You are on page 1of 11

I.

PENDAHULUAN Penyakit Alzheimer merupakan penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron khususnya lobus frontalis, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku. penyakit alzheimer atau yang lebih sering disebut alzheimer disease (AD) sering ditemukan dan menyebabkan lebih dari 50% kasus demensia, dan termasuk dalam demensia progresif yang primer. penyakit alzheimer pada awalnya ditemukan oleh alois alzheimer pada tahun 1907, alois alzheimer merupakan ahli psikiatri dan neuropatologi.(patof kowalak,patof corwin, makal) penyakit alzheimer dapat ditemukan pada orang dengan usia lanjut maupun pada usia pertengahan, namun lebih sering ditemukan pada orang dengan usia lanjut karena terjadi proses penuaan, mumnya terjadi setelah usia 65 tahun. Dengan penderita yang dibawah 58 tahun disebut early onset dan yang lebih dari 58 tahun disebut late onset. semakin tingginya usia harapan hidup pada suatu negara maka orang dengan usia lanjut pun akan lebih banyak, sehingga dapat dimungkinkan akan lebih banyak penderita AD pada negara itu. penyakit alzheimer atau alzheimer disease mengganggu beberapa proses penting yaitu hubungan antar sel saraf, metabolisme, dan proses perbaikan. karena gangguan tersebut mengakibatkan banyak sel saraf yang tidak berfungsi, kehilangan kontak dengan sel-sel saraf lain, dan mati. saraf mengeluarkan asetilkolin yang penting dalam membentuk memori jangka pendek. awalnya AD merusak saraf-saraf pada bagian otak yang mengatur memori, khususnya pada hipokampus. (patof corwin, patof price,
jurnal )

Saat sel hipokampus berhenti berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan mengakibatkan kegagalan dalam ingatan jangka pendek, dilanjutkan dengan kegagalan untuk melakukan perbuatan yang mudah dan tugas-tugas biasa. penyakit alzheimer juga menyerang korteks serebri, khususnya daerah yang bertanggung jawab terhadap terhadap bahasa dan pemikiran, karena kerusakan berbahasa maka akan menurunkan kemampuan seseorang dalam mengambil

keputusan, dan merubah kepribadian seseorang menjadi lebih agresif, emosi yang meledak-ledak, serta terkadang pergi tanpa tau arah dan tujuannya. (patof price, ) Cepatnya kemunduran fungsi sangat bervariasi pada setiap individu, harapan hidup pada seseorang yang menderita alzheimer dari awitan permulaan adalah 3 hingga 20 tahun. tergantung dari individu masing-masing penderita. Al zheimer sendiri dibedakan menjadi 3 stadium : a. Stadium I : Penderita sudah mulai mengalami gangguan dalam mengingat atau amnesia, namun hanya pada ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang relatif masih bisa di pertahankan dan masih baik untuk tetap diingat, kegelisahan, capek, dan emosi depresif merupakan perubahan ringan yang sering terjadi. Berlangsung selama 2-4 tahun.(neurogeriatri) b. Stadium II : Pada stadium ini penderita mulai bingung, ditandai karena mundurnya kognisi yang melibatkan banyak aspek luhur secara progresif. Penderita menjadi sangat agresif dan berkeinginan untuk mengembara, susah untuk mengenal anggota keluarganya, mulai bersikap semasa muda dulu. Berlangsung selama 2-10 tahun.(neurogeriatri) c. Stadium III : Atau stadium akhir, memori ataupun daya ingat penderita sudah sangat buruk. Menjadi sangat bergantung pada orang lain menganai hal-hal dasar kehidupan, nutrisi dan kebersihan diri sudah tidak pernah diperhatikan lagi.(neurogeriatri) II. EPIDEMIOLOGI Penyakit alzheimer banyak diderita oleh orang dengan usia lanjut, umumnya penderita alzheimer berusia di atas 65 tahun, semakin tinggi angka harapan hidup di suatu negara maka semakin tinggi pula orang dengan usia lanjut maka kemungkinan untuk peningkatan penderita alzheimerpun akan terjadi, tingginya angka harapan hidup di negara maju seperti negara-negara dibenua amerika dan eropa maka memungkinkan penderita alzheimer lebih banyak dibandingkan

