulus pada Tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Mangkutana dan lulus pada tahun 2006, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Mangkutana, lulus pada Tahun 2009, kemudian pada Tahun 2009 penulis menempuh pendidikan tinggi pada Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi Universitas Cokroaminoto Palopo.
vii
ABSTRAK DEWA KADEK ARJASA, 2013. Efektifitas Ekstrak Alang-Alang dan Kirinyuh Untuk Menekan Pertumbuhan Gulma dan Pengaruhnya Terhadap Tanaman Kedelai (Glicyne max merril L), dibawah bimbingan Mir Alam Beddu dan A. Rachmaniar M Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan gulma dan pertumbuhan tanaman Kedelai (Glicyne max merril L) dengan berbagai ekstrak tanaman. Lokasi yang di lakukan penalitian adalah di BP3K Kecamatan Wara Kelurahan Temmaleba pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 16 unit percobaan yaitu dengan perlakuan P0 = kontrol (tanpa perlakuan), perlakuan P1 = Ekstrak daun Kirinyuh satu liter di campur kedalam lima liter air, perlakuan P2 = Ekstrak daun Alang-alang satu liter di campur kedalam lima liter air, dan perlakuan P3 = Ekstrak kombinasi keduanya (alang- alang dan Kirinyuh) menjadi satu liter dicampur kedalam lima liter air. Pengamatan yang dilakukan 1 minggu setelah tanaman yang diamati setiap minggu yaitu dari minggu 1 sampai minggu ke-9 dengan mengamati tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai dan pengambilan data gulma pada minggu ke-7 (umur 48 hari). Dimana tinggi tanaman tertinggi pada pengamatan terakhir yaitu terdapat pada p2 dengan rata-rata 41,32 cm, jumlah daun yaitu pada p3 dengan rata-rata 17,81 helai. Pada gulmanya kedelai yang tertekan yaitu jenis rumput Digitaria adscendes pada p2 dan Euphorbia prunifolia pada p3. Dari tingkat ke efisianan pengendalian gulma yaitu p2 dengan 25,39%.
Kata kunci: kedelai (Glicyne max merril L), ekstrak, kombinasi, gulma.
viii
DAFTAR ISI SAMPUL ............................................................................................................i HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii KATA PENGANTAR .......................................................................................iv RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................vi ABSTRAK .........................................................................................................vii DAFTAR ISI ......................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................x DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv DAFTAR TABEL .............................................................................................xv BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................... 1 Tujuan Penelitian................................................................................ 3 Manfaat Penelitian.............................................................................. 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5 Tanaman Kedelai (Glycine max merril L).......................................... 5 Taksonomi Tanaman Kedelai (Glycine max merril L)....................... 5 Morfologi Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) ........................ 6 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) ................ 10 Teknik Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) ............. 13 Hama dan Penyakit Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) ......... 17 Gulma pada tanaman kedelai (Glycine max Merril L) ....................... 18 Tumbuhan Alang-alang (Imperata cylindrica L) ............................... 19 Tumbuhan Kirinyuh (Chloromolaena odorata) ................................. 21 Alelopati ............................................................................................. 24 Herbisida ............................................................................................ 26 Rhizobium sp. ..................................................................................... 26 Soil neutralizer ................................................................................... 27 Hipotesis ............................................................................................ 29
ix
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................. 30 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 30 Bahan dan alat .................................................................................... 30 Metode percobaan .............................................................................. 30 Pelaksanaan Percobaan ...................................................................... 30 Parameter pengamatan ....................................................................... 33 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 34 Hasil ................................................................................................... 34 Pembahasan ........................................................................................ 41 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 46 Kesimpulan......................................................................................... 46 Saran ................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 50
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomer. Halaman. 1. Nisbah Jumlah Dominan/Some dominance Ratio (%) Gulma Pada Setiap Perlakuan ........................................................................................................ 51 2a. Rata-Rata Berat Kering Gulma Pada Tanaman Kedelai ................................. 52 2b. Sidik Ragam Rata-Rata Berat Kering Gulma Tanaman Kedelai .................... 52 3a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu ke-1 Setelah Tanam ................................................................................................ 52 3b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu ke-1 Setelah Tanam ................................................................................................ 52 4a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam ................................................................................................ 53 4b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke- 2 Setelah Tanam ............................................................................................. 53 5a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu ke-3 Setelah Tanam ................................................................................................ 53 5b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi (cm) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-3 Setelah Tanam ....................................................................................... 53 6a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam ................................................................................................ 54 6b. Tabel Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam ......................................................................... 54 7a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam ................................................................................................ 54 7b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke- 5 Setelah Tanam ............................................................................................. 54 8a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam ................................................................................................ 55 8b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke- 6 Setelah Tanam ............................................................................................. 55 9a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam ................................................................................................ 55 xi
9b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke- 7 Setelah Tanam ............................................................................................. 55 10a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam ................................................................................................ 56 10b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam ....................................................................................... 56 11a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-1 Setelah Tanam ......................................................................... 56 11b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-1 Setelah Tanam..................................................... 56 12a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam ......................................................................... 57 12b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam..................................................... 57 13a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-3 Setelah Tanam ....................................................................... 57 13b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-3 Setelah Tanam .................................................. 57 14a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam ....................................................................... 58 14b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam .................................................. 58 15a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam ....................................................................... 58 15b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam .................................................. 58 16a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam ....................................................................... 59 16b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam .................................................. 59 T17a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam ....................................................................... 59 xii
17b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam .................................................. 59 18a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam ....................................................................... 60 18b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam .................................................. 60 19a. Rata-Rata Berat Basah Polong Tanaman Kedelai ......................................... 60 19b. Sidik Ragam Rata-Rata Berat Basah Polong Tanaman Kedelai ................... 60 20a. Rata-Rata Jumlah Polong Tanaman Kedelai ................................................. 61 20b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Polong Tanaman Kedelai ........................... 61 21a. Rata-Rata panjang Polong Tanaman Kedelai ................................................ 61 21b. Sidik Ragam Rata-Rata Panjang Polong Tanaman Kedelai ......................... 61 22a. Rata-Rata Berat Polong Kering Kedelai ....................................................... 62 22b. Sidik Ragam Rata-Rata Berat Polong Kering Kedelai ................................. 62 23a. Rata-Rata Berat Polong Kering Kedelai ....................................................... 62 23b. Sidik Ragam Rata-Rata Berat Polong Kering Kedelai ................................. 62 Denah Percobaan ................................................................................................... 63 1. Sebelum pengolahan tanah............................................................................. 64 2. Pengolahan lahan yang akan di tanam kedelai............................................... 64 3. Melakukan penimbangan dosis dan pemupukan pada lahan kedelai yang akan ditanam .................................................................................................. 65 4. Melakukan penanaman kedelai dengan cara tugal ......................................... 65 5. Melakukan pengukuran tinggi dan penghitungan jumlah daun kedelai 1 mst .................................................................................................................. 66 6. Pengambilan bahan untuk pembutan ekstrak ................................................. 66 7. Pengambilan ekstrak dan pengalikasian ekstrak pada tanaman kedelai umur 1 mst ..................................................................................................... 67 8. Umur tanaman kedelai 1 minggu setelah tanam ............................................ 67 9. Umur tanaman kedelai 2 minggu setelah tanam ............................................ 68 10. Umur berbunga tanaman kedelai pada 35 hst ................................................ 68 11. Melakukan pelemparan untuk pengambilan data gulma pada umur tanaman kedelai 45 hst ................................................................................... 69 xiii
12. Melakukan pengambilan data gulma pada umur tanaman kedelai 45 hst dengan metode kuadrat 0,5x0,5 cm ............................................................... 69 13. Pemisahan sesuai denga jenis gulma yang ada pada pertanaman kedelai ..... 70 14. Penimbangan berat gulma yang terdapat pada pertanaman kedelai .............. 70 15. Melakuakan pemanenan kedelai pada umur 80 hst ....................................... 71 16. Polong kedelai setelah melakukan pemanenan .............................................. 71 17. Penimbangan polong kering kedelai .............................................................. 72 18. Penimbangan berat biji kedelai ...................................................................... 72
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomer. Halaman. 1. Tanaman kedelai ....................................................................................... 5 2. Kerangka pikir ........................................................................................... 28 3. Diagram nisbah jumlah dominan/some dominance ratio (SDR/NJR) gulma pada berbagai ekstrak tanaman pada pertanaman kedelai .............. 34 4. Diagram rata-rata Efisiansi Pengendalian Gulma Pada Ekstrak Alang- Alang dan Kirinyuh ................................................................................... 35 5. Diagram Berat Kering Gulma pada Pertanaman kedelai .......................... 35 6. Diagram tinggi tanaman kedelai minggu terakhir pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh ............................................... 36 7. Diagram jumlah daun kedelai minggu terakhir pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh ............................................... 37 8. Diagram berat basah polong kedelai pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh ........................................................................... 37 9. Diagram berat kering polong kedelai pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh ........................................................................... 38 10. Diagram jumlah polong kedelai pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh ........................................................................... 39 11. Diagram panjang polong kedelai pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh ........................................................................... 39 12. Diagram berat biji kedelai pada pengaruh terhadap ekstrak alang- alang dan kirinyuh ..................................................................................... 40
