You are on page 1of 9

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 (UNCLOS 1982) DAN UNDANG-UNDANG NO.

22 TAHUN 1999

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km 2 atau 70% dari luas total teritorial Indonesia, sebagai negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, maka perlu dipikirkan bagaimana potensi sumber daya alam yang melimpah itu dapat dimanfaatkan berkesinambungan untuk masa depan (Dahuri et al. 1996). Diundangkannya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan perwujudan pemerataan pembangunan wilayah, dan merupakan tantangan bagi daerah untuk melaksanakan pembangunan diberbagai bidang. Sumber daya alam yang tersebar diberbagai wilayah umumnya belum diusahakan secara optimal karena berbagai keterbatasan yang ada seperti sarana dan prasarana yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas dan dana yang terbatas. Wilayah daerah propinsi terdiri dari wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan (Pasal 3 UU No.22/1999), dan kewenangan daerah di wilayah l aut meliputi; eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, secara

penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat (Pasal 10 ayat 2 UU No.22/1999). Dengan melihat beberapa pasal dari Undang-Undang No.22 tahun 1999, jelas bahwa pengelolaan perairan laut yang melebihi12 mil dari garis pantai, dimana didalamnya termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) merupakan wewenang pemerintah pusat.

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF


United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) memberikan dasar hukum bagi negara-negara pantai untuk menentukan batasan lautan sampai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen. Dengan dasar inilah suatu negara memiliki wewenang untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada di zona tersebut, terutama perikanan, gas bumi, minyak dan berbagai bahan tambang lainnya.

Zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah diluar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan berdasarkan mana hak-hak dan yuridiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasankebebasan negara lain (Pasal 55 UNCLOS 1982). Lebar zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur (pasal 57 UNCLOS 1982). Bila negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas laut

wilayahnya dan sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung didalamnya, terhadap zona ekonomi eksklusif, hanya memberikan hak-hak berdaulat kepada negara pantai untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin (Pasal 56, UNCLOS 1982). Selanjutnya dalam pelaksanaan hak-hak berdaulat tersebut negara-negara pantai juga dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu seperti pemeriksaan, penangkapan kapal-kapal maupun melakukan proses peradilan terhadap kapal-kapal yang melanggar ketentuan-ketentuan yang dibuat negara pantai (Pasal 73 UNCLOS 1982). Dengan demikian hak-hak berdaulat negara pantai tadi tidak hanya sekedar hak saja tetapi juga dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan hukum untuk menjamin pelaksanaan hak-hak tersebut. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa negara pantai dapat berbuat semaunya terhadap zona ekonomi tersebut atau meletakkan zona laut itu dibawah kedaulatannya seperti kedaulatan di atas laut wilayah.

WEWENANG PEMERINTAH DAERAH


Dalam Undang-Undang No.22 tahun 1999, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan mencakup seluruh bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar

negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Kewenangan dibidang lain meliputi kebijaksanaan tentang perencanaan nasional dan pengendalian secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi standarisasi nasional (Pasal 7 UU No. 22 tahun 1999). Sedangkan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya seperti : Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro. Pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi. Pengelolaan pelabuhan regional. Pengendalian lingkungan hidup Promosi dagang dan budaya/pariwisata. Penanganan penyakit menular hama tanaman. Perencanaan tata ruang propinsi

(Kumpulan Makalah Integrated Coastal Zone Planning and Management, PKSPLIPB. 2001).

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.22/1999


Sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia mengenai pemberlakuan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka yang berlaku adalah UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Oleh sebab itu lahirnya UU No.22/1999 membawa harapan baru bagi daerah pembangunan ekonomi. Sumberdaya kelautan menjadi andalan utama dalam melakukan pemulihan ekonomi yang diakibatkan oleh krisis yang berlangsung sejak dua tahun lalu. Optimalisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut akan mengakibatkan konflik penggunaan ruang karena belum adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang di kawasan pesisir. Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di setiap daerah akan menjadi sasaran untuk berbagai kepentingan terutama untuk kepentingan bisnis. Konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan modern sering terjadi. Dalam penjelasan Pasal 10 ayat 2 No.22 tahun 1999 dikemukakan bahwa khusus untuk penangkapan ikan tradisional tidak dibatasi wilayah laut.

