You are on page 1of 56

PRINSIP PRINSIP PERTANIAN BERKELANJUTAN

PRINSIP PRINSIP PERTANIAN BERKELANJUTAN Oleh : Sukardi Bendang * 1.Peka Terhadap Nilai-Nilai Budaya Petani Pertanian merupakan kebudayaan dan pertanian adalah kehidupan. Pada zaman dahulu nenek moyang kita melakukan kegiatan pertanian karena masalah kehidupan tanpa berorientasi pasar atau kepentingan ekonomi semata. Mereka menghasilkan makanan pokok sayur-sayuran dari lahan sendiri tanpa bergantung pada asupan luar seperti pupuk kimia, pestisida, dan bibit unggul produksi tertentu. Nenek moyang kita mampu mencukupi kebutuhan sosial mereka dari kelebihan hasil usaha dibidang pertaniannya. Mereka lahir, berkembang, dan mati diatas lahan dan usaha pertanian mereka. Mungkin ada pikiran yang mengatakan kalau kebutuhan sosial nenek moyang kita masih sedikit belum sebanyak kebutuhan sosial kita saat ini. Apakah untuk mencukupi kebutuhan sosialnya seorang petani harus menanam tanaman yang berorientasi pasar atau tujuan ekspor saja seperti kakau, karet, kopi dan lain-lain. Tanaman kakau belum tentu mampu mengatasi kelaparan seperti kasus di NTT beberapa tahun yang lalu. Tanaman casiavera atau kulit manis juga tidak mampu mengatasi kelaparan karena harganya yang rendah saat ini. Kemudian tanaman gambir yang hanya menempatkan petani pada posisi terendah (kuli) sebagai penerima bagian terkecil dan yang diuntungkan hanya tengkulak, pedagang besar, dan pengusaha-pengusaha india dan negara lain. Apakah seorang petani minimal untuk mencukupi kebutuhan dapurnya harus bergantung kepada penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan bibit produk tertentu yang jika dibandingkan antara modal dan hasil akan menempatkan petani sebagai penerima bagian terkecil dari totalitas usaha pertanian mereka. Sah-sah saja jika petani menanam kakau, kopi, casiavera, cengkeh dan lain-lain, namun nilai-nilai yang diwariskan nenek moyang kita sangat layak untuk dipertimbangkan kembali. Setiap rumah tangga petani semestinya berfikir dan mampu menghasilkan kebutuhan pangan keluarganya dengan biaya murah dan sehat, misalnya untuk kebutuhan sayur memiliki dapur hidup yang diusahakan secara organik. Malu dong, ngakunya petani tapi untuk kebutuhan dapurnya 80% harus membeli. Pertanian berkelanjutan harus peka terhadap nilai-nilai budaya petani dan berbasiskan rumah tangga petani itu sendiri. 2. Menjaga Kelestarian Lingkungan Semenjak revolusi hijau dicanangkan dengan sistem intensifikasi pertanian tak dapat dipungkiri telah mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan, mulai dari tanah, air, udara bahkan tanaman dan makhluk hidup sudah tercemari bahan-bahan kimia sintetis. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida berimplikasi terhadap rusaknya struktur tanah, dan memusnahkan predator alami yang berkorelasi terhadap peningkatan populasi hama dan gulma yang resisten terhadap pestisida. Dalam pertanian organik tercermin hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam, bagaimana mengolah alam ini secara bijak tanpa merusaknya. Kebutuhan untuk bertani bersumber dan dikembangkan dari kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, seperti penggunaan pupuk dari dedaunan, kotoran ternak, dan penanaman yang tidak monokultur merupakan sebuah kearifan untuk melindungi keberlanjutan kesuburan lingkungan. 3. Memadukan Ilmu Pengetahuan

Jika dilihat dari sisi ilmu pengetahuan, pertanian organik harus mengkombinasikan sistem pertanian dan kearifan tradisional petani dengan ilmu pengetahuan pertanian yang terus berkembang. Sebetulnya pertanian organik bukanlah hal baru atau tiba-tiba dianggap premium di tengah hiruk pikuk pertanian konvensional saat ini. Jauh sebelum pertanian konvensional saat ini dikembangkan petani terdahulu telah melaksanakan sistem pertanian yang ramah lingkungan dengan ilmu atau sistem pertanian yang sering disebut dengan cara-cara atau kearifan tradisional petani. Mereka telah memiliki kebiasaan seperti penggunaan pupuk kandang, kompos, sampai kepada penggunaan ramuan nabati untuk mengusir hama dan memiliki cara dalam penyeleksian dan penyimpanan benih (bibit). Contoh-contoh lainnya ilmu atau kebiasaan petani pada zaman dahulu misalnya penggunaan daun nimba, tembakau dan abu untuk mengontrol rayap, penggunaan tangan sebagai pengukur kelembaban, penanaman yang tidak monokultur untuk mensiasati hama dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang pertanian dewasa ini, misalnya penemuan bakteri penghancur, alat pengukur kelembaban, pengukur PH, kandungan pupuk dan bahan-bahan pembuat pupuk organik bisa diteliti dan bermacam-macam penemuan lainnya di bidang pertanian. Dalam melaksanakan pertanian organik harus menggali kembali kearifan tradisional petani memadukannya dengan ilmu pertanian saat ini sepanjang penemuan-penemuan baru di bidang pertanian ini tidak merusak lingkungan dan tidak menimbulkan ketergantungan baru. 4. Membangun Kemandirian Revolusi hijau dengan sistem intensifikasi pertaniannya mempunyai andil dalam memperbesar kelas sosial di kalangan petani antara petani kaya dan petani miskin (petani kecil dan buruh tani) dengan merubah pola hubungan petani pemilik dengan buruhnya menjadi semakin individual. Petani miskin yang merupakan mayoritas petani Indonesia menjadi semakin tak berdaya karena ketergantungan terhadap bahan atau asupan dari luar. Petani yang dulu berdaulat dengan bibit sendiri, pupuk sendiri, dan keanekaragaman hayati untuk pengedalian hama kini harus membali pupuk kimia, pestisida dan bibit. Jika dibandingkan antara modal dan hasil telah menjadikan petani kuli dilahannya sendiri tempat berladang perusahaan-perusahaan penghasil pupuk, pestisida dan bibit yang mayoritas di kuasai perusahaan asing. Pertanian organik harus mampu membangun kemandirian petani yang diawali dengan kemandirian rumah tangga petani dalam mencukupi kebutuhan sendiri yang dilanjutkan dengan kebutuhan pasar. Dalam berproduksi petani harus mampu menyediakan sarana produksi sendiri dengan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Untuk menghilangkan ketergantungan kepada pupuk dan pestisida petani dapat menggunakan bokhasi, kompos dan mengendalikan hama dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang ada. Petani juga harus membuat bank benih supaya tidak tergantung lagi kepada monopoli perusahaan bibit yang menerapkan hak kepemilikan intelektual. 5. Sebagai Gerakan Sosial Dalam konteks gerakan sosial kaum tani maka pelaku gerakan adalah petani itu sendiri baik pengorganisasian konsumen, maupun pihak lain diluar pertanian seperti nelayan, buruh bahkan pemuda agar gerakan pertanian organik menjadi luas lagi. Sebagai gerakan sosial harus

terus menerus menempatkan pertanian organik sebagai gagasan, indentitas, prinsip, nilai-nilai dan tujuan yang radikal bukan karena kepentingan pasar semata tapi menjadi konseptual yang berbasiskan rumah tangga petani pengganti konsepsi pertanian konvensional (revolusi hijau). Ada dua strategi utama dalam memperjuangkan konsep pertanian organik ini yaitu pertempuran di dunia ide dan pertempuran di basis material. Pertempuran di dunia ide dalam rangka melawan teori-teori, asumsi-asumsi, kampanye dan rekayasa psikologi individu maupun masyarakat, yang dilakukan oleh kalangan anti pertanian organik yang ekologis, berbasiskan rumah tangga petani dan untuk menghilangkan ketergantungan. Pertempuran di basis material bagaimana petani menguasai langsung sumber daya agraria dan praktek pertanian organik di lapangan (aksi sebagai bentuk perlawanan) tanpa harus menunggu kebijakan, teori-teori dan konsep pembangunan pertanian organik yang berpihak kepada petani di jalankan oleh pemerintah. Memang terdapat beberapa kalangan yang mengkhawatirkan bahwa kembali ke sistem produksi pangan organik akan mengakibatkan produksi nasional menurun. Tetapi pendapat tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar ilmiah dan bukti empiris lapangan yang kuat. Buktinya ditingkat petani yang menerapkan pertanian padi organik justru mengalami peningkatan produktifitas bahkan dapat meningkatkan hasil 20-30%, dibanding sistem produksi ala revolusi hijau. Pertanian organik juga membuat perekonomian pedesaan kembali bergairah, karena produksi pupuk organik relatif padat karya sehingga dapat membuka lapangan kerja baru. Sistem peternakan kecil yang selama ini tergantikan oleh peternakan skala industri bisa hidup kembali karena produksi pupuk memerlukan kotoran ternak. Pemerintah tidak lagi perlu memberikan subsidi pembelian gas alam dan perawatan pabrik pupuk, tapi menggantikannya menjadi intensif buat petani untuk memproduksi pupuk organik termasuk membuat pelatihan. Petani dapat memberikan pupuk pada tanaman tepat waktu, dan arus kas keluar yang biasanya untuk membeli pupuk kimia, pestisida milik perusahaan asing akhirnya beredar antara sesama petani, peternak dan pedagang kecil.

SDM
ada hikikatnya sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Kata berkelanjutan sekarang ini digunakkan secara meluas dalam lingkup program pembangunan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai menjaga agar suatu upaya terus berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot. Dalam konteks

pertanian, keberlanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Upaya manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekonomi dalam jangka panjang biasanya hanya akan berakhir dengan kehancuran lingkungan, sekitar pertngahan tahun tujupuluhan duni diguncng dua krisis yaitu krisis energi dan krisis lingkunganm saat itu permintaan pasokan akan minyak bumi tinggi isedangkan pasokan cadangan minyak bumi terbatas, dan produksi rata-rata dilkukkan di negra timur tengah, sehingga mengakibatkan inflasi yang cukup tinggi, bagi negara-negara industri dan devisa bagi pemproduksi minyak.

Pada saat yang sama dunia dilanda krisis lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran berat, terutama hasil pembakaran petroleum dari kendaraan bermotor, mesin-mesin industri berat, dan sebgainya. Selain itu didunia pertanian terdapat booming pupuk kimia, obat-obatan pemberantas hama dan penyakit serta mesin-mesin pertanian berbahan bakar solar. Ternyata masuknya energi dari luar ekosistem memberikan dampak buruk baik anasir-anasir lingkungan dan membahayakan atau mengancam manusia.

1.

B. Pembahasan

Di negara-negar barat, setelah revolusi industri, industri pertanian memnag didominasi oleh teknologi modern, dengan menggunakkan pupuk kimia, pestisida, dan bahan kimia lainnya. Dimana dahulu arus pemikiran utamanya adalah bahwa dengan penggunaan alat modern maka akan meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan sehingga bisa meningkatkan keuntungan agribisnis yang cukup besar, seingga melupakan dampak eksternalitas negatif yang dtimbukannya. Sektor ini dipascu untuk menghasilkan bahan baku bagi agroindustri dan lahan kebutuhan pangan.

Namun demikian terdapat kesadaran baru pada tahunn1920-an untuk mempertimbangkan aspek biologis dan ekologis dalam pengelolaan industri-indistri pertanian. Amerika serikat memulai di tahun 1930-an dengan memunculkan konsep eco agriculture (pertanian lingkungan) sebagai solusi atas kemuduran produktivitas lahan dan bencana erosi. Pada tahun 1940an, mulai terdapat kesinambungan anatara

teknologi kimia dan bilogi, melalui konsep pengendalian hayati hama dan penyakit (biological control for pest and diseases)

Setelah perang dunia II penggunaan bahan kimia dan rekayasa teknologi meningkat lagi dan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an., dimana pada tahun yang sama terjadi krisis energi. Semua negara berlomba-lomba memacu produktivitas industri pertanian untuk memenuhi bahan baku agroindustri. Semangat berkompetisi melahirkan teknologi-teknologi baru didunia pertanian seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, dan teknologi canggih pertanian.

Dinegara-negara selatan seperti Indonesia, dicanangkan program intensiifikasi usaha tani, khususnya padi sebagai makanan pokok, dengan mendorong pemakaina benih varietas unggul (high variety vield), pupuk kimia dan obat-obatan pemeberantas hama dan penyakit. Kebijakkan pemerintah saat itumemang secara

jelas merekomondasaikan penggunaan energi luar yang dikenal dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah satunya menganjurkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida.

Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar pertanian FAO (Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya memadukan antara produktivitas

(productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity), jadi semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh semakin merosotnya produktivitas pertanian (leaffing off).

Kegagalan

pertanian

modern

memaksa

pakar

pertanian

dan

lingkungan

berpikir

keras

dan

mencobamerumuskan kembali sistem pertanian ramah lingkungan atauback to nature. Jadi sebenarnay sistem pertaninan berkelanjutan merupakan paradigma lama yang mulai diaktualisasikan kembali menjelang masuk abad ke 21 ini. Hal ini merupakan fenomena keteraturan siklus alamiah sesuai dengan pergantian abad.

Saat ini, negara-negara barat dilanda gelombang budaya teknologi tinggi (information technology) yang disertai pesatnya penggunaan teknologi super canggih dalam bidang telekomunikasi, misalnya penemuan internet, telepon seluler, dan lain sebagainya. Sementara, negara-negara selatan masih berada dalam masa transisi dari gelombang budaya pertanian ke gelombang budaya industri. Teknologi yang diadopsi oleh masyarakat manusia turut menentukkan semangat, corak, sifat, struktur, serta proses ekonomi, sosial, dan budaya.

Ada dua peristiwa penting yang melahirkan paradigma baru sistem pertanian berkelanjutan, peristiwa pertama adalah laporan Brundland dari komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987, yang mendefinisikan dan berupaya mempromosikan paradigma pembangunan berkelanjutan. Peristiwa kedua adalah konfrensi dunia di Rio de Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang memuat pembahasan agenda 21 dengan mempromosikan Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) yang membawa pesan moral pada dunia bahwa without better enviromental stewardship, development will be

underminedberbagai agenda penting termasuk pembahasan bidang yang termasuk dalam pembahasan bidang pertanian dalam konferensi tersebut antara lain sebagai berikut :

1.

Menjaga kontinuitas produksi

dan keuntungan usaha dibidang pertanian dalam arti yangluas

(pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peikanan, dan peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan kehidupan manusia. 2. 3. Melakukan perawatan dan penigkatan SDA yang berbasis pertanian. Memenimalkan damapak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat merugikan bagi kesuburan lahan dan kesehatan manusia. 4. Mewujudkan keadilan sosoal antardesa dan antar sektor dengan pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan.

Memasuki abad 21 ini, kesadaran akan ertabiab yang anah lingkungan semakin meningkat, sejalan dengan tuntuan era globalisasi dan perdagangan bebas, ha ini terutama sekali dirasakan di negara-negara maju, misalnya negara-negara Amerika dan negara-negara Eropa. Smsentara itu negara-negara berkembang misalnya Indonesia, tampaknya masih terpuruk an berkutat dengan dampak negatif green revolution. Lahan-lahan sawah di pulau Jawa sebagai sentra produksi padi menunjukkan indikasi adanya oenuruanan produktifitas. Sawah-sawah mengalami kejenuhan berat atau pelandaian produktivitas karena pemakain pupuk kimia dan obat-obatan yang sudah melampaui ambang batas normal.

Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkaya dan dipertajam dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi suatu kajian ilmu terapan yang diabadikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk generasi sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat holistik mempertautkan berbagai aspek atau gatrs dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya.

