You are on page 1of 28

Formalin adalah nama komersil dari senyawa formalin yang mengandung 35 - 40 % dalam air.

Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet mayat tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet makanan, walaupun formalin tidak diizinkan untuk bahan pengawet makanan serta bahan tambahan. Formalin biasanya mengandung alcohol (metanol) sebanyak 10 15 % yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi. Formaldehida mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyengat. Formalin digunakan dalam perusahaan makanan ternak, untuk memperbaiki penyimpanan pakan tersebut. Formalin yang di campur atau ditambahkan pada pakan ternak harus lebih kecil daari 1 % karena tenak masih dapat menghirup sebesar 0,25 % formalin pada pakannya. Konsentrasi formalin pada susu segar juga ditemukan berkisar antara 0,075 0,225 mg/kg. Formaldehida yang tersedia dapat mengakibatkan langsung terasa panas pada mulut, kerongkongan, isophagus dan lambung, kemudian rasa sakit yang sangat dan pingsan mendadak. Kemungkinan diare, tidak dapat kencing, kerusakan hati, korosi pada saluran pencernaan dan pernapasan. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematusi (kencing darah), dan haemotodesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian dalam waktu 3 jam. Untuk mengetahui suatu bahan mengandung formalin atau tidak, dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik makanan tersebut (bau yang menyengat, tekstur yang kaku, warna yang lebih terang) dan tingkat keawetan produk yang lebih tahan lama. Namun, tanda-tanda tersebut tidak akan terdeteksi bila kandungan formalin terlalu rendah. Karena itu, uji laboratorium perlu dilakukan untuk memastikannya. Secara garis besar, tanda-tanda bahan makanan yang mengandung formalin dapat diketahui melalui analisa kualitatif dan kuantitatif. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah tebung reaksi kecil (10 buah), rak tabung reaksi (1 buah) , pipet tetes (2 buah), pipet takar 2 ml (2 Buah), pipet gondok 2 ml (1 buah), gelas kimia 100 ml (6 buah), tabung sentrifuge (1 buah), labu ukur 10ml (1 buah), gelas ukur (1 buah), bola hisap (1 buah), lumpang porselen (1 buah), timbangan analitik OHAUSS, Spektrofotometri Spektonik 2.1 (1 set), corong kaca, Alat sentrifuge (1 set). Bahan Bahan yang digunakan adalah isophrophil Alcohol (IPA) 45%, Phenil Hydrazine, formalin, Kit Formalin, Larutan NaOH p.a. Potassium Ferrysianida, kertas saring, aquades, kapas, bahan makanan yang akan diuji (tahu, ikan asin, atau bakso) Prosedur kerja a. Analisa Kualitatif Ada 2 test yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya formalin dalam suatu bahan, yaitu: - Test KMnO4 Awalnya sampel dihancurkan dalam blender, dan ditambahkan 30 ml aquades,kemudian disaring dengan kapas. Ambil 2 ml filtrat, lalu tambahkan 1 tetes KMnO4. Adanya formalin ditunjukkan oleh hilangnya warna pink dari KMnO4. - Test Fehling Ambil 2 ml filtrat yang telah diblender di atas, kemudian ditambahkan 1 ml larutan fehling dan panaskan dalam penangas 30 menit. Adanya formalin pada bahan ditunjukkkan oleh terbentuknya warna hijau kekuningan pada larutan.

b. Analisa Kuantitatif Sampel dihancurkan dengan lumpang, dan timbang sebanyak 1 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge, tambahkan 12,5 ml isophropyl alcohol 45 %, dan disentrifuge dengan kecepatan 2600 rpm selama 10 menit. Saring dengan kapas, filtratnya di letakkan dalam gelas kimia 100 ml. Ambil 0,5 gram filtrat dalam tabung reaksi, tambahkan 0,5 isophropyl alcohol (IPA) 45 % dan ),5 ml phenil hydrazine, kemudian tutup gelas kimia dengan kapas dan diamkan 10 menit. Tambahkan 0,3 ml potassium ferrysianida dan diamkan 5 menit. tambahkan 2 ml NaOH p.a. dan diamkan 4 menit. Pindahkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan isoprophyl alcohol 45% sampai volume 100 ml, dan diamkan 10 menit. Pindahkan larutan dalam kuvet. Ukur absorbansi dengan panjang gelombang 520 nm. NB : proses pembuatan kurva standar = prosedur pengujian formalin. Blankonya aquadest. Sumber :

http://adhillamark.blogspot.com/2009/07/cara-cepat-deteksi-

formalin.html

JURNAL ANALISIS KUALITATIF ADANYA FORMALDEHID PADA MIE BASAH


ANALISIS KUALITATIF ADANYA FORMALDEHID PADA MIE BASAH Suwahono, S.Pd ; Salis Marroh ; Aries Nila Fadlila. Jurusan Tadris kimia Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Abstrak Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Meskipun para produsen sudah mengetahui bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun malah semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang. Pada penelitian ini peneliti mencurigai adanya zat formalddehid pada produk mie basah saat melihat tekstur dan keawetannya. Oleh sebab itu peneliti melakukan identifikasi sederhana terhadap beberapa sample mie basah yang beredar di pasar tradisional area Semarang. Pada pengujiannya peneliti menggunakan reagen yang terdiri dari larutan FeCl3 0,5% dan H2SO4 pekaat, yang mana apabila laaaarutan ini direaksikan dengan sample yang dicurigai mengandung formaldehid akan memberikan reaksi positif dengan adanya cincin ungu. Pengujian dilakukan pada 2 sample yaitu mie basah dari pasar zrakah dan mie basah dari pasar ngalian. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pada kedua sample terbentuk cincin ungu. Secara kualitaatif hasil tersebut menunjukkan adanya zat formaldeehid. Kata kunci : formalin, mie basah.

PENDAHULUAN Formaldehid Senyawa ini dipasaran dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH2O. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dengan bobot tiap mililiter 1,08g dapat tercampur dalam air dan alkoholtetapi tidaktercampur dalam kloroform dan eter. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formaldehid murni tidak tersedia secara komersil, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b) larutan mengandung air biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari polimerisasi.

