You are on page 1of 8

2.

2 Indeks Maloklusi Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk mengelompokkan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian, klasifikasi maloklusi masih mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subjektivitas penilaian suatu maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi. Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus-menerus. Dengan menggunakan suatu indeks, dapat dinilai beberapa hal menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori atau numerik sehingga penilaian suatu malklusi bia objektif (Rahardjo, 2009). Syarat suatu indeks maloklusi adalah sebagai berikut: 1. Valid artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur 2. Dapat dipercaya (reliable) artinya indeks dapat mengukur secara konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi yang bermacam-macam, serta pengguna yang berbeda-beda. Kadangkadang ada yang menyebut reliable sebagai reproducible 3. Mudah digunakan 4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks (Rahardjo, 2009). Banyak indeks maloklusi telah dihasilkan, diantaranya indeks-indeks di bawah ini berikut penciptanya: Irregularity Index (Little), Handicapping Malocclusion Assessment Record(HMAR, Salzmann), Occlusal Index (Summers), Dental Aesthetic Index (DAI, Cons, dkk), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN, Shaw, dkk), Peer Assessment Rating Index (PAR Index, Richmond, dkk), dan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON, Daniels dan Richmond). Ada index yang mudah digunakan, misalnya HMAR yang dapat digunakan langsung pada pasien dan ada juga yang rumit yang menggunakan model geligi dan tabel-tabel untuk menilai maloklusi, misalnya Occlusal Index (Rahardjo, 2009). 2.3 Dental Aesthetics Index (DAI)

Dental Aesthetics Index (DAI), dikembangkan di Amerika Serikat dan diintegrasikan ke dalam Studi Kolaborasi Internasional Oral Health oleh Organisasi Kesehatan Dunia. DAI dapat membantu untuk menentukan apakah pasien perlu untuk dirujuk ke dokter spesialis, hal ini dapat mengurangi jumlah pasien yang melakukan konsultasi awal ke dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al., 2009). DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun tentang bagaimana maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi kesejahteraan subjektif dan harian (Paula, 2009). Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu overjet, negatif overjet, kehilangan gigi, diastema, anterior open bite, crowding anterior, diastema anterior, lebar penyimpangan anterior (mandibula dan maksila) dan hubungan anterior-posterior. DAI memiliki empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu skor yang lebih rendah dari atau sama dengan 25 (kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit), skor antara 26 dan 30 (perawatan elektif), skor antara 31 dan 35 (sangat menginginkan perawatan) dan skor lebih besar dari 36 (wajib melakukan perawatan) (Cardoso, et al., 2011). Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan juga sebagai alat screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti (Jenny & Cons, 1996). 2.3.1 Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI) Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu: 1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi yang hilang tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari premolar kedua kanan sampai premolar kedua kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi. Gigi hilang dihitung per gigi, misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang hilang 2 gigi diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus dicatat sebagai gigi hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah menutup, masih ada gigi sulung, ada gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa

2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan gigi yang terletak tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada berdesakan maka diberi skor 0; bila pada salah satu rahang ada berdesakan diberi skor 1; bila pada kedua rahang ada berdesakan diberi skor 2

3. Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari kaninus kanan sampai kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau setiap gigi kontak dengan baik diberi skor 0; jika dalam satu rahang ada ruang antar gigi diberi skor 1; jika pada kedua rahang ada ruang antar gigi diberi skor 2 4. Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang atas dan diukur dengan ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang ada (mm). Jika tidak ada diastema sentral diberi skor 0 5. Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan atau rotasi diberi skor 0; 6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan diberi skor 0;

Gambar 2. Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong 7. Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini dilakukan pada posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada bagian yang jarak gigitnya besar (lebih dari normal (> 2mm)).

Jika semua gigi insisif bawah hilang dan terdapat gigitan terbalik, tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal diberi skor 0 (Jarak gigit normal= 2mm);

Gambar 3. Jarak gigit anterior pada maksila 8. Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula) (Gambar 4). Dicatat jika ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada gigitan terbalik satu gigi karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat;

Gambar 4. Jarak gigit anterior pada mandibula 9. Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya gigitan terbuka terbesar dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan terbuka diberi skor 0;

Gambar 5. Gigitan terbuka vertikal anterior 10. Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal baik kanan maupun kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen atas dan bawah. Nilai 0 untuk relasi molar

yang normal, nilai 1 jika molar pertama bawah kanan atau kiri setengah tonjol distal atau mesial dari molar pertama atas dan nilai 2 jika molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol penuh atau lebih atau distal dari molar pertama atas (Azman, et al. 2010).

Gambar 6. Relasi molar anteroposterior (Mulyana, 2010) Skor DAI diciptakan dari jumlah total sepuluh komponen yang telah dikalikan dengan bobot masing-masing kemudian hasil penilaian ditambahn dengan konstanta (13) (Azman, et al. 2010). Tabel 1. Koefisien Regresi (Mulyana, 2010)

Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan maloklusinya. Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI: <25 maloklusi ringan 26-30 maloklusi sedang 31-35 maloklusi parah >36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).

BAB IV KESIMPULAN

Dental Aesthetics Index (DAI) digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi maloklusi. DAI merupakan suatu indeks ortodonti yang berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti. Dari data yang diambil dari 31 sampel mahasiswa fkg unair, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 12,9% sampel memiliki oklusi normal dan 64,51% sampel dengan maloklusi ringan. Kedua klasifikasi ini tidak membutuhkan perawatan orthodonti. Dan juga terdapat pula 16,12% sampel dengan

maloklusi sedang, 0% maloklusi parah dan 6,45% yang memiliki maloklusi sangat parah sehingga dikategorikan wajib melakukan perawatan ortodonti.

DAFTAR PUSTAKA Azman, A.A.M., Sjafei, A., dan Winoto, E.R. 2010. Malocclusion Severity Representation Using Dental Aesthetic Index Among Ethnic Malays in Johor Bahru Malaysia.Orthodontic Dental Journal Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2010; 4-7 Bernabe E. Flores Mir C. 2006. Orthodontic Treatment Need In Peruvian Young Adults Evaluated Thorugh Dental Aesthetic Index. The Angle Orthodontist; 76:3:417 Cardoso, Chrytiane F, et al. 2011. The Dental Aesthetic Index and Dental Health Component of the Index of Orthodontic Treatment Need as Tools in Epidemiological Studies. Int J Environ Res Public Health. 8(8): 32773286. Hamamci, Nihal, et al. 2009. Dental Aesthetic Index Scores and Perception of Personal Dental Appearance Among Turkish University Students. Vol 31 pp: 168-173. Jenny, J. dan Cons, N.C. 1996. Establishing Malocclusion Severity Levels on Dental Aesthetic Index (DAI) Scale. Australian Dental Journal; 41 (1): 43. Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and Dental Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2 Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar Dasar Ortodonti Perkembangan dan Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15. Paula, Delcides F. 2009. Psychosocial Impact of Dental Esthetics on Quality of Life in Adolescents. Vol. 79, No. 6, pp. 1188-1193. Proffit, W.R. dan Fields, H.W. 2007. Contemporary Orthodontics. 4th Edition. Mosby Inc., St. Louis. h. 151-158 Proffit, W.R. dan Henry, W.Fields Jr. 2000. Contemporary Orthodontics. 3rd Edition. USA: Mosby. p. 2-21, 113. Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC

Wheeler, RC. 2002. Wheelers Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. 6th Edition. USA: W.B. Saunders-AITBS Publisher India. Pp.237, 378 422. Zenab, Yuliawati. 2010. Perawatan Maloklusi Kelas 1 Angle Tipe 2. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia

You might also like