You are on page 1of 11

ACARA II KULTUR JARINGAN SANSIVERA A. Pendahuluan 1.

Latar Belakang Pemuliaan tanaman in vitro mencakup semua teknik kultur sel dan jaringan yang meliputi perbanyakan, pengamatan dan manipulasi genetik tanaman tanpa melibatkan siklus seksual. Kultur in vitro pada dasarnya merupakan suatu proses perbanyakan sel, jaringan, organ atau protoplas dengan teknik steril. Dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara konvensional, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut: a. Untuk memeperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau sangat lambat diperbanyak secara konvensional. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan menawarkan peluang besar untuk

menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis. b. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan tidak memerlukan tempat yang luas. c. Teknik perbanyakan tanaman secara kultur jaringan dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung pada musim. d. e. Bibit yang dihasilkan lebih sehat. Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik. Sansevieria trifasciata Prain termasuk dalam famili Agavaceae yang memiliki habitat asli daerah tropis kering dan mempunyai iklim gurun yang panas. Famili Agavaceae memiliki sekitar 60 spesies yang tersebar di Afrika dan sebagian spesies dari genus Sansevieria merupakan tanaman hias yang komersial. Tanaman sansievera termasuk tanaman yang bersifat sukulen, karena secara morfologi sansievera dicirikan dengan daun yang tebal dan memiliki kandungan air yang tinggi

Tanaman sansivera merupakan tanaman yang dapat diperbanyak melalui cara vegetatif seperti dengan di stek daun, namun tingginya permintaan akan tanaman hias ini memberikan peluang lebih untuk memperbanyak tanaman sansievera dengan kultur in vitro. Keunggulan dari teknik kultur in vitro bisa memberikan keuntungan yang lebih apabila menerapkannya, selain itu dari ciri-ciri morfologi tanaman sansievera tersebut akan lebih memudahkan penerapannya. Mahasiswa pertanian diharapkan mengerti tentang penerapan kultur jaringan atau in vitro ini, selain dilihat dari segi keunggulannya yang lebih dibandingan dengan metode lain juga harus mengerti tentang karakteristik dari tanaman yang akan dijadikan eksplan. Apabila lebih memahaminya maka penerapan kultur in vitro ini akan lebih maksimal jika diterapkan dikehidupan sehari-hari. 2. Tujuan Praktikum Tujuan paraktikum acara II Kultur Jaringan Sansivera ini adalah : a. b. Mengetahui teknik jaringan sansivera. Mengetahui pengeruh BAP terhadap pertumbuhan dan

perkembangan eksplan sansivera.

B. Tinjauan Pustaka Perbanyakan tanaman sansivera pada umumnya dilakukan secara vegetatif. Sansivera dapat diperbanyak menggunakan stek, pemisahan

anakan. teknik cabut pucuk, dan kultur jaringan. Teknik perbanyakan tanaman sansivera secara vegetatif yang sering dilakukan antara lain perbanyakan dengan stek daun dan pemisahan anakan, pada umumnya tunas akan terbentuk dan tubuh setelah akar terbentuk dengan baik

(Sarmast M.K et al. 2009). Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan (tissue culture) bertujuan untuk mendapatkan tanaman dalam jumlah banyak dan seragam

pertumbuhannya. Seiring dengan permintaan bibit sansievera yang semakin meningkat, cara perbanyakan secara konvensional menggunakan setek, anakan, dan cabut pucuk tidak lagi bisa mencukupi. Satu-satunya cara perbanyakan yang sanggup memenuhi kebutuhan permintaan bibit dalam jumlah besar itu hanyalah kultur jaringan. Eksplan yang digunakan adalah jaringan yang masih muda. Jaringan muda ini tersusun atas sel-sel yang masih muda dan aktif membelah sehingga diharapkan bisa menghasilkan tanaman yang sempurna (Purwanto 2008). Perbanyak secara vegetatif lebih menguntungkan dan sering digunakan dalam memperbanyak tanaman sansievera. Contoh metode kultur jaringan pada sansivera lebih sering diterapkan untuk membiakkan jenis yang menghasilkan anakan seperti jenis S. cylindrica dan jenis yang langka. Eksplan diambil dari nmata tunas pucuk rimpang atau pucuk daun sepanjang 1 cm. sebelum ditanam eksplan disterilisasi terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi (Pramono 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan pertumbuhan plantlet (eksplan yang telah tumbuh) akibat penambahan zat pengatur tumbuh BAP dan pikloram. Persentase daun normal terbesar didapat dari perlakuan B5 tanpa pikloram dan BAP, media MS tanpa pikloram. Pertumbuhan akar plantlet lebih baik yang dikulturkan pada media Murashige Skoog (MS) tanpa

hormon atau dengan penambahan hormon dengan konsentrasi terendah (Anonim 2008). Sitokinin juga mempunyai peran yang penting untuk propagasi secara in vitro yaitu merupakan perangsang pembelahan sel dalam jaringan yang dibuat eksplan. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ini juga merangsang pertumbuhan tunas daun, namun demikian kadar sitokinin yang optimal untuk pertumbuhan tunas juga dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan akar. Kadar konsentrasi dari sitokinin yang dipakai harus sesuai sehingga tidak menghambat pertumbuhan dari eksplan (Wetherel 1988).

C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara III Kultur Jaringan Sansivera dilaksanakan pada hari Selasa, 09 April 2013 bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2. Alat a. b. c. 3. LAFC (Laminar Air Flow Cabinet) lengkap dengan lampu Bunsen Petridish dan botol kultur Peralatan diseksi yaitu pinset besar dan kecil serta pisau pemes

Bahan a. b. c. d. e. f. Eksplan : sansivera Media kultur Alkohol 70% Aquadest steril Spirtus Clorox (Sunclin)

4.

Cara Kerja a. b. Mempersiapan eksplan. Mensterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC) : 1) Merendam eksplan dalam cairan pencuci piring selama 12 jam, dilanjutkan dengan Clorox 5,25% (sunclin 100%) selama menit. 2) Membilas eksplan dengan aquadest steril. c. Menanaman eksplan. 1) Membuka plastik penutup botol media kultur. 2) Mengambil eksplan dan menanamkannya dalam media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api. 3) Selama penanaman mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi. 3

d.

Memelihara 1) Menempatkan Botol-botol media berisi eksplan di rak-rak kultur. 2) Menjaga Lingkungan di luar botol harus, suhu kelembaban dan cahayanya. 3) Menyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk menghindari kontaminasi.

e.

Mengamati selama 5 minggu, yang diamati : 1) Mengamati Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST) setiap hari. 2) Mengamati Jumlah akar, tunas dan daun 1 minggu sekali. 3) Mendeskripsi kalus (struktur dan warna kalus) dilakukan pada saat pengamatan. 4) Mempersentase keberhasilan dilakukan pada akhir pengamatan.

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 2.1 Pengaruh BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan Sansivera
Eksplan Tanggal Akar Sansivera Saat Muncul (HST) Tunas Daun Kalus Akar Jumlah Tunas Daun Keterangan Kontam Bakteri Kontam Bakteri Kontam Bakteri Kontam Bakteri Kontam Bakteri

Gambar 2.1 Kultur Jaringan Sansivera 2. Pembahasan Eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran eksplan serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang

sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita 2003). Eksplan tanaman yang digunakan untuk mengkultur tanaman sansievera pada praktikum ini yaitu pada bagian daunnya. Mengambil bagian tengah daun yang terdapat jaringan meristemnya dengan cara memotongnya dengan menggunakan pisau. Bagian daun yang akan dijadikan eksplan tersebut dipotong kecilkecil. Satu helai daun sansievera bisa dibagi menjadi 3-4 potong besar dan potangan besar tersebut bisa dibagi lagi menjadi 4-6 potongan untuk menjadi eksplan. Cara memotongnyanya yaitu membuang bagian pinggir bagian potongan daun besar sekitar 1-2 cm, yang penting jangan terlalu dalam. Menurut Rostiana (2007) ukuran meristem untuk kultur in vitro yang efektif berkisar antara 3-4 cm yang diperoleh dari tunas berukuran sedang. Semakin besar ukuran tunas semakin tebal lapisan/seludang (bakal daun) yang menutupi apical dome (meristem apikal), sedangkan tunas yang berukuran lebih kecil, seludangnya tidak terlalu banyak, sehingga memudahkan dalam mengisolasi meristem dan persentase eksplan membentuk kalus pun lebih tinggi. Eksplan sansievera yang telah telah dipotong-potong kemudian dicuci dengan larutan sunlight dengan menyikatnya, kemudian direndam di dalam botol yang berisi aquades. Penanaman dilakukan di ruang khusus penanaman, pada ruang tersebut terdapat Laminar (tempat untuk melakukan kultur jaringan. Alat-alat yang akan digunakan disemprotkan alkohol terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi. Eksplan sansievera dimasukan dulu di dalam larutan chlorox, namun jangan terlalu lama, karena lebih cepat mengalami kematian sel. Sel yang mati akibat direndam di larutan chlorox berwarna putih. Penanaman dilakukan didekat lampu bunsen, hal ini untuk mengurangi kontaminasi. Eksplan yang ditanam berdiri vertikal atau