xv
DAFTAR TABEL Nomer. Halaman. 1. Jarak Tanam Kedelai Pada Berbagai Keadaan lingkungan .................... 16
1
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max merril L) merupakan salah satu jenis bahan pangan penting di Indonesia. Kedelai dimanfaatkan sebagai salah satu sumber protein nabati untuk mencukupi kebutuhan gizi manusia dengan dikonsumsi langsung atau sebagai bahan baku industri. Menurut Cahyadi (2006) sekitar 35 - 45 % protein terkandung dalam biji kedelai, jumlah ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan protein yang terkandung pada jenis kacang-kacangan yang lainnya. Di Indonesia kebutuhan akan kedelai nasional terus meningkat. Peningkatan ini seiring dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya, sementara produksi kedelai nasional belum mampu memenuhi kebutuahan tersebut. BPS mencatat rata-rata konsumsi kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton per tahun dengan kenaikan konsumsi kedelai berkisar 7 % - 8 %. Produktivitas kedelai nasional tahun 2011 hanya 1,4 ton/ha dengan luas panen 621 ribu hektar (Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2012 dalam skripsi Robi Saputra, 2012). Dalam hal ini tentu saja mengakibatkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan permintaan kedelai yang pada akhirnya menyebabkan Indonesia melakukan impor kedelai. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai nasional adalah pada proses budidaya dengan adanya persaingan dalam memperebutkan unsur hara dan media tumbuh antara kedelai dengan gulma. Penurunan hasil akibat kompetisi gulma pada pertanaman kedelai dapat mencapai 10 % 50 % (Sastroutomo, 1990). Kedelai dan gulma bersaing dalam memanfaatkan air, hara, dan cahaya. Selain itu, keberadaan gulma pada lahan budidaya juga dapat menjadi rumah inang sementara dari penyakit atau parasit tanaman pertanian sehingga dapat mengurangi kuantitas dan kualitas hasil pertanian. Saat ini banyak metode pengendalian gulma yang dilakukan oleh petani, yaitu secara fisik, biologi, dan kimiawi. Namun pengendalian gulma yang banyak dilakukan adalah secara kimiawi yaitu dengan menggunakan bahan-bahan kimia atau herbisida sintetis. Penggunaan herbisida dapat dengan cepat mengatasi keberadaan gulma, namun di sisi lain penggunaan herbisida yang terus menerus 2
mengakibatkan berbagai dampak negatif yang dapat membahayakan lingkungan dan makhluk hidup. Air, tanah, dan udara dapat tercemar yang pada akhirnya dapat merusak ekosistem. Penggunaan yang tidak sesuai aturan juga dapat mengakibatkan keracunan pada manusia. Gulma juga akan menjadi lebih resisten dan ketahanan hidupnya semakin meningkat yang pada akhirnya justru akan mempersulit pengendaliannya. Persaingan yang terjadi antara tanaman dan gulma dalam memperebutkan unsur hara mengakibatkan kerugian bagi tanaman budidaya, selain itu beberapa spesies gulma juga menghasilkan senyawa alelopati yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Senyawa tersebut tidak hanya menekan pertumbuhan tanaman budidaya, tetapi juga dapat menekan pertumbuhan jenis gulma lainnya serta mampu menurunkan jumlah dan kualitas panen tanaman (Inawati, 2000). Alang-alang merupakan gulma pada tanaman kedelai. Alang-alang ini adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome) yang menyebar luas di bawah permukaan tanah, yang sulit di basmi. Alang-alang dapat berkembang biak melalui biji dan akar rimpang, namun pertumbuhannya terhambat bila ternaungi. (Yoppi, 2011). Menurut Sastroutomo (1990), alang-alang (Imperata cylindrica L.) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ dibawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. Alang-alang (Imperata cylindrica L.) menyaingi tanaman lain dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya dan dari pembusukan bagian vegetatifnya. Senyawa yang dikeluarkan dari bagian tersebut adalah golongan fenol. Dengan senyawa tersebut alang-alang mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Namun tidak hanya alang-alang saja yang memiliki zat alelopati terhadap tanaman lain, namun tanaman Kirinyu (Chromolaena odorata) juga memiliki dua sisi yang berbeda yaitu sebagai pupuk hijau. Menurut Komang Puspa Yanti (2012) pemberian ekstrak daun kirinyuh (Chromolaena odorata) pada tanaman 3
kacang tanah dengan konsentrasi 80 ml/1 liter air sangat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah (Arachis hypogea) yang meliputi pertambahan luas daun, tinggi tanaman dan jumlah daun. Selain bermanfaat sebagai bahan untuk pupuk organik, ternyata Chromolaena odorata juga mengeluarkan alelopati yang apabila tidak dikelola dengan baik akan merugikan tanaman budidaya. Sebaliknya potensi alelopati ini dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma. Hasil penelitian Darana (2006) yang mempelajari aktivitas alelopati ekstrak daun kirinyuh (Chromolaena odorata) dan salira (Lantana camara) terhadap pertumbuhan gulma di perkebunan teh, menunjukkan bahwa ekstrak daun Chloromolaena odorata dapat menghambat pertumbuhan gulma di perkebunan teh. Ekstrak daun kirinyuh pada konsentrasi 20% maupun ekstrak daun salira mulai konsentrasi 10% menghasilkan penekanan yang lebih baik dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan herbisida sintetis pembanding maupun penyiangan mekanis. Oleh karena itu penelitian ini mengacu pada percobaan yang menekan pertumbuhan gulma dengan mengunakan herbisida nabati, pada pertanaman kedelai (Glycine max merril L). Seperti ekstrak tanaman alang-alang (Imperata cylindraca L) dan kirinyuh (Chromolaena odorata). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak gulma alang-alang(Imperata cylindraca L) dan daun kirinyuh (Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai. 2. Mengetahui campuran ekstrak alang-alang (Imperata cylindraca L) dan daun kirinyuh (Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan gulma dan pengaruhnya pada tanaman kedelai Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu: 1. Memberikan informasi kepada petani tentang pengaruh ekstrak alang- alang (Imperata cylindraca L) dan daun kirinyuh (Chromolaena odorata) terhadap gulma pada tanaman kedelai dan pengaruhnya terhadap tanaman utama, sehingga dapat dijadikan sebagai pemanfaatan agen hayati. 4
2. Sebagai sumber informasi ilmiah, khususnya tentang pengaruh alelopati terhadap tanaman budidaya dan gulmanya, sehingga dapat meminimalisir penggunaan pestisida kimiawi, sebagai bentuk dari aplikasi back to nature. 3. Dapat memberikan landasan empiris pada pengembangan penelitian selanjutnya yang lebih bermanfaat.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) Kedelai merupakan tumbuhan dikotil dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Selain itu juga terdapat jenis lainnya yaitu semi indeterminate atau semi determinate. Pada tipe determinate, pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga, batang normal, dan tidak melilit. Tipe indeterminate, pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah berbunga dan batang melilit (Adie dan Krisnawati, 2007).
Taksonomi Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan semusim yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Rukmana (1996) dan Gembong (2005) tanaman kedelai termasuk dalam: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Sub Klas : Archihlahmydae Ordo : Rosales Sub ordo : Leguminosinae Family : Leguminoseae Sub family : Papiolionaceae Genus : Glycine max Gambar 1. Tanaman Kedelai 6
Morfologi Tanaman Kedelai (Glicyne max merril L) Tanaman kedelai terdiri atas dua organ vegetatif dan organ generatif. Organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambil, pengangkut, pengedar, dan penyimpanan makanan. Organ generatif meliputi bunga, buah, dan biji yang fungsinya sebagai alat perkembangbiakan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Daun Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun berbentuk oval atau segitiga, atau elips tergantung varietasnya. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal yangletaknya berseberangan. Daun yang terbentuk kemudian, merupakan daun ketiga yang letaknya berselang-seling. Pada setiap tangkai daun terdapat tiga helai daun yang disebut daun trifoliate (Fachruddin, 2000 dalam Yeheskiel Sah Eprim, 2006). Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segi tiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing (Aep Wawan Irwan, 2006). Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliate (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima daun. Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, diistilahkan dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf) (Adisarwanto, 2008). Menurut Lamina (1990) daun pertama keluar dari buku sebelah atas kotiledon (keping biji) yang disebut daun tunggal dengan bentuk sederhana dan letak daunnya berseberangan. Daun ketiga pada daun profila terbentuk pada batang utama dan cabang. Daun profila tebentuk pada tiap pangkal cabang, tidak berpangkal. Batang. Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil (Aep Wawan Irwan, 2006). Menurut Hidajat (1985) dalam Abidin (2001) Kedelai 7
berbatang semak dengan tinggi 30 - 100 cm, batang dapat membentuk 3 - 6 cabang. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau semi-indeterminate (Aep Wawan Irwan, 2006). Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah. Jumlah buku batang indeterminate umumnya lebih banyak dibandingkan batang determinate (Aep Wawan Irwan, 2006). Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang diproduksi. Artinya, walaupun jumlah cabang banyak, belum tentu produksi kedelai juga banyak (Aep Wawan Irwan, 2006). Akar Tanaman kedelai mempunyai sistem perakaran tunggang. Pada akar-akar cabang terdapat bintil-bintil akar berisi koloni bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri tersebut bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai untuk mengikat nitrogen dari udara dimana nitrogen ini sangat dibutuhkan oleh tanaman kedelai (Fachruddin, 2000). Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya 8
bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3) (Adisarwanto, 2005). Bunga Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, yaitu setiap bunga mempunyai alat kelamin jantan dan betina. Bunga berwarna ungu atau putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Di Indonesia, tanaman kedelai pada umumnya mulai berbunga pada umur 30-50 hari setelah tanam (Fachruddin, 2000). Bunga kedelai berbentuk bunga kupu-kupu, mempunyai dua mahkota dan dua kelopak bunga. Warna bunga putih bersih atau ungu muda. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan berkembang dari bawah lalu menyembul ke atas. Pada setiap ketiak daun biasanya terdapat 3-15 kuntum bunga, namun sebagian besar bunga rontok, hanya beberapa yang dapat membentuk polong. Bunga pada tanaman kedelai umumnya muncul/ tumbuh pada ketiak daun, yakni setelah buku kedua, tetapi terkadang bunga dapat pula terbentuk pada cabang tanaman yang mempunyai daun (Adisarwanto, 2008). Selanjutnya menurut Sumarni (1985) dikemukakan bahwa semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Bunga kedelai termasuk penyerbukan sendiri karena pembuahan telah terjadi sebelum bunga mekar (kleistogami). Pada saat melakukan persilangan (hibridisasi), mahkota daun dan benang sari dibuang atau dikastrasi, hanya putiknya saja yang ditinggalkan. Karena kalau mahkota dan benang sari tidak di buang maka akan tercampur benang sari dari tanaman lain sehingga proses persilangan tidak berjalan dengan sempurna. (Anggaraini Dian Setiawati, 2009). Tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 30-50 HST. Varietas kedelai determinate mulai berbunga jika hampir semua ruas batang utama yang sudah berkembang sempurna, dimulai dari ruas bagian atas berlanjut ke bagian bawah, sedangkan varietas indeterminate sudah mulai berbunga meskipun kurang dari 9
setengah ruas batang pada batang utama sudah berkembang sempurna (Pitojo, 2003) . Buah Buah kedelai berbentuk polong yang berwarna kuning kecoklatan apabila sudah masak dan diliputi oleh bulu dengan panjang 2.5 mm. Setiap polong berisi satu hingga empat biji. Bentuk dan besar biji bervariasi tergantung varietasnya. Umur masak kedelai berkisar antara 75-110 hari. Bila umur masak kedelai 75-85 HST digolongkan berumur genjah, umur 85-90 HST digolongkan berumur sedang dan lebih dari 90 HST digolongkan berumur dalam (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghaslkan 100- 250 polong, namun pertanaman yang rapat mampu menghasilkan sekitar 30 polong (Pitojo, 2003). Biji kedelai berada dalam polong, setiap polong berisi 1 sampai 4 biji. Polong kedelai mempunyai rambut, berwarna kuning kecoklatan atau kuning muda. Polong yang sudah masak berwarna lebih tua, warna hijau berubah menjadi kuning kecoklatan. Warna polong yang telah kuning mudah pecah. Jumlah polong pertanaman bervariasi tergantung sifat genetika yang terekspresikan dalam bentuk sifat dan ciri morfologi, kemungkinan juga disebabkan oleh keragaman tanah dan iklim pada masing-masing lokasi penanaman, kesuburan tanah dan jarak tanam (Suprapto, 1990). Biji Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji (testa) dan mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar atau bulat agak pipih (tergantung kultivar). Bobot biji kedelai antara 5-30g untuk setiap bobot 100 butir. Pada kulit biji terdapat pusat (hilum) yang berwarna coklat, kuning, hitam atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Kulit biji terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, hypodermis dan parenkim. Kotiledon merupakan bagian terbesar dari biji, berisi bahan makanan cadangan yang mengandung lemak protein berguna untuk pertumbuhan awal tanaman (Lamina, 1990). Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Terdapat varietas kedelai yang menghasilkan banyak polong dan ada pula yang sedikit, dengan berat 10
masing masing biji yang berbeda, dengan kisaran berat 5-50 gram per 100 butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh pada lingkungan dengan salah satu komponen lingkungan tumbuh optimal. Hal ini dikarenakan kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optimal. (A. Wawan Irwan, 2006) Tanah Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan factor lingkungan tumbuh yang lain(A. Wawan Irwan, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar. Artinya, semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman sekitar 3 m (A. Wawan Irwan, 2006). Upaya program pengembangan kedelai bisa dilakukan dengan penanaman di lahan kering masam dengan pH tanah 4,5 5,5 yang sebenarnya termasuk kondisi lahan kategori kurang sesuai. Untuk mengatasi berbagai kendala, khususnya kekurangan unsur hara di tanah tersebut, tentunya akan menaikkan biaya produksi sehingga harus dikompensasi dengan pencapaian produktivitas yang tinggi (> 2,0 ton/ha) (A. Wawan Irwan, 2006).