Sistem pertanian berkelanjutan juga beisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan pada lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga matra atau aspek sebagai berikut

1.

Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh mnyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbanganadalah indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismena dikendalikanoleh hukum alam.

2.

Bernilai

ekonomis

(Economic

Valueable),

sistem

budidaya

pertanian

harus

mengacu

pada

pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi. 3. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan normanoma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan peternakan ayam diperkaangan milik sendiri. Mungkin

secra ekonomis dan ekologis menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran udara karena bau kotoran ayam.

Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk dengan areal pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial pertimbangan utama sebelum merencanakan suatu usaha pertanian dalam arti luas.

Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan

1. 2. 3. 4. 5.

Kelayakan ekonomis (economic viability) Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and friendly) Diterima secara sosial (Social just) Kepantasan secara budaya (Culturally approiate) Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)

Sejak tahun 1980an kajian dan diskusi untuk merumuskan konsep pembangunan berkelanjutan yang operasional dan diterima secara universal terus berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan, dan tettunya masih ada banyak lagi yang luput dari catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinahe, 1993). Dengan perkataan yaitu: lain, konsep pertanian berkelanjutan berorientasi keberlanjutan pada tiga dimensi sosial

keberlanjutan,

keberlanjutan

usaha

ekonomi(profit),

kehidupan

manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).

Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indicator utama dimensi ekonomi ini ialah tingat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang.

Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu, pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan.

Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam hal ini ialah pterpeliharanya keragaman hayati dan daya lertur bilogis, sumber daya tanah, air dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Penekanan dilakukan pada preservasi daya lentur dan dinamika ekosistem untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan pada konservasi sustu kondisi ideal statis yang mustahil dapat diwujudkan. Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehinnga ketiganya harus dipertimbangkan secara berimbang. Sistem sosial yang stabil dan sehat serta sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hisup. Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung menimbulkan tindakan yang merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara ancaman kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dapat mendorong terjadinya kekacauan dan penyakit sosial.

Dalam perspektif dinamis jangka panjang terdapat dua skenario ekstrim yang mungkin terjadi. Pertama, skenario mala petaka yakni terjadinya spiral atau lingkaran resesi ekonomi-penyakit sosial-degradasi alam. Resesi ekonomi yang dicirikan oleh pertumbuhan negative perekonomian dalam waktu yang cukup lama berdampak pada semakin meluasnya revelensi kemiskinan dan rawan pangan. Tekanan kemiskinan dan ancaman kelaparan mendorong timbulnya berbagai penyakit sosial seperti pencurian dan bahkan kekacauan sosial, selanjutnya mendorong masyarakat melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam sehingga kapasitas produksi sumber daya alam mengalami degradasi dan kesehatan lingkungan makin memburuk. Menurunnya kualitas sumber daya manusia, modal sosial dan kapasitas produksi sumber daya alam menyebabkan resesi ekonomi berlanjut makin parah, dan demikian seterusnya.

Perekonomian yang tumbuh cukup pesat memungkinkan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia serta perluasan dan perbaikan modal sosial. Terpenuhinya kebutuhan hidup dan sosial mendorong terjadinya proses internalisasi kebutuhan akan kenyamanan lingkungan hidup dan kelestarin sumber daya alam. Sumber daya manusia, sosial, alam dan lingkungan yang semakin baik selanjutnya akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonoimi berkalanjutan selanjutnya akan dapat mempertahankan

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sehingga tercipta kondisi ideal yakni zaman keemasan adil dan makmur.

Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal skenario kondisi zaman keemasan, yang dalam bahasa konstitusi Indonesia disebut adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian secara global

termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan sistim pertanian menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah satu misi utama pembangunan pertanian di Indonesia.

Perspektif pertanian berkelanjutan telah tersosialisasi secara global sebagai arah ideal pembangunan pertanian. Pertanian berkelanjutan bahkan kini tidak lagi sekedar wacana melainkan sudah menjadi gerakan global. Pertanian berkelanjutan telah menjadi dasar penyusunan protocol aturan pelaksanaan (rules of conduct) atau standar prosedur operasi Praktek Pertanian yang Baik (Good Agricultur Practices = GAP) sebagai sebuah gerakan global maka praktek pertanian berkelanjutan menjadi misi bersama komunitas internasional, negara, lembaga pembangunan, organisasi swadaya masyarakat dan lembaga konsumen internasional turut mendorong dan mengawasi pelaksanaan prinsip pertanian berkelanjutan tersebut. Kepatuhan produsen terhadap standar praktek pertanian berkelanjutan menjadi salah satu atribut preferensi konsumen atas produk pertanian. Karena itu, setiap perusahaan agribisnis haruslah senantiasa mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik (PPB) agar dapat memperoleh akses pasar, khususnya di pasar internasional.

PPB yang pada dasarnya ialah operasionalisasi dari pertanian berkelanjutan, juga merupakan salah satu sumber keunggulan bersaing. Usaha agribisnis yang terbukti memenuhi standar PPB akan mampu mengalahkan perusahaan pesaing yang tidak memenuhi standar PPB. Agar dapat dipercaya secara internasional maka perusahaan perusahaan haruslah memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga independent bereputasi internasional yang biasa disebut ecolabel.

Selain oleh warga dan organisasi masyarakat internasional, gerakan pertanian berkelanjutan juga sudah disepakati oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Promosi dan pengawasan praktek pertanian

berkelanjutan merupakan salah satu pertimbangan dalam perumusan kebijakan perdagangan suatu negara. Dalam kaitan inilah kasus penolakan pengiriman ekspor prodik pertanian semakin kerap terjadi pada beberapa tahun terakhir. Itu berarti, kepatuhan terhadap standar pertanian berkelanjutan merupakan salah satu kunci bagi produk pertanian.

Gerakan pertanian berkelanjutan juga didorong sekuat kuatnya oleh lembaga lembaga donor pembangunan internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional dan Bank Pembangunan Asia. Kepatuhan terhadap praktek pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan salah satu persyaratan bantuan oleh lembaga dan Negara donor.

Selain secara langsung dalam penentuan proyek pembangunan, tekanan untuk memenuhi praktek pertanian berkelanjutan juga dilakukan melalui penentuan atau penetapan kebijakan domestik suatu Negara, khususnya Negara Negara sedang berkembang yang membutuhkan bantuan pembangunan dari Negara dan lembaga donor pembiayaan pembangunan internasional. Pada gilirannya, kebijakan Negara penerima

bantuan tersebut akan mengarahkan dan memaksa pengusaha agribisnis mematuhi standar praktek pertanian berkelanjutan.

Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, pengusaha agribisnis harus mematuhi standar praktek pertanian yang baik, merupakan tuntutan zaman yang harus diikuti. Petani dan pemerintah harus bekerja sama untuk mewujudkannya.

Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:

1.

Membangun pemerintah yang baik dan memposisikan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional.

Cara penyelenggaraan pmerintah yang baik(good goverment) sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian yaitu; bersih (clean),berkemampuan(competent), memberikan hasil

positif(credible), dan secara publik dapat dipertanggung jawabkan(accountable). Pembangunan pertanian akan berhasil bila diawali dengan cara penyenggaraan pemerintah yang baik, dimana pemerintah merupakan agen pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membangun pemerintah yang bersih, berkemampuan, berhasil dan dapat dipertanggung jawabkan.

1.

Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang bebas dan tidak adil

Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil.

Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil.

Di negara Indonesia juga menghadapi permasalahan dalam negeri yang berkaitan dengan produksi pangan yaitu:

1.

Upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi jumlah petani gurem, sementara pada saat bersamaan muncul gejala pelambatan produktivitas dan penurunan nilai tukar petani;

2.

Upaya

mempertahankan

momentum

pertumbuhan

tinggi

produksi

pangan

dan

membalikkan

kecenderungan deselerasi pertumbuhan produksi menjadi akselerasi; 3. 4. Upaya mengatasi fenomena ketidakpastian produksi; dan Upaya meningkatkan daya saing produk pangan.

1.

Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi petani dan pemerataan hasil pembangunan

Krisis multidimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 melonjak. Apabila hal ii dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah pedesaan bergantung pada sektor pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan terkait dengan sektor pertanian.

1.

Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian

Pertumbuhan sektor pertanian sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi perekonomian pedesaan. Sektor pertanian Indonesia, hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh masih sangat rendah dan kurang kompetitif di pasr dalam negeri maupun luar negeri.

Pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai tambah juga meningkatkan dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar negeri. Negara berkembang penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang melakukan pengembangan produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia yang tidak adil.

Apabila hal ini dapat dilakukan maka sektor pertanian akan tumbuh dengan cepat dan tinggi lagi dibandingkan dengan yang telah selama ini dicapai. Pertumbuhan sector pertanian yang makin cepat akan memacu pertumbuhan sector-sektor lain secara lebih cepat melalui kaitan ke belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan demikian, sektor pertanian akan lebih dikenal sebagai pengganda tenaga kerja, dan bukan sekedar pencipta kesempatan kerja.

1.

Membangun system agribisnis terkoordanatif

Struktur agribisnis kita saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal. Struktur dispersal dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional disetiap tingkatan usaha. Jaringan ahribisnis praktis hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisma pasar (harga). Hubungan diantara sesama pelaku pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal. Dengan demikian pelaku agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan hubungan diantara pelaku

agribisnis cenderung berkembang menjadi bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus ke kematian bersama.

Tiadanya ikatan institusional, asosiasi pengusaha yang bersifat asimetri, kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat serba gurem; sedangkan kutub hilir, yaitu agroindustri dan eksportir, bersifat serba kuat) ditambah pula sifat intrinsik permintaan dan penawaran komoditi pertanian yang sangat tidak elastis membuat rantai vertical agribisnis bersifat dualistic (Bell and Tai, 1969). Struktur agribisnis yang bersifat dulistik inilah yang menytebabkan masalah transisi dalam agribisnis

(Simatupang,1995).

1.

Melestarikan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup

Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi banyak berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan di wilayah hulu yang berakibat langsung pada kualitas lingkungan di wilayah hilir. Meningkatnya permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas baku lahan pertanian yang meningkatnya intensitas usahatani di daerah aliran sungai (DAS) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan sawah, yang telah berlangsung sejak paruh kedua decade 1980-an, saat ini cenderung makin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non pertanian, khususnya di pulau Jawa,. Pada beberapa tahun terakhir, luas baku lahan sawah di luar Jawa juga telah mengalami penurunan.

1.

Membangun system iptek yang efisien

Permasalan utama yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan dengan pemanfaatan IPTEK pertanian adalah belum terbangunnya secara efisien system IPTEK pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategi) sampai hilir (pengkajian spesifik lokasi dan diseminasi penelitian kepada petani). Efisiensi IPTEK di sektor pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program litbang pertanian dengan lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi system IPTEK pertanian ini perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan peneliti yang berkemampuan (competent) dan produktif (credible). Juga perlu dibangun kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien.

Srategi umum dalam upaya mewujudkan visi pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:

1.

Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN

b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian

1.

Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan

d. Meningkatkan kapasitas dan memberdayakan sumber daya manusia pertanian

1. 2. 3.

Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna Memoromosikan dan memproteksi komoditas pertanian

Program pembangunan pertanian dirumuskan dalam tiga program yaitu:

1.

Program Peningkatan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaa yang cukup, tersedia setiap saat disemua daerah, mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dan harga terjangkau. Ketahanan pangan mencakup konsep:

1.

Ketersediaan pangan

b. Distribusi dan ketersediaan pangan

1.

Penerimaan oleh ketersediaan pangan

d. Diversifikasi pangan

1.

Keamanan pangan

Program

peningkatan

ketahanan

pangan

merupakan

fasilitas

bagi

terjaminnya

masyarakat

untuk

memperoleh pyang cukup setiap saat, sehat dan halal. Ketahanan rumah tangga berkaitan dengan kemampuan rumah tangga untuk dapat akses terhadap pangan di pasar, dengan demikian ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan daya beli atau pendapatan rum,ah tangga. Sejalan dengan itu maka peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan faktor kunci dari peningkatan ketahanan pangan rumah tangga.

Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Sasaran yang ingin dicapai adalah:

1.

Dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal

2. 3.

Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi kerawanan pangan.

Kegiatan utama Program Peningkatan Ketahanan Pangan meliputi:

1. 2.

Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan Pengembangan diversifikasi produksi dan konsumsi pangan yang bertumpu pada sumber daya local penyusunan kebijakan dan pengendalian harga pangan

3.

Penanggulangan kasus atau kejadian kerawanan pangan

Rencana tindak program meliputi:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Peningkatan produksi pangan pokok Koordinasi kebijakan nketersediaan dan distribusi pangan Pengembangan sumber pangan alternative berbasis sumbar daya local Koordinasi penyusunan kebijakan harga pangan Koordinasi pengendalian harga Koordinasi penetapan standar kualitas dan keamanan pangan Pengawasan lalu lintas pertanian dan hewan serta penerapan GAO dan HACC produk pangan Koordinasi penanggulangan kasus/kejadian kerawanan pangan

1.

Program Peningkatan Nilai Tambah dan Dayasaing Produk Pertanian

Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, maka arah yang perlu ditempuh adalah memperluas cakupan kegiatan ekonomiproduktif petani. Perluasan kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk dilakukan adalah peningkatan nilai tambah melalui pengolahan.

Dengan demikian program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi:

1.

Berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan berbagai produk pertanian yang mempunyai nilai tambah dan daya saing tinggi baik di pasar domestik maupun internasional

b. Meningkatnya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional terutama melalui peningkatan devisa.

Kegiatan utama mencakup:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Peningkatan produksi dan mutu produk pertanian Pengembangan agro-industri pedesaan Pengembangan produk sesuai dengan standar internasional Penerapan kebijakan insentif Pengembangan informasi pasar Pengembangan sarana dan prasarana usaha Pengembangan pasar Perlindungan produk domestik Harmonisasi regulasi/deregulasi

Rencana tindak program meliputi:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pengembangan produksi komoditas unggulan Perbaikan pasca panen Pengembangan kelembagaan pengolahan hasil pertanian Penerapan standar produk sesuai standar internasional Pengendalian harga produk pertanian Pengembangan jaringan informasi distribusi Pengembangan sarana pengolahan dan pemasaran Peningkatan market intelligent Perlindungan produk domestik

Peningkatan kerjasama antar negara dibidang karantina

C. PENUTUP

Keberhasilan pembangunan pertanian terletak pada keberlanjutan pembangunan pertanian itu sendiri. Konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut diterjemahkan ke dalam visi pembangunan pertanian jangka panjang yaitu Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian dan diimplementasikan.

Sistem pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah tinggi dan terintegrasi dalam satu rantai pasok (supply chai ) berdasarkan relasi kemitraan sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumber daya nasional, kearifan local serta ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem pertanian industrial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan keharusan agar usaha pertanian dapat

bertahan hidup dan tumbuh berkembang secara berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan global yang semakin ketat.

Sehingga sudah seharusnya negara-negara dunia ketiga untuk mencanangkan program program unggulan guna mempercepat diseminasi pertanian khususnya Indonesia dengan badan Litbang pertanian sehingga bisa mewujudkan pertanian industrial.