horizontal (yang ada bekas potongannya), kemudian botol kultur ditutup kembali dengan dibungkus plastik. Gejala dari kontaminasi bakteri adalah munculnya hifa dari fungi dan dalam waktu singkat memenuhi media kultur, sedangkan gejala serangan bakteri adalah adanya lendir pada media yang mencirikan koloni dari bakteri. Gejala kontaminasi pada kultur sansievera ini tidak ditemukan, seperti lendir bakteri ataupun busuk dan juga hifa jamur juga tidak ditemukan. Penyebabnya karena tingkat sterilisasi pada eksplan ini mudah (dilihat dari strukturnya yang halus), Faktor lain seperti saat dilakukan penenaman, membuka plastik botol kultur dekat dengan lampu bunsen sehingga mengurangi kontaminasi. Perendeman eksplan pada larutan chlorox yang lama juga salah satu faktor mengapa eksplan tidak terkontaminasi, namun eksplan sansievera ini sepertinya mati, karena pada bagian tepi-tepinya berwarna putih (tanda sel mati). Gejala dari browning sendiri adalah perubahan warna dari eksplan menjadi hitam atau kepucatan pada jaringan-jaringan yang berada di tepi. Pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor genetik, media tumbuh, faktor lingkungan, dan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh (ZPT) di dalam dalam media berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada setiap tingkat

pertumbuhan dan perkembangan (Siregar 2012). Tanaman memiliki fitohormon yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan, serta fitohormon yang menghambat. ZPT akan bekerja secara aditif (sinergis) dengan fitohormon (pendorong) atau antagonis dengan fitohormon yang menghambat. Resultan dari interaksi ini akan tampil dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman pada kultur jaringan tidak dapat menghasilkan karbohidrat sendiri dalam jumlah cukup sehingga perlu diberikan sumber energi karbon dalam media berupa sukrosa.

E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Jadi berdasarkan praktikum acara II Kultur Jaringan Sansievera dapat disimpulkan, bahwa : a. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih. b. Eksplan tanaman sanvievera yang digunakan yaitu pada bagian daunnya tepatnya bagian tengah daun yang terdapat jaringan meristemnya. c. Sterilisasi eksplan dengan penyucian menggunakan larutan sunligth dan direndam didalam aquades. Larutan chlorox juga digunakan untuk mengurangi kontaminasi bawaan dari ekplan. d. Tidak ditemukannya kontaminasi seperti lendir bakteri ataupun busuk dan juga hifa fungi. e. Struktur kulitnya halus sehingga dalam membersihkannya mudah dan mengakibatkan tidak terjadinya kontaminasi, faktor lain karena perendaman dengan larutan chlorox yang cukup lama sehingga mmbunuh mikrooganisme penyebab kontaminasi. f. Timbul gejala browning, yaitu perubahan warna dari eksplan menjadi hitam atau kepucatan pada jaringan-jaringan yang berada di tepi eksplan. g. ZPT yang diberikan akan bekerja secara aditif (sinergis) dengan fitohormon (pendorong) atau antagonis dengan fitohormon yang menghambat. 2. Saran Saran untu praktikum acara II Kultur Jaringan Sansievera, yaitu diberikannya penjelasan mengenai beda lapisan kulit antar eksplan tanaman mana yang perlu direndam lama mana yang tidak, sehingga tingkat keberhasilan penanaman lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Anonim 2008. Pengaruh Komposisi Media Dasar, Penambahan BAP, dan Pikloram terhadap Induksi Tunas Bawang Merah. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013. Pramono S 2008. Pesona Sansievera. PT agro Media Pustaka. Jakarta. Purwanto A.W 2008. Sansievera Flora Cantik Penyerap Racun. Kanisius Yogyakarta. Rostiana O 2007. Peningkatan Kapasitas Regenerasi Kultur Meristem Sansievera melalui Embriogenesis Somatik untuk Menghasilkan Benih Sehat Berimpang Normal. Laporan Akhir Program Insentif Riset Terapan. Kementrian Negara Riset dan Teknologi. 29p. Sarmast M.K, Salehi M, dan Salehi H 2009. The Potential of Different Parts of Sansevieria Trifasciata L. Leaf for Meristemoids Production. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 3(3): 2506-2509. Wetherel D.F 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey. Yusnita, Pungkastiani W, Hapsoro D 2011. In Vitro Organogenesis of Two Sansevieria Cultivars on Different Concentrations of Benzyladenine (BA). J.Agrivita 33 (2):147-153.

You might also like