11
Iklim Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimal, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang ditanam(A. Wawan Irwan, 2006). Suhu Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30 C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang 13 rendah (<15 C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>30 C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat (A. Wawan Irwan, 2006). Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25 C (A. Wawan Irwan, 2006). Panjang Hari (Photoperiode) Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman hari pendek. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 60 hari menjadi 35 40 hari setelah tanam. Selain 12
itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek (A. Wawan Irwan, 2006). Perbedaan di atas tidak hanya terjadi pada pertanaman kedelai yang ditanam di daerah tropik dan subtropik, tetapi juga terjadi pada tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (<20 m dpl) dan dataran tinggi (>1000 m dpl). Umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di daerah dataran tinggi mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di datarn rendah (A. Wawan Irwan, 2006). Kedelai yang ditanam di bawah naungan tanaman tahunan, seperti kelapa, jati, dan mangga, akan mendapatkan sinar matahari yang lebih sedikit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan yang tidak melebihi 30% tidak banyak berpengaruh negatif terhadap penerimaan sinar matahari oleh tanaman kedelai (A. Wawan Irwan, 2006). Distribusi Curah Hujan Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, sistem pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Namun demikian, pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai (A. Wawan Irwan, 2006). Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong (A. Wawan Irwan, 2006). Untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya pada stadia berbunga dan pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam yang tepat, yaitu saat kelembaban tanah sudah memadai untuk perkecambahan. Selain itu, juga harus didasarkan pada pola distribusi curah hujan yang terjadi di daerah tersebut. Tanaman kedelai sebenarnya cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat bertahan dan berproduksi 13
bila kondisi cekaman kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal (A. Wawan Irwan, 2006). Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (A. Wawan Irwan, 2006). Teknik Budidaya Kedelai (Glycine max merril L) Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu agroekosistem akan berbeda dengan agroekosistem yang lain. Hal ini akan mengindikasikan adanya spesifikasi cara bertanam kedelai. Oleh karena itu, langkah-langkah utama yang harus diperhatikan dalam bertanam kedelai yaitu pemilihan benih, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan. Pemilihan Benih Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai. Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung, sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per satuan luas akan berkurang. Di samping itu, kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga apabila benih tidak tumbuh, tidak dapat ditutup oleh tanaman yang ada. Oleh karena itu, agar dapat memberikan hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi standar mutu benih yang baik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang tinggi (Sumarno dan Harnoto, 1998). Umur Panen Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen. Ukuran dan Warna Biji Ukuran dan warna biji varietas yang ditanam harus sesuai dengan permintaan pasar di daerah sekitar sehingga setelah panen tidak sulit dalam menjual hasilnya. 14
Bersifat Aditif Untuk daerah sentra pertanaman tertentu, misalnya di tanah masam, hendaknya memilih varietas kedelai unggul yang mempunyai tingkat adaptasi tinggi terhadap tanah masam sehingga akan diperoleh hasil optimal, contohnya varietas Tanggamus. Demikian pula bila kedelai ditanam di daerah banyak terdapat ham ulat grayak maka pemilihan varietas tahan ulat grayak amat menguntungkan, contohnya varietas Ijen. Selain itu, varietas yang ditanam tersebut harus sudah bersifat aditif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Persiapan Lahan Tanaman kedelai biasanya ditanam pada tanah kering (tegalan) atau tanah persawahan. Pengolahan tanah bagi pertanaman kedelai di lahan kering sebaiknya dilakukan pada akhir musim kemarau, sedangkan pada lahan sawah, umumnya dilakukan pada musim kemarau. Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat dilakukan secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa dibersihkan, kemudian dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya, dibuat petak-petak penanaman dengan lebar 3 m - 10 m, yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran drainase selebar 25 cm - 30 cm, dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap ditanami. Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul atau dibajak sedalam 15 cm 20 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang antara 10 cm 15 cm, lebar antara 3 cm 10 cm, dan tinggi 20 cm 30 cm. Antara petakan yang satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25 cm. Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30 cm dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih. Apabila lahan yang digunakan termasuk tanah asam (memiliki pH<5,0), bersamaan dengan pengolahan tanah dilakukan pengapuran. Dosis pengapuran disesuaikan dengan pH lahan. Lahan sawah supra insus dianjurkan diberi kapur sebanyak 300 kg/ha. Kapur disebarkan 15
merata, kemudian tanah dibalik sedalam 20 cm 30 cm dan disiram hingga cukup basah (Sumarno dan Harnoto, 1998). Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu diberi pupuk dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 75 kg 200 kg/ha, KCl 50 kg 100 kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. Pupuk disebar secara merata di lahan, atau dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm (Sumarno dan Harnoto, 1998). Untuk jenis kedelai manis (edamame), jarak tanam 40 cm x 40 cm. Tanaman kedelai edamame dan koratame diberi pupuk dasar berupa Urea sebanyak 600 kg 800 kg, TSP 600 kg 800 kg, dan KCl 400 kg per hektar. Pupuk disebar merata pada lahan tanam. Untuk menghindari hama lalat bibit, sebaiknya pada saat penanaman benih diberikan pula Furadan, Curater, atau Indofuran ke dalam lubang tanam (Sumarno dan Harnoto, 1998). Penanaman Cara tanam yang terbaik untuk memperoleh produktivitas tinggi yaitu dengan membuat lubang tanam memakai tugal dengan kedalaman antara 1,5 2 cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 3 4 biji dan diupayakan 2 biji yang bisa tumbuh. Observasi di lapangan dijumpai bahwa setiap lubang tanam diisi 5 biji, bahkan ada yang sampai 7 9 biji sehingga terjadi pemborosan benih yang cukup banyak. Di sisi lain, pertumbuhan tanaman mengalami etiolisasisehingga dapat mengakibatkan tanaman menjadi mudah roboh. Kebutuhan benih yang optimal dengan daya tumbuh lebih dari 90% yaitu 50 60 kg/ha. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10 15 cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperjarang menjadi 15 20 cm. Populasi tanaman yang optimal berkisar 400.000 500.000 tanaman per hektar (Sumarno dan Harnoto, 1998). Penempatan arah tanam di daerah tropik tidak menunjukkan perbedaan antara ditanam arah timur-barat dengan utara-selatan. yang terpenting yaitu arah tanam harus sejajar dengan arah saluran irigasi atau pematusan sehingga air tidak menggenang dalam petakan.
16
Tabel 1. Jarak Tanam Kedelai pada berbagai keadaan lingkungan Lingkungan Jarak tanam (cmxcm) Populasi Tanaman/Ha a) Tanah kurus atau air kurang 10 x 35 10 x 40 20 x 20 15 x 25 571.428 500.000 500.000 533.333 b) Kesuburan tanah sedang, pengairan cukup 10 x 50 5 x 50 10 x 45 15 x 35 15 x 40 20 x 25 20 x 30 400.000 400.000 444.444 380.952 333.332 400.000 333.333 c) Tanah subur, pengairan cukup 15 x 45 7,5 x 45 15 x 50 20 x 35 20 x 40 25 x 25 25 x 30 296.296 296.296 266.666 285.714 250.000 320.000 266.666 Keterangan : Ditanam satu benih per lubang tanam Sumber : Sumarno dan Harnoto, 1998. Pemeliharaan Untuk mengurangi penguapan tanah pada lahan, dapat digunakan mulsa berupa jerami kering. Mulsa ditebarkan di antara barisan tempat penanaman benih dengan ketebalan antara 3 cm 5 cm (Sumarno dan Harnoto, 1998). Satu minggu setelah penanaman, dilakukan kegiatan penyulaman. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh. Keterlambatan penyulaman akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan tanaman yang jauh berbeda. (Sumarno dan Harnoto, 1998). 17
Tanaman kedelai sangat memerlukan air saat perkecambahan (0 5 hari setelah tanam), stadium awal vegetatif (15 20 hari), masa pembungaan dan pembentukan biji (35 65 hari). Pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengairan dilakukan dengan menggenangi saluran drainase selama 15 30 menit. Kelebihan air dibuang melalui saluran pembuangan. Jangan sampai terjadi tanah terlalu becek atau bahkan kekeringan (Sumarno dan Harnoto, 1998). Pada saat tanaman berumur 20 30 hari setelah tanam, dilakukan kegiatan penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan susulan. Penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman kedelai selesai berbunga. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh menggunakan tangan atau kored. Selain itu, dilakukan pula penggemburan tanah. Penggemburan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman. Pemberian pupuk susulan dilakukan saat tanaman berumur 20 30 hari setelah tanam. Pemberian pupuk susulan hanya dilakukan pada tanah yang kurang subur saja. Pupuk yang digunakan berupa Urea sebanyak 50 kg/ha. Pupuk diberikan dalam larikan di antara barisan tanaman kedelai, selanjutnya ditutup dengan tanah. Bagi kedelai Jepang, pupuk susulan yang digunakan adalah Urea, TSP, dan KCl masingmasing sebanyak 200 kg/ha (Sumarno dan Harnoto, 1998). Hama dan Penyakit Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) Hama tanaman kedelai Kutu Daun (Aphis glycine) Kerusakan: bila poulasinya cukup tinggi menyebabkan tanaman layu, dan gugur, tanaman menjadi kerdil, dan polongnya kurang Pengendalian : a) Mengunakan varietas tahan, b) jangan tanam tanaman inang seperti terung-terungan, kapas-kapasan, atau kacang-kacangan, c) gunakan musuh alami (predator maupun parasit), d) semprot natural BVR atau PESTONA dilakukan pada permukaan daun bagian bawah. (Muhammad Jusuf Kalla, 2008) Kumbang Kedelai (Phaedonia inclusa) Kerusakan: larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda. Pada serangan berat daun tinggal tulangnya saja. 18
Pengendalian: a) sanitasi, b) pengendalian biologi dan mengunakan parasitoid kumbang, aplikasi insektisida setelah melampaui ambang ekonomi, misalnya penyemprotan dengan pestona. (Muhammad Jusuf Kalla, 2008) Ulat Pengerek Polong (Ettiela zinchenella) Kerusakan: larva merusak biji dengan mengerek kulit polong muda dan kemudian masuk dan mengerek biji. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar berubah warna, didalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotoranya. (Muhammad Jusuf Kalla, 2008) Penyakit Tanaman Kedelai Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas sp.) Kerusakan: tanaman mengalami layu mendadak, terutama bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian: a) Pengunaan varietas tahan layu. B) sanitasi kebun, dan c) Pergiliran tanam, d) Pemberian natural GLIO. (Muhammad Jusuf Kalla, 2008) Penyakit Layu (Jamur tanah: Sclerotium Rolfsii) Kerusakan: penyakit yang menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan tanaman berjarak tanam pendek, daun sedikit demi sedikit layu, meguning, penularan melalui tanah dan irigasi. Pegendalian: a) tanam varietas tahan, dan tebarkan natural GLIO. (Muhammad Jusuf Kalla, 2008) Anthracnose (Colletotrichum glycine) Kerusakan: Daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah rontok,polong muda yang terserang menjadi kosong dan isi polong tua menjadi kerdil Pengendalian: a) perhatikan pola pergiliran tanam yang tepat, b) pencegahan di awal dengan Natural GLIO. (Muhammad Jusuf Kalla, 2008) Gulma Pada Tanaman Kedelai (Glycine max merril L) Gulma adalah tanaman yang tidak dikehendaki yang tumbuh bersama tanaman kedelai yang sedang diusahakan, serta sisa-sisa tanaman sebelum pelaksanaan penangkaran benih. Tanaman-tanaman tersebut merupakan kompetitor atau pesaing dalam pemanfaatan air, zat hara tanah, sinar matahari, dan ruang di sekitar tanaman kedelai, bahkan berperan sebagai inang hama serta 19
penyakit tertentu. Akumulasi dari tingkat persaingan oleh gulma tersebut tampak nyata di lahan. Pada tempat-tempat yang telah ditumbuhi gulma, tanaman kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik. Menurut Soetikno S. Sastroutomo (1990) penurunan hasil akibat kompetisi gulma pada pertanaman kedelai dapat mencapai 10-50%. Ragam dan pertumbuhan gulma di setiap lahan dipengaruhi oleh keadaan perlakuan lahan. Gulma yang biasa tumbuh pada lahan pertanaman kedelai terdiri atas lebih dari 56 macam, meliputi jenis rerumputan, teki-tekian, dan jenis gulma berdaun lebar. Pada lahan dengan indeks pertanaman 300% atau tidak mengalami masa istirahat lama, ragam dan jumlah gulma relatif sedikit. Sebaliknya, pada lahan yang mengalami masa istirahat lama, ragam dan jumlah gulma relatif banyak. Beberapa jenis gulma yang dominan pada pertanaman kedelai antara lain adalah Amaranthus sp. (bayam), Digitaria ciliaris (rumput jampang), Echinochloa colonum (rumput jejagoan), Eragrotis enioloides (rumput bebekan), Cyperus kyllingia (rumput teki), Cyperus iria (rumput jeking kunyit), Portulaka sp. (krokot), Ageratum conyzoides (wedusan), Molluge penaphylla (daun mutiara), dan Mimosa pudica (puteri malu). (Abu Hudzaifah, 2008). Pada prinsipnya, pengendalian gulma dapat dilakukan secara kultur teknis, mekanis, biologis, dan kimia. Pengendalian gulma pada penangkaran benih kedelai ditekankan pada perlakukan kultur teknis dan cara mekanis. Oleh karena itu, pengolahan tanah dan perlakukan penyiangan tanaman serta roguing perlu dilakukan secara intensif (Abu Hudzaifah, 2008). Pengendalian biologis dengan cara mengunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak dan sebagainya. Pengendalian kimiawi adalah pengendalian gulma dengan mengunakan herbisida yang biasa mematikan atau menekan pertumbuhan gulma. Cara penggunaan dilakukan biasa digunakan pada saat pratanam, pratumbuh, atau pasca tumbuh (Nurul Sofiati, dkk, 2011) Tumbuhan Alang-alang (I mperata cylindrica L.) Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome) yang menyebar luas di bawah permukaan tanah. Alang-alang dapat berkembang biak melalui biji dan akar rimpang, namun pertumbuhannya terhambat bila 20