Formalin 37% adalah larutan yang paling umum. Formalddehid dijual sebagai trioxane [(CH2O)3] dan polimernya para formaldehid, dengan 8-100 unit formaldehid. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda beda antara lain : Formol Morbicid Methanal Formic aldehyde Methyl oxide Oxymethylene Methylene aldehyde Oxomethane Formoform Formalith Karsan Methylene glycol Paraforin Polyoxymethylene glycols Superlysoform Tetraoxymethylene Trioxane Fungsi Formalin Pada dasarnya faomalin digunakan sebagai : Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Bahan untuk pembuatan produk parfum. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku. Pencegah korosi untuk sumur minyak. Bahan untuk insulasi busa. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Cairan pembalsam ( pengawet mayat ). Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. Penyalahgunaan Formaldehid dan Peraturannya. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan segar, ayam potong, tahu dan mie basah yang beredar di pasaran. Adapun Dasar hukum yang melarang penggunaan formalin di antaranya UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan Dampak Penggunaan Formaldehid Terhadap Kesehatan Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan

fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karssinogenik 9menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/ jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap diudara berupa gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyesakkan sehingga merangssang hidung tenggorokan dan mata. Formalim telah dibuktikan dapat menjadi mutagen dibeberapa sistem invitro dan telah diklasifikasikan sebagai mutagen yang lemah. Formaldddehid mendukung mutasi, karsinogen, pemecahan DNA dan Cross-link protein DNA pada fungsi, mutasi dan kerusakan DNA pada bakteri. Khusus mengenai sifat yang karsinogenik, formalin termasuk ke dalam karsinogenik golongan IIA. "golongan I adalah yang sudaah pasti menyebabkan kanker, berdasarkan uji lengkap. Sedangkan golongan IIA baru taraf diduga karena data hasil uji pada manusia masih kurang lengkap, dimana dalam jumlah sedikit formalin akan larut dalam air serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Oleeh sebab itu formalin sulit dideteksi keberadaannya dalam darah. Uji Kualitatif Identifikasi keberadaan formaldehid pada mie bassah dilakukan menggunakan reagen FeCl3 0,5% dan H2SO4 pekat. Pada pengujian ini, jika hasil akhir terbentuk cincin ungu menunjukkan sample mengandung formaldehid. METODE PENELITIAN 1. Sample pada penelitian kali ini digunakan 2 sample mie basah yang masing-masing sample di beri label 1 an 2, dimana : sample 1 adalah mie basah dari passsar zrakah. sample 2 adalah mie basah dari pasar ngalian. 2. Bahan dan alat a. Bahan Mie basah dari pasar zrakah Mie basah dari pasar ngalian Larutan FeCl3 0,5% Larutan H2SO4 pekat b. Alat Tabung reaksi Rak tabung reaksi Lumpang dan alu Pipet tetes Gelas ukur 3. Prosedur a. Sample mie basah dihaluskan terlebih dahulu dalam lumpang b. Sample yang telah halus dimasukkan kedalamm tabung reaksi c. Tambahkan ke dalam tabung yang berisi saample dengan larutan FeCl3 0,5% hingga sample terendam d. Aliri sample dalam tabungg dengan H2SO4 pekaat kurang lebih 7mL e. Amati perubahan yang terjadi, reaksi positif jika terbentuk cincin ungu. 4. Analisis Pada penelitian kali ini baik sample mie basah dari zrakah maupun ngalian keduanya memberikan reaksi positif yaitu terbentuk cincin ungu setelaah sample yag telaah dilarutkan dalam FeCl3 0,5 % dialiri H2SO4 pekat. Haal ini membuktikan bahwa kecurigaan bahwa sample tersebut teridentifikasi adanya formaldehid terbukti dengan adanya cincin ungu.

KESIMPULAN Pada penelitian kali ini dapat disimpulkan bahwa mie basah yang beredar di pasar ngalian dan jrakah teridentifikasi adanya formaldehid. Dengan ciri-ciri : 1. Tekstur kenyal 2. Warna kuning mengkilat 3. Tidak mudah basi jika dibiarkan sehari semalam. Hal tersebut diperkuat saat sample di reaksikan dengan FeCl3 0,5% dan H2SO4 pekat dengan memberikan reaksi positif yaitu adanya cincin ungu. SARAN Pada penelitian kali ini peneliti masih menggunakan uji kualitatif sehingga kadar formalin yang terkandung dalam sample mie basah tidak dapat diketahui secara jelas namun setidaknya sudah memberikan iniformasi yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar Ngalian. Saran dan kritik sangat kami harapkaaan dari pembaca sehingga akan menjadi perbaikan-perbaikan pada penelitian kami berikutnya.

Sumber : adanya.html

http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/jurnal-analisis-kualitatif-

http://www.scribd.com/doc/106152616/Identifikasi-Formalin-Pada-Makanan

ANALISIS KADAR FORMALIN PADA TAHU


ANALISIS KADAR FORMALIN PADA TAHU Disusun oleh : Arif Fadholi (3105328) Najiullah (3105293) FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

ANALISIS KADAR FORMALIN PADA TAHU I. PENDAHULUAN Berdasarkan hasil pemantauan BB-POM di Surabaya, dari 91 contoh pangan olahan yang dijual di pasaran, sebanyak 24 di antaranya positif mengandung formalin. Selain mi basah, makanan lain yang mengandung banyak formalin adalah tahu, ikan asin, dan ikan segar. Laporan Badan POM tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mi basah yang dijual di pasar dan supermarket Jawa Barat, ditemukan 2 sampel (6,9 persen) mengandung boraks, 1 sampel (3,45 persen) mengandung formalin, sedangkan 22 sampel (75,8 persen) mengandung formalin dan boraks. Hanya empat sampel yang dinyatakan aman dari formalin dan borak. Menurut beberapa produsen, penggunaan boraks pada pembuatan mi akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal. Sementara itu, penggunaan formalin akan menghasilkan mi yang lebih awet, yaitu dapat disimpan hingga 4 hari. II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FORMALIN Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Didalam HYPERLINK http://www.myraffaell.com/blog/?tag=formalin" formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain : Formol Morbicid Methanal Formic aldehyde Methyl oxide Oxymethylene Methylene aldehyde Oxomethane Formoform Formalith Karsan Methylene glycol Paraforin Polyoxymethylene glycols Superlysoform Tetraoxymethylene Trioxane B. PENGGUNAAN FORMALIN 1. Fromalin Digunakan Untuk : Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Bahan untuk pembuatan produk parfum. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku. Pencegah korosi untuk sumur minyak. Bahan untuk insulasi busa. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Cairan pembalsam ( pengawet mayat ). Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. 2. Penggunaan Formalin Yang Salah Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran. Yang perlu diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin. Dasar hukum yang melarang penggunaan formalin di antaranya UU No 7/1996 tentang Pangan dan

UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan C. ANALISIS KADAR FORMALIN PADA TAHU 1. Uji Foramlin Sederhana Ada beberapa metode yang dilakukan untuk pengujian kadar formalin yang terdapat di dalam produk namun sayangnya kebanyakan metode yang dilakukan hanya bisa dilakukan di laboratorium dan tidak bisa dilakukan oleh masyarakat awam. Pada makalah kali ini akan dibahas metode yang bisa dilakukan oeh masyarakat dengan mudah yaitu, a. Persiapkan bahan yang akan diuji (sample) sebanyak 5 gram, alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang diperlukan yaitu sebuah kompor, panci, sendok, gelas tahan panas, sedangkan bahan yang digunakan untuk menguji sample adalah asam kromatofat sebanyak 5 ml, aquades sebanyak 50 ml. b. Nyalakan kompor, lalu pasang panci dan rebus aquades hingga mendidih. Masukan sampel yang akan diuji kedalam gelas, lalu rendam kedalam aquades yang sudah mendidih. Masukan asam kromatofat kedalam gelas lalu aduk campuran dengan sendok. Sample yang mengandung formalin akan ditunjukan dengan berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin ungu berarti kadar formalin semakin tinggi. c. Jika cara diatas belum menghasilkan uji yang positif, pasang kembali panci di atas kompor, rebus aquades yang baru masukan gelas yang berisi campuran sampel kedalam panci. Waktu perebusan selama 20 menit. 2. Cara lain yang dapat digunakan untuk menguji formalin Sample diambil sebanyak 3 gram lalu ditambahkan 0.02 gram Chromotropic acid disodium salt dehydrate (C10H6Na2O8S2.2H2O) dan ditambahkan juga 3 ml H2SO4 pekat, kocok, kalau ungu positif formalinnya, kalau kuning negatif. 3. Tahu yang mengandung formalin dapat ditandai dengan : Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformalin akan tercium bau protein kedelai yang khas. Tahu yang berformalin mempunyai sifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tak berformalin jika ditekan akan hancur. Tahu berformalin akan tahan lama, sedangkan yang tak berformalin paling hanya tahan satu dua hari. Tahu yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika kita potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak homogen atau seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih.

D. CARA MENGURANGI KADAR FORMALIN PADA TAHU Ada cara yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar formalin yaitu dengan cara merendam sampel dalam air selama 60 menit yang mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25 persen, dengan air leri mencapai 66,03 persen, sedang pada air garam hingga 89,53 persen. Ini artinya hanya dengan perlakuan dan pengetahuan yang baik sebelum dikonsumsi, kadar formalin akan hilang.

Adapun untuk tahu sedikitnya ada beberapa tahap penanganan untuk mengurangi kadar formalin, direndam dalam air biasa, dalam air panas, direbus dalam air mendidih, dikukus kemudian direbus dalam air mendidih dan diikuti dengan proses penggorengan. III. KESIMPULAN Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran. Yang perlu diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin. Diharapkan dengan adanya uji sederhana untuk mendeteksi adanya kandungan formalin pada tahu, masyrakat bisa lebih tahu dan bisa lebih waspada dalam memilih makanan unutk dikonsumsi. IV. PENUTUP Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar kami dapat belajar dari kekrangan kami.

Sumber : tahu.html

http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/analisis-kadar-formalin-pada-

TANIN

LaporanTANIN
SEPTEMBER 6, 2012 BY YUNITACANTABILE

Laporan Praktikum Ke : 9 Integrasi Proses Nutrisi dan Mikrobiologi Nutrisi

Hari/Tanggal Tempat Praktikum

: Kamis, 3 Mei 2012 : Laboratorium Biokimia

Nama Asisten

TANIN Yunita Silvia Ningtyas D14100025

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanin adalah suatu seyawa polifenol yang banyak terdapat pada hijauan pakan ternak. Suatu senyawa yang bersifat anti nutrisi yang dapat mengakibatkan keracunan pada ternak apabila dikonsumsi oleh ternak secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena sifat utamanya yang dapat berikatan dengan protein atau polimer lainnya. Tanin mengikat protein membentuk senyawa kompleks sehinggakelarutan proteinnya menurun dan sulit dicerna. Tannin dibedakan menjadi tannin yang terkondensasi yaitu yang tidak dapat dipecah oleh mikroorganisme rumen dan tannin yang terhidrolisa, yaitu yang dapat dipecah mikroorganisme rumen.

Tujuan Praktikum ini bertujuan mendeteksi keberadaan tanin di dalam hijauan pakan ternak dan mengetahui senyawa yang mampu berikatan dengan tanin.

TINJAUAN PUSTAKA Tanin Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa Fenolik (Anonim, 2009). Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul tinggi (1000-20000) yang mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek yang kuat dengan protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel bakteri, dan enzim pencernaan (Cannas, 2001; Norton, 2000). Tanin mengandung sebagian besar gugus hidroksifenolik. Proteksi dari serangan ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat, serangan dari bakteri dan insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protoase dari bakteri dan insekta yang bersangkutan (Cheeke dan Shull, 1985). Tanin juga membentuk komplek dengan komponen polimer dinding sel dari serangan organisme patogen dan menghentikan pembelahan sel (Swain, 1979). Tanin secara umum dibagi menjadi dua kelas, yaitu : Tanin Kondensasi Tanin kondensasi dikenal juga sebagai proanthocyanidin, adalah paling banyak tedistribusi pada tanaman, tidak mudah dihidrolisis dan terdapat dalam struktur yang komplek (Cheeke dan Shull, 1985). Tanin kondensasi merupakan senyawa polimer dari flavan -3-01 (catekin) atau flavan -3; 4-diol (leucoanthocyanidin) atau turunannya yang dihubungkan oleh ikatan C-C atau C-O-C (Leinmuller et al., 1991). 1. Tanin Hidrolisis Tanin hidrolisis merupakan ester dari glukosa dengan asam galat. Tanin ini dapat dihidrolisis dengan asam mineral panas menjadi gula dan asam-asam yang menjadi unsur pokoknya (Cheeke dan Shull, 1985). Menurut Hangerman (1992), Interaksi tanin dipengaruhi oleh karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoleotik serta karakteristik tanin seperti bobot molekul, temperatur, komposisi-komposisi pelarut dan waktu. Kemampuan tanin untuk membentuk pencernaan pakan yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan ternak (Fahey dan Jung, 1989). 1.

Kuinon Asam kuinon adalah merupakan racun jaringan yang dapat mematikan jaringan eksplan sehingga tujuan suatu kultur tidak tercapai (Winarno, 1984). Reaktifitas kuinon yang tinggi biasanya lebih jauh memicu terjadinya reaksi kondensasi non enzimatik yang berperan dalam pembntukan melamin yang berwarna coklat . Senyawa kuinon dapat merubah senyawa fenolik menjadi residu polimer gelap. [http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090329000028AAA5Ct6 (9 Mei 2012)].