Pengembangan perikanan propinsi dan daerah kota/kabupaten sulit dibatasi oleh wilayah 12 mil laut dari garis pantai. Penggunaan tipe dan jenis teknologi penangkapan ikan yang berlaku di beberapa daerah sudah melampaui 12 mil tersebut, bahkan nelayan lokal sudah mampu untuk menangkap ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, seperti, nelayan dari Pantai Utara Jawa Tengah yang menangkap ikan hingga zona ekonomi eksklusif Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Kondisi suatu wilayah terutama wilayah pesisir dari Kabupaten/Kota tidak

sama, ada daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah, sebaliknya ada daerah yang mempunyai sumber daya alam yang terbatas. Adanya sifat nelayan yang suka berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain, dan sifat sumber daya ikan yang berpindah melintasi batas-batas wilayah, serta sifat penangkapan ikan yang mengejar atau berburu, maka pengembangan perikanan didalam batas-batas laut yang menjadi wewenang daerah akan sulit dilaksanakan sebab hal ini membutuhkan perencanaan dan pengawasan untuk menghindari penggunaan wilayah oleh nelayan. Desentralisasi kewenangan yang diberikan pada daerah dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, sehingga

dikhawatirkan ada pengkaplingan laut, sebab setiap daerah merasa memiliki kedaulatan. Seperti yang diatur dalam pasal 87 UNCLOS 1982, laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai. Kebebasan laut lepas dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam konvensi ini dan ketentuan lain hukum Internasional. Siapa saja yang berhak memanfaatkan sumbersumber kekayaan yang terdapat di zona ekonomi eksklusif itu ? Apakah sumbersumber kekayaan alam di zona laut tersebut dicadangkan untuk negara -negara pantai saja ? Ataukah negara-negara lainpun juga berhak dan kalau demikian bagaimana caranya ? Bardasarkan prinsip keadilan yang sama-sama diterima baik oleh negaranegara berkembang maupun oleh negara-negara maju, negara-negara tak berpantai

juga diberi hak untuk mengambil kekayaan-kekayaan alam yang terdapat di zona ekonomi seperti yang diatur pada pasal 68 UNCLOS 1982. Partisipasi negara -negara tak berpantai tentu saja tidak dilakukan begitu saja tetapi diatur oleh ketentuan ketentuan yang dibuat oleh negara-negara pantai dan negara-negara tak berpantai baik dirumuskan dalam persetujuan-persetujuan bilateral maupun dalam bentuk multilateral atas dasar keadilan. Wewenang daerah dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan sumber daya ikan hanya terbatas pada 12 mil laut seperti yan g dimuat dalam pasal 10 ayat 2 UU No.22 tahun 1999 maka hal ini akan merugikan pengembangan perikanan pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu diharapkan pemerintah pusat dapat memberikan tambahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya ikan di atas batas 12 mil laut.

KESIMPULAN
Pemberlakukan UU No.22/1999 dan dihubungkan dengan UNCLOS 1982, maka dapat disimpulkan : Bahwa otonomi daerah mempunyai dampak yang positif karena memberikan kewenangan penuh pada daerah untuk melaksanakan pembangunan daerahnya serta pemanfaatan sumber dayanya terutama sumber daya kelautan. Dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya sikap fanatisme

kedaerahan yang akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Wewenang daerah dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan sumber daya ikan yang hanya terbatas pada 12 mil laut seperti yang

dimuat dalam Pasal 10 ayat 2 UU No.22/1999, akan merugikan pengembangan perikanan pada masa yang akan datang. Pemerintah pusat dapat memberikan tambahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola pemanfaatan sumber daya ikan di atas batas 12 mil laut.

DAFTAR ACUAN

Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu.1996. Pengelolaan Sumber-daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Kumpulan Makalah Integrated Coastal Zone Planning and Management, PKSPL IPB. 2001. Rais, J. 2000. Integrated Coastal Zone Management. R.I. (Republik Indonesia). Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Tamita Utama. Jakarta, Indonesia. United Nations Convention on the Law of the Sea.1982. Diterjemahkan oleh Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.

You might also like