ternaungi. Oleh karena itu salah satu cara mengatasinya adalah dengan jalan menanam tanaman lain yang tumbuh lebih cepat dan dapat menaungi. Hasil percobaan lapang dan survey pada lahan petani di daerah Lampung Utara menunjukkan bahwa untuk membasmi alang-alang secara biologi diperlukan penaungan yang dapat mengurangi sinar matahari yang masuk minimal 80% dari jumlah total sinar pada tempat-tempat terbuka, dan waktu yang diperlukan minimal 2 bulan (Purnomosidhi dkk, 2000). Taksonomi Alang-alang (I mperata cylindrical L) Klasifikasi dari Alang-alang (Imperata cylindrica L.) menurut Moenandir (1988), adalah sebagai berikut: Divisi :Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Moncotyledonae Bangsa : Poales Suku : Gramineae Marga : Imperata Jenis : Imperata cylindrica L Morfologi Alang-alang (I mperata cylindrica L) Alang-alang (Imperata cylindrical L.) merupakan tumbuhan dari famili Gramineae. Tumbuhan ini mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga mudah tumbuh di mana-mana dan sering menjadi gulma yang merugikan para petani. Gulma alang-alang dapat bereproduksi secara vegetatif dan generatif atau tumbuh pada jenis tanah yang beragam (Moenandir, 1988 dalam sekripsi Lailatul Izah, 2009). Alang-alang (Imperata cylindrica L.) merupakan tanaman herba, rumput, merayap di bawah tanah, batang tegak membentuk satu perbungaan, padat, pada bukunya berambut jarang. Alang-alang adalah gulma perennial, dengan sistem rhizoid yang meluas serta tinggi batang mencapai 60-100 cm. daun agak tegak, pelepah daun lembut, tulang daun utama keputihan, daun atas lebih pendek dari pada daun sebelah bawah, rhizoma bersifat regeneratif yang kuat dapat berpenetrasi 15-40 cm, sedang akar dapat vertical ke dalam sekitar 60-150 cm. rhizoma berwarna putih, sukulen terasa manis, beruas pendek dengan cabang lateral membentuk 21
jarring-jaring yang kompak dalam tanah. Gulma ini tersebar luas dan dapat tumbuh pada tanah terbuka yang belum maupun yang sudah olah (Moenandir, 1988 dalam sekripsi Lailatul Izah, 2009). Tumbuhan ini berumur panjang, tumbuh berumpun, tinggi 30 180 cm (Ahmad saepur rohman, 2012). Akar rimpang, menjalar, berbuku-buku, keras dan liat, berwarna putih. Batang batang tegak berbentuk silindris, diameter 2 3 mm, beruas-ruas. Batang rimpang, merayap di bawah tanah. Daun warna hijau, bentuk pita, panjang 12 80 cm, lebar 2 5 cm, helaian daun tipis tegar, ujung meruncing, tepi rata, pertulangan sejajar, permukaan atas halus, permukaan bawah kasap. Bunga majemuk, bentuk bulir , bertangkai panjang, setiap bulir berekor puluhan helai rambut putih sepanjang 8 14 mm, mudah diterbangkan angin. Buah bentuk biji jorong, panjang +/- 1 mm, berwarna cokelat tua. Perbanyaan vegetatif (akar rimpang) . Kandungan Alang-alang (I mperata cylindrical L.) Metabolit yang telah ditemukan pada rimpang alang-alang terdiri dari saponin, tannin, arundoin, femenol, isoarborinol, silindrin, simiarenol, kampesterol, stigmasterol, -sitisterol, skopoletin, skopolin, phidroksibenzaladehida, katekol, asam klorogenat, asam oksalat, asam d-malat, asam sitrat, potassium (0,75% dari berat kering), sejumlah besar kalsium dan 5- hidroksitriptamin. Sedangkan pada daunya mengandung polifenol (Wijaya, 2001). Tumbuhan Kirinyuh (Chrolomolaena odorata) Chrolomomolaena odorata di kenal dengan nama Kirinyuh. Tumbuhan ini termasuk dalam famili Asteraceae/Composite, berdaun oval dan bergerigi pada bagian tepi, serta berbunga pada musim kemarau, serentak selama 3-4 minggu (Prawiradiputra, 1985). Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1.000-2.800 m dari permukaan laut, tetapi di Indonesia banyak ditemukan di dataran rendah (0-500 m dpl) seperti di perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, dan jambu mete serta padang penggembalaan. Sifatnya yang tidak tahan naungan, membuat 22
tumbuhan ini tumbuh subur dengan adanya sinar matahari yang cukup (Anonim, 2012). Kirinyuh memiliki kemampuan mendominasi area dengan sangat cepat. Hal ini didukung karena jumlah biji yang dihasilkan sangat melimpah. Setiap tumbuhan dewasa mampu memproduksi sekitar 80 ribu biji setiap musim (Departemen Sumber Daya Alam, Mineral dan Air dari Australia; 2006). Pada saat biji pecah dan terbawa angin, lalu jatuh ke tanah, biji tersebut dapat dengan mudah berkecambah. Dalam waktu dua bulan saja, kecambah dan tunas-tunas telah terlihat mendominasi area. Kepadatan tumbuhan bisa mencapai 36 batang tiap meter persegi, yang berpotensi menghasilkan kecambah, tunas, dan tumbuhan dewasa berikutnya (Yadav dan Tripathi 1981). Taksonomi Kirinyuh (Chromolaena odorata) Menurut Marthen, 2007 susunan klasifikasi tanaman kirinyuh (Chromolaena odorata) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Asteridae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Chromolaena Spesies : Chromolaena odorata Morfologi Kirinyuh (Chromolaena odorata) Batang Kirinyuh (Chromolaena odorata) termasuk keluarga Asteraceae/ Compositae. Batang muda berwarna hijau dan agak lunak yang kelak akan berubah menjadi cokelat dan keras (berkayu) apabila sudah tua. Letak cabang biasanya berhadap hadapan (oposit) dan jumlahnya sangat banyak. Daun Daunnya berbentuk oval, bagian bawah lebih besar, makin ke ujung makin runcing. Panjang daun 6 10 cm dan lebarnya 3 6 cm. tepi daun bergerigi, 23
menghadap ke pangkal. Letak daun juga berhadap hadapan. Karangan bunga terletak di ujung cabang (terminal). Setiap karangan terdiri atas 20 35 bunga. Warna bunga selagi muda kebiru biruan, semakin tua menjadi coklat. Bunga dan Biji Kirinyuh (Chromolaena odorata) berbunga pada musim kemarau, perbungaannya serentak selama 3 4 minggu (Prawiradiputra, 1985). Pada saat biji masak, tumbuhan mengering. Pada saat itu biji pecah dan terbang terbawa angin. Kira kira satu bulan setelah awal musim hujan, potongan batang, cabang dan pangkal batang bertunas kembali. Biji biji yang jatuh ke tanah juga mulai berkecambah sehingga dalam waktu dua bulan berikutnya kecambah dan tunas tunas telah terlihat mendominasi area. Kandungan Kirinyuh (Chromolaena odorata) Kirinyuh (Chromolaena odorata) adalah salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai larvasida alami. Tumbuhan ini mengandung senyawa fenol, alkaloid, triterpenoid, tannin, flavonoid (eupatorin) dan limoen. Kandungan tannin yang terdapat dalam daun kirinyuh adalah 2,56% (Romdonawati, 2009). Menurut Ikhimioya (2003), Chromolaena odorata mengadung zat antinutrisi. Kandungan antinutrisi Chromolaena odorata adalah sebagai berikut : Haemagglutinnim 9,72mg/g, Oxalate 1.89%, Phyticacid 1.34% dan Saponin 0.50%. Sisi Menguntungkan dan Merugikan Kirinyuh (Chrolomolaena odorata) Tanaman kirinyuh (Charolomolaena odorata) ini juga ternyata memiliki sejumlah potensi besar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dari pengolahan gulma ini dapat dihasilkan pupuk organik, biopestisida, obat, dan herbisida. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan. Senyawa alelopati yang diproduksi oleh gulma ini dapat menjadi racun bagi tanaman lain. Hasil penelitian Darana (2006) menunjukkan bahwa ekstrak daun kirinyuh (Chloromolaena odorata) dapat menghambat pertumbuhan gulma di perkebunan teh. Disamping efek mematikan pada beberapa jenis OPT, gulma ini ternyata memiliki kandungan protein cukup tinggi berkisar 21-36 % yang dapat dimanfaatkan dalam campuran pakan ternak sesuai pernyataan Marthen, (2007). Namun di balik sisi meguntungkan, tumbuhan ini menyandang status sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu. Prawiradiputra (2007) mengemukakan 24
bahwa tumbuhan ini merupakan gulma yang sangat merugikan karena: (1) dapat mengurangi kapasitas tampung padang penggembalaan, (2) dapat menyebabkan keracunan, bahkan mungkin sekali kematian ternak, (3) menimbulkan persaingan dengan rumput pakan, sehingga mengurangi produktivitas padang rumput, dan (4) dapat menimbulkan bahaya kebakaran terutama pada musim kemarau. Selain itu, gulma ini juga diketahui dapat menjadi tempat persembunyian bagi serangga yang merugikan, antara lain dari ordo Hemiptera dan Diptera. (Endang Dewi Murrinie, 2011). Alelopati Istilah alelopati pertama kali digunakan oleh Molisch pada tahun 1937. Istilah ini secara umum diartikan sebagai pengaruh negatif suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan atau pembuahan jenis-jenis tumbuhan lainnya (Sastroutomo,1990 dalam skripsi Laitul izah, 2009). Menurut Rahayu (2003) dalam skripsi Laitul izah, 2009 fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, antar mikroorganisme, atau antar tumbuhan dan mikroorganisme. Interaksi tersebut meliputi penghambatan oleh suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, di akar, batang, daun, bunga dan biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, tannin, asam sianamat dan derivatnya, asam benzoate dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfide serta nukleosida. Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian dan dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya Rahayu (2003 dalam skripsi Laitul izah, 2009) 25
Senyawa alelopati atau zat penghambat alelopati terhadap tanaman budidaya secara komplek dan dapat meliputi interaksi dari berbagai macam zat- zat kimia diantaranya komponen phenolik, flavonoid, terpenoid, alkholoid, steroid, carbohidrat, dan asam amino (Ferguson, 2003 dalam skripsi Laitul izah, 2009). Senyawa kimia yang mempunyai potensi sebagai alelopati dapat ditemukan pada seluruh jaringan seperti daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah dan biji. Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui: Penguapan Senyawa alelopat yang dikeluarkan melalui penguapan biasanya dilakukan pada jenis tumbuhan daerah kering. Alelopat yang mudah menguap tersebut tergolong dalam terpenoid yang kebanyakan mono terpen dan seskuiterpen. Alelopat dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, embun dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang kemudian akan diserap akar tumbuhan lain (Sastroutomo, 1990 dalam skripsi Laitul izah, 2009). Eksudat Akar Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat dan fenolat (Laitul izah, 2009). Pencucian Senyawa kimia yang terdapat di permukaan tanah dapat tercuci oleh air hujan atau embun. Hasil pencucian daun teki dan umbinya dapat menghambat pertumbuhan jagung dan kedelai. Diantaranya senyawa-senyawa tersebut adalah asam organik, gula, asam amino, terpenoid, alkaloid dan fenol (Laitul izah, 2009). Pembusukan Organ Tumbuhan Setelah tanaman mati sel-sel pada organ akan kehilangan permiabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa kimia yang ada di dalamnya terlepas. Selain itu mikroba dapat memacu produksi senyawa alelopat melalui pemecahan secara enzimatis dari polimer yang ada di jaringan (Laitul izah, 2009). 26
Herbisida Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma. Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena persaingan untuk mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopati, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan pengganggu tanaman. (Ilmal Bani Hasyim, 2010). Pengunaan herbisida sintetik disini dapat berpengaruh buruk terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, berbahaya bagi kesehatan terhadap orang-orang yang bekerja dengan herbisida atau terpapar dalam jumlah besar, misalnya pada pabrik industri, formulasi, dan bagian distribusi, serta mereka yang terlibat dalam aplikasi langsung di lapangan seperti pekerja yang menyemprotkan, mencampur, menggunakan dengan mesin atau dengan peasawat udara (Monaco et al., 2002). Rhizobium sp. Rhizobium sp. ini adalah pupuk hayati/pupuk mikroba yang berfungsi untuk memperbanyak bintil akar, menyuburkan perakaran tanaman, melarutkan P dan menyediakan K, menghasilkan Zat Pemacu Tumbuh (ZPT), menurunkan dosis pupuk menjadi 50 %. Kandungan - Rhizobium sp. 5,55 x 10 8 sel/g - Azospirillum sp. 3,10 x 10 9 sel/g - Bacillius sp. 2,50 x 10 9 sel/g Dosis Dosis pemakaian Rihizobium sp. 200 gr/ha atau 200 gr/40 kg benih kacang-kacangan. Cara perlakuan 1) Basahi benih dengan air bersih. 2) Campurkan Rhizobium sp. Sesuai dengan dosis anjuran. 27
3) Aduk sampai Rhizobium sp. Melekat secara merata pada menih. 4) Setelah penanaman, lubang benih ditutup kembali dengan tanah. Soil Neutralizer Soil neutralizer adalah salah satu kelompok produk pembenahan tanah non organik yang berfungsi memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah Terutama tanah-tanah tingkat keasamannya tinggi atau dengan kata lain. Soil Neutralizer adalah bahan yang bias meningkatkan pH tanah sehingga tanah menjadi terkondisi dengan baik untuk pertanian. Sepeksifikasi: Kandungan: logam tanah jarang utamanya Lanthanum (La) dan Cerium (Ce) yang sudah diaktivasi dengan teknologi NANO serta CaO, MgO. Manfaat: Berfungsi untuk meningkatkan pH masam sehingga optimum untuk pertumbuhan tanaman. Membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara makro maupun mikro. Cara Aplikasi: Dosis 3 liter per Ha dilarutkan dalam air sebanyak -/+ 350 liter atau sekitar 25 tangki sprayer @ 14 liter atau 8-9 cc/liter air. Kocok dahulu.