BAB VI LEISA
Sistem pertanian berkelanjutan memiliki lima dimensi/pandangan, yaitu nuansa ekologis, kelayakan ekonomis, kepantasan budaya, kesadaran sosial, dan pendekatan holistic yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan mutu sumber daya manusia, meningkatkan kualitas hidup, dan menjaga kelestarian sumber daya melalui strategi kerja keras proaktif, pengalaman nyata, partisipatif, dan dinamis. Istilah sistem pertanian berkelanjutan yang popular adalah: better environment, better farming, and better living. 6.1. Pertanian Global Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pertanian global; aspek sosial, ekonomi, , dan aspek ekologi. Aspek ekonomi, menunjukkan kinerja pertanian bisa dinilai secara parsial dengan membandingkan produksi pangan, bahan serabut, dan bahan bakar kayu dengan kebutuhan untuk produk-produk ini dalam suatu daerah atau Negara dan membandingkan tingkat pertumbuhan produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Aspek ekologi, masalah lingkungan di Negara-negara berkembang sebagian besar disebabkan karena eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan penanaman, dan pengundulan hutan. 6.2. Kecenderungan Dalam Pertanian Di Daerah Tropis Pada mulanya, pertanian di daerah tropis bergantung pada sumber daya alam, pengetahuan, keterampilan, dan institusi lokal. Sistem-sistem pertanian yang bermacam-macam dan khas setempat telah berkembang melalui proses mencoba-coba yang panjang di mana akhirnya ditemukan keseimbangan antara masyarakat dan basis sumber dayanya. Biasanya, produksi ditujukan pada keluarga dan masyarakat subsisten. Cara kerja sama antar anggota masyarakat telah dikembangkan dengan baik.

Sistem pertanian tradisonal terus dikembangkan dalam suatu interaksi yang konstan dengan budaya dan ekologi lokal.Ketika kondisi untuk bertani berubah, misalnya karena pertumbuhan jumlah penduduk atau pengaruh nilai-nilai asing, sistem pertanian juga mengalami perubahan. Di mana adaptasi terhadap tekanan yang baru itu tidak cukup cepat, basis sumber daya alam secara perlahan menjadi rusak, seperti halnya bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya tersebut. Sebagai respon terhadap pengaruh asing dan kebutuhan serta aspirasi yang semakin besar dari penduduk yang jumlahnya semakin meningkat, maka sistem pertanian di daerah tropis cenderung berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem: 1. Penggunaan input luar secara besar-besaran; selanjutnya akan disebut (HEIA). 2. Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali tak menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam; selanjutnya disebut (LEIA). HEIA (Height external input agriculture) sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tak dapat diperbarui, seperti minyak bumi dan fosfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian seperti ini berorientasi pasar dan membutuhkan modal besar. Uang tunai yang diperlukan untuk membeliinput buatan seringkali diperoleh dengan menjual produk pertanian. HEIA hanya dimungkinkan di daerah di mana kondisi ekologinya relatif seragam dan bisa dengan mudah dikendalikan (misalnya daerah irigasi) dan di mana pelayanan penyaluran, penyuluhan, dan pemasaran serta transportasinya baik. HEIA bisa ditemukan pada daerah yang kaya sumber daya alam dan berpotensi besar di negara-negara berkembang dan paling tersebar di Asia. Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang dalam sistem HEIA bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi, ekonomi, dan sosiopolitik. Apa yang diperkenalkan oleh HEIA dengan bendera revolusi hijau telah menyalurkan sumber daya investasi yang langka ke dalam sistem pertanian dengan modal besar di beberapa daerah yang menyebabkan daerah menjadi sangat bergantung pada impor peralatan, benih, serta input lainnya. Ada dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan revolusi hijau sebagai berikut: 1. Tidak terduga peningkatan harga pupuk kimia dan bahan bakar minyak serta penurunan harga-harga di pasar dunia internasional sebagai akibat produksi biji-bijian dunia yang berlebihan. Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi di tingkat konsumen, sedangkan yang tidak diperkirakan adalah harga yang lebih rendah di tingkat produsen. Yang pertama diuntungkan adalah para suplaier pupuk buatan dan bahan bakar minyak. 2. Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang membahayakan manusia. LEIA (Low external input agriculture) dipraktekkan di daerah yang dibersifat kompleks, beragam, dan rentan risiko. Dipandang dari segi luas, LEIA paling banyak dijumpai di wilayah subsahara Afrika. Areal LEIA semakin meluas seiring dengan meningkatnya pemiskinan

penduduk pedesaan di banyak negara dengan input luar yang semakin mahal dan dengan semakin tidak mampunya pemerintah negara-negara berkembang, yang terjerat utang dan tidak memproduksi input HEIA sendiri, mengimpor input tersebut. Penggunaan LEIA secara berlebihan pada usaha tani dengan lahan sempit serta perluasannya kelahan pertanian baru yang seringkali marginal, mengakibatkan penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap serangan hama, penyakit, hujan amat deras dan kemarau berkepanjangan. Banyak sistem pemanfataan lahan tropis tengah berada pada keadaan menurunnya kandungan unsur hara, hilangnya vegetasi pelindung, erosi tanah, dan disintegrasi ekonomi, dan budaya. Dalam sistem LEIA yang berfungsi dengan baik, tanaman, pepohonan, tumbuhan perdu lainnya, dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki fungsi ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan unsur hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami, dan mengendalikan erosi. Fungsifungsi ini menunjang keberlanjutan dan stabilitas usaha tani dan bisa dilihat sebagai penghasil input dalam. Dengan menyeleksi dan memuliakan tanaman dan ternak, masyarakat memperkuat kemampuan mereka untuk mengubah input menjadi produk yang berguna. Dalam proses ini, sifat-sifat yang lain seperti ketahanan alami atau kemampuan bersaing akan hilang. Dalam sistem HEIA, penggantian fungsi-fungsi ekologis oleh manusia ini telah berjalan lebih jauh daripada yang terjadi dalam sistem LEIA. Keragaman diganti dengan keseragaman karena alasan efisiensi teknologi dan peluang pasar. 6.3.Penggunaan Input Luar Di Daerah LEIA: Kebutuhan dan Batas-Batasnya 6.3.1.Pupuk Buatan Petani menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan penanganannya relatif mudah. Berbagai keterbatasan pupuk buatan; 1. Efisiensi pupuk buatan ini terbukti lebih rendah dari yang diharapkan. Tanaman lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50% nitrogen yang diberikan; padi di sawah kehilangan nitrogen kurang dari 60-70%. Bila kondisi kurang mendukung misalnya curah hujan yang tinggi, musim kemarau yang panjang, tanah dengan erosi tinggi dan tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, maka efisiensinya bahkan bisa lebih rendah lagi. 2. Pupuk buatan ini bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam menghasilkan panenan. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral Nitrogen yang menyebabkan pengasaman bisa juga menurunkan pH tanah dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. 3. Penggunaan pupuk buatan NPK yang terusmenerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro; seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia; bila unsur ini tidak diganti oleh pupuk buatan NPK, produksi lambat laun akan menurun dan munculnya hama dan penyakit akan meningkat.

Disamping keterbatasan agronomis atas penggunaan pupuk buatan, keterbatasan suplai sumber daya (khususnya fosfat) untuk memproduksinya telah semakin tampak. Di tingkat usaha tani, hal ini berarti akan meningkatkan harga pupuk atau jika negara tidak memiliki cukup nilai tukar mata uang asing untuk terus menerus mengimpor pupuk buatan atau bahan mentah untuk memproduksinya, akan terjadi kekurangan suatu input secara keseluruhan yang oleh beberapa petani telah disesuaikan dengan usahanya. Penggunaan pupuk buatan di negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang muncul dari pelepasan nitrogen oksida (N2O) pada atmosfer dan lapisan diatasnya. Pada lapisan stratosfer infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola, tingkat dan risiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan membawa konsekuansi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara. Indonesia akan menurunkan GRK sampai 26% tahun 2020 dengan meningkatkan kebijakan dibidang kehutanan, mencegah kebarakan hutan, mencegah deforestasi hutan, mencegah degradasi lahan, reboisasi lahan, mengurangi eksport hasil hutan, penangangan limbah, dan sebagainya.
4.

6.3.2.Pestisida Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang memberantas populasi hama terutama dengan cara membunuh organisme hama, apakah itu serangga, penyakit, gulma, atau hewan.

Beberapa kerugian dan bahaya penggunaan pestisida: 1. Setiap tahun ribuan penduduk teracuni oleh pestisida, di mana kira-kira setengahnya adalah penduduk Dunia Ketiga. 2. Dari waktu ke waktu, hama menjadi kebal terhadap pestisida, yang kemudian memaksa penggunaan pestisida dalam dosis yang lebih tinggi. 3. Pestisida bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada tanaman, namun juga membutuhkan organisme yang berguna, seperti musuh alami hama. 4. Hanya sebagian kecil pestisida yang dipakai di lahan mengenai organisme yang seharusnya dikendalikan. 5. Pestisida yang tidak mudah terurai, akan terserap dalam rantai makanan dan sangat membahayakan serangga, hewan pemangsa serangga, burung pemangsa, dan pada akhirnya manusia. 6.3.3.Benih Unggul Bersama dengan faktor-faktor lain, promosi varietas unggul telah mengakibatkan banyak sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini bencana bagi petani yang harus menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan resiko, dan bagi semua petani yang untuk alasan ekonomi maupun ekologi, harus berproduksi dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang.

6.3.4.Irigasi Bagi petani LEIA di daerah kering di mana irigasi sangat penting, alternatif skala kecil ini akan sangat menarik. Namun, peningkatan sistem pertanian tadah hujan dengan konservasi air dan pengelolaan bahan-bahan organik lebih penting karena kemampuan investasi petani LEIA sangat terbatas. 6.3.5.Mekanisasi Dengan Alat-Alat Bahan Bakar Minyak Dalam LEIA, hambatan terhadap mekanisasi ini termasuk terbatasnya peralatan, bahan bakar, modal, keterampilan, fasilitas perawatan dan suku cadangnya serta kondisi ekologi yang sulit menyebabkan peralatan cepat menjadi usang dan beresiko tinggi menjadi rusak. Pemanfaatan traktor, khususnya, meningkatkan risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah, pengerasan tanah, penggundulan hutan, dan bahaya serangan hama. 6.4. Input Luar dan Petani LEIA Beberapa alasan mengapa petani LEIA (Low external input agriculture) enggan atau tak mampu menggunakan input luar adalah: 1. Input itu tidak ada atau ketersediaannya tak dapat diandalkan karena infrastruktur perdagangan dan pelayanannya lemah; 2. kalaupun ada, harganya mahal; 3. input itu beresiko dan mungkin tidak efisien dalam kondisi ekologi yang beragam dan rentan (misalnya hujan yang tak teratur, tanah yang miring); 4. input itu tidak begitu menguntungkan dalam kondisi-kondisi tertentu; 5. Komunikasi dengan petani yang rendah. Bahaya-bahaya yang bisa muncul dalam mempromosikan pengenalan input semacam itu kedalam wilayah LEIA adalah; 1. hilangnya keragaman dalam sistem pertanian yang mengakibatkan ketidakstabilan dan kerawanan terhadap risiko ekologi dan ekonomi; 2. hilangnya sumber daya genetik setempat dan pengetahuan tradisional tentang peternakan yang berorientasi ekologi serta alternatif setempat terhadap input luar yang tidak bisa dipulihkan lagi. 3. disentegrasi sosial dan budaya serta marginalisasi petani yang lebih miskin, khususnya perempuan. 4. kerusakan lingkungan, khususnya karena penggunaan bahan-bahan kimia pertanian yang berlebihan. 6.5. Agroekologi Agroekosistem merupakan kesatuan tumbuhan dan hewan serta lingkungan kimia dan fisiknya yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan makanan, serat, bahan bakar, dan produk lainnya bagi konsumsi dan pengolahan umat manusia. Agroekologi merupakan studi agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Fokusnya adalah pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balik antar unsur-unsur tersebut serta proses di mana mereka terlibat. Suatu wilayah yang digunakan untuk produksi pertanian, misalnya suatu

lahan, dipandang sebagai suatu sistem yang kompleks di mana proses ekologi yang terjadi dalam kondisi alami juga ditemukan, misalnya daur unsur hara, interaksi pemaangsa-mangsa, persaingan, simbiosis, dan perubahan turun-temurun. Yang tampak secara implisit dalam pekerjaan agroekologi adalah gagasan, bahwa dengan memahami hubungan-hubungan dan proses-proses ekologi ini, agroekosistem bisa dimanipulasi untuk memperbaiki produksi dan bereproduksi secara lebih berkelanjutan dengan dampak negatif yang lebih sedikit terhadap lingkungan dan masyarakat serta kebutuhan akan input luar yang lebih sedikit. Para ahli agroekologi kini menyadari bahwa tumpangsari, agroekologi serta metode pertanian tradisional lainnya meniru proses ekologi alami. Selain itu, keberlanjutan praktekpraktek setempat bergantung pada model ekologi yang mereka anut. Dengan merancang sistem pertanian yang meniru alam, maka pemanfaatan optimal bisa dilakukan dari sinar matahari, unsur hara tanah, dan curah hujan. Petani tradisional telah menemukan cara-cara untuk memperbaiki struktur tanah, kapasitas menahan air serta keberadaan unsur hara dan air tanpa pemanfaatan input buatan. Dalam banyak kasus, sistem pertanian mereka kini (atau pada masa lalu) merupakan bentuk-bentuk pertanian ekologis yang lebih canggih dan tepat bagi kondisi-kondisi lingkungan yang khusus. Evaluasi teknik dan sistem pertanian lokal setempat menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA. Kekuatan utama sistem pertanian terletak pada integrasi fungsional dari beragam sumber daya dan teknik pertanian. Dengan mengintegrasikan beragam fungsi pemanfaatan lahan (misalnya memproduksi bahan pangan, kayu, dan sebagainya; mengkonservasi tanah dan air; melindungi tanaman; mempertahankan kesuburan tanah) serta pemanfaatan beragam komponen biologis (ternak besar dan ternak kecil, tanaman pangan, hijauan makanan ternak, padang rumput alami, pohon,rempah-rempah, pupuk hijau, dan sebagianya), stabilitas dan produktivitas sistem usaha tani sebagai suatu keseluruhan bisa ditingkatkan dan basis sumber daya alam bisa dikonservasikan. 6.6. Menuju Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah (LEISA) Tidak ada satu metode pertanian yang secara tunggal memiliki kunci keberlanjutan. Sistem pertanian apa pun, apakah itu padat bahan kimia atau alamiah di lihat dari berbagai sudut pandang bersifat melestarikan sumber daya, sedangkan dari sudut lain bersifat boros, tidak berwawasan lingkungan atau mencemarkan. Sudah sering dipertanyakan berapa lama energi dari luar dan suplai unsur hara, bahan bakar minyak, petrokimia dan pupuk mineral dari luar dapat dipertahankan. Namun dengan langsung mengganti anternatif nonkimia belum tentu akan membuat pertanian lebih berkelanjutan. Misalnya penggunaan pupuk kandang secara tidak bijaksana dapat mencemarkan tanah dan permukaan seburuk pencemaran yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Begitu pula pemakaian pestisida yang dibuat dari tumbuhan bisa sama bahayanya dengan pestisida kimia. LEISA (Low external input sustainable agriculture) merupakan suatu pilihan yang layak bagi petani dan bisa melengkapi bentuk-bentuk lain produksi pertanian. Karena sebagian besar petani tidak mampu untuk memanfaatkan input buatan itu atau hanya dalam jumlah yang sangat sedikit, maka perhatian perlu dipusatkan pada teknologi yang bisa memanfaatkan sumber daya lokal secara efisien. Petani yang kini menerapkan HEIA, bisa saja mengurangi pencemaran dan biaya serta meningkatkan efisiensi input luar dengan menerapkan beberapa teknik LEISA.

LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut: 1. Berusaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang ada dengan mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar. 2. Berusaha mencari cara pemanfaatan input luar hanya bila diperlukan untuk melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam ekosistem dan meningkatkan sumber daya biologi, fisik, dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama diberikan pada maksimalisasi daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan. LEISA (Low external input sustainable agriculture) tidak bisa dipresentasikan sebagai solusi mutlak terhadap masalah-masalah pertanian dan lingkungan yang mendadak di dunia ini, tetapi LEISA bisa memberikan kontribusi yang berharga untuk memecahkan beberapa permasalahan tersebut: LEISA terutama merupakan suatu pendekatan pada pembangunan pertanian yang ditujukan pada situasi di daerah-daerah pertanian tadah hujan yang terabaikan oleh pendekatan-pendekatan konvensional. 6.7. Sistem Pertanian Sistem pertanian mengacu pada suatu susunan khusus dari kegiatan usaha tani (misalnya budi daya tanaman, peternakan, pengolahan hasil pertanian) yang dikelola berdasarkan kemampuan lingkungan fisik, biologis, dan sosioekonomis serta sesuai dengan tujuan, kemampuan, dan sumber daya yang dimiliki petani. Usaha tani dengan kegiatan-kegiatan yang serupa dikatakan mempraktekkan sistem pertanian tertentu. Istilah pertanian di sini di pakai dalam arti luas yang meliputi bukan hanya tanaman dan ternak, tetapi juga sumber daya alam lainnya yang ada pada petani, termasu k sumber daya yang dimiliki bersama orang lain.

Gambar 6.1. Aliran barang dan jasa (ditunjukkan oleh anak panah) dalam suatu sistem usaha tani sederhana.

Berburu, memancing,dan memanen madu serta hasil-hasil lainnya dari daerah hutan dan juga penggembalaan ternak yang ekstensif di padang rumput alami, semuanya bisa menjadi bagian dari suatu sistem pertanian. Suatu usaha tani merupakan agroekosistem yang unik: suaatu kombinasi sumber daya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan (tumbuhan liar, pepohonan, tanaman budi daya) dan hewan (liar dan piaraan). Dengan mempengaruhi komponen-komponen agroekosistem ini dan interaksinya, rumah tangga petani mendapatkan hasil atau produk seperti tanaman, kayu dan hewan. Untuk menjaga proses produksi terus berlangsung, rumah tangga itu membutuhkaninput, misalnya benih, energi, unsur hara, air. Input dalam adalah yang diambil di usaha tani sendiri, misalnya energi matahari, air hujan, sedimen, nitrogen yang diikat dari udara; atau yang dihasilkan sendiri, misalnya tenaga hewan, kayu, pupuk kandang, sisa tanaman, pupuk hijau, pakan ternak, tenaga kerja keluarga, dan pengalaman-pengalaman belajar. Input luaradalah input yang diperoleh dari luar usaha tani, misalnya informasi, tenaga buruh, bahan bakar minyak, pupuk buatan, biosida kimia, benih dan anakan unggul, air irrigasi, alat-alat, mesin, dan jasa. Hasil usaha tani dapat digunakan sebagai input dalam, dikonsumsi oleh rumah tangga petani (dan menghasilkan tenaga kerja keluarga), dijual, ditukar atau diberikan. Selama proses produksi beberapa kerugian terjadi sebagai akibat dari, misalnya perembesan atau penguapan unsur hara atau erosi tanah. Penjualan hasil memberikan uang tunai yang dapat dipakai untuk membeli berbagai macam barang atau jasa (misalnya pangan, sandang, pendidikan, transportasi), untuk membayar pajak dan/atau untuk mendapatkan input pertanian. Input dapat juga diperoleh dengan pertukaran hasil pertanian secara langsung. Sistem usaha tani LEIA biasanya sangat kompleks. Berbagai anggota dari satu keluarga bisa memanfaatkan sumber daya alam dalam berbagai macam cara: membudidayakan tanaman, berkebun, menggembalakan ternak, berburu, mengumpulkan gulma, dan sebagainya guna memenuhi berbagai macam kebutuhan mereka. Disamping menghasilkan bahan pangan, serat, kayu, dan berbagai hasil sampingan seperti obat-obatan, bahan jerami dan anyaman, kegiatan ini juga memiliki fungsi yang lain, termasuk menyebarkan risiko dan memastikan bahwa produksi bisa berlangsung terus. 6.8. Prinsip-Prinsip Ekologi Dasar LEISA Prinsip-prinsip ekologi dasar pada LEISA bisa dikelompokkan sebagai berikut: 1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman, khususnya dengan mengelola bahan-bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah. 2. Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara dan menyeimbangkan arus unsur hara, khususnya melalui peningkatan nitrogen, pemompaan unsur hara, daur ulang dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap 3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan cara pengelolaan iklim mikro, pengelelolaan air, dan pengendalian erosi. 4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui pencegahan dan perlakuan yang aman.

Saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumber daya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.
5.

6.9. Menjamin Kondisi Tanah yang Mendukung Pertumbuhan Tanaman Proses-proses fisik, kimiawi, dan biologis di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim kehidupan tanaman dan hewan serta aktivitas manusia. Petani harus menyadari bagaimana proses-proses ini dipengaruhi dan bisa dimanipulasi guna membudidayakan tanaman yang sehat dan produktif. Mereka harus menciptakan dan/atau mempertahankan kondisi-kondisi tanah sebagai berikut: 1. ketersediaan air, udara, dan unsur hara tepat waktu dalam jumlah seimbang dan mencukupi; 2. struktur tanah yang meningkatkan pertumbuhan akar, pertukaran unsur-unsur gas, ketersediaan air, dan kapasitas penyimpanan; 3. suhu tanah yang meningkatkan kehidupan tanah dan pertumbuhan tanaman; 4. tidak adanya unsur-unsur toksik. Suatu aturan pokok adalah bahwa dalam kondisi yang memadai sepersepuluh kandungan bahan organik dalam tanah terdiri dari hewan tanah. Jadi, lapisan setebal 10 cm pada suatu tanah seluas 1 ha dengan kandungan bahan organik sebesar 1% kira-kira mengandung 1.500 kg fauna tanah. Ini sama dengan berat 3-4 ekor sapi. 6.10. Aliran Unsur Hara Unsur hara dalam bentuk larutan diserap dari tanah oleh akar tumbuhan dan disalurkan ke bagian-bagian hijau tumbuhan. Di bagian hijau ini, bersama dengan CO2 dari udara, unsur hara itu digabungkan melalui proses fotosintesis ke dalam satuan-satuan rumit yang dibutuhkan untuk membentuk bagian-bagian tanaman yang berbeda. Energi yang dibutuhkan untuk proses ini diambil dari cahaya matahari. Jaringan tumbuhan dikonsumsi oleh hewan (herbivora, serangga) dan manusia, yang kemudian bisa dikonsumsi oleh konsumen lainnya, misalnya hewan dikonsumsi oleh manusia; atau hewan, manusia dan tumbuhan mati dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Mikroorganisme ini pada gilirannya, bisa dimakan oleh organisme tanah yang lain. Perpindahan unsur hara dari tumbuhan hijau melalui pemakan tumbuhan ke pemakan hewan di sebut rantai makanan. Karena konsumsi bisa menggunakan lebih dari satu sumber makanan, rantai makanan saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu jaringan makanan yang rumit. Pada akhir rantai makanan, pengurai seperti cacing tanah, rayap, jamur dan bakteri mengkonsumsi kotoran dan jaringan dari hewan dan tumbuhan mati, sehingga membentuk humus tanah. Humus ini memecah menjadi unsur hara yang bisa terurai dan dapat digunakan lagi untuk pertumbuhan tanaman. Berbagai macam unsur hara terlibat dalam proses ini. Yang terpenting adalah unsur hara dasar (unsur hara makro), yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium. Selain itu juga unsur-unsur hara mikro seperti besi, tembaga, boron, seng, dan mangan yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman dan hewan.

Di dalam suatu usaha tani, aliran unsur hara kurang lebih melingkar. Akan tetapi pada titik-titik yang berbeda ada unsur hara yang memasuki lingkaran bersama debu, hujan, sedimen, pupuk atau konsentrat. Ada juga yang meninggalkannya sebagai produk-produk yang laku dijual atau diberikan, atau sebagai hasil dari erosi (oleh angin atau air), penguapan (difusi komponenkomponen nitrogen dari belerang ke dala udara), perembesan (unsur hara larut dalam air dan mengalir perlahan ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam) dan pembuangan sampah (seperti deposisi tinja di luar lahan pertanian). Unsur hara juga bisa dimobilisasi atau diperoleh di lahan pertanian dari perusakan partikel-partikel batuan kecil karena hujan dan angin, aksi mikoriza dan pengikatan nitrogen dari atmosfer oleh mikroorganisme tertentu. Unsur hara diambil dari larutan tanah dan tidak lagi tersedia bagi tumbuhan ketika bergabung melalui proses kimia dengan senyawa lain dalam tanah, atau ketika dijadikan bagian dalam mikroorganisme sehingga tidak bisa dimobilisasikan lagi. Melalui pemberian makan sisa tumbuhan pada hewan dan pembuatan kompos, limbah, biogas dan sebagainya dari sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang dan sampah organik yang sama, unsur hara dapat di daur ulang di usaha tani. Unsur hara itu juga bisa dipindah dari satu tempat ke tempat lain, misalnya dari padang rumput ke lahan, atau dikonsentrasikan pada satu tempat, misalnya di pekarangan rumah. 6.11. Aliran Udara Angin memiliki pengaruh positif dan negatif pada pertanian. Angin mempengaruhi suhu dan penguapan dari tanah, tumbuh-tumbuhan dan hewan serta suhu dan kelembaban pada iklim mikro. Semakin kuat angin, semakin meningkat dampak kekeringan dan dingin. Tanah kemungkinan tertiup jika tidak dilindungi secara memadai dari aliran udara. Dalam situasi di mana pengaruh aliran angin ini merusak pertanian, khususnya kalau terjadi angin kering dan dingin ataupun tanahnya rentan, erosi, petani dapat mencoba mempengaruhi aliran udara dengan mengubah penutup vegetasi atau dengan memberikan perlindungan dengan barisan vegetasi, pepohonan yang tersebar. Contoh-Contoh Pengelolaan Iklim Mikro (Stigter 1987b) 6.11.1. Memanipulasi radiasi surya: Budi daya bertingkat ganda untuk mengoptimalkan pemantauan cahaya yang ada. Penaungan, misalnya tanaman yang suka teduh teduh seperti tanaman kopi atau sirih. Menggunakan tanaman penutup tanah dan mulsa untuk mengendalikan gulma Pemaparan pada radiasi surya untuk mengendalikan hama, misalnya wereng coklat pada padi dan untuk membunuh patogen yang ada dalam tanah. Peningkatan atau penurunan penyerapan radiasi pada permukaan tanah, misalnya pemulsaan untuk menurunkan suhu tanah, pengecatan batang pohon dengan warna putih untuk mencegah pemanasan. Penutup untuk mencegah hilangnya radiasi pada malam hari. Irigasi untuk mempengaruhi suhu tanaman. Penggunaan radiasi surya untuk pengeringan tanaman atau produk-produk tanaman dari hewan di lahan atau tempat penyimpanan. Pelestarian pepohonan pada tanah penggembalaan untuk memberikan naungan bagi ternak.

6.11.2. Memanipulasi aliran panas dan/atau uap lembab: Pemulsaan untuk mengatur untuk mengatur suhu dan kelembaban tanah Pemecah angin untuk melindungi tanaman dan hewan Perlindungan angin untuk pematangan tanaman. Mempengaruhi pada aliran udara atau kelembaban dengan mengubah kondisi tanah atau vegetasi. Pemberian udara hangat untuk pengeringan lahan dan/atau tempat penyimpanan, misalnya dalam pembuatan hay. Memanipulasi embun jatuh. Pembuatan baris-baris hembusan angin untuk memungkinkan pengeringan yang cepat pada tajuk jika ada resiko serangan penyakit jamur. 6.11.3. Memanipulasi dampak mekanis angin, hujan dan hujan es: Mengubah kecepatan dan/atau arah angin. Menanam di tempat tempat yang lebih rendah atau di dalam lubang di mana memungkinkan perakaran yang lebih dalam Melindungi tanah terhadap aliran udara dan air yang erosif. Melindungi tanaman dan produk terhadap dampak hujan, angin atau hujan es. Menggunakan angin untuk menampi. 6.12. Pengelolaam Iklim Mikro Petani bisa menggabungkan tanaman (penanaman bertingkat-tingkat, tumpang sari, pagar hidup) yang masing-masing dengan ciri tajuk yang saling melengkapi, sehingga satu jenis tanaman menciptakan kondisi yang mendukung (dalam hal naungan, perlindungan dari angin, kelembaban dan sebagainya) bagi tanaman lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan struktur fisik (dinding, penutup dan sebagainya), mulsa atau pengairan. Dengan demikian, kondisi iklim mikro untuk produksi tanaman dan ternak bisa diperbaiki dan radiasi sinar matahari yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. 6.13. Pengelolaan Air Perbedaan dalam ketersediaan air tanah dan kelembaban udara menjadi alasan penting bagi perbedaan jenis vegetasi alam dan pertanian serta bagi tingkat produksi biomassa. Petani bisa mempengaruhi ketersediaan air dan udara di dalam tanah dengan memperbaiki struktur tanah dan kapasitas penyimpanan (misalnya melalui pengelolaan bahan organik dan pengolahan tanah), dengan meningkatnya kemampuan infiltrasi dan menurunkan penguapan (misalnya melalui pemulsaan dan pengolahan tanah), dengan meningkatkan infiltrasi ke dalam tanah (misalnya konservasi/pengumpulan air dan irigasi) atau dengan mengeluarkan kelebihan air dari lahan (melalui drainase). 6.14. Pengendalian Erosi Erosi anah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin atau air, dan seringkali karena kombinasi ketiga-tiganya. Tanah sangat peka terhadap radiasi, khususnya di daerah beriklim kering. Ketiga suhu tanah terlalu tinggi atau tanah terlalu kering, misalnya setelah terjadi pengundulan dari vegetasi atau penutup mulsa, kehidupan tanah menjadi terancam, pertumbuhan dan berfungsinya akar menjadi tidak optimal, dan humus pada lapisan atas terurai.

6.15. Perlindungan Ternak Berbeda dengan tanaman, ternak tidak perlu ditempatkan di satu tempat saja. Mobilitas ini memberikan kemungkinan untuk menghindari penyakit dan penulurannya dengan menghindari daerah-daerah berisiko tinggi. Sering kali, penggembala menggiring ternaknya ke tempat-tempat penggembalaan hanya pada musim kemarau dan menggiringnya pergi sebelum tempat-tempat itu terinfeksi dengan lalat-lalat penggigit di musim hujan. Di samping strategi penggembalaan seperti itu, banyak praktek pengelolaan tradisional lainnya juga menunjukkan penyesuaian yang kuat terhadap lingkungan dan membantu atau mencegah penyakit hewan, sehingga menurunkan kebutuhan akan pengobatan. Misalnya peternak menghindari untuk mengembalakan ternak pada daerah yang terinfeksi penyakit seperti antrax, flu, dan lain-lain. Pada musim hujan peternak menunda menggembalakan ternaknya hingga siang, karena bahaya serangan cacing di waktu pagi hari saat rumput-rumput masih berembun jauh lebih tinggi. Perapian yang dibuat di tempat di mana ternak bermalam juga merupakan cara untuk mengusir serangga dari ternak. Ketika penykait berjangkit, banyak penggembala ternak tradisional mengambil tindakan karantina. Kini tindakan ini biasanya didukung dengan tindakan pemerintah. Karantina dapat memperlambat penyebaran penyakit, tetapi tidak dapat menghentikannya. Oleh karenanya, tindakan seperti itu harus didukung dengan kampanye vaksinasi, misalnya dengan melakukan vaksinasi lingkar di sekeliling kawanan ternak yang telah terinfeksi. Meskipun beberapa orang yang memelihara ternak telah mengembangkan bentuk-bentuk vaksin mereka sendiri (imunisasi), pada umumnya mereka menganggap vaksin modern lebih efektif. Pada penyakit tertentu, perlindungan seumur hidup bisa dicapai dengan satu kali vaksinasi, namun pada jenis penyakit lainnya vaksinasi harus diulang beberapa kali secara teratur untuk menjamin perlindungan. Suatu cara untuk meminimalkan masalah hama dan penyakit yang ramah lingkungan dan sangat efektif adalah dengan memanfaatkan tanaman dan hewan yang secara lokal telah diadaptasikan, karena pada umumnya kurang rentan terhadap hama penyakit dibanding spesies hasil pengembangbiakan, indukan dan varietas yang diperkenalkan dari daerah-daerah lain.Terkadang, ini merupakan satu-satunya cara untuk mencegah infeksi penyakit tertentu, misalnya penyakit yang disebabkan karena virus. Kebanyakan praktek usaha tani mempengaruhi pengendalian hama dan penyakit. Oleh karenanya, penciptaan kondisi yang sehat bagi tanaman, hewan dan manusia menuntut pendekatan sistem terpadu. Efek kumulatif dari berbagai praktek yang berbeda yang memberikan pengaruh pada hama dan penyakit mungkin merupakan suatu jaminan yang lebih baik daripada sebotol pestisida atau obat-obat kimia. 6.16. Memilih Tanaman Untuk Pola Tanam Rancangan pola tanam harus memenuhi kebutuhan suatu usaha tani secara spesifik dan persyaratan keberlanjutan. Kebutuhan-kebutuhan usaha tani. Ketika merancang suatu pola tanam, beberapa pertanyaan harus diajukan mengenai kebutuhan usaha tani, yakni: Apa ada pasar bagi tanaman atau ternak yang diusulkan dalam pola tanam atau usaha tani? Apakan tanaman cocok bagi jenis tanah pada lahan yang ada?