Daun Gamal (Gliricidia Sephium) Gliricidia sepium (gamal) merupakan leguminosa pohon yang dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 300 meter di atas permukaan laut pada tanah yang subur, (Arif, 1992) atau pada ketinggian di bawah 500 meter di atas permukaan laut (Sastrapradja dalam Arif, 1992). Hasil penelitian menunjukan, kecernaan protein ransum gamal tinggi sekitar 69,28%, hal ini disebabkan sifat proteigamal mudah larut sehingga mudah didegradasi dalam rumen (Soebarinoto,1986 dan manurung, 1989). Komposisi zat nutrisi daun gamal adalah PK 21%, lemak 3,9%, SK 18,73%, abu 10,24%, dan BETA-N 46,01% (Arif, 1992). Kandungan SK gamal merupakan yang terendah dibandingkan kaliandra tetapi lebih tinggi daripada lamtoro. Pemberian daun gamal pada sapi menyebabkan efisiensi penggunaan ransum yang rendah. Hal ini disebabkan konsumsi SK yng tinggi serta kecernaan bahan organik yang menurun dengan meningkatnya taraf penggunaan daun gamal (Arif, 1992). Zat anti nutrisi yang terdapat dalam daun gamal adalah kumarin yaitu suatu zat yang menyebabkan bau yang khas pada daun gamal (Arif, 1992). Zat anti nutrisi ini dapat mengganggu pemanfaatan ammonia oleh mikroba rumen (Arif, 1992).

Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) Kembang sepatu dikenal dengan nama yang berbeda di beberapa daerah yaitu bunga capatu (Timor), Jariban (Jakarta), kembang Wera (Sunda), Wora-Wari (Jawa) dan lain-lain (Heyne, 1987). Kandungan nutrisi kembang sepatu lebih baik jika dibandingkan dengan rumput benggala, rumput gajah. Kembang sepatu selain merupakan sumber hijauan ruminansia juga dapat digunakan sebagai agensia defaunasi . Di dalam kembang sepatu mengandung saponin yang mampu meredam protozoa. Kemampuan kembang sepatu meredam protozoa lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa. Kembang sepatu dapat mengurangi jumlah protozoa rumen 54% sedangkan minyak kelapa 47% (Jalaludin, 1994).

Singkong (Manihot esculenta crantz) Singkong (Manihot esculenta crantz), termasuk keluarga Euphorbiaceae. tingginya kandungan protein di dalam daun singkong yaitu sekitar 20-23% menjadikannya sebagai bahan pakan sumber protein yang potensial untuk menggantikan bahan sumber protein lain yang harganya lebih mahal terutama untuk ternak di daerah tropis. Lingga et al. (1989) menyebutkan bahwa daun singkong mengandung vitamin A yang tinggi yaitu sebesar 10000-13000 SI. Daun singkong banyak digunakan untuk sayuran, berbeda dengan umbinya, daun singkong mengandung 8,3% protein dapat dicerna, dan 45,5% total bahan kering yang dapat dicerna. Daun singkong terdiri dari dua bagian yaitu tangkai dan helai daun yang bentuknya seperti tangan. Daun singkong defisiensi asam amino esensial yang mengandung sulfur, yaitu methionin dan sistin. Daun singkong mengandung racun HCN (asam sianida) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg, dan pada daun tua lebih rendah yaitu berkisar antara 343-379 mg/kg (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007).

Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Daun lamtoro memiliki daya kecernaan dan palatabilitas yang tinggi dan didukung dengan produksi yang tinggi serata kemampuan menghasilkan daun yang tinggi meskipun pada musim kemarau. Menurut kandungan nutrisi daun lamtoro cukup tinggi yaitu 24,77% protein, 1,7% abu, 3,86% lemak, 14,26% SK, 39,53%BETN, 1,57 Ca dan 0,285%P (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007). Selain itu, lamtoro juga mengandung toksin dan pemberian dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan keracunan. Akan tetapi, dengan pengolahan yang baik pemberian lamtoro mampu meningkatkan produksi ternak.

Kaliandra Kaliandra adalah salah satu jenis legum yang banyak terdapat di daerah pegunungan dengan tinggi rata-rata 10 meter, mempunyai bunga yang berfilamen-filamen (Watson et al., 1992). Klasifikasi dari tanaman kaliandra adalah : Divisi : Magnoliophyta Kelas Sub-kelas Ordo Famili Sub-famili : Magnoliopsida : Rosidae : Fabales : Fabaceae : Mimosoideae

Kaliandra yang termasuk daun legum diketahui mengandung protein kasar yang cukup banyak jumlahnya (Tangendjaja et al.,1992) sehingga dapat digunakan sebagai suplemen bagi hijauan rendah protein (Mannetje dan Jones, 1992). Zat anti nutrisi yang terdapat pada kaliandra adalah tanin (NRC, 1983). Tanin yang terdapat pada kaliandra cukup tinggi, yakni bisa mencapai 11% (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007) Daun kalindra mengandung 22-24% protein kasar, 24,38-30,00% serat kasar, 4-5% abu dan 2-3% lemak. Kandungan Ca 0,54%, P 0,34%, Na kurang dari 0,001%, Mg 0,33%, S 0,12% dan Fe 26 ppm (Ruskin et al., 1984). Kualitas protein kaliandra merupakan yang terbaik jika dibandingkan dengan legum pohon lainnya, walaupun legum ini juga mengalami defisiensi asam amino methionin (Ruskin et al., 1984). Daun Teh Teh mengandung tanin yang bersifat sebagai antibakteri dan astringen atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Oleh karena itu zaman dahulu sebelum ada oralit, bayi mencret diberi teh kental sebagai usaha mengatasi hal itu (Sukasman, 1997). Senyawa kimia dalam daun the secara umum dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu ; 1). Substansi fenol yang terdiri dari flavnol dan flavonol ; 2). Subsatansi bukan fenol diantaranya karbohidrat, pektin, alkoloid, protein, lemak, asam amino, klorofil, asam organik, vitamin dan mineral; 3). Substansi aromatik dan 4). Enzim (Bokuchava, 1969). Polifenol teh atau yang disebut dengan taninmerupakan zat yang unik karena berbeda dengan tanin yang berada dalam tanaman lain. Tanin dalam teh tidak bersifat menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan. Tanin dalam teh termasuk tanin terkondensasi yang secara biosintetis terbentuk dari kondensasi katekin tunggal yang membntuk senyawa dimet kemudian oligomer yang lebih tinggi. Pada daun the segar terdapat sekitar 30 % senyawa tanin, yang sebagian besar dari golongan katekin dan daun teh juga dilengkapi enzim polfenol oksidase yang siap bekerja merubah tanin menjadi senyawa turunan tanin yaitu, theaflavin dan thearubigin. Pada proses ini daun teh berubah menjadi coklat muda lalu coklat tua (Bokuchava, 1969).