Dalam penelitian ekstrak alang-alang dan daun kirinyuh untuk menekan gulma pada tanaman kedelai dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai mengunakan kerangka pikir seperti gambar 2 yang ada di bawah.
28
gulma alang- alang (imperata cylindrical) Gulma kirinyuh (chromolaena odorata) Ekstrak Alang-alang dan Daun Kirinyuh Pembutan ekstrak alang-alang di campur air Pembuatan ekstrak kirinyuh di campur air Kombinasi
Aplikasi
Gulma pada tanaman kedelai
Dosis ekstrak
Gambar 2. Skema kerangka pikir ekstrak alang-alang dan kirinyuh 29
Hipotesis 1. Terdapat pengaruh ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai. 2. Terdapat pengaruh ekstrak kirinyuh terhadap pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai. 3. Terdapat pengaruh ekstrak alang-alang terhadap pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai. 4. Terdapat pengaruh interaksi campuran ekstrak kirinyuh dan alang-alang terhadap pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai.
30
BAB III BAHAN DAN METODE Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi yang akan di lakukan penalitian adalah di BP3K Kecamatan Wara Kelurahan Temmaleba pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013. Bahan dan Alat Bahan yang di gunakan adalah pupuk kandang/pupuk bokasi, Rhizobium sp., Soil Neutralizer, benih kedelai, air, rimpang alang-alang, daun kirinyuh, kayu, dan tali rumput jepang (rapiah). Alat yang digunakan cangkul, parang, pisau, blender, saringan, meterran, botol aqua, gembor. Metode Percobaan Penelitian ini mengunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan yang di ulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 16 unit percobaan. P0= (kontrol) tanpa perlakuan. P1= aplikasi ekstrak daun kirinyuh pada gulma pada setiap minggunya, sebanyak 1 kg di campur dengan 5 liter air. P2= aplikasi ekstrak rizoma alang-alang pada gulmanya pada setiap minggunya, sebanyak 1 kg di larutkan dengan 5 liter. P3= ekstrak rhizoma alang-alang sebanyak 500 gr di campur dengan 500 gr ekstrak daun kirinyuh di campur jadi satu kedalam 5 liter air. Pelaksanaan Percobaan Mempersiapkan lahan Persiapan lahan penelitian di tempatkan di lahan pencontohan BP3K kecamata Wara. Selanjutnaya pembuatan bedengan dengan tanah di olah terlebih dahulu agar bisa lebih gembur. Selanjutnya kita membuat bedengan dengan ukuran 200 cm 2 itmterdapat beberapa tanaman yang akan di amati. Parit dibuat di antara bedengan dengan lebar 20 cm untuk saluran drainase, untuk menghindari tanaman terendam air. Bedengan jadi di lanjutkan dengan penyemprotan Soil Neunturalizer dan pemberiaan pupuk kompos pada bedengan. 31
Pengukuran tingkat keasaman di tanah dengan mengambil sampel tanah. Tanah tersebut di kering kemudian di hancurkan, setelah itu diayak untuk diambil yang halusnya kemudian dimasukan ke dalam air, diaduk hingga rata dan di di diamkan selama 15 menit atau sampai tanah tersebut mengendap. Selanjutnya di ambil air yang hanya bagian air yang jernih. Setelah terpisah selanjutnya di celupkan kertas lakmus tersebut selama 1 menit, lalu di cocokkan pada warna ukur pH tanah. Pembuatan pupuk organik Pembuatan organik disini dengan mengunakan kotoran ayam yang sudah kering di capur dengan kapur dan pupuk urea. Persentase pencampuran yang digunakan 60 % kotoran ayam, 5% kapur, 2 % pupuk urea, dicampur jadi satu dengan mengunakan sekop. Setelah pencampuran selesai campuran tersebut di diamkan selama 3 hari. Selanjunya di balik setiap harinya, untuk menjaga suhu agar optimal. Pemupukan Pemupukan di lakukan sebelum melakukan penanaman, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang telah dibuat dengan dosis pemupukan 5000 kg/ha atau 2 kg/m 2 . Setetelah itu bru melakukan penanaman. Pemupukan susulan dilakukan pada tanaman kedelai berumur 20-30 hari setelah tanam dengan pupuk organik yang telah dibuat sendiri, seperti yang diatas. Mempersiapkan benih Sebelum melakukan penanaman benih terlebih dahulu melakukan seleksi benih dengan cara melakukan perendaman di dalam air untuk melakukan seleksi benih, jadi benih yang tengelam nantinya di gunakan sebagai bibit. Setelah melakukan seleksi benih. Selanjutnya dilakukan pencampuran benih dengan Rhizobium sp sesuai dosis yang dianjurkan. Penanaman Penanaman di lakukan dengan cara tugal pada kedalaman 1,5-2 cm. perlubang diisi sebanyak 2-3 biji, dengan jarak tanam 35 x 35 cm, sehingga satu petaknya terdapat 25 tanaman .
32
Membuat ekstrak Rhizoma alang-alang (Imperata cylindrical L.), sebanyak 1 kg, cuci sampai bersih kemudian di cacah dan selanjunya di belender dengan diberikan air sebanyak 250 ml. Dari hasil belenderan sampai halus. Di diamkan kedalam wadah yang tertutup rapat didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya ekstrak tersebut diaplikasikan di gulma yang terdapat pada tanaman kedelai. Demikian juga dengan pembuatan ekstrak kirinyuh (Chrolomolaena odorata) sama seperti pembuatan ekstrak rhizome alang-alang. Untuk pembuatan ekstrak campuran rhizoma alang-alang dan daun kirinyuh sama cara pembuatanya seperti diatas. Tetapi bedanya banyaknya dari masing-masing bahan yaitu rhizoma alang-alang dan daun kirinyuh di ambil sebanyak 500 gr dari masing-masing bahan ekstrak. Waktu pengaplikasian ekstrak Pengalikasian dari masing-masing ekstrak yang telah jadi di campur kedalam 5 liter air selanjutnya di aplikasikan dengan mengunakan gembor. Pada saat, gulma mengalami pra tumbuh dan pasca tumbuh, setiap seminggu sekali di aplikasikan, sampai tanaman mengalami pegisian buah polong. Pemeliharaan Pemeliharaan di lakukan penyiraman dengan air secukupnya pada setiap pagi atau sore hari. Penjarangan/penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam jika terdapat tanaman yang mati. Pengambilan Data Gulma Dari masing-masing jenis gulma yang tumbuh ditentukan Some Dominance Ratio atau Nisbah Jumlah Dominan (%) melalui kerapatan, frekuensi dan bobot kering gulma. Analisis vegetasi dilakukan setelah tanaman berumur 35 hari setelah tanam. Pengamatan gulma dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat melalui frame ukuran 0.5 m x 0.5 m. Dengan cara di lempar pada setiap ulangan dan di ambil sapelnya sebanyak 3 kali lemparan dengan ukuran bedeng perulangan 2x2 meter. Nisbah Jumlah Dominan/Some dominance Ratio (%) dapat dihitung dengan rumus (Tjitrosemito, 1999. Dalam Hidayati Masud, 2009) sebagai berikut: Kerapatan nisbi + Frekuensi nisbi + Bbt kering nisbi 3 33
Kerapatan mutlak = Jumlah individu jenis dalam petak contoh Kerapatan nisbi = Kerapatan mutlak suatu jenis x 100 % Jumlah kerapatan mutlak semua jenis
Frekuensi Mutlak = Jumlah petak contoh yang berisi suatu jenis x 100 % Jumlah semua petak contoh yang diambil
Frekuensi Nisbi = Frekuensi mutlak suatu jenis x 100 % Jumlah frekuensi mutlak semua jenis
Bobot kering nisbi = Bobot kering suatu jenis x 100 % Bobot kering semua jenis
Efisiensi pengendalian gulma, dapat dihitung dengan rumus (Singh ea all., 1989. Dalam Hidayati Masud, 2009). EPG = BKG control-BKG perlakuan x 100 % BKG control Keterangan: EPG = Efisiensi Pengendalian Gulma (%) BKG= Berat Kering Gulma Parameter Pengamatan 1) Mengamati jenis gulma yang tumbuh sebelum pengolahan tanah. 2) Mengamati jenis gulma yang tumbuh sesudah pengolahan tanah. 3) Mengamati dan menghitung jenis gulma yang tumbuh setelah aplikasi dari masing-masing ekstrak tanaman alang-alang (Imperata cylindrical L.) dan kirinyuh (Chrolomolaena odorata). 4) Mengukur tinggi tanaman kedelai pada setiap minggunya. 5) Menghitung masing-masing jumlah daun tanaman setiap minggunya. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gulma (%) Hasil dari pengambilan data gulma dengan menggunakan alat analisis vegetasi gulma. Dari berbagai ekstrak tanaman yang di gunakan untuk menekan pertumbuhan gulma pada pertanaman kedelai.