Apakah tanaman cocok bagi kondisi kelembaban dan iklim usaha tani? Dapatkan tanaman dibudidayakan dengan peralatan yang ada pada usaha tani atau dengan perubahan minimal pada peralatan? Apakah tanaman memenuhi kebutuhan pakan dan pupuk hijau pada usaha taninya, serta kebutuhan tunai dan subsistem bagi rumah tangga tani tersebut? Persayarat keberlanjutan. Persyaratan pola tanam bagi keberlanjutan meliputi prinsip-prinsip berikut ini; Apakah pola tanam memberikan pengendalian gulma yang efektif? Apakah pola tanam memberikan keseimbangan antara produksi tanaman dengan pelestarian tanah? Apakah pola tanam membantu pembentukan tanah? Apakah pola tanam mencakup sistem perakaran yang menembus tanah rapat, membawa unsur hara ke permukaan dan memungkinkan udara dan air memasuki tanah secara lebih mudah? Apakah pola tanam memberikan pengendalian serangga dan penyakit yang efektif? Apakah pola tanam secara efektif menggunakan kelembaban yang ada? Apakah praktek-praktek pelestarian kelembaban tercakup? Apakah tanaman yang serakah akan kelembaban diganti dengan tumbuh-tumbuhan yang lebih sedikit memerlukan tanaman? Apakah pola tanam memberikan suatu keragaman tanaman yang memadai untuk meningkatkan stabilitas dan meminimalkan resiko? Apakah tanaman menghindari pembentukan unsur-unsur yang tidak dikehendaki? 6.17. Memanfaatkan Interaksi Hewan-Tanaman dan Hewan-Hewan Pemanfaatan interaksi antara hewan dan tanaman serta antara hewan-hewan yang berbeda dapat juga menguntungkan petani. Ini mencakup manipulasi yang seksama terhadap populasi binatang. Misalnya, keuntungan dapat diambil dari kenyataan bahwa vektor penyakit seperti lalat tsetse lebih menyukai inang-inang tertentu. Jika populasi hewan liar yang lebih disukai sebagai inang dipertahankan cukup tinggi pada suatu daerah di mana domba dan kambing digembalakan, maka bahaya penularan penyakit dan hewan-hewan peliharaan dapat dikurangi (Matthewman, 1980). Dampak hewan terhadap tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengelola vegetasi. Dengan pengetahuan pakan yang disukai berbagai macam hewan, tekanan pengembalaan dapat dimanipulasi untuk menciptakan atau mempertahankan suatu komposisi vegetasi yang dikehendaki. Misalnya, hewan pemakan rumput-rumputan seperti kambing, sangat berguna mengurangi gangguan semak belukar yang tak dikehendaki di padang rumput. Kebiasaan hewan makan tumbuhan secara selektif dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma, misalnya hewan yang dibiarkan memakan rumput habis-habisan pada awal musim hujan untuk memungkinkan pertumbuhan tanaman leguminosa pada padang rumput Injakan kuku-kuku kaki ternak dapat memadatkan tanah dan menghancurkan vegetasi, jika tekanan penggembalaan sangat tinggi dalam jangka lama. Namun, dampak injakan hewan ini dapat juga dimanfaatkan untuk mengganggu permukaan tanah sehingga mengakibatkan perkecambahan benih yang lebih baik (Otsyina et al. 1987). Teknik ini dimanfaatkan, misalnya oleh petani di Negeria untuk menyiapkan lahan yang akan ditanami tanaman sereal: mereka mengkonsentrasikan hewan-hewan mereka selama semalam pada suatu lahan sempit yang telah

dibersihkan. Keesokan harinya benih ditaburkan pada permukaan tanah yang telah rusak. Cara lain untuk memanfaatkan prinsip ini adalah dengan menghela sekawanan ternak dengan cepat pada sebidang lahan untuk merangsang regenerasi vegetasi alami dari persediaan benih yang ada di dalam tanah (Savory 1988). Dampak injakan kuku-kuku hewan yang cepat dan hebat ini tergantung pada jenis vegetasi dan tanah. Dengan manipulasi vegetasi dan mengubah iklim mikro, petani bisa memperbaiki kondisi spesies hewan yang diinginkan. Pohon-pohon yang ada bisa menciptakan naungan bagi ternak. Perlu dipertimbangkan secara cermat jenis dan bentuk vegetasi yang mana akan mendukung penarikan makhluk hidup yang akan memberikan manfaat bagi budi daya tanaman, dan yang bisa dipanen secara langsung sebagai pangan maupun untuk tujuan-tujuan lain yang berguna. Seperti budidaya tanaman ganda, budi daya ternak campuran juga umum dalam sistem LEIA. Dengan memelihara berbagai spesies, misalnya unggas, hewan pemamah biak dan babi, petani bisa mengeksploitasi cakupan sumber daya pakan yang lebih luas daripada jika hanya memelihara satu spesies. Hewan bisa mempunyai beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit. Hewan memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan sosial. Dalam kondisi LEIA, integrasi ternak ke dalam sistem pertanian penting. Khususnya untuk: Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk menghasilkan pangan untuk keluarga petani, Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik. Memelihara ternak untuk menjamin subsistensi khususnya pada daerah yang berisiko tinggi, misalnya pada daerah kering. Ternak berfungsi sebagai penyangga. Seekor hewan dapat disembelih untuk konsumsi rumah tangga atau dijual untuk membeli bahan pangan ketika hasil panen tanaman tidak memenuhi kebutuhan keluarga. Hewan-hewan dijual ketika diperlukan uang tunai untuk tujuan-tujuan tertentu, termasuk pembelian input untuk budi daya tanaman. Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi penurunan risiko budi daya tanaman ganda hingga akan meningkatkan stabilitas penurunan risiko usaha tani. Penyebaran risiko dengan praktek budi daya ternak dan tanaman bisa mengakibatkan produktivitas lebih rendah dalam tiap sektor daripada usaha dengan satu sektor tunggal, tetapi produksi total per satuan luas bahkan bisa meningkat karena hasil dari tanaman dan ternak bisa diperoleh dari lahan yang sama. Ternak dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan intensifikasi daur unsur hara dan energi. Jerami dan sisa-sisa tanaman lainnya, misalnya setelah perontokan merupakan sumbersumber makanan ternak yang penting dalam sistem usaha tani lahan sempit. Ketika hewan mengkonsumsi tumbuhan dan menghasilkan kotoran, unsur hara di daur ulang secara lebih cepat daripada ketika tumbuhan itu dibiarkan terurai secara alamiah. Ternak yang digembalakan memindahkan unsur hara dari kandang ke lahan dan mengkonsentrasikannya pada daerah tertentu di lahan. Ternak itu sendiri dapat mengerjakan pengumpulan, transportasi dan penyimpanan unsur hara dan bahan-bahan organik dalam bentuk air kecing (urine) dan feses.

Di daerah LEIA, pakan ternak terutama diambil dari lahan yang tidak cocok untuk budi daya tanaman (seperti lahan berbatu, lahan pinggiran dan lahan tergenang air) dan lahan yang untuk sementara tidak ditanami (lahan yang baru dipanen atau bera). Lahan-lahan ini seringkali berada di antara plot-plot yang ditanami dan dapat dijadikan tempat untuk menggembalakan dan menambatkan ternak. Tanamannya juga dapat dipotong untuk pakan ternak. Memadukan produksi pakan ternak ke dalam rotasi tanaman pangan dapat meningkatkan keberlanjutan sistem usaha tani, khususnya kalau rumput-rumputan dan tanaman polongan perenial serta belukar dan pepohonan termasuk didalamnya. Tanaman-tanaman ini bisa memanfaatkan unsur hara dan air dari lapisan tanah yang lebih dalam daripada tanaman-tanaman tahunan, memperbaiki kesuburan tanah serta melindungi tanah selama tidak ada tanaman pangan. Tanaman pakan ternak dapat memiliki peranan penting dalam alih unsur hara di tingkat usaha tani dengan memberikan kualitas pakan yang lebih baik. Pada akhirnya, ternak akan menghasilkan kualitas kotoran yang lebih baik yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Bagian dari tanaman pakan ternak dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau mulsa. Dalam memanfaatkan tenaga ternak, sebagian energi yang didapat dari memakan tanaman pada lahan yang tidak terpakai dan lahan yang untuk sementara tidak ditanami dapat dieksploitasi untuk produksi tanaman. Petani dapat mengolah lahan yang lebih luas dengan menggunakan ternak daripada dengan cangkul. Karena bajak dan pelana dapat diproduksi secara lokal, pemanfaatan tenaga hewan memerlukan tingkat input luar yang lebih rendah daripada pemanfaatan traktor. Tenaga hewan juga dapat dimanfaat untuk kegiatan pasca panen, misalnya untuk mengangkut produk dari lahan ke tempat penyimpanan atau pasar. Kadang-kadang ternak makan hijauan secara berlebihan dan menyebabkan degradasi lingkungan pada padang rumput di daerah pemukiman penduduk. Di samping ternak yang lebih konvensional, seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau, ternak lain yang kurang konvensional, seperti kelinci, marmot,itik, lebah, dan ulat sutera dapat memiliki peranan penting dalam sistem usaha tani terpadu. Beberapa hambatan yang paling sering ditemui dalam daerah-daerah LEIA adalah tanah yang terkikis, asam, basa, alkalin, asin, tergenang air, lereng curam, kekeringan, banjir, angin topan dan sebagainya, masalah-masalah hama dan penyakit yang serius, tidak adanya jaminan atau pembatasan hak atas lahan, air atau pepohonan, terbatasnya transport dan perdagangan, langkanya fasilitas kredit, penyebaran input yang tidak bisa diandalkan, pembatasan dalam hubungan gender dan sebagainya. Untuk mengidentifikasi keterbatasan dan peluang suatu sistem usaha tani dengan pertimbangan keberlanjutan, penting untuk melakukan evaluasi tujuan rumah tangga petani dan sistem teknologi khusus yang dipakai, sumber daya genetik, teknik, input, strategi, dan tata letak pertanian. 6.18. Strategi Transisi Menuju LEISA Transisi merupakan proses perubahan dari suatu sistem usaha tani konvensional atau tradisional yang tidak seimbang ke sistem usaha tani yang seimbang secara ekonomis, ekologis dan sosial (LEISA). Karena memulihkan keseimbangan ekologi memerlukan waktu bertahuntahun, khususnya ketika melibatkan pohon-pohon yang sedang tumbuh dan hewan-hewan biakan, suatu proses transisi, daya dukung petani untuk menyesuaikan dengan perubahan ini akan sangat penting untuk keberhasilan transisi.

6.21. Mengapa Pertanian Harus Berkelanjutan Menurut pengamatan Dr. Peter Goering (1993), terdapat empat kecenderungan positif yang mendorong sistem budi daya pertanian harus berkelanjutan, yaitu perubahan sikap petani, permintaan produk organik, keterkaitan petani dan konsumen, serta perubahan kebijakan. Keterkaitan antara petani dan konsumen menjadi langkah awal atau kebangkitan transformasi pertanian subsisten ke arah sistem pertanian yang berorientasi pasar (market oriented). Peningkatan permintaan produk-produk pertanian organik oleh konsumen (green consumen) akan mendorong petani untuk mengembangkan pertanian organik. Misalnya, tingginya permintaan akan buah-buahan dan sayuran organik yang bebas pestisida oleh orang asing dan tamu di hotel-hotel di Jakarta. Dr. Soekartawi (1995), pakar ekonomi pertanian dari Universitas Brawijaya Malang menyebutkan tiga alasan mengapa pembangunan pertanian di Indonesia harus berkelanjutan. Pertama, sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian nasional masih dominan. Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto adalah sekitar 20% dan menyerap 50% lebih tenaga kerja di pedesaan. Dari 210 juta penduduk Indonesia 150 juta orang mencari penghidupan dari sektor pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan. Kedua, sebagai negara agraris, agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Pengalaman masa lalu, yakni pada saat sektor industri dan perbankan mengalami krisis ekonomi, sektor agrobisnis dan agroindustri di tanah air mengalami booming karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah. Ketiga, sebagai negara agraris, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi keharusan agar sumber daya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk kurun waktu yang relatif lama. Sektor pertanian akan tetap menduduki peran vital untuk mendukung kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia. Penyebab pertanian tidak berkelanjutan Pertumbuhan penduduk dan kemiskinan Kebijakan pemerintah Kegagalan pasar (Market failure) Hak kepemilikan lahan (Property right) Marjinalisasi praktek dan pengetahuan lokal (Indegenous knowledge)

1. 2. 3. 4. 5.

6.22. Indikator Pertanian Berkelanjutan Conway (1987) mengilustrasikan pembangunan agroekosistem setidaknya harus memenuhi empat indikator, yaitu: produktivitas, stabilitas, sustainabilitas, dan ekuitabilitas (kesamasarataan). Produktivitas hasil panen diperoleh dengan cara menambah biaya input atau adopsi teknologi baru, misalnya program intensifikasi atau mekanisasi pertanian. Stabilitas sistem pertanian menggambarkan fluktuasi produksi hasil panen setiap waktu yang disebabkan oleh perubahan agroekosistem atau serangan hama dan penyakit.