Putih Telur Putih telur memiliki komponen penyusun utama berupa air dan protein (Powrie, 1973). Protein putih telur yang utama adalah ovalbumin, conalbumin, ovomucoid dan ovoglobulin sedangkan protein lainnya adalah ovomucin dan avidin. Kandungan protein terbesar berasal dari albumin yang berjumlah sekitar 63 % dari total protein putih telur (Linewaver dan Klose, 1995). Ovomucin merupakan glikoprotein yang memiliki struktur seperti gel pada putih telur. Protein ini tidak larut dalam air kecuali dalam larutan garam dengan Ph 7 atau lebih (Powrie, 1973). Ovomucin mempengaruhi terbentuknya jala-jala yang dapat mengikat air membentuk struktur gel putih telur (Sirait, 1986).

Penambahan atau keberadaan alami dari garam-garaman mampu mengakibatkan koagulasi pada putih telur. Garam NaCl merupakan salah satu terbentuknya koagulasi. Kekuatan gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh aktivitas anion dan ion-ion garam (Stadelman dan Cotterill, 1977). Albumin telur sebagai sumber protein yang murah yang dapat digunakan sebagai pengikat senyawa tanin yang dapat menyebabkan pencoklatan pada ekstrak secang. Rayner (2002) memaparkan bahwa albumin telur biasa digunakan untuk mengurangi rasa sepat pada anggur merah (ride wines) dengan mengurangi kadar tanin.

Susu Sapi Murni Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa senyawa terlarut. Agar lemak dan air dalam susu tidak mudah terpisah, maka protein susu bertindak sebagai emulsifier (zat pengemulsi). Kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5% dengan kandungan gulas susu (laktosa) sekitar 5%, protein sekitar 3,9% dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Mutu protein susu sepadan nilainya dengan protein daging dan telur, dan terutama sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino essensial yang sangat dibutuhkan tubuh (Widodo 2002). Komposisi susu yang terpenting adalah lemak dan protein. Lemak susu terdiri atas trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak melalui ikatan-ikatan ester. Asam lemak susu berasal dari aktivitas mikroba dalam rumen atau dari sintesis dalam sel sekretori. Asam lemak disusun atas rantai hidrokarbon dan golongan karboksil. Salah satu contoh dari asa lemak susu adalah asam utirat berbentuk asam lemak rantai pendek yang akan menyebabkan aroma tengik (Ikawati 2011). Protein susu tersusun atas kasein dan albumin. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanyaberupa albumin. Kadar protein dari kasein susu mencapai 80% dari total protein. Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti alphacassein, betha-cassein, dan kappa-cassein. Kasein merupakan salah satu komponen organik yang berlimpahdalam susu bersama dengan lemak dan laktosa (Shiddieqy 2007).

Susu Skim Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein, sering disebut serum susu. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitaminvitamin yang larut dalam lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan susu skim juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yoghurt. Susu skim seharusnya tidak digunakan untuk makanan bayi tanpa adanya pengawasan gizi karena tidak adanya lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle, et. al, 1987).

Sari Kedelai Sari kedelai mengandung protein lesitin. Kandungan lesitin dalam protein kacang kedelai dapat digunakan sebagai emulsifier alami untuk membentuk emulsi minyak dalam air. Pemberian susu kedelai yang mengandung lesitin secara teratur dapat membantu meningkatkan intelegensi. Kandungan protein maksimal dalam susu/ sari kedelai adalah 7%. Kandungan protein yang lebih dari angka tersebut akan menyebakan terbentuknya jendalan/gumpalan. Umumnya, kadar protein terlarut dalam susu kedelai berkisar antara 3% sampai 5%. Susu kedelai dengan konsentrasi protein terlarut lebih dari 7% akan menggumpal apabila dipanaskan pada suhu 70oC- 100oC selama lebih dari 10 menit.adapun sifat protein kedelai yang lain adalah akan menggumpal karena pengaruh asam (Suprapti, 2010). Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati (Faruq 1994). Menurut Thomas dan Corden (1977), kedelai juga mengandung komponen lain seperti karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Protein kedelai mengandung 85-95% globulin dan sisanya merupakan albumin, proteosa, prolamine, dan gluteline (Wolf 1970). Globulin mengandung 78,5% glycinin dan 21,5% phaseolin, sedangkan albumin mengandung 78,5% legumelin. Sebagian besar dari glycinin dan lequmelin terdiri dari gugusan asamasam amino sessensial (Circle 1950).

Sukrosa Sukrosa merupakan kelompok oligosakarida yang bukan termasuk ke dalam kelompok gula pereduksi karena tidak mempunyai gugus OH (hidroksi) yang reaktif. Jenis gula ini mudah di dapatkan, sehingga sering digunakan dalam pengolahan bahan pangan (deMAn, 1992). Sukrosa dapat berfungsi sebagai pembentuk flavor dan meningkatkan kelarutan (Winarno, 1997). Fungsi lain dari sukrosa adalah untuk membangkitkan rasa manis ke dalam minuman yang secara sengaja ditambahkan sekaligus berperan sebagai sumber energi. (Astawan, 2002). Sukrosa merupakan senyawa kimia disakarida yang tergolong ke dalam karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Bahan yang mengandung sukrosa antara lain adalah tebu dan bit (Winarno, 1991). Sukrosa memiliki sifat mudah larut dalam air dan kelarutannya akan meningkat dengan adanya pemanasan. Titik leleh sukrosa adalah pada suhu 160 0C dengan membentuk cairan yang jernih, namun pada pemanasan selanjutnya akan berwarna coklat atau dikenal proses browning (Buckle et al., 1987).

Fruktosa Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis. Fruktosa mempeunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa (Poedjiadi, 1994).

Glukosa Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Proses respirasi memerlukan glukosa, sedangkan fotosintesis menghasilkan glukosa. Glukosa berwujud padatan berwarna putih dan meleleh pada suhu 146oC (Wikipedia, 2005). Metabolisme karbohidrat berfungsi sebagai bahan bakar dan penyediaan energi untuk proses metabolisme lainnya. Karbohidrat digunakan oleh sel dalam bentuk glukosa. Glukosa tidak dapat berdifusi melalui membran sel karena berat molekul membran sel adalah 100, sedangkan berat molekul glukosa adalah 180. (Guyton, 1987)

MATERI DAN METODE Materi Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: daun kaliandra, daun singkong, daun kembang sepatu, daun gamal, daun lamtoro, teh, putih telur, susu sapi murni, susu skim, sari kedelai, larutan FeCl3, NaOH 1 N, glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, pati 1%, selobiosa 1%, carboxymethylcellulose 1%, xylosa 1% dan xylan 1%, CuSO4, 1%, dan FeSO4. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, mortar, corong, kapas, gelas piala, kompor, pipet tetes, spoit 1 ml, dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan.