p e r l a k u a n ) 1.04 0.52 4.78 23.85 0.91 14.83 11.29 2.95 7.81 31.53 5.26 0.64 1.99 0.56 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 Euphorbia prunifolia berdaun sempit berdaun sempit fimbristylis miliacea borreria alata alternanthera philoxeroides ludwigia hyssopifolia Phyllanthus niruri eleusine indica cyperus iria Echinochloa colonum digitaria adscendes cyperus compressus Ageratum conyzoides P 1
( K i r i n y u h ) 35
Gambar 3. Diagram Nisbah Jumlah Dominan/Some dominance Ratio (SDR/NJR) gulma pada berbagai ekstrak alang-alang dan kirinyuh pada pertanaman kedelai. Diagram di atas menunjukan gulma yang tertekan yaitu gulma Digitaria adscendes pada perlakuan 2 yang mengunakan ektrak tanaman alang-alang (Imperata cylindraca L.). Pada perlakuan 3 jenis gulma yang tertekan Euphorbia prunifolia dengan perlakuan kombinasi dari keduannya. 0.69 0.09 1.74 12.84 2.95 13.05 10.69 4.58 4.06 27.62 1.00 0.00 3.05 0.74 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Euphorbia prunifolia berdaun sempit berdaun sempit fimbristylis miliacea borreria alata alternanthera philoxeroides ludwigia hyssopifolia Phyllanthus niruri eleusine indica cyperus iria Echinochloa colonum digitaria adscendes cyperus compressus Ageratum conyzoides P 2
( a l a n g - a l a n g ) 0.00 4.11 4.01 21.75 1.53 8.76 12.29 4.20 9.37 38.21 2.00 0.48 2.78 1.03 0.00 5.00 10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.00 Euphorbia prunifolia berdaun sempit berdaun sempit fimbristylis miliacea borreria alata alternanthera philoxeroides ludwigia hyssopifolia Phyllanthus niruri eleusine indica cyperus iria Echinochloa colonum digitaria adscendes cyperus compressus Ageratum conyzoides P 3
( k o m b i n a s i
a l a n g - a l a n g
d a n
k i r i n y u h ) 36
Dalam gambar 3. Diatas tingkat ke efisianan pengendalian gulma yang sangat efisian diantaranya adalah p2 dengan mengunakan ekstrak alang-alang (Imperata cylindraca L.) yang efektif pengendaliannya. Efisiansi Pengendalian Gulma (%) dalam hasil pengamatan tingkat ke efisiansi pengendalian gulma dapat di lihat pada histogram gambar 4. Terlihat pada p2 yang efisiensi penekanan gulmanya sebesar 25,39%.
Berat Kering Gulma (gr) Hasil pengamatan berat kering gulma pada pertanaman kedelai serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 2a dan 2b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap berat kering gulma.
0.00 10.00 20.00 30.00 P1 P2 P3 9.94 25.39 8.00 EPG % Gambar 4. Diagram Rata-rata Efisiensi Pengendalian Gulma Pada ekstrak alang- alang dan kirinyuh. 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 p0 p1 p2 p3 176.16 158.64 131.43 162.06 b e r a t
( g r ) perlakuan berat kering gulma Gambar 5. Diagram berat kering gulma pada pertanaman kedelai. 37
Diagram tersebut diatas menunjukan bahwa penggunaan ekstrak alang- alang (Imperata cylindraca L.) pada P2 pada pengamatan berat kering gulma dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
berat gulma mencapai rata-rata 131,43 (gr) paling rendah berat gulmanya, dan yang paling tinggi berat gulmanya adalah pada perlakuan P0 yaitu (tanpa perlakuan) dengan rata-rata berat gulma 176,16 (gr). Tinggi Tanaman. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu terakhir serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 10a dan 10b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman kedelai.
Diagram tersebut diatas menunjukan bahwa penggunaan ekstrak alang- alang (Imperata cylidraca L.) pada P2 pada pengamatan terakhir dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
tinggi tanaman mencapai rata-rata 41,32 (cm), dan yang paling terendah adalah pada perlakuan P0 yaitu (tanpa perlakuan) dengan rata-rata tinggi tanaman 35,29 (cm). Jumlah Daun. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman kedelai pada minggu terakhir serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 18a dan 18b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman kedelai.
Gambar 6. Diagram tinggi tanaman kedelai minggu terakhir pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh. 32.00 34.00 36.00 38.00 40.00 42.00 p0 p1 p2 p3 35.29 38.46 41.32 37.13 t i n g g i
( c m ) perlakuan tinggi tanaman kedelai minggu ke-8 38
Diagram tersebut diatas menunjukan paling banyak jumlah daun bahwa penggunaan ekstrak kombinasi dari keduanya (alang-alang dan kirinyuh) pada P3 pada pengamatan terakhir dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
jumlah daun tanaman mencapai rata-rata 17,81 (cm), dan yang paling terendah adalah pada perlakuan P0 yaitu (tanpa perlakuan) dengan rata-rata jumlah daun tanaman 15,81 (cm). Berat Basah Polong Kedelai Hasil pengamatan berat basah polong tanaman kedelai serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 19a dan 19b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap berat basah polong kedelai.
Gambar 7. Diagram jumlah daun kedelai minggu terakhir pada pengaruh terhadap ekstrak alang-alang dan kirinyuh. 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 p0 p1 p2 p3 15.81 17.11 16.56 17.81 d a u n
( h e l a i ) perlakuan jumlah daun minggu ke-8 0 50 100 150 200 p0 p1 p2 p3 72.92 199.23 166.95 167.63 b e r a t
( g r ) perlakuan berat basah polong kedelai Gambar 8. Diagram berat basah polong kedelai pada pengaruh ekstrak alang- alang dan kirinyuh. 39
Diagram tersebut diatas menunjukan paling berat basah pada penggunaan ekstrak kirinyuh (Chromolaena odorata) pada P1 pada dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
berat polong basah kedelai mencapai rata-rata 199,23 (gr), dan yang paling terendah adalah pada perlakuan P0 yaitu (tanpa perlakuan) dengan rata-rata berat basah polong kedelai 100,39 (gr). Berat Polong Kering Hasil pengamatan berat polong kering kedelai serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 23a dan 23b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap berat polong kering kedelai.
Diagram tersebut diatas menunjukan berat polong kering rata-rata tertinggi pada penggunaan ekstrak kirinyuh (Chromolaena odorata) pada P1 pada dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
dengan berat kering polong kedelai mencapai rata-rata 67,94 (gr), dan yang paling terendah adalah pada perlakuan P0 (tanpa perlakuan) dengan rata-rata berat polong kedelai rata-rata 31,28 (gr). Jumlah Polong Kedelai. Hasil pengamatan jumlah polong tanaman kedelai serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 20a dan 20b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap jumlah polong polong kedelai. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 p0 p1 p2 p3 31.28 67.94 55.84 54.15 b e r a t
( g r ) perlakuan berat polong kering kedelai Gambar 9. Diagram berat polong kering kedelai pada pengaruh ekstrak alang- alang dan kirinyuh. 40
Diagram tersebut diatas menunjukan paling banyak jumlah polong pada penggunaan ekstrak kirinyuh (Chromolaena odaorata) pada P1 pada dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
jumlah polong kedelai mencapai rata- rata 175 (polong), dan yang paling terrendah adalah pada perlakuan P0 yaitu (tanpa perlakuan) dengan rata-rata berat basah polong kedelai 100 (polong). Panjang Polong Kedelai. Hasil pengamatan panjang polong tanaman kedelai serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 21a dan 21b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap panjang polong kedelai.
0 50 100 150 200 p0 p1 p2 p3 100 175.00 168 166.25 j u m l a h
( p o l o n g ) perlakuan jumlah polong kedelai 4.40 4.50 4.60 4.70 4.80 4.90 p0 p1 p2 p3 4.65 4.84 4.56 4.64 p j n g
( c m ) perlakuan panjang polong kedelai Gambar 11. Diagram panjang polong kedelai pada pengaruh ekstrak alang-alang dan kirinyuh. Gambar 10. Diagram jumlah polong kering kedelai pada pengaruh ekstrak alang- alang dan kirinyuh. 41
Diagram tersebut diatas menunjukan paling panjang rata-rata polong pada penggunaan ekstrak kirinyuh pada P1 pada dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
panjang polong kedelai mencapai rata-rata 4.84 (cm), dan yang paling terendah adalah pada perlakuan P2 yaitu ekstrak alang-alang (Imperata cylindraca L.) dengan rata-rata panjang polong kedelai rata-rata 4.56 (cm). Berat Biji Kedelai Hasil pengamatan berat biji kedelai kering serta tabel sidik ragamnya disajikan pada lampiran 23a dan 23b. Sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berbagai ekstrak tanaman berpangaruh tidak nyata terhadap berat biji kedelai kedelai kering.
Diagram tersebut diatas menunjukan berat biji kedelai rata-rata tertinggi pada penggunaan ekstrak kirinyuh pada P1 pada dengan dosis 1 liter ekstrak di campur dengan 5 liter air,
berat biji kedelai mencapai rata-rata 34,53 (gr), dan yang paling terendah adalah pada perlakuan P0 yaitu tanpa perlakuan dengan rata- rata berat biji kedelai rata-rata 34,53 (gr). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh berbagai ekstrak tanaman. Dengan perlakuan P1 (ekstrak tanaman kirinyuh (Chromolaena odorata) 1 liter di campur dengan 5 liter air), P2 (ekstrak tanaman alang-alang (Imperata cylindraca L.) 1 liter di campur dengan 5 liter air), dan P3 (ekstrak 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 p0 p1 p2 p3 17.54 34.53 27.14 25.03 b e r a t
( g r ) perlakuan berat biji kedelai Gambar 12. Diagram berat biji kedelai pada pengaruh ekstrak alang-alang dan kirinyuh. 42
kombinasi dari keduanya antara kirinyuh (Chromolaena odorata) dan alang-alang (Imperata cylindraca L.) sebanyak 1 liter di campur kedalam 5 liter air). Berpengaruh tidak nyata tanaman kedelai. Gulma Pengamatan komposisi gulma yang di tekan pertumbuhannya pada areal yang di aplikasikan ekstrak tanaman. Yang ditekan jenis gulma digitaria adscendes pada perlakuan P2 sedangkan Euphorbia prunnifolia pada perlakuan P3. Pada P2 mengunakan ektrak alang-alang (Imperata cylindraca L.), yang banyak mengandung zat alelopati. Alang-alang (Imperata cylindraca L.) yang masih hidup mengeluarkan zat senyawa alelopati lewat organ dibawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. Senyawa yang di keluarkan adalah senyawa golongan fenol (Sastroutomo, 1990). Menurut dari hasil penelitian Darana (2006) menunjukan bahwa ektrak daun kirinyuh (Chrolomolaena odorata) dapat menghambat pertumbuhan gulma pada perkebunan teh. Mulsa segar alang-alang (Imperata cylindraca L.) yang di potong-potong 3-5 cm pada takaran 15-20 ton/ha di tebar di pertanaman kedelai mampu menekan populasi gulma termasuk alang-alang-alang (Imperata cylindraca L.) sendiri serta meningkatkan kadar air tanah dan hasil tananam (Zaini dan Lamid, 1993) dalam skripsi Muhamad Haikal, 2000. Jadi jelas bahwa perlakuan p2 dan p3 itu ada pengaruhnya terhadap penekanan gulma Digitaria adscendes dan Euphorbia prunnifolia. Namun yang cenderung sangat menekan yaitu pada p2 dilihat pada gambar 4 penghitungan berat kering gulma dengan berat terendah diantara perlakuan. Dapat dilihat pada gambar 3. Tingkat ke efisianan pengendalian gulma pada p2 dengan dengan mengunakan ekstrak alang-alang (Imperata cylindraca L.) yang efisien pengendaliannya sekitar 25,36%. Namun tidak semua jenis gulma yang bisa di kendalikannya seperti gulma Cyperus iria yang tidak bisa dikendaliakan. Diantara perlakuan jenis gulma Cyperus iria yang sangat dominan pertumbuhanya. Namun dalam penghitungan data statistik tidak berpengaruh nyata terhadap tanaman utama, baik dari tinggi tanaman, jumlah daun, dan hasil panen kedelai. 43