Sustainabilitas merupakan gambaran ketahanan sistem budi daya pertanian terhadap perubahan lingkungan atau ekonomi. Ekuitabilitas atau kesamarataan menggambarkan bahwa produksi pertanian dapat memberikan keuntungan yang merata atau tinggi, atau sebaliknya, tidak merata atau rendah. Ekuitabilitas usaha tani tinggi berarti sebagian besar orang dapat menikmati sejumlah hasil panen atau keuntungan dari produk pertanian. 6.23. Kendala Pertanian Berkelanjutan Implementasi pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Indonesia tidak mudah karena dihadapkan pada banyak kendala, sebagai berikut: 1. Kendala sumber daya manusia; rata-rata tingkat pendidikan petani relatif rendah 2. Kendala sumber daya alam; ketersediaan volume air yang tidak menentu; kesuburan tanah yang semakin menurun; dan kondisi agroklimat yang berubah-rubah 3. Kendala aplikasi teknologi;praktek-praktek usaha tani yang mengancam kelestarian lingkungan (seperti penggunaan pestisida, penggunaan hormon pertumbuhan, dan antibiotika pada ternak), pembuangan limbah ternak yang tidak pada tempatnya, penebangan hutan yang kurang bijaksana dan menyebabkan erosi. 6.24. Model Sistem Pertanian Berkelanjutan Sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan empat macam model, yaitu sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, sistem pertanian masukan luar rendah, dan sistem pengendalian hama terpadu. 6.25. Sistem Pertanian Organik Sistem pertanian organik (organic farming) atau pertanian ramah lingkungan merupakan salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial. Sebagai contoh gerakan anti pestisida di kalangan petani di Boyolali mulai menampakkan hasil. Gerakan ini telah memberikan kontribusi kepada petani lokal untuk mengendalikan hama secara terpadu tanpa harus menggunakan pestisida buatan pabrik. Produksi pangan (padi dan palawija) yang dibudidayakan petani di daerah Kabupaten Boyolali boleh dikatakan sudah bebas racun pestisida. Kriteria sistem pertanian organik yang diberikan IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) setidaknya harus memenuhi enam prinsip standar (Seymour, 1997): 1. Lokalita (localism). Pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokalita yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan-bahan baku atau input dari sekitarnya. 2. Perbaikan tanah (soil improvement). Pertanian organik berupaya menjaga, merawat, dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dan sebagainya. 3. Meredam polusi (pollution abatement). Pertanian organik dapat meredam terjadinya polusi air dan udara dengan menghindari pembuangan limbah dan pembakaran sisa-sisa tanaman secara sembarangan serta menghindari penggunaan bahan sintetik yang dapat menjadi sumber polusi.

Kualitas produk (quality of product). Pertanian organik menghasilkan produkproduk pertanian berkualitas yang memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi lingkungan serta kesehatan. 5. Pemanfaatan energi (energy use). Pengelolaan pertanian organik menghindari sejauh mungkin penggunaan energi dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil yang berupa pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak (solar, bensin, dan sebagainya). 6. Kesempatan kerja (employment). Dalam mengelola usaha tani organiknya, para petani organik memperoleh kepuasan dan mampu menghargai pekerja lainnya dengan upah yang layak. Sistem pertanian organik, paling tidak memiliki tujuh keunggulan dan keutamaan sebagai berikut. 1. Orisinil. Sistem pertanian organik lebih mengandalkan keaslian atau orisinalitas sistem budi daya tanaman ataupun hewan dengan menghindari rekayasa genetika ataupun introduksi teknologi yang tidak selaras alam. 2. Rasional. Sistem pertanian organik berbasis pada rasionalitas bahwa hukum keseimbangan alamiah adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia sebagai bagian dari sistem jagad raya bukan ditakdirkan menjadi penguasa alam raya, tetapi bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya. 3. Global. Saat ini, sistem pertanian organik menjadi isu global dan mendapat respon di mana masyarakat sudah sangat sadar bahwa pertanian ramah lingkungan menjadi factor penentu kesehatan manusia dan kesinambungan lingkungan. 4. Aman. Sistem pertanian organik menempatkan keamanan produk pertanian, baik bagi kesehatan manusia ataupun bagi lingkungan, sebagai pertimbangan utama. 5. Netral. Sistem pertanian organik tidak menciptakan ketergantungan atau bersifat netral sehingga tidak memihak pada salah satu bagian ataupun pelaku dalam sistem agroekosistem. 6. Internal. Sistem pertanian organik selalu berupaya mendayagunakan potensi sumber daya alam internal secara intensif. 7. Kontinuitas. Sistem pertanian organik tidak berorientasi jangka pendek, tetapi lebih pada pertimbangan jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan kehidupan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Bumi seisinya ini bukanlah milik kita tetapi merupakan titipan anak cucu kita. 6.26. Sistem Pertanian Terpadu Wididana (1999), terdapat dua model sistem pertanian terpadu (integrated agriculture management), yaitu sistem pertanian terpadu konvensional dan sistem pertanian terpadu dengan teknologi mikroorganisme. Model pertanian terpadu konvensional misalnya tumpang sari antara peternakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagai pakan ikan, atau tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan, di mana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktekpraktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan, karena hanya mengandalkan proses dekomposisi biomassa alamiah yang berlangsung sangat lambat. Oleh karena itu,
4.

diperlukan sentuhan teknologi yang mampu mempercepat proses pembusukan dan penguraian bahan-bahan organik menjadi unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman atau hewan. Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi mikroorganisme dengan memadukan budi daya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan. Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali. 6.27. Sistem Pertanian Masukan Luar Rendah Metode LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut: 1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal yang ada dengan mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, ternak, ikan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar. 2. Pemanfaatan input luar dilakukan hanya bila diperlukan untuk melengkapi unsurunsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan sumber daya biologi, fisik, dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama diberikan pada mekanisme daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan. Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. LEISA berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin meningkatkan potensi sumber daya alam serta memanfaatkannya secara optimal. Tabel 6.1. Sumber daya produksi pertanian yang berasal dari internal dan eksternal Sumber daya internal Sumber daya Eksternal 1 Matahari: sumber energi dalam 1 Cahaya buatan: digunakan pada proses fotosintesis tumbuhan rumah kaca untuk produksi pangan 2 Air: berasal dari hijauan atau 2 Air:berasal dari waduk besar, jaringan irigasi local distribusi terpusat, atau sumur dalam. 3 Nitrogen: fiksasi dari udara atau 3 Nitrogen: terutama berasal dari daur ulang bahan-bahan organic pupuk kimia. 4 Nutrisi lain: berasal dari tanah 4 Nutirisi lain: berasal dari dan daur ulang tanaman penambangan, proses, dan impor. 5 Gulma dan pengendali hama: 5 Gulma dan secara biologi, budaya, dan pengendalianhama:dengan mekanik. herbisida kimia dan insektisida. 6 Benih:diproduksi dari usaha tani 6 Benih:hibrida atau varietas lain sendiri yang diperjual-belikan 7 Mesin pertanian:dirakit dan 7 Mesin pertanian: dibeli dan

dirawat oleh petani dan sering digunakan masyarakat 8 Tenaga kerja: berasal dari 8 Tenaga kerja: bersifat upahan keluarga sendiri atau di sekitar atau tenaga buruh dari luar. usaha tani 9 Modal: bersumber dari keluarga 9 Modal: pinjaman dari lembaga dan masyarakat sekitar usaha pelepas uang secara kredit tani. 10 Manajemen:mengandalkan 10 Manajemen: dari pedagang sesama petani dan komunitas input, PPL, dan sebagainya. lokal Sumber: Francis dan King (1988) op.cit. Young dan Burton (1992). Sistem pertanian berkelanjutan harus dibangun dengan fondasi sumber daya yang dapat diperbaharui yang berasal dari lingkungan usaha tani dan sekitarnya. Pengklasifikasian sumber daya internal dan eksternal akan sangat membantu dalam memahami dan mengembangkan pertanian dengan model LEISA. Dengan model LEISA, kekhawatiran penurunan produktivitas secara drastis dapat dihindari,sebab penggunaan input-input luar masih diperkenankan, sebatas hal tersebut sungguh-sungguh penting atau mendesak dan tidak ada pilihan lain. Model LEISA masih menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input internal dan input eksternal, misalnya penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP, pemakaian pestisida hayati dilakukan bersama-sama dengan pestisida sintesis. Beberapa contoh teknologi pertanian yang potensial untuk mendukung sistem pertanian berkelanjutan, antara lain sebagai berikut: 1. Tumpang sari (intercroping). 2. Rotasi tanaman 3. Agroforestri 4. Silvi-pasture. Merupakan perpaduan antara tanaman hutan atau kayu-kayuan dan rerumputan hijauan pakan ternak sehingga konservasi lebih terjamin dan kebutuhan hijauan pakan ternak tercukupi tanpa merusak lingkungan. 5. Pupuk hijau (green manuring). 6. Konservasi lahan (conservation tillage). 7. Pengendalian biologi (biological control). 8. Pengelolaan hama terpadu (integrated pest management). Dalam pengelolaan hama terpadu (PHT) Indonesia sebenarnya kaya akan tumbuhan yang mengandung senyawa toksik alami, yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati, antara lain nimba (Azadirachta indica A. Juss) yang mengandung senyawa alami aktif sebagai insektisida (azadirachtin, salanin, meliantriol, dan nimbin). Dosis pemakaian antara 20 -30 kg biji nimba per hektar. Pemakaian dapat dilakukan dengan cara disemprotkan, dibenamkan ke dalam tanah, atau dikenakan langsung pada serangga (Martono dan Muni, 1999). Beberapa manfaat yang diraih selama program PHT, yaitu:

Pengeluaran petani dapat dihemat, terutama pengeluaran untuk membeli insektisida 2. produksi setiap musim panen lebih mantap 3. wabah hama, terutama wereng, tidak muncul lagi 4. kesadaran akan bahaya racun pestisida meningkat 5. masalah keracunan dapat dikurangi 6. organisme non-hama benar-benar berperan sebagai sahabat untuk mengatasi seranganhama. 7. hewan bermanfaat (misalnya lebah, katak, ikan, dan belut sawah) dapat diselamatkan; dan 8. polusi udara, tanah, dan air oleh insektisida dapat diminimalkan.
1.

6.28. Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan Sistem pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan pembangunan pedesaan (sustainable agriculture and rural development, SARD) karena selama ini aktivitas produksi dan konsumsi pertanian terbesar berada di daerah pedesaan. Sebagai negara agraris, dapat dikatakan 65% lebih penduduk Indonesia mencari penghidupan dari sektor pertanian yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan. Oleh karena itu, segala program pembangunan di pedesaan seharusnya tidak terlepas dari upaya-upaya mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan yang mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan dan menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat untuk meraih taraf kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Perhatian utama pembangunan berkelanjutan adalah menjaga kesejahteraan umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang sampai akhir hayat. Dengan kata lain, keberlanjutan sumber mata pencaharian mereka tetap terjamin untuk masa sekarang dan masa mendatang. Cadangan sumber daya saat ini adalah warisan bagi generasi mendatang yang tidak boleh berkurang; hutang yang harus kita dibayar. Eksplorasi dan substitusi penggunaan sumber daya memungkinkan untuk dilakukan, sejauh kita mampu memberikan kualitas sumber daya yang lebih baik bagi generasi mendatang. Secara konsepsional, pendekatan kebijakan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari tiga sudut pandang (Munasinghe dan Cruz, 1995). Pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis pada konsep maksimalisasi aliran pendapatan antargenerasi, dengan cara merawat dan menjaga cadangan sumber daya atau modal yang mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya yang langka menjadi keharusan dalam menghadapi berbagai isu ketidakpastian, bencana alam, dan sebagainya. Konsep sosial berkelanjutan berorientasi pada manusia dan hubungan pelestarian stabilitas sosial dan sistem budaya, termasuk upaya mereduksi berbagai konflik sosial yang bersifat merusak. Dalam perspektif sosial, perhatian utama ditujukan pada pemerataan (equity) atau keadilan, pelestarian keanekaragaman budaya dan kekayaan budaya lintas wilayah, serta pemanfaatan praktek-praktek pengetahuan local yang berorientasi jangka panjang dan berkelanjutan. Tinjauan aspek lingkungan berkelanjutan terfokus pada upaya menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan fisik, dengan bagian utama menjaga kelangsungan hidup masing-masin subsistem menuju stabilitas yang dinamis dan menyeluruh pada ekosistem.

WCED (1987) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai "pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkankemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya".

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Istilah Pertanian Menurut Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum pertanian berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian, termasuk: pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Akan tetapi dua istilah pertanian alami dan pertanian organik kita kaji lebih mendalam, maka pengertiannya akan berbeda. Istilah yang pertama pertanian alami mengisyaratkan kukuatan alam mampu mengatur pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali. Istilah yang kedua pertanian organik campur tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan lahan dan berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto, 1997a). Untuk melaksanakan kegiatan pertanian manusia berusaha memanfaatkan sumber daya secara berlebihan sehingga merusak kondisi lingkungan dan biologi, akibatnya terjadi percepatan kerusakan sumber daya alam, tanah dan air. Keberlanjutan sumber daya tanah terpengaruh secara nyata, yang ditunjukkan dengan meningkatkan jumlah masukan dari luar usaha tani yang harus diberikan dari tahun ke tahun untuk memperoleh target hasil yang sama. Dengan demikian adalah kurang tepat apabila kedua istilah ini dipadankan, yang satu tidak menunjukkan campur tangan manusia dan lebih menggantungkan pada kondisi alam, sedang yang lain menitikberatkan pada campur tangan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam tanpa menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang.

Pemahaman Pertanian Alami dan Pertanian Organik Seringkali terdapat pemahaman yang keliru tentang pertanian alami dan pertanian organik. Kedua istilah tesebut praktek sering dianggap sama. Akan tetapi beberapa pendapat di bawah ini membuat lebih jelas. Fukuoka (1985) mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami, dan menjelaskan prinsip pertanian alami:

Tanpa olah tanah. Tanah tanpa diolah atau dibalik. Pada prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik mengangkut memasuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mikrobia tanah, mikro fauna dan cacing tanah.

Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Tanah dibiarkan begitu saja, dan tanah
dengan sendirinya akan memelihara kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses daur-ulang tanaman dan hewan yang terjadi di bawah tegakan hutan.

Tidak dilakukan pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tamanan penutup tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan
membatasi dan menekan pertumbuhan gulma.

Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan
alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami. Menurut MOA Internasional yang diprakarsai oleh Mokichi Okada (1881-1955) pada bulan Januari 1935, kemudian berkembang di 23 negara dengan anggota lebih dari 1 juta orang. Organisasi ini bertujuan memberikan pendidikan/pelatihan keada petani dalam menghasilkan makanan organik melalui pertanian alami. Pemasarannya dilaksanakan melalui toko khusus makanan organik MOA. Dengan demikian pertanian alami mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap bumi yang kita tempati. Pertanian alami terbebas dari penggunaan pupuk kimia atau bahan agrokimia yang lain. Sistem ini berkembang dengan mengandalkan kekuatan alam yang terdiri atas sumber daya matahari, air, bahan tanaman untuk kompospertanian alami bersifat harmonis dengan kondisi ekologi. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan gerakan kembali ke alam. Pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah (LISA) adalah membatasi ketergantungan pada pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma, penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanian campuran, bioherbisida, insektisida organik yang dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman yang baik. Kesalahan persepsi yang sekarang berkembang bahwa apabila kita tidak melaksanakan pertanian modern, maka kita dianggap kembali pada pertanian tradisional dan tanaman yang kita produksi akan turun drastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pertanian organik dilaksanakan dengan baik dengan cepat memulihkan tanah yang sakit akibat penggunaan bahan kimia pertanian. Hal ini terjadi apabila fauna tanah dan mikroorganisme yang bermanfaat dipulihkan kehidupannya, dan kualitas tanah ditingkatkan dengan pemberian bahan organik karena akan terjadi

perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tahap pertama produksi dan konservasi biomassa adalah memobilisasi bahan organik. Melalui proses pengomposan aerob, menggunakan bahan dasar biomassa, sisa petanaman, dan kotoran ternak, maka kualitas dan kuantitas kompos dapat ditingkatkan. Metode pengomposan yang sesuai dan waktu pemanfaat bahan organik perlu diperhatikan, demikian juga inokulan mikrobia yang sesuai. Inokulan komposit untuk proses pengomposan dan inokulan rhizobium dan bakteri pelarut fosfat digunakan sehingga pertumbuhan tanaman legum lebih efektif. Dalam melaksanakan pertanian organik perlu menyertakan tanaman legum dalam pergiliran tanaman, meningkatkan kemampuan tanaman legum dalam menambat nitrogen, dan penggunaan pupuk hijau: rumput, gulma untuk bahan kompos sejauh limbah pertanaman dan limbah ternak selalu dimonitor. Gatra kedua dihindarkan penggunaan bahan kimia dalam pertanian organik adalah untuk mencari metode alternatif mengendalikan gulma, penyakit dan hama. Selain mengendalikan secara mekanis dengan mencabut gulma dan mengembalikannya diantara barisan tanaman, pergiliran dan pengendalian secara biologis perlu diadaptasikan. Kurang lebih terdapat 70 jenis tanaman yang ada di USA untuk mengendalikan gulma. Patogen dapat dikendalikan tanpa menggunakan bahan kimia. Di antara metode yang tersedia, baik persilangan multigenetik dan varietas spesifik, cara pertanaman termasuk rotasi, mengubah pH, sanitasi, penyesuaikan waktu tanam dan pemanenan, pemberoan tanah dan pengendalian hayati telah dicoba untuk dilaksanakan. Bahkan nematoda dapat dikendalikan melalui metode yang disebutkan di atas. Hama tanaman dapat dikendalikan dengan menggunakan beberapa metode selain penggunaan bahan kimia pertanian. Keragaman ekosistem dapat dikembangkan melalui pergiliran tanaman. Pengolahan tanah dan cara-cara budi daya yang lain dan penggunaan spesies yang eksoktik dapat digunakan untuk mengendalikan hama. Pemanfaatan insekta steril dan insekta feromon untuk mengendalikan hama makin populer. Semua metode ini berdasarkan pada strategi ekologis dalam mengendalikan hama, dengan demikian memperhatikan faktor mortalitas, musuh alam, iklim, dan pengelolaan tanaman. Pertanian organik cenderung melindungi tanah dari kerusakan akibat erosi. Berkenaan dengan hal ini, sedikit saja tanah yang rusak akibat pengolahan yang dalam. Kelengasan tanah dipertahankan dengan menggunakan mulsa dan tanaman penutup tanah. Semua ini hanya mungkin dilakukan di kebun atau pekarangan, tetapi kurang berfungsi di sawah atau ladang. Penambangan hara dari bagian tanah di bawah permukaan dapat terjadi dengan cara melaksanakan pertanaman campuran hutan-padang rumput (silvopature), hutantani dan agrihortikultur. Seresah dedaunan yang berasal dari tanaman yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya keseimbangan hara apabila digunakan sebagai mulsa atau dicampur langsung dengan tanah lapisan olah. Ternak ruminansia, perikanan, dan ternak unggas, harus dikembangkan secara teradu sehingga merupakan bagian dari pertanian organik. Melalui pengolahan tanah yang baik dapat diketahui kebutuhan hara tanaman serta kondisi lingkungan dan ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa harus tergantung pada pupuk kimia dan pestisida. Dengan demikian konsep pertanian alami dan organik dapat diuji dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora dan fauna tanah. Meningkatkan keragaman semua kehidupan tetapi tetap harmonis dengan alam, tanpa harus melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.

Perkembangan Pertanian Organik Pertanian organik berkembang secara cepat terutama di negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia timur (Jepang, Korea, Taiwan). Di Asia, terutama di daratan China, pertanian organik dilaksanakan sebelum pupuk kimia diperkenalkan secara meluas pada tahun 1960. Sistem ini selama berabad-abad mampu mencukupi kebutuhan pangan penduduk terpadat di dunia yang pada saat ini telah melampaui satu milyar. Petani China dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan lahan pertanian dengan cara menambahkan endapan lumpur danau atau sungai. Melalui program revolusi hijau, produksi pangan dunia meningkat secara dramatis, sehingga mampu mengatasi kerawanan pangan terutama di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latih. Penginkatan produksi pangan tidak terlepas dari penggunaan produk teknologi modern seperti benih unggul, pupuk kimia/pabrik, pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan pertanaman monokultur. Akan tetapi pada kenyataannya program revolusi hijau hanya dapat berhasil di wilayah dengan sumber daya tanah dan air yang baik, serta infrastruktur mendukung.

Teknologi revolusi hijau lebih banyak dilaksanakan di lahan persawahan yang mempunyai infrastruktur mendukung.
Menurut pakar ekologi, teknologi modern (pertanian tergantung bahan kimia) berdasarkan pertimbangan fisik dan ekonomi dianggap berhasil menanggulangi kerawanan pangan, tetapi ternyata harus dibayar mahal dengan makin meningkatnya kerusakan/degradasi yang terjadi di permukaan bumi, seperti desertifikasi, kerusakan hutan, penurunan keragaman hayati, selinitas, penurunan kesuburan tanah, pelonggokan (accumulation) senyawa kimia di dalam tanah maupun perairan, erosi dan kerusakan lainnya. Sampai saat ini masih merupakan dilema berkepanjangan antara usaha meningkatkan produksi pangan dengan yang menggunakan dan setiap produk tidak waktu agrokimia dan usaha pelestarian yang lingkungan sama yang berusaha mengendalikan/membatasi penggunaan bahan-bahan tersebut. Penggunaan pupuk pabrik dan pestisida berlebihan terkendali mempunyai dampak terhadap dan lingkungan: cenderung penggunaannya meningkat, kemangkusannya (efficiency) menurun,

berdampak negatif terhadap lingkungan (Sanganatan, 1989). Pada waktu dunia mengalami krisis energi fosil yang terjadi pada tahun tujuh puluhan, banyak negara industri yang semula sebagai penganjur digunakannya pupuk pabrik maupun racun kimia pemberantas hama, telah berupaya mengembalikan teknologi alternatif. Karena harga energi fosil meningkat dan sumber minyak makin menurun, maka pupuk organik sebagai pupuk alternatif mulai populer kembali setelah cukup lama tidak pernah dimanfaatkan dalam program pemupukan. Krisis ini juga banyak melanda negara sedang berkembang sehingga mengalami kesulitan dalam memproduksi pupuk maupun mengimpor pupuk yang harganya mahal. Sejak saat itu banyak negara mulai mengganti pupuk pabrik dengan pupuk organik sebagai sumber nutrisi tanaman (FAO, 1990). Pertanian organik akan banyak memberikan keuntungan ditinjau dari gatra peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun ternak, serta dari gatra lingkungan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem. Di samping itu, dari gatra ekonomi akan lebih menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk, bahan kimia pertanian, serta memberi banyak kesempatan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.

Pada prinsipnya, pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah (low-input technologi) dan upaya menuju pembangunan pertanian berkelanjutan. Kita mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budi daya manusia dalam merusak lingkungan. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumber daya alam ada batasnya. Menurut Harwood (1990) ada tiga kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, ialah: (i) produksi pertanian harus ditingkatkan tetapi efisien dalam pemanfaatan sumber daya, (ii) proses biologi harus dikontrol oleh sistem pertanian itu sendiri (bukan tergantung pada masukan yang berasal dari pertanian), dan (iii) daur hara dalam sistem pertanian harus lebih ditingkatkan dan bersifat lebih tertutup. Prinsip Ekologi Pertanian Organik Masalah yang sering timbul adalah kesalahan persepsi tentang pertanian organik yang menerapkan masukan teknologi berenergi rendah (LEISA). Ada yang berpendapat sistem pertanian dengan masukan teknologi berenergi rendah adalah bertani secara primitif atau tradisional, seperti yang dikembangkan oleh nenek moyang kita turun-temurun sebelum diperkenalkan pertanian modern. Sebetulnya sistem pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern, termasuk: benih hibrida berlabel, melaksanakan konservasi tanah dan air, serta pengolahan tanah yang berasaskan konservasi. Sudah saatnya kita mulai memperhatikan sistem pertanian yang sepadan baik dari lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi. Meskipun budi daya organik dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan kepada pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan banyak menghadapi kendala. Faktor-faktor kebijakan pemerintah dan sosio-politik sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi. Memperhatikan pengalaman studi agroekologi pertanian tradisional diwilayah tropika basah, maka prinsip ekologi dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan pertanian organik. Penerapan suatu teknologi tidak dapat digeneralisir begitu saja untuk semua tempat, tetapi harus bersifat spesifik lakasi

(site spesific) dengan mempertimbangkan kearifan tradisional (indigenous knowledge) dari masingmasing lokasi. Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:

Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi. Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman. Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu.

Prinsip di atas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan strategi pengembangan. Masingmasing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaratan (continuity) dan identitas masing-masing usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal (kendala sumber daya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan pasar. Pada prinsipnya, aliran hara terjadi secara konstan. Unsur hara yang hilang atau terangkut bersama hasil panen, erosi, pelindian dan volatilisasi harus digantikan. Untuk mempertahankan sistem usaha tani tetap produktif dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah dan tidak melebihi hara yang ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu. Pertanian Berwawasan Lingkungan Pengertian umum yang saat ini digunakan untuk memahami pertanian berkelanjutan adalah prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang betujuan agar pertanian layak dan menguntungkan secara ekonomi, secara ekologi dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara budaya sesuai dengan kondisi setempat, serta menggunakan pendekatan holistik. Ciri-ciri pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah: 1. 2. mampu meningkatkan produksi pertanian dan menjamin keamanan pangan di dalam negeri; mampu menghasilakan pangan yang terbeli dengan kualitas gizi yang tinggi serta menekan atau meminimalkan kandungan bahan-bahan pencemat kimia maupun bekteri yang membahayakan; 3. tidak mengurangi dan merusah kesuburan tanah, tidak meningkatkan erosi, dan menekan ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan; 4. mampu mendukung dan menopang kehidupan masyarakat pedesaan dengan meningkatkan kesempatan kerja, menyediakan penghidupan yang layakdan mantap bagi para petani; 5. tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang bekerja atau hidup di lingkungan pertanian, dan bagi yang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian; 6. melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lahan pertanian dan pedesaan serta melestarikan sumber daya alam dan keragaman hayati. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Apakah Pertanian Sekarang Sudah Berkelanjutan? Peduduk dunia makin meningkat, pertanyaan yang timbul apakah keseimba-ngan lingkungan dan kapasitas produksi dari sumber daya lahan yang tersedia dapat dipertahankan tanpa menimbulkan konflik antara manusia dan lingkungan. Dalam tiga dekade terakhir kebutuhan pangan dunia meningkat akibat jumlah penduduk yang teus bertambah, maka dunia perlu memperhatikan bahwa peningkatan produksi pangan yang ada sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Pada saat ini, hasil panen secara fisik merupakan ukuran keberhasilan kelestarian produksi pertanian, dengan alasan pertumbuhan dan hasi pertanian sangat tergantung pada banyak faktor, termasuk tanah, iklim, hama dan penyakit. Tetapi pengukuran kelestarian semacam ini memerlukan ketersediaan data yang baik dalam kurun waktu yang lama, sehingga kecenderungan hasil yang terukur dalam jangka panjang

harus dipisahkan dari data akibat variasi iklim dan pengolahan yang kurang baik. Dengan demikian, akan lebih baik apabila kita mempunyai indikator tanah dan peramalan yang dapat digunakan lebih awal dalam memberikan peringatan kemungkinan terjadinya penurunan hasil, karena banyak faktor yang mempengaruhi perubahan kesuburan tanah yang terjadi secara sangat lambat. Walaupun tampak lebih sederhana untuk menerapkan indek kelestarian penggunaan lahan yang berlaku secara global, tetapi dalam praktek sangat sulit untuk ditetapkan, bahkan tidak banyak membantu. Hal ini karena sistem pertanian yang berkembang di suatu tempat sangat tergantung pada faktor lokal, misalkan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, ketersediaan air, pengolahan tanah, ketersediaan modal, dan masingmasing tempat mempunyai kombinsi yang berbeda (Sutanto, 1997b). Problem dan Prospek Pertanian Organik Sampai saat ini masih berkembang pemahaman yang keliru tentang pertanian organik: (i) biaya mahal, (ii) memerlukan banyak tenaga kerja, (iii) kembali pada sistem pertanian tradisional, serta (iv) produksi rendah. Beberapa hal yang menjadi kendala: (a) ketersediaan bahan organik terbatas dan takarannya harus banyak, (b) transportasi mahal karena bahan bersifat ruah, (c) menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, (d) tidak adanya bonus harga produk pertanian organik. Ada dua macam praktek pertanian yang berkembang: (1) Teknologi Revolusi Hijau (khusnya sawah), dan (2) Teknologi Tanah Kering. Teknologi yang pertama cukup berhasil di wilayah dengan infrastruktur mendukung, sedang teknologi yang kedua pengembagannya masih sangat terbatas, dan ada kesan masih terabaikan. Garis besar sejarah pembangungan pertanian di Indonesia sebelum diperkenalkan teknologi revolusi hijau sampai sekarang dapat dilihat pada gambar 1.3. Meskipun cukup banyak kritik yang dilontarkan dengan teknologi hijau, tetapi melalui IPTEK telah membawa Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar menjadi negara swasembada pangan pada tahun 1984. Peluang Pengembangan Pertanian Organik Setiap orang kurang lebih mempunyai pendangan yang sama bahwa diperlukan usha meningkatkan produktivitas lahan dan melaksanakan konservasi tanah dalam mengantisipasi kebutuhan pangan dan degradasi lahan yang makin meningkat. Dalam melaksanakan program tersebut, ada beberapa peluang yang perlu diperhatikan, secara rinci dapat dilihat di bawah ini, dan merupakan salah satu komponen pertanian organik. 1.

Peningkatan biomassa sebagai sumber utama masukan organik hanya mungkin dilaksanakan di
daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi. Tetapi akan banyak menhadapi kendala di daerah yang beriklim relatif kering. Pengembangan jenis tanaman pohon yang cepat tumbuh di sekitar lokasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk meningkatkan bahan organik. Akan tetapi, pengumpulan, prosesing dan pemanfaatan biomassa memerlukan pandangan yang sama.

2.

Kompos yang diperkaya bahan dasar pembuatan kompos dianekaragamkan dengan memanfaatkan
bahan yang tersedia setempat. Metode yang telah diuji dan diperbaiki, termasuk teknologi EM dan teknologi lainnya perlu pengujian lebih lanjut dan dimasyarakatkan untuk memperbaiki kualitas kompos.

Perspektif gatra teknis pembangunan pertanian di Indonesia 1.

Pupuk hayati yang sudah dimasyarakatkan diperbesar produksinya untuk memberikan kesempatan
yang lebih luas pada petani memanfaatkan pupuk hayati. Lebih sepadan mengembangkan pupuk hayati berdasarkan potensi mikroorganisme yang ada di Indonesia. Sedang pupuk hayati yang harus diimpor perlu dikembangkan teknologinya di Indonesia, temasuk alih teknologi

2.

Pestisida hayati cukup banyak bahan dasar tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk
perlindungan tanaman yang pada saat ini perhatian dan penggunaannya masih sangat terbatas. Hal ini membuka peluang lebih besar dalam menggali keragaman sumber daya hayati kita untuk dikembangkan menjadi pestisida hayati.

3.

Pengetahuan/Teknologi Tradisional meskipun cukup banyak teknologi tradisional yang telah


berkembang terutama dalam menghasilkan tanaman, perlindungan tanaman tehadap serangan hama dan penyakit, namun masih diperlukan usaha menggali kembali kearifan tradisional dengan tinjauan ilmiah dan mengembangkan teknologi yang akrab dengan lingkungan. Masih cukup banyak wilayah Indonesia yang memerlukan perhatian.

Prospektif Pertanian Organik di Indonesia Dalam penerapannya pertanian organik banyak menghadapi kendala berupa keruahan(bulkiness) pupuk organik, takarannya harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik dalam jumlah yang cukup. Misalnya, limbah panen digunakan untuk makanan ternak, jerami padi diminati pabrik kertas, ampas tebu digunakan sendiri oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, sampah kota dan pemukiman digunakan untuk menimbun lahan yang rendah atau cekungan untuk memperluas lahan yang dipersiapkan untuk mendirikan bangunan terutama di kota-kota besar. Pupuk hayati masih berada pada taraf awal pengembangan. Pada waktu ini keberhasilannya masih terbatas, karena produksinya belum dapat memenuhi jumlah kebutuhan. Kita perlu meneladan negaranegara yang lebih maju dan berkembang dalam mencukupi kebutuhan pupuk hayati. Di Indonesia, kebijakan yang berlangsung belum memikirkan ke arah itu, karena masih mementingkan dan mengunggulkan budi daya kimiawi. Bioteknologi yang menjadi dasar pengembangan pupuk hayati baru pada tahap awal pengembangan.

APA ITU PESTISIDA?


Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.

BBagi kehidupan rumah tangga, yang dimaksud hama adalah meliputi semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidupnya, seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat, kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraannya.

Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman, khususnya untuk pertanian dan kehutanan pada tahun 2008 hingga kwartal I tercatat 1702 formulasi yang telah terdaftar dan diizinkan penggunaannya. Sedangkan bahan aktif yang terdaftar telah mencapai 353 jenis. Dalam pengendalian hama tanaman secara terpadu, pestisida adalah sebagai alternatif terakhir. Dan belajar dari pengalaman, Pemerintah saat ini tidak lagi memberi subsidi terhadap pestisida . Namun kenyataannya di lapangan petani masih banyak menggunakannya. Menyikapi hal ini, yang terpenting adalah baik pemerintah maupun swasta terus menerus memberi penyuluhan tentang bagaimana penggunaan pestisida secara aman dan benar. Aman terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat (tepat jenis pestisida, tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran).

pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian

memberantas gulma mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan memberantas atau mencegah hama air memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

PERANAN PESTISIDA Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain. Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah:

harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati efisien untuk mengendalikan hama tertentu meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum

harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi) harga terjangkau bagi petani.

Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan penggunaannya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama dapat ditekan. Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan menggunakan pestisida dapat meningkatkan hasil 40 persen pada tanaman coklat. Di Pakistan dengan menggunakan pestisida dapat menaikkan hasil 33 persen pada tanaman tebu, dan berdasarkan catatan dari FAO penggunaan pestisida dapat menyelamatkan hasil 50 persen pada tanaman kapas.

Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh jasad pengganggu.

7aDAMPAK

REVOLUSI HIJAU BAGI LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Revolusi hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Mengubah dari pertanian yang tadinya menggunakan teknologi tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju atau modern. Dengan adanya revolusi hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serelia. Di Indonesia, revolusi hijau dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) yaitu merupakan program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah dan swasembada beras karena pada waktu itu pemerintah mengkomandokan untuk penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, penggunaan pupuk kimia, penggunaan pestisida dan lain-lain. Namun berakibat terhadap berbagai organisme penyubur tanah musnah, kesuburan tanah merosot/tandus, tanah mengandung residu (endapan pestisida), keseimbangan ekosistem rusak dan terjadi peledakan serangan dan jumlah hama. Selain memiliki dampak negatif, revolusi hijau pun memiliki dampak positif, seperti meningkatkan peroduktivitas tanaman pangan, peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industri menjadi terpenuhi dan keberhasilan mencapai swasemada beras, kualitas tanaman pangan semakin meningkat.

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui: Mengetahui pengertian dan ciri-ciri dari revolusi hijau, Mempelajari ampak positif dari revolusi hijau, Mempelajari dampak negatif dari revolusi hijau, Memahami pelaksanaan dan penerapan dari revolusi hijau, Upaya pemerintah terhadap revolusi hijau tersebut.

1. 2. 3. 4. 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Revolusi hijau atau yang biasa dikenal BIMAS bagi petani tujuan utamanya adalah untuk menaikkan produktifitas sektor pertanian, khususnya sub-sektor pertanian pangan, melalui penerapan paket teknologi modern. Revolusi hijau telah berhasil mengubah sikap para petani. Perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kenaikan produktivitas sub-sektor pertanian pangan, sehingga mampu mencapai swasembada pangan. Akan tetapi, meskipun revolusi hijau mampu mencapai tujuan makronya, yakni meningkatkan produktifitas sub-sektor pertanian pangan, namun pada tingkat mikro revolusi hijau tersebut telah menimbulkan berbagai masalah sendiri (Soetrisno, 2002). Revolusi hijau adalah penghalang terbesar bagi gagasan reformasi agraria dan land reform. Revolusi hijau selain memperburuk kehidupan petani juga menyebabkan semakin dikuasainya sebagian besar alat produksi di tangan segelintir orang, dan juga mengakibatkan tergusurnya petani perempuan di sawah. Revolusi hijau secara kultural, ekonomi, politik, dan pengetahuan, telah mengakibatkan proses dehumanisasi dipedesaan. Dengan begitu, program tersebut tidak akan mengantarkan terwujudnya petani sejati (Sukoco, 1999). Revolusi Hijau menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, termasuk Indonesia. Orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini adalah Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970. Revolusi Hijau menitikberatkan pada empat pilar penting, yaitu : penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia, penerapan pestisida kimia untuk mengatasi serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Revolusi Hijau menandai berdirinya pabrik-pabrik pupuk dan pestisida kimia skala makro di berbagai negara. Di Indonesia telah dibangun pabrik pupuk PUSRI, Petrokimia Gresik, Pupuk Kujang, Pupuk Kaltim dan Pupuk Iskandar Muda sebagai pabrik pupuk terbesar di ASEAN pada saat itu. Revolusi Hijau menjadikan tanah sebagai media. Artinya tanah bersifat pasif, menerima segala input (kimia) yang dimasukkan ke dalamnya. Pemberian input yang seringkali over dan tidak bijaksana, lambat laun memberikan dampak negatif untuk kesuburan tanah tersebut. Pada akhirnya Revolusi Hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika. Di Indonesia sendiri setelah sekian lama menerapkan teknologi pertanian ini, dampak negatif yang ditimbulkan sangat dirasakan oleh petani di hampir seluruh wilayah pertanian. Berkurangnya kesuburan tanah yang

ditandai dengan kian mengikisnya bahan organik tanah, tingginya tingkat serangan hama pengganggu, merosotnya produktifitas pertanian, makin tidak terjangkaunya harga pupuk dan pestisida kimia, melambungnya harga bibit unggul dan timbulnya problem lingkungan dan kesehatan manusia (Jayakesumah, 2011). Revolusi Hijau merupakan bagian dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian pada abad sekarang ini. Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern. Lahirnya Revolusi Hijau melalui proses panjang dan akhirnya meluas ke wilayah Asia dan Afrika. Revolusi Hijau mulai mendapat perhatian setelah Thomas Robert Malthus (17661834) mulai melakukan penelitian dan memaparkan hasilnya. Malthus menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Revolusi Hijau adalah proses keberhasilan para teknologi pertanian dalam melakukan persilangan (breeding) antar jenis tanaman tertentu sehingga menghasilkan jenis tanaman unggul untuk meningkatkan produksi bahan pangan. Jenis tanaman unggul itu mempunyai ciri berumur pendek, memberikan hasil produksi berlipat ganda (dibandingkan dengan jenis tradisional) dan mudah beradaptasi dalam lingkungan apapun, asal memenuhi syarat, antara lain: a. tersedia cukup air; b. pemupukan teratur; c. tersedia bahan kimia pemberantas hama dan penyakit; d. tersedia bahan kimia pemberantas rerumputan pengganggu. Revolusi Hijau dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan umat manusia, tetapi juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan umat manusia. Keuntungan Revolusi Hijau bagi umat manusia, antara lain sebagai berikut. a. Revolusi Hijau menyebabkan munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek sehingga intensitas penanaman per tahun menjadi bertambah (dari satu kali menjadi dua kali atau tiga kali per dua tahun). Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak. Demikian juga keharusan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit akan menambah kebutuhan tenaga kerja. b. Revolusi Hijau dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan paket teknologi, biaya produksi memang bertambah. Namun, tingkat produksi yang dihasilkannya akan memberikan sisa keuntungan jauh lebih besar daripada usaha pertanian tradisional. c. Revolusi Hijau dapat merangsang kesadaran petani dan masyarakat pada umumnya akan pentingnya teknologi. Dalam hal ini, terkandung pandangan atau harapan bahwa dengan masuknya petani ke dalam arus utama kehidupan ekonomi, petani, dan masyarakat pada umumnya akan menjadi sejahtera. d. Revolusi Hijau merangsang dinamika ekonomi masyarakat karena dengan hasil melimpah akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di masyarakat (Sambas, 2011). Revolusi hijau telah memainkan peranan yang sangat vital dalam mengatasi kelaparan di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam dekade awal, revolusi hijau mengalami perkembangan yang pesat dan dapat mencukupi kebutuhan pangan sesuai laju pertambahan penduduk dunia. Tidak terkecuali, negara kita juga menerapkan revolusi hijau yang menjadi prioritas program pemerintah pada masa Orde Baru. Segala upaya dan banyak dana disediakan untuk mendukung program ini sehingga pada tahun 1984, Indonesia pernah

mencapai swadaya beras. Petani tidak banyak mempunyai pilihan didalam memilih jenis padi yang akan ditanam karena sudah ditentukan oleh pemerintah. Revolusi hijau diterapkan diseluruh Indonesia terlebih pada daerah-daerah yang dikenal sebagai sentra produksi pangan (Suwantoro, 2008).

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Materi Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Peningkatan tersebut dengan cara mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern, yakni pertanian dengan memanfaatkan atau menggunakan teknologi lebih maju dari waktu sebelumnya. Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting, antara lain: penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi nontradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani. Berikut ciri-ciri dari revolusi hijau adalah sebagai berikut. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi, atau istilah lainnya monokultur. Teknik ini dilakukan dikarenakan perhitungan pragmatis, bahwa jika tanaman yang sama, maka kebutuhan akan obat dan pupuk juga akan sama. Jadi mempermudah merawatnya

1.

2.

3.

Penggunaan bibit yang unggul yang tahan terhadap penyakit tertentu dan juga hanya cocok ditanam di lahan tertentu. Kemajuan teknologi dengan teknik kultur jaringan, memungkinkan memperoleh varietas tertentu sesuai dengan yang diharapkan. Dan dengan penelitian terus menerus, maka semakin hari umur tanaman makin pendek. Pemanfaatan teknologi maju. Misalnya bajak oleh binatang, digantikan oleh mesin traktor. Dampaknya adalah semakin hemat tenaga kerja, tetapi akan memerlukan modal yang besar.
Berikut adalah pelaksanaan dan penerapan dari revolusi hijau: Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani. Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi dan komunikasi. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja. Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu. Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR. Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi. Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri pupuk nasional. Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa). Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan cara: Intensifikasi Pertanian Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi : Pemilihan Bibit Unggul Pengolahan Tanah yang baik Pemupukan Irigasi Pemberantasan Hama Ekstensifikasi Pertanian Ekstensifikasi pertanian yaitu memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahanlahan baru (misalnya mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan). Diversifikasi Pertanian Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani. 4. Rehabilitasi Pertanian Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.

1. 2. 3. 4. 5.

6. 7. 8.

1. a) b) c) d) e) 2.

3.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Adapun dampak positif dari revolusi hijau adalah sebagai berikut. Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian. Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau. Kekurangan bahan pangan dapat teratasi. Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis. Pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industri menjadi terpenuhi. Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Akan tetapi, terdapat dampak negatif dari revolusi hijau, antara lain:

1.

2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah. Penurunan keanekaragaman hayati. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan lahan dan tanaman pada pupuk. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten
Penggunaan pupuk buatan dan pestisida secara berlebihan akan mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak subur lagi. Berkurangnya keanekaragaman genetik jenis tanaman tertentu yang disebabkan oleh penyeragaman jenis tanaman tertentu yang dikembangkan. Adanya mekanisme pertanian mengakibatkan cara bertani tradisional menjadi terpinggirkan. Rasa kegotong royongan semakin menurun. Munculnya komersialisasi produksi pertanian Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan petani di desa dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan kepentingan. Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat hubungan antar lapisan. Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual beli. Harga tanah yang tinggi tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan bawah sehingga petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas tanah. Menyebabkan tingkat pendapatan pun akan berbeda. Muncul kesenjangan yang terlihat dari perbedaan gaya bangunan maupun gaya berpakaian penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial. Mulai ada upaya para petani untuk beralih pekerjaan ke jenis yang lain seiring perkembagan teknologi.

1.

Isu kerusakan lingkungan saat menjadi semakin santer di berbagai media masa. Kerusakan lahan akibat praktek usaha yang dilakukan manusia telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap perubahan kesimbangan lingkungan yang berakibat pada terjadinya perubahan iklim yang drastis serta terjadinya berbagai bencana.

2.

Usaha pertanian disebutkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam kerusakan lingkungan pada beberapa dekade terakhir. Peningkatan penduduk yang begitu besar harus dimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pangan secara cepat pula. Berbagai usaha pertanian terus dikembangkan seiring permintaan produk yang begitu tinggi. Berbagai masukan teknologi diberikan dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara memuaskan.

3.

Seiring dengan seruan revolusi hijau dan gerakan swasembada pangan, usaha pertanian dilakukan dengan sangat intensif, untuk mengejar produksi yang tinggi. Namun demikian, hal tersebut ternyata tidak dibarengi dengan profesionalisme dan perencanaan yang matang sehingga tidak mengedepankan konsep keberlanjutan. Pengusahaan lahan pertanian yang begitu intensif mengambil hara dalam bentuk hasil panenan tidak diimbangi dengan pengembalian input yang sesuai, sehingga menyebabkan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan yang efeknya berkepanjangan bahkan tidak hanya terjadi di wilayah pengusahaan pertanian namun berimbas ke daerah lain yang memiliki hubungan perairan terutama daerah sedimentasi maupun muara sungai.

4.

Dalam mengembangangkan suatu sistem pertanian, kita harus mengedepankan konsep keberlanjutan. Pemanfaatan teknologi pengelolaan lahan serta konservasi sumberdaya air sangat penting untuk diterapkan dalam suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Karena konsep sistem pertanian yang berkelanjutan tergantung pada seluruh kemajuan dari sisi kesehatan manusia serta kesehatan lahan.

5.

Saat ini kita juga mengenal sebuah konsep Low Eksternal Input Sustainable Agriculture (LEISA) yang merupakan penyangga dari konsep pertanian terpadu dan pertanian yang berkelanjutan. Konsep ini mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku pola pertanian terpadu, sehingga nantinya akan menjaga kelestarian usaha pertanian agar tetap eksis dan memiliki nilai efektifitas, efisiensi serta produktifitas yang tinggi. Dalam konsep ini dikedepankan dua hal : yang pertama adalah memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa budidaya menjadi pakan ternak dan yang kedua adalah mengubah limbah peternakan menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses budidaya tanaman. Konsep LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi serta pengetahuan dan praktek pertanian masyarakat setempat/tradisional. Agro-ekologi merupakan studi holistik tentang ekosistem pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan manusia. Dengan pemahaman akan hubungan dan proses ekologi, agroekosistem dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar dapat menghasilkan secara berkelanjutan, dengan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan maupun sosial serta meminimalkan input eksternal. Konsep ini menjadi salah satu dasar bagi pengembangan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan menurut definisi dari Gips, 1986 cit. Reijntjes, (1999) adalah

6.

Mantap secara Ekologis,

7.

Yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan, dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbarui.

8. Bisa berlanjut secara ekonomis 9. Yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk usaha tani yang langusng namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumber daya alam dan meminimalkan resiko. 10. Adil 11. Yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan baik di lapangan maupun di dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya. 12. Manusiawi 13. Yang berarti bahwa, semua bentuk kehidupan tanaman, hewan, dan manusia dihargai. Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati, dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spiritual masyarakat dijaga dan dipelihara. 14. Luwes 15. Yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar, dan lainlain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya. 16. Apabila kita telah dapat menghayati dan meresapi konsep pertanian berkelanjutan maka kedepan tentunya kita akan dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan sekaligus memelihara tatanan sosial yang sehat di masyarakat kita, karena bagaimanapun kelestarian lingkungan (agrekosistem) yang merupakan sumber kehidupan masyarakat kita di masa lalu, kini dan masa mendatang.

17.

You might also like