Metode Persiapan sampel Setiap sampel daun (kaliandra, daun singkong, kembang sepatu, gamal, lamtoro) digerus menggunakan mortar, dan teh diseduh sebagai kontrol. Setelah itu sebanyak 4 gram sampel gerusan dimasukkan ke dalam gelas piala atau labu scout, dan ditambahkan 200 ml air panas. Selanjutnya dididihkan selama 5 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian masing-masing sample disaring menggunakan corong dan kapas untuk diambil filtratnya, dan ampasnya dibuang.

Uji tanin Filtrat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan FeCl3. Setelah itu diamati keberadaan taninnya dengan tanda

timbulnya warna kehijauan. Prosedur yang sama dilakukan pada setiap filtrat. Semua hijauan yang diuji tanin dibandingkan hasilnya dengan hasil dari teh sebagai kontrol.

Uji Kuinon Filtrat dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi, dan ditetesi dengan larutan NaOH 1N. Adanya kuinon diamati dengan tanda terbentuknya warna merah. Hal yang sama dilakukan pada sampel lainnya.

Uji Pengikatan atau pengendapan 1. Ikatan tanin dengan perotein telur dan susu A. Ikatan tanin dengan protein dan susu Filtrat dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan sampel susu sapi sebanyak 1 ml, selanjutnya diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya. Prosedur yang sama dilakukan untuk sampel hijauan dan sumber protein yang lainnya. Perbedaan diamati antara tanin hijauan lainnya dengan ikatannya dengan masingmasing sumber protein lainnya. b. Uji pengikatan senyawa Karbohidrat Diambil 5 ml filtrat dari masing-masing daun yang kemudian dimasukan dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan larutan glukosa 1%, dengan cara yang sama setiap masing-masing daun ditambahkan pula larutan sukrosa 1% dan laktosa1%. Kemudian dibandingkan dengan percobaan diatas.

1. Uji pengikatan senyawa Mineral Diambil 5 ml filtrat dari masing-masing daun yang kemudian dimasukan dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan larutan CuSO4 sebanyak 1-2 tetes. Dilakukan hal yang sama denagn perlakuan yang berbeda yaitu dengan meneteskan larutan KCl. Setelah melakukan uji pengikatan atau pengendapan maka hasil yang didapat dibandingkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berikut adalah tabel yang menyajikan data hasil pengujian tanin yang terkandung dalam hijauan pakan yang disediakan. Pelarut yang digunakan adalah FeCl3. Tabel 1. Uji Tanin

N o Teh (Kontrol) 1 Kaliandra 2

Filtrat

Warna Kehijauan +++++

+++

Kembang Sepatu 3 Gamal 4 Lamtoro 5 Daun Singkong 6

++

++

Keterangan : Semakin banyak (+), warnanya semakin hijau dan sebagai indikator bahwa tanin terkandung dalam bahan tersebut. Tanda (-) menunjukkan tidak terjadi perubahan apapun atau tidak mengandung tanin

Tabel 2. Berikut ini menyajikan data hasil uji kuinonuntuk mengetahui keberadaan yang terkandung dalam hijauan pakan yang disediakan. Pelarut yang digunakan adalah NaOH 1 N.

Tabel 2. Uji Kuinon

N o Teh (Kontrol) 1 Kaliandra 2

Filtrat

Warna Merah Bata +++++

+++

Kembang Sepatu 3 Gamal 4 Lamtoro 5 Daun Singkong 6 Keterangan :

++

++

Semakin banyak (+), warnanya semakin mendekati warna merah bata dan sebagai indikator bahwa tanin terkandung dalam bahan tersebut. Tanda (-) menunjukkan tidak terjadi perubahan apapun atau tidak mengandung tanin

Tabel di bawah ini merupakan tabel yang menyajikan data hasil uji pengikatan tanin dengan berbagai macam sumber protein. Tabel 3. Ikatan Tanin dengan Protein

N o

Filtrat Teh (Kontrol)

Susu Skim Susu Murni Susu Kedelai Putih Telur +++ +++ + +++++

Kaliandra 2 Kembang Sepatu 3 Gamal 4 Lamtoro 5 Daun Singkong 6

++

++++

++++

++++

++

+++

++

++

+++

++

+++

++

Keterangan : Semakin banyak tanda (+) semakin banyak endapan yang terbentuk, ikatan dengan taninnya semakin kuat

Tabel di bawah ini merupakan tabel yang menyajikan data hasil uji pengikatan tanin dengan berbagai macam sumber karbohidrat.

N o

Filtrat Teh (Kontrol)

Glukosa -

Fruktosa -

Sukrosa -

CMC -

Xylosa -

1 Kaliandra 2 Kembang Sepatu 3 Gamal 4 5 Lamtoro + + +

Daun Singkong 6 Keterangan : (+) (-)

: ada endapan yang terbentuk : tidak ada endapan yang terbentuk

Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan data hasil uji pengikatan tanin dengan berbagai macam sumber mineral.

N o

Filtrat Teh (Kontrol)

CuSO4 1% -

KCl 1% -

1 Kaliandra 2 Kembang Sepatu 3 Gamal 4 Lamtoro 5 Daun Singkong 6 -

Keterangan : (-) : tidak terjadi ikatan antara protein dan mineral (idak terbentuk endapan)