Namun ada gulma yang dapat di tekan pertumbuhannya yaitu gulma Centella asiatica dan Ipomoea triloba L. yang tumbuh sebelum melakukan pengolahan tanah. Yang terdapat pada perlakuan p1,p2, dan p3. Tinggi Tanaman Kedelai Dalam pengamatan terakhir diagram yang paling tinggi pada P2 dengan perlakuan pemberian ekstrak tanaman alang-alang mencapai tinggi rata-rata 41,42 cm, tapi dengan hasil tidak nyata pada table sidik ragam pada lampiran 9b. Namun pada pengamatan ke-2 sampai dengan pengamatan ke-6 rata-rata tertinggi yaitu p1, seperti yang terlampir pada lampiran 3b sampai dengan lampiran 6b. Pengaplikasian ekstrak dilakukan sampai dengan minggu ke-4 sedangkan Pada minggu ke-5 dilakukan pemupukan dengan mengunakan pupuk NPK Phoska. Maka pada minggu ke-6 sampai dengan minggu ke-8 p2 yang paling tinggi tanamannya, itu di karnakan gulma yang terdapat dalam p2 cenderung lebih sedikit dari pada perlakuan lainnya. Dengan adanya gulma yang lebih sedikit dari tanaman lainnya maka persaingan unsur hara pada tanaman menjadi lebih sedikit dari perlakuan lainya. Namun menurut penelitian hidayat, 1994 dalam skripsi Muhamad Haikal, 2000 menunjukan bahwa media yang memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan randu (Ceiba pentandra) dengan media campuran tanah dan alang-alang dengan perbandingan 50%:50%. Aplikasi mengunakan ektrak alang-alang untuk menekan pertumbuhan gulma memang cederung berhasil, tapi terpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai seperti pada minggu ke-5. Tanaman pada p2 mengalami penekanan pertumbuhan. namun tingkat penekanan dalam data statistik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai Jumlah Daun Kedelai. Dalam pengamatan terakhir jumlah daun yang paling banyak yaitu p3 dengan rata-rata 17,81 helai, yang mengunakan ekstrak kombinasi dari keduanya (alang-alang dan kirinyuh). Itu dikarnakan kandungan yang terdapat dalam kirinyuh, seperti yang dijelaskan oleh Komang Puspa Yanti (2012) pemberian ektrak kirinyuh pada kacang tanah dengan konsetarsi 80 ml/1 liter air sangat berpengaruh nyata pada pertambahan luas daun, dan jumlah daun. 44
Menurut Rauf dan Ritonga (1998) Dalam skripsi Gusniwati, 2008 komposisi alang-alang bagian atas adalah 0,71 % N; 0,67 % P; 1,07 % K; 0,76 % Ca; 0,55 % Mg; 5,32 % Si. Selanjutnya menurut Made Devani Duaja (2012) dengan pemberian dosis pupuk cair pada setiap bahan kompos Kirinyuh (Cromolaena odorata) menunjukkan peningkatan jumlah daun yang nyata terhadap tanaman selada. Jadi jelas bahwa tanaman kiriyuh dan alang-alang itu juga memiliki pupuk kompos yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai seperti unsur NPK yang sangat dibutuhkan oleh tanaman terutama pada banyak daunnya. Berat basah dan kering polong kedelai. Dalam pengamatan berat basah polong kedelai yang terberat p1 dengan rata-rata 199,23 (gr) pada berat basah dan pada berat kering 67,94 (gr), yang mengunakan ekstrak kirinyuh. Menurut Made Devani Duaja (2012) dalam Hasil selada tertinggi dicapai pada perlakuan bahan dasar kompos cair Kirinyuh (Cromolaena odorata) dengan dosis 15 ml. Hasil pelacakan interaksi menunjukkan peningkatan dosis pupuk kompos cair dari 5 ke 15 ml memacu peningkatan hasil selada pada setiap taraf bahan kompos cair. Maka jelas dalam penelitian sebelumnya kirinyuh tersebut berperan meningkatkan hasil. Karna kirinyuh juga mengandung unsur hara K yang dibutuhkan oleh buah, seperti pada penelitian Hasnelly, (2001) pemberian kirinyuh selain menyumbangkan N juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah dengan meningkatkan kandungan hara tanah seperti P, dan K. Pada perlakuan P1 berat basah dan berat kering polong kedelei cenderung lebih tinggi beratnya, dikarnakan kirinyuh (Cromolaena odorata) juga mengandung unsur hara N, P dan K yang dibutuhkan oleh buah atau pengisian polongnya. Jumlah Polong Dan Panjang Polong Kedelai. Jumlah polong yang terbanyak denga rata-rata tertinggi 175 polong dan panjang polong dengan rata-rata 4,84 cm yaitu pada perlakuan p1 dengan mengunakan kirinyuh. Dikarnakan kirinyuh (Cromolaena odorata) mengandung N, P, dan K. yang dibutuhkan dalam pembentukan polong. Seperti dikatakan Made Devani Duaja (2012) dalam penelitiannya tanaman selada dengan hasil tertinggi dengan perlakuan kompos cair kirinyuh denga dosis 15 ml. 45
Jelas dikatakan bahwa kirinyuh (Cromolaena odorata) tersebut mengandung N, P, dan K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman kedelai. Unsur P juga berperan pada pertumbuhan benih, akar, bunga, dan buah. Dengan membaiknya struktur perakaran sehingga daya serap nutrisi pun lebih baik (Anonim, 2010). Maka dalam pembentukan polong unsur P juga berperan aktif. Baik dari jumlah polong mau pun panjang polong kedelai. Berat Biji Kering Berat biji yang paling berat adalah P1 dengan perlakuan ekstrak daun kirinyuh dengan berat mencapai 34,53 (gr). Dikarnakan unsur yang tekandung dalm ekstrak daun kirinyuh yang cukup lengkap yang dibutuhkan pembentukan biji kedelai. Seperti unsur N yang berfungsi untuk menyusun 1-4 % bahan kering (bagian keras) tanaman, seperti batang, kulit, dan biji (Anonim,2010). Karna kirinyuh tersebut banyak mengandung unsur N yang dalam pembentukan biji kedelai.
46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini dapat dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dalam jumlah penghitungan SDR/NJR (%) jenis gulma Digitaria adscendes pada p2 dan pada p3 Euphorbia prunifolia tertekan pertumbuhanya. Dari perhitungan Efisiensi Pengendalian Gulma (EPG) terdapat p2 dengan keefisianan 25%. 2. Pengunakan ekstrak alang-alang 1 liter ekstrak/5 liter air memang cenderung berhasil terlihat pada p2 pada pengamatan terakhir dengan rata-rata tinggi tanaman 41,32 cm. Persaingan unsur hara itu lebih sedikit karna gulma cenderung lebih jarang dari perlakuan lainnya. 3. Penggunaan ekstrak kompinasi dari keduanya ( alang-alang dan kirinyuh) pada perlakuan p3 memperlihatkan jumlah daun terbanyak dengan rata-rata 17,81 helai. Ektrak kirinyuh yang mengandung pupuk hijau terhadap daun. 4. Pengunaan ekstrak kirinyuh pada P1 mengaruhi terhadap berat basah polong (199,23 gr), berat kering polong (67,94 gr), jumlah polong (175 polong), panjang polong (4,84 cm) dan berat biji kedelai (34,83 gr). Dikarnakan tanaman kirinyuh banyak mengandung pupuk hijau yang banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai seperti unsur N, P, K. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengunaan ekstrak tanaman untuk menekan pertumbuhan gulma dengan konsetrasi yang lebih tinggi dan pada gulma yang terdapat pada tanaman jenis tahunan. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan penelitian selanjutnya, dan dapat menambah pengetahuan dari para pembacanya tentang ekstrak tanaman sebagai menekan pertumbuha gulma dan pengarunhnya terhadap tanaman kedelai.
47
DAFTAR PUSATAKA Abidin, 2001. Uji Lima Konsentrasi dan Frekunsi Aplikasi Isoprothiolane Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max L. Merr.) Bogor (IPB) Anonim, 2012. Kirinyuh (Chromolaena odorata), Gulma dengan banyak potensi manfaat. Artikel Direktorat Jenderal Perkebunan. Di akses pada tanggal 9 maret 2013.
Anonim, 2010. Pemanfaatan Gulma Kirinyuh Sebagai Sumber Nitrogen Dan Kalium Untuk Tanaman Cabai Di Kecamatan Rambatan. http://www.thedigilib.com/doc/. Yang di akses pada tanggal 1 Agustus 2013.
Darana, S. 2006. Aktivitas Alelopati Ekstrak Daun Kirinyuh (Chromolaena odorata) dan Salira (Lantana camara) terhadap Pertumbuhan Gulma di Perkebunan Teh. Jurnal Pusat Penelitian Teh dan Kina Volume 9 Nomor 1,2 Periode Bulan Januari Agustus 2006.
Dewi, Murrinie, Endang, 2011, Pemanfaatan gulma Chromolaena odorata (l.) R.m. king and h. Robinson sebagai pupuk Organik dan biopestisida. Skripsi : Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus.
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, 2008, Tanaman unggulan. Jakarta.
Duaja, Made Devani, 2012. Pengaruh Bahan Dan Dosis Kompos Cair Terhadap Pertumbuhan Selada (Lactuca sativa sp.), Jambi.
Eprim, Yeheskiel Sah, 2006. Periode Kritis Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Kompetisi Gulma Pada Beberapa Jarak Tanam Di Lahan Alang-Alang (Imperata cylindrica (L.)Beauv.). skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Gusniwati, 2008. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Dengan Pemberian Kompos Alang-Alang. Skripsi. Jambi
Haekal, Muhamad, 2000. Respon pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap pemupukan N pada media tumbuh dengan kompos alang-alang dengan inokulasi Trichoderma viride. Bogor
Hardiansyah, H., 2006. Pengujian Dosis Serbuk Daun Mindi Melia azedarach L. Dan Kirinyuh Chromolaena odorata (L.) King dan H.E. Robinson terhadap Populasi Nematoda Sista Kentang Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens pada Tanaman Kentang di Rumah Kaca. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.
48
Hasnelly, 2001. Kontribusi Nitrogen Tanaman Kirinyuh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Yang Dirunut Dengan 15 N
Hasyim, Ilma Bani. 2010. Artikel Jenis Herbisida (herbisida kontak dan herbisida sistemik) http://ilmalbanihasyim.blogspot.com/. Sumatra Utara. di akses pada tanggal 14 April 2013.
Hudzaifah,Abu,2008. Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit Pada Kedelai http://abumutsanna.wordpress.com/ ; di akses tanggal 9 April 2013.
Irwan, A. Wawan, 2006, Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Jatinagor.
Izah, Lailatul, 2009, Pengaruh Ekstrak Beberapa Jenis Gulma Terhadap Perkecambahan Biji Jagung (Zea Mays L.). Skripsi : Prongram Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Murrinie, Endang Dewi, 2011. Pemanfaatan Gulma Chromolaena odorata (L.) R.M. King And H. Robinson Sebagai Pupuk Organik Dan Biopestisida. Penelitian
Prawiradiputra, B.R., 2007. KiRinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King dan H. Robinson): Gulma Padang Rumput yang Merugikan. Wartazoa Vol. 17 No. 2 Tahun 2007.
Saepurrohman, Ahmad, 2012. 5 Klasifikasi Gulma. Artikel. Yang di akses pada tanggal 27 April 2013. http://ahmadsaepurrohman.wordpress.com/.
Saputra, Roby, 2012,Pemanfaatan biomasa teki (Cyperus rotundus L.) Untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada pertanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Skripsi.
Suprapto, H. 1998. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sofiati, Nurul, dkk, 2011. Pengendalian Gulma pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Makalah. Diakses pada tanggal 27 April 2013. http://cophierastafaras.blogspot.com/.
Teken, Yulianto, 2012, Respon pertumbuhan tanaman kedelai (Glicyne max merril L) terhadap pemberian kompos kulit buah kakao. Skripsi
Wijaya, F. 2001. Pemanfaatan Alelopati Pada Rimpang Alang-alang Sebagai Herbisida Organik Pengendali Gulma Teki (Cyperus rotundus). Jurnal Penelitian Universitas Sumatra.