negar-negara dengan angka haraan hidup rendah di negara-negara berkembang seperti di asia teggara, salah satunya adalah indonesia.(IPD, neurogeriatri, ) Penderita penyakit alzheimer dibawah 65 tahun kurang dari 1 % tetapi penderita alzheimer meningkat dengan cepat saat berusia 65 tahun menjadi 5% hingga 10% dan sangat meningkat pada usia diatas 85 tahun mencapai 30% hingga 40%. Durasi rata-rata pada penderita alzheimer dari awal mula munculnya gejala hingga pada kematian yaitu 10 tahun, dengan kisaran 4 hingga 16 tahun, wanita mampu bertahan hidup dengan alzheimer lebih lama di bandingkan dengan laki-laki, dan tingkat kejadian alzhiemer pun lebih tinggi 2 kali lipat dibandingkan dengan kejadian pada laki-laki terutama pada usia 85 tahun. Pada keluarga yang orang tuanya menderita alzheimer memungkinkan keturunannya memiliki resiko menderita alzheimer sangat tinggi dan kemungkinan besar terjadi pada wanita dibandingkan pada laki-laki. (IPD, jurnal, makalh, patof price) III. PATOFISIOLOGI Patofisiologi penyakit alzheimer dapat dilihat secara makroskopia dan secara mikroskopis. Secara makroskopis, perubahan otak pada penderita penyakit alzheimer adalah kerusakan berat pada neuron korteks serta hipokampus, serta terjadinya penimbunan amiloid pada pembuluh darah intrakranial. Dan secara mikroskopik terjadi perubahan morfologis dan biokimia pada neuron-neuron. (patof
price, patof corwin)

Perubahan morfologis pada neuron terdiri dari dua lesi yang pertama adalah kekusutan neurofibrilaris dan yang kedua adalah plak senilis. Lesi yang pertama adalah kekusutan neurofibrilaris (benang-benang fibril), yaitu strukturnya dari benang-benang fibril berubah menjadi kusut, melintir yang sebagian besar terdiri dari protein yang disebut protein tau. Protein tau berfungsi sebagai penghambat struktural yang terikat pada mikrotubulus dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitoskeleton sel neuronal. pada neuron-neuron mikrotubulus membentuk suatu struktur yang membawa zat-zat makanan dan molekul lain dari badan sel keujung akson. Sehingga terbentuk jembatan sel antar sel neuron yang satu dengan sel neuron lain. Pada neuron seseorang yang

menderita penyakit alzheimer, terjadi fosforilasi abnormal pada protein tau, dan menyebabkan perubahan pada protein tau sehingga protein tau tidak dapat berikatan dengan mikrotubulus. Protein tau yang abnormal akan terplintir masuk kedalam filamen heliks ganda yang sekelilingnya akan mengalami luka. Dengan rusaknya sistem transport internal maka hubungan antar intraselular yang pertama kali menjadi tidak berfungsi, yang kemudian akan diikuti dengan kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan tingkat kerusakan neuron berbanding lurus dengan perkembangan penyakit alzheimer.(ptof price, ) Lesi khas yang kedua adalah plak senilis, plak senilis terdiri dari beta amiloid (A-beta). A-beta adalah fragmen dari protein besar yang disebut protein prekusor amiloid (APP), yang pada keadaan normal, melekat pada membran neuron dan berfungsi dalam pertahanan dan pertumbuhan neuron. APP dibagi menjadi beberapa fragmen oleh protease, salah satunya adalah A-beta lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang dapat terlarut. Gumpalan tersebut akan tercampur dengan bagian neuron dan sel-sel glia (mikroglia dan astrosit). kemudian campuran tersebut akan membeku dan menjadi plak yang padat dan tidak dapat dilarutkan lagi, yang diyakini akan menjadi racun bagi neuron yang utuh. kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas yang dapat berakibat buruk bagi neuron.(patof price, harrison, patof corwin) Perubahan biokimia pada SSP merupakan temuan khas yang lain yang di temukan pada penderita AD. Korteks otak manusia terdiri dari sejumlah besar neuron kolinergik yang melepaskan asetilkolin, yaitu suatu neurotransmiter penting dalam fungsi kognitif. Pada pederita AD terjadi kerusakan pada neuron koloinergik yang banyak mendiami korteks dan hipokampus. Secara neurokimia yang paling awal terjadi pada penderita AD adalah deplesi penanda kolinergik (kolinasetiltransferase). dan somatostatin juga dapat menurun hingga mencapai 50%. (patof price) AD terbagi menjadi dua tipe : AD familial (FAD) dan AD sporadik. AD familial mengikuti pola khusus yang diwariskan oleh orang tua, sedangkan AD sporadik tidak mengikuti pola yang diwariskan. AD juga digambarkan sebagai awitan dini dan awitan lambat, dimana awitan lambat adalah gejala awal yang
4

muncul terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Sedangkan awitan dini yang gejalanya muncul sebelum usia 65 tahun atau berkisar antara 30 hingga 60 tahun dan merupakan AD yang jarang ditemukan hanya 5% hingga 10% kasus, dan cenderung terjadi pada keluarga, dan melibatkan mutasi yang diwariskan secara dominan autosomal yang diduga sebagai penyakit sebenarnya. hingga saat ini sudah ditemukan tiga awitan dini AD yang diidentifikasi terjadi pada tiga kromosom yang berbeda yaitu pada kromosom 21 yang terdapat mutasi APP, mutasi prasenelin 1 dalam gen pada kromosom 14, mutasi prasenilin 2 dalam gen pada kromosom 1, jika hanya salah satu gen yang mengalami mutasi yang diwariskan oleh orang tua maka dapat diketahui bahwa orang tersebut akan mengalami AD awitan dini. Mutasi prasenilin bisa mengakibatkan degenasi neuronal memodifikasi A-beta atau melalui rangsangan apoptosis, yaitu sel yang diprogram untuk mati.(patof price, jurnal) Mutasi prasenilin dan mutasi APP tidak berperan dalam membentuk awitan lambat nonfamilial, alzheimer awitan lambat ini berkaitan dengan satu alel apolipoprotein E apsilon 4 (APOE 4) bawaan dari kromosom 19. namun tidak pasti jika APOE 4 selalu pasti membawa AD awitan lambat, hanya saja APOE 4 diduga meningkatkan resiko AD awitan lambat, namun menurut penelitian APOE 4 terjadi lebih besar pada ras kaukasiadaripada ras afro-amerika. (jurnal, harison,
patof price)

Faktor lain yang dapat memperburuk kodisi AD adalah stres oksidatif, karena molekul-molekul radikal bebas yang dihasilkan dari mekanisme metabolik normal. Radikal bebas mampu mememodifikasi molekul lain seperti asam dioksiribonukleat (DNA) dan fosfolipid dalam membran sel, dikarenakan karena radikal bebas bersifat sangat reaktif. Dan jika terbentk molekul baru akan menjadi sangat aktif dan akan melapaskan radikal bebas pula yang akan merusak neuron.
(patof price)

Inflamasi termasuk dalm faktor lain yang terlibat dalam AD. Yang berkaitan dengan teori stres oksidatif dan inflamasi adalah infark otak akibat kerusakan neuronal dalam jangka panjang, yang mengakibatkan cedera daerah otakakibat dari terputusnya suplai darah ke neuron-neuron. walaupun sudah dilakukan
5

pemeriksaan klinis dan laboratorium namun tetap saja diagnosa pasti dari AD bergantung pada autopsi pascakematian.(patof price)

IV.

DIAGNOSIS Terdapat gejala demensia, onsetnya bertahap, biasanya dalam menentukan onset sangat sulit untuk menentukan waktunya yang persis, disadari secara tibatiba setelah menderita penyakit alzheimer, dalam perjalanan penyakitnya relatif stabil, sulit untuk mendapatkan bukti klinis, atau temuan dari pemeriksaan khususyang menyatakan dapat mengakibatkan penyakit alzheimer. Pada alzheimer dengan awitan dini ditemukan sejak sebelum usia 65 tahun, perkembangan gejalanya sangat cepat dan progresif, terdapat riwayat keluarga yang menderita alzheimer yang merupakan faktor yang memberi petunjuk terhadap diagnosa namun tidak selalu berhubungan, pada awitan lambat sama dengan awitan dini hanya berbeda pada usia penderita yang lebih dari 65 tahun.
(IPD)

Tabel kriteria diagnosis klinis penyakit alzheimer 1. Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit alzheimer mencakup Demensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the mini-mental test, blessed dementia scale, atau pemeriksaan sejenis dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis Defisit pada dua atau lebih area kognitif Tidak ada gangguan kesadaran Awitan antara umur 40 dan 90 tahun, umumnya setalah umur 65 tahun tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat

menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif 2. Diagnosis probable penyakit alzheimer didukung oleh penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia, apragsia, dan agnosia

gangguan aktivitas hidup sehari-haridan perubahan pada pola perilaku Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikonfirmasi secara neuropatologi hasil laboratorium yang menunjukkan : fungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik strandar pola normal atau perbahan yang nonspesifikpada EEG, seperti peningkatan slow-wave bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaat CT yang progresif dan

terdokumentasi oleh pemeriksaan serial 3. Gambaran klinis lain yang konsisten dengan dengan diagnosis probable penyakit alzheimer, setelah mengeklusi penyebab demensiaselain penyakit alzheimer Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau) Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan berat badan Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien., terutama pada penyakit tahap lanju, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah(gait disorder) Kejang pada penyakit yang lanjut - Pemeriksaan CT normal untuk usianya 4. Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakitalzheimer menjadi tidak cocok adalah Onset yang mendadak dengan apolectic Terdapat defisit neurologi fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit 5. Diagnosis possible penyakit alzheimer Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan neurologis, psikiatrik atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia, dan adanya variasi pada awitan, gejala klinis atau perjalanan penyakit\

Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan merupakan penyebab demensia

6. Kriteria untuk diagnosis definite penyakit alzheimer adalah: Kriteria klinis untuk probable penyakit alzheimer - Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau autopsi 7. Klasifikasi penyakit alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat gambaran khususyang mungkin merupakan subtipe penyakit alzheimer, seperti : Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama Awitan sebelum usia 65 tahun Adanya trisomi-21 Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit parkinson

a. Anamnesis anamnesis yang dilakukan pertama kali sebaiknya menfokuskan pada awitan (onset), lamanya, dan bagaimana laju perubahan fungsi kognitif yang terjadi pada penderita alzheimer. Apakah kebingungan (confution) yang terjadi akut atau subakut mungkin merupakan manifestasi delirium yang harus dicari kemungkinan penyebabnya seperti infeksi, intoksikasi, atau perubahan metabolik. Awal mula penyakit alzheimer dapat dilihat dari penurunan fungsi memori, namun juga dapat meliputi ketidaksanggupan untuk mengurus diri sendiri.(IPD)

b. Pemeriksaan fisik dan neurologis

pada penderita alzheimer umumnya tidak didapatkan gangguan sistem motorik kecuali pada penderita alzheimer yang sudah berada pada stadium akhir.(IPD) c. Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik pemeriksaan yang digunakan sebagai evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif yaitu dengan the mini mental status examination (MMSE), MMSE merupakan pemeriksaan yang sangat cepat, dapat dilakukan hanya dengan 30 point test terhadap fungsi kognitif. Pada penderita alzheimer defisit yang dilibatkan hanya dengan memori episodik, category generation, dan kemampuan visuokonstruktif. Yang muncul awal ketika didiagnosa alzheimer karena defisit kemampuan verbal dan memori episodik visual.(IPD) d. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan fisik yang sangat direkomendasikan dalah pemeriksaan CT scan dan pemeriksaan MRI kepala, karena dengan pemeriksaan tersebut dapat diketahui atrofi hipokampus selain dengan ditemukannya atrofi kortikal yang difus. pemeriksaan yang lain seperti single photon emission computed tomography (SPECT), dan possiton emission tomography (PET) scanning masih dalam penelitin, kedua pemeriksaan tersebut dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal parietal.(jurnal, IPD, makalah) V. PROGNOSIS karena penyakit alzheimer merupakan penyakit demensia yang degeneratif atau irreversibel yaitu yang tidak dapat kembali seperti semula atau tidak dapat disembuhkan maka kemungkinan yang dapat terjadi hanyalah kemungkinan terburuk yaitu kematian, namun kematian pada penderita alzheimer bukan terjadi karena penyakit alzheimer itu sendiri namun diakibatkan karena infeksi sekunder. namun infeksi sekunder iru sendiri berbeda setiap individunya tergantung pada lamanya dan beratnya penyakit, usia, jenis kelamin, dan faktor keluarga.(makalah) VI. HIPOTESA

a. Sebaiknya dlakukan penelitian tentang insidensi dan prevalensi penderita penyakit alzheimer yang ada di Indonesia b. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penyebab penyakit alzheimer c. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat mendiagnosa lebih dini terhadap pasien yang diduga mengalami alzheimer agar segara dapat di tolong

DAFTAR PUSTAKA

10

1. Wasilah R. kuntjoro H. DEMENTIA. Dalam : Aru W. S, Bambang S, Idrus A, Marcellus S K, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Eds 5. Jilid I. Cetakan-1. Jakarta Pusat : Interna publishing ; 2009. Hal. 834-42 2. Parakrama C, Clive R.T. Ringkasan Patologi Anatomi. Eds 3. Cetakan-1. Jakarta: EGC; 2005. Hal. 849-50 3. Lionel Ginsberg. Perkembangan dan Degenerasi. Dalam : Amalia Safitri, editor. Lecture notes neurologi. Eds 8. Jakarta : Erlangga ; 2008. Hal.168-70 4. Price A. silvya, Wilson M. Lorraine. DEMENSIA. Dalam : Hartanto H, Susi N, Wulansari P,Mahanani A. Dewi, Editor. Patofisiologi. Eds 6. Cetakan-1. Jakarta : EGC ; 2006. Hal. 1134-38 5. Maslim Rusdi. Buku saku DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA. Cetakan-1. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001. hal. 22-4 6. Lumbantobing S.M. Neurogeriatri. Cetakan-3. Jakarta: Bagian penerbit FKUI; 2011. Hal. 74-7 7. Elizabeth J.C. Penyakit Alzheimer. Dalam : Egi K.Y, Esty W, Devi Y, Pamilih E.K, Editor. Buku Saku Patofisiologi. Eds 3. Cetakan-1. Jakarta: EGC; 2009. Hal.255-56

11

You might also like