Pembahasan Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik (Anonim, 2009). Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul tinggi (1000-20000) yang mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek yang kuat dengan protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel bakteri, dan enzim pencernaan (Cannas, 2001; Norton, 2000). Tanin mengandung sebagian besar gugus hidroksifenolik. Proteksi dari serangan ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat, serangan dari bakteri dan insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protoase dari bakteri dan insekta yang bersangkutan (Cheeke dan Shull, 1985). Praktikum pertama adalah menguji adanya tanin di dalam hijauan makanan ternak yang terdiri dari kaliandra, kembang sepatu, gamal, lamtoro, dan daun singkong, serta teh sebagai kontrol. Pengujian kandungan tanin dilakukan dengan menggunakan pelarut FeCl3. Filtrat hijauan yang dilarutkan dengan FeCl3 positif mengandung tanin jika timbul warna hijau dari campuran tersebut. Semakin pekat warna hijau yang timbul, semakin banyak kandungan tanin dalam hijauan tersebut. Berdasarkan tabel 1 (data hasil pengujian kandungan tanin), dapat diketahui bahwa kandungan tanin tertinggi terdapat pada teh (kontrol) dengan derajat kehijauan +++++ (timbul warna sangat hijau). Daun kaliandra mengandung tanin yang cukup tinggi dengan derajat kehijauan +++, daun damal dan daun singkong mengandung sedikit tanin dengan derajat kehijauan ++, daun kembang sepatu mengandung tanin sangat sedikit dengan derajat kehijauan +, dan lamtoro tidak terdeteksi mengandung tanin dengan derajat kehijauan -. Sukasman (1997) menyatakan teh mengandung tanin yang bersifat sebagai antibakteri dan astringen. Pernyataan tersebut menguatkan hasil dari praktikum ini, bahwa teh menghasilkan warna hijau larutan yang sangat pekat, sebagai akibat tingginya tanin yang dikandung di dalamnya. Hijauan lainya dalam praktikum ini yang teridentifikasi menimbulkan warna hijau yang cukup pekat adalah daun kaliandra, sehingga dapat disimpulkan bahwa kaliandra mengandung tanin yang cukup tinggi. Hasil praktikum ini sesuai dengan pernyataan NRC (1983), bahwa zat anti nutrisi yang terdapat pada kaliandra adalah tanin. Tanin yang terdapat pada kaliandra cukup tinggi, yakni bisa mencapai 11% (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007). Berdasarkan praktikum ini, diketahui bahwa daun gamal dan singkong memiliki kandungan tanin yang rendah. Namun di dalam gamal terdapat antinutrisi lain yaitu flavano 1 3,5% dan total phenol sekitar 3 5% berdasarkan BK (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007). Selain itu, pada daun gamal juga terdapat zat anti nutrisi kumarin yaitu suatu zat yang menyebabkan bau yang khas pada daun gamal (Arif, 1992). Zat anti nutrisi ini dapat mengganggu pemanfaatan ammonia oleh mikroba rumen (Arif, 1992). Sedangkan pada daun singkong, telah diketahui bahwa terdapat racun HCN (asam sianida) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg, dan pada daun tua lebih rendah yaitu berkisar

antara 343-379 mg/kg (Tim Laboratorium INTP Fapet IPB 2007). Belum dapat diketahui secara pasti jumlah kandungan tanin yang terdapat pada daun gamal dan daun singkong. Kembang sepatu pada praktikum ini dideteksi mengandung tanin dalam jumlah yang sangat sedikit, karena sedikitnya warna hijau yang timbul pada pengujian kadar tanin menggunakan FeCl3. Kembang sepatu digunakan sebagai agensia defaunasi . Di dalam kembang sepatu mengandung saponin yang mampu meredam protozoa. Kembang sepatu dapat mengurangi jumlah protozoa rumen 54% (Jalaludin, 1994). Sedangkan daun lamtoro pada praktikum ini dideteksi tidak mengandung antinutrisi tanin. Namun menurut Tim Laboratorium INTP IPB (2007), lamtoro mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek antimitotic dan depilatory pada ternak. Belum diketahui secara pasti tentang keberadaan tanin dalam kembang sepatu dan lamtoro. Praktikum kedua adalah uji kandungan kuinon pada masing-masing sampel hijauan pakan. Indikator keberadaan kuinon pada praktikum ini adalah terbentuknya warna merah bata pada campuran sampel dengan NaOH 1 N. Berdasarkan datahasil pengujian kuinon yang terdapat pada tabel 2, diketahui bahwa teh sebagai kontrol mengalami perubahan warna menjadi merah bata yang lebih pekat dibandingkan sampel lainnya (+ ++++). Kaliandra mengalami perubahan warna menjadi merah bata tetapi kurang pekat, dan dapat disimpulkan bahwa kaliandra mengandung kuinon dalam jumlah yang tidak terlalu besar (+++). Perubahan warna menjadi merah bata juga terjadi pada sampel gamal dan daun singkong, namun intensitas kepekatan warnanya masih kurang dari kaliandra (++). Sampel kembang sepatu mengalami perubahan warna yang sangat sedikit menjadi merah bata (+), dan lamtoro tidak mengalami perubahan warna menjadi merah bata (+). Uji kandungan kuinon berbanding lurus dan sama hasilnya dengan uji keberadaan tanin. Praktikum ketiga yaitu menguji pengikatan tanin dengan bahan makanan sumber protein. Adanya ikatan antara tanin dengan protein pada sampel sumber protein dideteksi berdasarkan timbulnya endapan pada campurannya dengan hijauan yang mengandung tanin. Data hasil praktikum pengikatan protein dengan tanin terdapat pada tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, pada susu skim terjadi pengikatan tanin dengan protein yang cukup tinggi pada kembang sepatu karena timbul endapan yang sangat banyak pada campuran antara susu skim dan kembang sepatu. Sedangkan endapan paling sedikit terdapat pada campuran susu skim dengan kaliandra dan gamal. Campuran susu murni dengan semua sampel hijauan yang menagandung tanin menunjukkan hasil positif juga pada semua bahan. Bahan yang paling banyak menimbulkan endapan adalah campuran antara susu murni dan kembang sepatu, sedangkan endapan paling sedikit terdapat pada daun lamtoro. Bahan sumber protein selanjutnya yang diuji ikatannya dengan tanin adalah sari kedelai. Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa protein pada susu kedelai paling sedikit pengikatannya dengan tani, jika dibandingkan dengan bahan sumber protein lainnya. Endapan terbanyak yang terbentuk adalah pada sampuran antara susu kedelai dan kembang sepatu, namun masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan endapan yang timbul pada campuran antara tanin dengan sampel sumber protein lainnya. Sedangkan pada bahan lain,

endapan yang timbul sangat sedikit. Bahan sumber protein selanjutnya adalah putih telur. Endapan yang sangat banyak den kentara terdapat pada campuran antara putih telur dan teh (kontrol), sedangkan endapan paling sedikit terdapat pada campuran antara teh dan gamal. Endapan yang timbul pada campuran antara bahan makanan sumber protein dan hijauan yang mngandung tanin, mengindikasikan bahwa tanin dapat berikatan dengan protein. Sesuai dengan pendapat Cannas (2001) dan Norton (2000), bahwa tanin mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek yang kuat dengan protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel bakteri, dan enzim pencernaan. Pengujian keempat adalah, menguji terjadinya ikatan antara tanin dengan karbohidrat. Indikator keberadaan ikatan antara tnain dengan karbohidrat juga dengan melihat adanya endapan yang terbentuk pada setiap campuran. Berdasarkan tabel 4, endapan hanya terbentuk pada campuran antara xylosa dengan kaliandra, gamal, dan lamtoro. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tanin dapat berikatan dengan karbohidrat terutama yang berantai kompleks, seperti halnya dalam praktikum ini adalah xylosa. Namun ikatan yang terjadi antara karbohidrat dan tanin tidak sekuat ikatan antara protein dan tanin. Kembali lagi pada pendapat Cannas (2001) dan Norton (2000) bahwa tanin dapat berikatan dengan karbohidrat. Praktikum terakhir adalah menguji pengikatan tanin dengan sumber mineral. Parameter pengujian ini sama dengan praktikum sebelumnya, yakni melihat adanya pengendapan yanng terjadi antara campuran sampel mineral dan hiauan bertanin. Berdasarkan tabel hasil pengamatan, semua filtrat tidak dapat memunculkan endapan baik pada mineral CuSO4 maupun KCl 1%. Seharusnya mineral dapat berikatan dengan tanin, meskipun ikatannya tidak sebaik ikatan tanin dengan protein. Namun ikatan tersebut tidak terdeteksi dalam praktikum ini, dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kesalahan persepsi pembacaan endapan. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca. Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam ransom yaitu dengan mensuplementasi DLmetionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan makanan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji. [http://farmasiukwms.weebly.com/uploads/1/3/0/9/1309748/anti_nutrisi_dan_mikotoksin. pdf (9 Mei 2012)]. Tanin mengandung sebagian besar gugus hidroksifenolik. Proteksi dari serangan ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat, serangan dari bakteri dan insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protoase dari bakteri dan insekta yang bersangkutan (Cheeke dan Shull, 1985).

Menurut Hangerman (1992), Interaksi tanin dipengaruhi oleh karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoleotik serta karakteristik tanin seperti bobot molekul, temperatur, komposisi-komposisi pelarut dan waktu. Kemampuan tanin untuk membentuk pencernaan pakan yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan ternak (Fahey dan Jung, 1989). Tanin dapat juga membentuk komplek dengan selulosa, hemiselulosa dan pektin yang antara lain merupakan sumber energi untuk ternak ruminansia (Tangendjaja et al., 1992).

KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah, keberadaan tanin dapat dideteksi dari beberapa pengujian dan dari setiap pengujian diamati warna serta endapan yang terbentuk. Kandungan tanin paling tinggi setelah teh (kontrol) ditemukan pada filtrat daun kaliandra. Begitu pula dengan pengujian kuinon, yang mengandung kuinon tertinggi setelah teh adalah kaliandra. Sedangkan pada uji pengikatan, endapan yang terbentuk menunjukkan kemampuan senyawa yang diuji untuk berikatan dengan tannin yang terkandung dalam filtrtate. Semakin banyak endapan yang terbentuk, semakin kuat ikatannya, begitupun sebaliknya. Tanin dapat berikatan dengan protein, karbohidrat dan mineral, dan ikatan terkuat adalah dengan protein. Manfaat tanin bagi tanaman adalah untuk melindungi diri dari prederator dengan serangan rasa sepat. Akibatnya jika tanin dierikan terlalu banyak pada ternak adalah menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ternak.

Sumber : http://yunitacantabile.wordpress.com/2012/09/06/laporan-tanin/

TINJAUAN PUSTAKA Tanin Tanin dinamakan juga asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak berwarna tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat. Asam tanatmempunyai berat molekul 1.701. Tanin terdiri dari sembilan molekul asam galat dan molekul glukosa (Harborne, 1987). Tanin

merupakan substrat kompleks yang berada pada beberapa tanaman. Tanin memiliki campuran polifenol yang sulit untuk dipisahkan karena substrat ini sulit untuk mengkristal, mudah teroksidasi dab berpolimerisasi dalam larutan dan kelarutannya dalam pelarut sangat rendah. oleh karena itu untuk memisahkan atau mengisolasikan senyawa tanin sangat sulit. Tanin juga dapat menyamak kulit dengan cara mengikat protein menjadi tahan terhadap enzim proteoilitik. Efektifitas pembentukan ikatan protein dan tanin sangat dipengaruhi oleh ukuran molekul tanin (Josyln dan Goldstein, 1964). Swain (1965), menyatakan bahwa tanin dapat mengikat atau mengendapkan protein melalui ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen. Ikatan hidrogen terjadi antara gugus hidroksi fenol pada tanin dengan gugus amida dan asam amino bebas atau antara gugus hidroksi dengan karboksi polimer lain. Ikatan hidrogen bersifat reversibel, ikatan ini terjadi antara gugus karboksil dari ikatan peptida dengan gugus hidroksi dari tanin. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang dominan dalam komplek protein-tanin (Hangerman, 1989). Ikatan ionik terjadi melalui pertukaran gugus anion tanin kation protein. Ikatan kovalen terbentuk dari interaksi gugus kuinon atau semi kuinon yang terdapat pada tanin dengan beberapa gugus reaktif pada protein atau polimer lain (Swain, 1965). Penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk membentuk komplek dikarenakan adanya efek elektrostatik dari protein (Fishman, 1980). Tanin terbagi menjadi 2 kelas secara kimia yaitu berdasarkan adanya gugus fenolik yang tercakup pada masing-masing kelas. Kelas pertama terdiri asam gallic yang berhubungan dengan ikatan polyhidrik yang merupakan esterifikasi dari glukosa. Sedangkan kelas kedua menujukkan yang merupakan nonhydroable yang juga mengandung gugus fenol tetapi jarang yang berikatan dengan karbohidrat dan protein. Atau lebih dikenal dengan kelas yang terkondensasi dan kelas yang terhidrolisis. Kedua kelas ini tersebar luas pada alam. Hagerman, (1989) menyatakan bahwa kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein lebih besar dibandingkan karbohidrat maupun polimer lainnya. Menurut (Cheeke dan shull, 1985) menyatakan bahwa tanin secara biologik memilki sifat mengendapkan protein, artinya dapat mengendapkan protein karena tanin memilki jumlah grup-grup fungsional yang dapat membentuk kompleks kuat dengan molekul-molekul protein, hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang negatif bagi ternak. Interaksi tanin itu sendiri dipengaruhi oleh karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoleotik serta karakteristik tanin seperti bobot molekul, temperatur, komposisi-komposisi pelarut dan waktu.
Sumber : http://novedirgan.blogspot.com/2012/05/laporan-praktikum-ipn-6-taninivan.html http://www.scribd.com/doc/137220985/Perc-3-Uji-Kualitatif-Asam-Sianida-PadaRebung http://www.scribd.com/doc/135581907/Laporan-organik-2 http://www.scribd.com/doc/96495864/7-PEMbahasan-HCN http://www.scribd.com/doc/111131172/Laporan-Praktikum-Vii-Zat-Racun-DalamMakanan

teh : http://www.scribd.com/doc/106772951/Laporan-Praktikum-Analisis-KapasitasAntioksidan-dan-analisis-kadar-total-fenol

You might also like