Masud, Hidayati, 2009. Komposisi Dan Efisiensi Pengendalian Gulma Pada Pertanaman Kedelai Dengan Penggunaan Bokashi. Sulawesi Tengah
Tabel 2b. Sidik Ragam Rata-Rata Berat Kering Gulma PadaTanaman Kedelai sk db Jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 6471.32 2157.11 1.54 r (prlku) 3 4196.72 1398.91 0.88 tn 3.86 6.99 g 9 14279.32 1586.59 T 15 24947.36 KK: 25,36% Ket: tn (tidak nyata)
Table 3a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu ke-1 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 5.91 5.97 7.09 6.83 25.80 6.45 p1 6.28 6.87 6.56 7.08 26.78 6.69 p2 5.61 7.28 6.67 7.70 27.26 6.81 p3 6.27 6.81 8.00 6.72 27.80 6.95 Total 24.07 26.92 28.31 28.33 107.63 6.73
Table 3b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu ke-1 Setelah Tanam Sk db Jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 3.02 1.01 5.59 r (prlku) 3 0.54 0.18 0.64 tn 3.86 6.99 G 9 2.54 0.28 T 15 6.10 KK : 7,90 % Ket: tn (tidak nyata) 53
Tabel 4a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 10.89 11.33 12.22 11.53 45.98 11.49 p1 11.56 12.39 11.29 12.22 47.46 11.86 p2 11.22 12.00 10.89 11.89 46.00 11.50 p3 10.01 11.72 11.94 12.44 46.12 11.53 Total 43.68 47.44 46.34 48.09 185.56 11.60
Table 4b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam Sk db Jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 2.84 0.95 7.43 r (prlku) 3 0.38 0.13 0.37 tn 3.86 6.99 G 9 3.12 0.35 T 15 6.34 KK: 5,08% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 5a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu ke-3 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 10.89 11.33 12.22 11.53 45.98 11.49 p1 11.56 12.39 11.29 12.22 47.46 11.86 p2 11.22 12.00 10.89 11.89 46.00 11.50 p3 10.01 11.72 11.94 12.44 46.12 11.53 Total 43.68 47.44 46.34 48.09 185.56 11.60
Tabel 5b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi (cm) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-3 Setelah Tanam Sk db Jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 2.84 0.95 7.43 r (prlku) 3 0.38 0.13 0.37 tn 3.86 6.99 G 9 3.12 0.35 T 15 6.34 KK: 5,08% Ket: tn (tidak nyata) 54
Tabel 6a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 13.78 13.81 13.70 13.72 55.01 13.75 p1 14.28 16.91 13.44 13.96 58.59 14.65 p2 14.20 15.14 14.81 13.66 57.81 14.45 p3 13.42 13.93 14.16 15.50 57.01 14.25 Total 55.68 59.80 56.11 56.83 228.42 14.28
Tabel 6b. Tabel Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam Sk Db Jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 2.59 0.86 1.46 r (prlku) 3 1.77 0.59 0.64 tn 3.86 6.99 G 9 8.27 0.92 T 15 12.63 KK: 6,71% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 7a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 16.17 14.61 15.31 15.20 61.29 15.32 p1 15.46 23.03 15.12 15.63 69.24 17.31 p2 15.26 16.78 19.82 14.83 66.69 16.67 p3 14.81 15.93 16.47 18.47 65.68 16.42 total 61.69 70.36 66.72 64.13 262.90 16.43
Tabel 7b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam Sk db Jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 10.32 3.44 1.25 r (prlku) 3 8.25 2.75 0.43 tn 3.86 6.99 G 9 57.05 6.34 T 15 75.61 KK: 15,32% Ket: tn (tidak nyata) 55
Tabel 8a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 33.06 24.39 32.56 26.44 116.44 29.11 p1 25.33 43.39 29.11 29.00 126.83 31.71 p2 30.67 33.83 41.28 25.50 131.28 32.82 p3 28.78 32.89 29.78 37.11 128.56 32.14 total 117.83 134.50 132.72 118.06 503.11 31.44
Tabel 8b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam Sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 61.76 20.59 1.96 r (prlku) 3 31.55 10.52 0.26 tn 3.86 6.99 G 9 359.17 39.91 T 15 452.48 KK: 20,09% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 9a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 39.83 29.50 35.44 29.89 134.67 33.67 p1 29.39 49.67 36.63 33.33 149.02 37.26 p2 40.94 40.44 47.22 32.67 161.28 40.32 p3 31.67 40.11 32.00 42.44 146.22 36.56 Total 141.83 159.72 151.30 138.33 591.19 36.95
Tabel 9b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam Sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 69.90 23.30 0.78 r (prlku) 3 89.53 29.84 0.62 tn 3.86 6.99 G 9 433.20 48.13 T 15 592.64 KK: 18,78% Ket: tn (tidak nyata)
56
Tabel 10a. Rata-Rata Tinggi (Cm) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 42.19 30.92 36.87 31.18 141.16 35.29 p1 30.48 50.69 37.88 34.78 153.82 38.46 p2 41.80 41.23 48.31 33.93 165.28 41.32 p3 32.47 40.33 32.56 43.16 148.51 37.13 Total 146.93 163.18 155.61 143.04 608.77 38.05
Tabel 10b. Sidik Ragam Rata-Rata Tinggi Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam Sk db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 60.93 20.31 0.79 r (prlku) 3 77.31 25.77 0.52 tn 3.86 6.99 G 9 445.22 49.47 T 15 583.46 KK: 18,49% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 11a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-1 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 42.19 30.92 36.87 31.18 141.16 35.29 p1 30.48 50.69 37.88 34.78 153.82 38.46 p2 41.80 41.23 48.31 33.93 165.28 41.32 p3 32.47 40.33 32.56 43.16 148.51 37.13 total 146.93 163.18 155.61 143.04 608.77 38.05 Tabel 11b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-1 Setelah Tanam Sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 60.93 20.31 0.79 r (prlku) 3 77.31 25.77 0.52 tn 3.86 6.99 G 9 445.22 49.47 T 15 583.46 KK: 18,49% Ket: tn (tidak nyata)
57
Tabel 12a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 5.44 5.56 5.89 5.67 22.56 5.64 p1 5.44 5.89 5.67 5.78 22.78 5.69 p2 5.11 5.56 6.00 6.00 22.67 5.67 p3 4.67 5.44 6.00 6.00 22.11 5.53 total 20.67 22.44 23.56 23.44 90.11 5.63
Tabel 12b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-2 Setelah Tanam sk db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 1.34 0.45 20.95 r (prlku) 3 0.06 0.02 0.31 tn 3.86 6.99 g 9 0.61 0.07 T 15 2.02 KK: 4,63% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 13a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-3 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 7.56 7.56 6.89 7.33 29.33 7.33 p1 6.89 9.56 6.89 6.89 30.22 7.56 p2 6.56 6.67 9.78 6.89 29.89 7.47 p3 7.00 6.67 7.44 8.44 29.56 7.39 total 28.00 30.44 31.00 29.56 119.00 7.44
Tabel 13b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-3 Setelah Tanam sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 1.29 0.43 11.34 r (prlku) 3 0.11 0.04 0.03 tn 3.86 6.99 g 9 13.28 1.48 T 15 14.68 KK: 16,33% Ket: tn (tidak nyata)
58
Tabel 14a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 7.56 7.56 6.89 7.33 29.33 7.33 p1 6.89 9.56 6.89 6.89 30.22 7.56 p2 6.56 6.67 9.78 6.89 29.89 7.47 p3 7.00 6.67 7.44 8.44 29.56 7.39 total 28.00 30.44 31.00 29.56 119.00 7.44
Tabel 14b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-4 Setelah Tanam sk Db jk Kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 1.29 0.43 11.34 r (prlku) 3 0.11 0.04 0.03 tn 3.86 6.99 g 9 13.28 1.48 T 15 14.68 KK: 16,33% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 15a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 9.44 8.78 7.67 7.56 33.44 8.36 p1 7.56 13.22 7.44 7.67 35.89 8.97 p2 7.33 7.56 13.11 8.22 36.22 9.06 p3 8.33 7.56 8.89 11.56 36.33 9.08 total 32.67 37.11 37.11 35.00 141.89 8.87
Tabel 15b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-5 Setelah Tanam sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 3.37 1.12 2.41 r (prlku) 3 1.40 0.47 0.08 tn 3.86 6.99 g 9 54.62 6.07 T 15 59.39 KK: 27,78% Ket: tn (tidak nyata) 59
Tabel 16a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata- Rata 1 2 3 4 p0 11.89 10.67 10.33 9.44 42.33 10.58 p1 9.78 17.56 10.67 10.44 48.44 12.11 p2 9.00 9.56 17.67 11.89 48.11 12.03 p3 11.00 12.78 11.89 16.33 52.00 13.00 total 41.67 50.56 50.56 48.11 190.89 11.93
Tabel 16b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-6 Setelah Tanam sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 13.22 4.41 1.10 r (prlku) 3 12.00 4.00 0.39 tn 3.86 6.99 g 9 93.29 10.37 T 15 118.52 KK: 26,99% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 17a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 16.89 16.44 15.00 12.33 60.67 15.17 p1 12.44 26.00 14.44 13.33 66.22 16.56 p2 10.89 12.44 25.56 14.78 63.67 15.92 p3 14.89 14.44 14.78 23.78 67.89 16.97 total 55.11 69.33 69.78 64.22 258.44 16.15
Tabel 17b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-7 Setelah Tanam sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 34.85 11.62 4.68 r (prlku) 3 7.45 2.48 0.08 tn 3.86 6.99 g 9 292.15 32.46 T 15 334.44 KK: 35,27% Ket: tn (tidak nyata) 60
Tabel 18a. Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pada Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-Rata 1 2 3 4 p0 17.67 16.56 16.11 12.89 63.22 15.81 p1 13.22 26.33 14.89 14.00 68.44 17.11 p2 11.56 13.11 26.22 15.33 66.22 16.56 p3 15.56 15.33 15.78 24.56 71.22 17.81 total 58.00 71.33 73.00 66.78 269.11 16.82
Tabel 18b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kedelai Pengamatan Minggu Ke-8 Setelah Tanam sk Db jk kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 33.88 11.29 3.93 r (prlku) 3 8.62 2.87 0.09 3.86 tn 6.99 g 9 286.19 31.80 T 15 328.69 KK: 33,53% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 20b. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Polong Tanaman Kedelai. sk Db jk Kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 14131.19 4710.40 0.96 r (prlku) 3 14766.69 4922.23 1.19 tn 3.86 6.99 g 9 37263.56 4140.40 T 15 66161.44 KK: 42,25% Ket: tn (tidak nyata)
Tabel 21b. Sidik Ragam Rata-Rata Panjang Polong Tanaman Kedelai. sk Db jk Kt f.hit f.tabel 5% 1% t (ulg) 3 0.28 0.09 1.67 r (prlku) 3 0.17 0.06 1.27 tn 3.86 6.99 g 9 0.40 0.04 T 15 0.84 KK: 4,49% Ket: tn (tidak nyata)
Gambar 1. Sebelum pengolahan tanah Gambar 2. Pengolahan lahan yang akan di tanam kedelai 65
Gambar 3. Melakukan penimbangan dosis dan pemupukan pada lahan kedelei yang akan di tanam Gambar 4. Melakukan penanaman kedelai dengan cara di tugal 66
Gambar 5. Melakukan pegukuran tinggi dan penghitungan jumlah daun kedelai 1 mst Gambar 6. Pengambilan bahan untuk pembuatanekstrak 67
Gambar 7. Pengambilan ekstrak dan pengaplikasian ekstrak pada tanaman kedelai umur 1 MST Gambar 8. Umur tanaman kedelai 1 minggu setelah tanam 68
Gambar 9. Umur tanaman kedelai 2 minggu setelah tanam Gambar 10. Umur berbunga tanaman kedelai pada 35 hst 69
Gambar 11. Melakukan pelemparan untuk pengambilan data gulma pada umur tanaman kedelai 45 hst Gambar 12. Melakukan pengambilan data gulma pada umur tanaman kedelai 45 hst dengan metode kuadrat 0,5x0,5 cm. 70
Gambar 13. Pemisahan sesuai dengan jenis gulma yang ada. Gambar 14. Penimbangan berat gulma yang terdapat pada tanaman kedelai. 71
Gambar 15. Melakukan pemanenan pada umur tanaman 80 hst. Gambar 16. Polong kedelai setelah melakukan pemanenan. 72
Gambar 17. Penimbangan polong kering kedelai. Gambar 18. Penimbangan berat biji kedelai.
Kajian Hama Dan Penyakit Tanaman Perkebunan Kopi (Coffea SP.) Serta Cara Pengendaliannya (Studi Lapang Perkebunan Kopi PTPN XII Kalisat Jampit Bondowoso Dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember)