You are on page 1of 13

ACARA V PROTEIN A. Tujuan Tujuan praktikum analisis protein ini adalah sebagai berikut : 1.

Menentukan jumlah kandungan protein dalam bahan makanan (kacangkacangan). 2. Mengetahui prinsip dan cara kerja penentuan kadar protein terlarut dengan Metode Lowry. 3. Membandingkan hasil analisis jumlah kandungan protein pada setiap bahan yang digunakan dengan data literatur yang ada. B. Tinjauan Pustaka Protein adalah senyawa kimia yang mengandung asam amino, tersusun atas atom-atom C,H,O dan N. protein disebut juga zat putih telur, karena protein pertama ditemukan pada putih telur (eiwit). Protein merupakan bahan utama pembentuk sel tumbuhan, hewan dan manusia, kurang lebih () zat padat tubuh adalah protein. Oleh karena itu protein disebut zat pembangun (Sabar, 2010). Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak dan sebagai bahan bakar dalam tubuh manusia. Oleh sebab itu kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada manusia. Analisa proteinbisa dilakukan dengan metoda kromatografi lapis tipis (KLT) (Elidahanum, 2007). Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein berfungsi sebagai biokatalis. Tumbuhan membentuk protein dari CO2 , H2O dan senyawa nitrogen. Hewan yang makan tumbuhan merubah protein hewani menjadi protein hewani. Beberapa makanan sumber protein adalah daging, telur, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan (Anna, 2009). Bila suatu protein dihidrolisis menjadi asam, alkali, atau enzim, akan dihasilkan campuran-campuran asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hydrogen, dan

gugus R yang terikat pada sebuah atom C. Asam amino dalam kondisi netral berada dalam bentuk ion dipolar (Winarno, 2008). Protein dapat mengalami suatu proses yang dapat disebut dengan denaturasi, jika struktur sekundernya berubah tetapi struktur primernya tetap. Bentuk molekulnya mengalami perubahan, biasanya karena terpecah atau terbentuknya ikatan-ikatan silang tanpa menganggu urutan asam aminonya. Proses ini biasanya tidak berlangsung balik (Gaman, 2000). Protein sangat penting untuk proses biologis. Protein bertanggung jawab untuk mengatur dan katalisator reaksi biokimia,mengangkut molekul, kimia visi dan konversi fotosintesis cahaya untuk pertumbuhan, dan protein membentuk dasar dari struktur seperti kulit, rambut dan tendon. Fungsi protein dapat dipahami dalam hal struktur. Memang, struktur tiga-dimensi dari protein erat kaitannya dengan fungsi biologisnya (Steve, 1995). Analisis Protein dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan metode, yang membantu untuk mempelajari protein. Quality Control (QC) adalah sistem kegiatan teknis rutin, untuk mengukur dan mengontrol kualitas seperti yang sedang dikembangkan. Ini menyediakan pemeriksaan rutin dan konsisten untuk menjamin integritas data, ketepatan, dan kelengkapan, membantu untuk mengidentifikasi dan mengatasi kesalahan dan kelalaian juga dokumen dan arsip persediaan bahan dan merekam semua kegiatan QC. Teknik Protein analisis berkembang cepat karena dengan meningkatnya jumlah protein diperoleh dengan teknik DNA rekombinan (Ojha, 2009) Kelompok protein banyak mengandung sub-kelompok dengan spesialisasi fungsional, seperti mengikat ligan berbeda atau yang terlibat dalam berbagai interaksi protein-protein. Sejumlah kecil asam amino pada umumnya menentukan spesifisitas fungsional. Kebanyakan protein mengandung lebih dari satu domain struktural. Untuk urutan analisis yang akurat, pencarian kesamaan, membuat konstruksi untuk protein dalam produksi vitro, dan pemahaman fungsi protein selular, adalah penting untuk memiliki indikasi lokasi domain tersebut (Bernd, 2011).

Protein serum terdiri dari sebuah sistem dinamis dengan berbagai fungsi biologis dan umumnya dianggap bersama-sama karena asal biosintesis yang sama. Selain itu, metabolisme protein manusia dapat dikenakan dengan tindakan zat yang berbeda, seperti basa dan asam. Oleh karena itu menarik untuk mempelajari konformasi perubahan protein selama denaturasi. Selain itu, studi tentang denaturasi protein dan renaturasi in vitro penting untuk memahami mekanisme yang mempengaruhi struktur protein (Shela, 2000). Protein makanan terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino oleh rumen mikro-organisme. Namun, sebagian besar cepat terdegradasi menjadi asam organik asam amino, amoniak dan karbon dioksida. Amonia yang dihasilkan adalah utama nitrogen nutrisi untuk pertumbuhan bakteri. Lapisan sumber protein dengan tidak larut zat seperti tersimpan dalam darah (Adem, 2005). Asupan protein telah disarankan karena berperan penting dalam mengatur hormon anabolik yang terlibat dengan renovasi otot. Jika degradasi protein dikurangi dengan seiring bertambahnya pertambahan protein efek yang dihasilkan akan menghasilkan stimulus yang lebih besar untuk pertumbuhan otot dan peningkatan pemulihan, berpotensi menghasilkan di gainsns kekuatan yang lebih besar. Suplemen protein tidak muncul untuk menurunkan kekuatan tubuh untuk pengembangan kekuatan fisik (Jay, 2007). Penurunan kestabilan emulsi disebabkan oleh denaturasi protein. Denaturasi Protein menyebabkan rusaknya ikatan protein sebagai agen pengemulsi. Selain itu juga disebabkan adanya pembesaran globula fase hidrofilik. Peningkatan viskositas disebabkan oleh adanya penguapan kadar air selama proses pemanasan yang menyebabkan total padatan menjadi meningkat. Selain itu, peningkatan viskositas disebabkan oleh adanya protein yang terdenaturasi (Ermi, 2009) C. METODOLOGI a. Alat 1 2 Tabung reaksi Pipet ukur 1 ml dan 10 ml

3 4 5 6 7 8

Erlenmeyer Blender Kertas saring Corong Sentrifuge Spektrofotometer

b. Bahan 1. Larutan Lowry A : larutan folin ciocalteau dan aquades ( 1:1 ) 2. Larutan Lowry B : campuran 100 ml larutan 2% Na2CO3 dalam NaOH 1 N dengan 1 ml CuSO4.5H2O 1% dan Na-K-tartrat 2% 3. Larutan stndar BSA atau kasein 300 g/ml c. Cara Kerja 1. Preparasi Sampel
Sampel ditimbang 10 gr

Bahan diblender dengan menambahkan 250 ml aquades

Bahan diendapkan, kemudian disaring 80 ml

Hasil penyaringan, diambil 10 ml, kemudian diencerkan dengan aquades sampai 100 ml

Hasil pengenceran diambil 1 ml

2. Pembuatan Kurva Standar 3. Disiapkan 6 tabung masing- masing diisi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml larutan standar BSA, kemudian ditambahkan aquades sampai volume 1 ml Masing-masing tabung ditambahkan 1 ml larutan Lowry B, dan dibiarkan selama 10 menit

Masing-masing tabung kemudian ditambahkan 1 ml larutan Lowry A, dan dikocok, kemudian dibiarkan selama 20 menit

Masing-masing tabung kemudian ditera absorbansinya pada 600 nm dengan spektrofotometer

Data yang diperoleh, dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi dan konsentrasi Ditentukan persamaan kurva standarnya 4. Penentuan Kadar Protein Terlarut
1 ml hasil pengenceran dari preparasi sampel

Ditambahkan 8 ml larutan Lowry B, dan dibiarkan 10 menit

Ditambahkan 1 ml larutan Lowry A, dikocok dan dibiarkan 20 menit

Ditera absorbansinya pada 600 nm dengan spektrofotometer

Data yang diperoleh, dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi dan konsentrasi Ditentukan persamaan kurva standarnya

D. Pembahasan Tabel 3.1 Kurva Standar Protein BSA 7,2 mg/10ml Ml larutan standar Mg protein terlarut 0 7,2 x 100 = 0 0,2 7,2 x 100,2 = 0,144 0,4 7,2 x 100,4 = 0,288 0,6 7,2 x 100,6 = 0,432 0,8 7,2 x 100,8 = 0,576 0,1 7,2 x 101 = 0,720 Sumber : Laporan Sementara A 0,092 0,250 0,451 0,598 0,787 0,896

Gambar 3.1 Kurva Standar Hubungan Konsenterasi dengan Absorbansi Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagaibahan bakar dalam tubuh juga zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Protein merupakan senyawa makromolekuler yang tersusun atas asam-asam amino yang dihubungkan melalui ikatan peptida sehingga senyawa ini disebut juga sebagai polipeptida.

Asam amiono sendiri merupakan asam organik yang bersifat amfoteryang mengandung asam amino (NH2), gugus karboksil (COOH) atom hidrogen dan gugus R (rantai cabang). Ikatan peptida merupakan ikatan yng terbentuk antara gugus karboksil suatu asam amino dengan gugus amino dari asam amino lainnya. Dalam praktikum pentuan kadar protein terlarut digunakan metode Lowry. Metode ini digunakan untuk pengukuran protein secara cepat, pada prinsipnya terjadi reaksi ntara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolipdat dan asam fosfofungstat oleh tirosin dan triftofan pada suasana alkalis sehingga akan dihasilkan warna biru. Menurut Sudarmadji (1989), untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuatkan kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsenterasi dengan OD. Dalam percobaan, larutan standar yang digunakan adalah jenis Bovine Serum Albumin (BSA) hal ini dikarenakan BSA dapat larut dalam pelarut air, sehingga memudahkan untuk pengamatan. Dalam pembuatan larutan standar, hal yan dilakukan adalah memasukkan BSA dalam 6 tabung reaksi yang masing-masing berisi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml dan ditambahkan aquades sampai volume 1 ml. Kemudian ditambahkan 8 ml lowry B dibiarkan 10 menit, setelah itu ditambahkan 8 ml lowry A, kemudian digojok sampai homogen dan dibiarkan 20 menit. Selanjutnya dimasukkan dalam spektrofotometer ditera dengan panjang gelombang 600 nm sehingga dapat terbaca absorbansi. Agar asam fosfofungstat bereaksi dengan asam-asam amino penyusun protein maka dilakukan penggojokan dan pemberian waktu setelah penambahan larutan Lowry A. Dari data absorbansi yang telah diuji dengan spektrofotometri, hasilnya menunjukkan intensitas warna biru yang berbeda-beda. Urutan dari yang terbesar adalah 0,896 dari 0,1 larutan standar; 0,787 dari 0,8 larutan standar 0,598 dari 0,6 larutan standar ; 0,451 dari 0,4 larutan standar; 0,250 dari 0,2 larutan standar dan 0,092 dari 0 larutan standar. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak larutan standar BSA yang ditambahkan semakin biru warna larutan. Ini terjadi karena semakin banyak larutan standar BSA yang

ditambahkan semakin banyak pula ikatan peptida maka yang bereaksi dengan Cu2+ dari larutan lowry B semakin banyak sehingga warnanya menjadi semakin biru (sampai biru kehitam-hitaman). Semakin biru warna larutan maka semakin besar pula absorbansi dan konsentrasinya sehingga apabila digambar dalam bentuk kurva bentuknya linier. Tabel 3.2 Penentuan Kadar Protein Kel. 1 6 11 2 7 Sampel A Mg Protein Terlarut 45,2 24,717 21,8 40,43 26,74 30,32 40,6 22,286 19,4 25,69 18,18 %kadar 2,26 1,236 1,092 2,021 1,337 1,52 2,03 1,11 0,97 1,28 0,909 Rata-rata 1,529 1,679 1,775 1,04 1,097

Maya saus 0,6173 tomat 0,383 0,380 Gaga saus 0,563 tomat dan 0,406 cabai 3 Kingfisher 0,446 saus tomat 0,565 8 4 ABC Saus 0,355 cabai 9 0,322 5 Maya saus 0,394 cabai 10 0,308 Sumber : Laporan Sementara

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh (Winarno, 2004). Penentuan kadar protein erat penting kaitannya dengan status gizi seseorang. Dalam penentuan kadar protein praktikum ini digunakan sampel sarden dari beberapa merek dagang, yaitu Sarden Maya saus tomat, sarden Gagag saus tomat dan cabai, sarden Kingfisher saus tomat, ABC saus cabai, dan Maya saus cabai. Dari hasil praktikum yang dilakukan oleh kelompok sepuluh untuk pengujian sarden Maya saus cabai diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,308. Protein terlarut sebesar 18,8 dengan kadar 0,909%. Dengan menggunakan persamaan regresi y = 1,146x + 0,0996 dimana y adalah absorbansi, x adalah konsentrasi dihitung konsentrasi larutan sampel 18,18 mg dan kadar proteinnya sebesar 0,909%. Hasil tersebut berbeda dengan kadar protein dalam produk maya saus cabai yang tertera dalam kemasan, yaitu sebesar 2,84% dengan berat produk sebesar 425 g mengandung 12,08 g protein.

Dari hasil percobaan, kadar protein yang paling tinggi adalah sampel A yang merupakan maya saus tomat yang dilakukan kelompok 1 dengan kadar proteinnya sebesar 2,26%. Sedangkan kadar protein yang paling rendah yaitu sampel E yang merupakan maya saus cabai oleh kelompok 10 dengan kadar proteinnya sebesar 0,909%. Sedangkan hasil rata-rata tiap sampel urutan kadar protein dari yang tertinggi hingga terendah sebagai berikut, kingfisher saus tomat 1,775% ; gaga saus tomat dan cabai 1,679% ; maya saus tomat 1,529% ; maya saus cabai 1,097% dan ABC saus cabai 1,04%. Perbedaan kadar protein pada setiap sampel disebabkan karena kandungan protein sarkoplasma dari bahan baku saus sarden yang berbeda dalam hal ini adalah daging ikan yang bervariasi pada setiap spesies ikan. Penyimpangan nilai kadar protein pada sampel sarden maya saus cabai dengan hasil praktikum ini, dikarenakan praktikan yang kurang teliti saat melakukan percobaan, misalnya kurang akurat saat penimbangan, kelebihan atau kekurangan larutan lowry yang ditambahkan. Selain itu, terbentuknya buih saat diblender juga menimbulkan kesulitan saat menentukan garis tanda saat larutan protein terjadi, karena terperangkapnya udara dalam molekul protein secara mekanis. Semakin banyak udara yang terperangkap maka semakin banyak pula buih yang terbentuk. Saat pengambilan sampel untuk ditimbang, hal yang dilarang untuk dilakukan adalah membiarkan terlalu lama di udara terbuka karena protein bersifat higroskopis. Senyawa fenolik yang terdapat dalam protein juga dapat membentuk warna biru sehingga dapat mengganggu hasil penetapan. E. Kesimpulan 1. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. 2. Semakin banyak larutan standar BSA yang ditambahkan semakin biru warna larutan. 3. Urutan absorbansinya dari yang terkecil adalah, 0,092; 0,250; 0,451; 0,598; 0,787; 0,896.

4. Sarden maya saus cabai kelompok 10, memiliki hasil protein terlarut sebesar 18,8 dengan kadar 0,909%. 5. Persamaan regresi yang diperoleh dari kurva standar adalah, y = 1,146x + 0,0996 6. Kadar protein yang paling tinggi adalah sampel A maya saus tomat dari kelompok 1 sebesar 2,26%. 7. Kadar protein yang paling rendah yaitu sampel E maya saus cabai oleh kelompok 10 sebesar 0,909%. 8. Rata-rata kadar protein tiap sampel dengan urutan tertinggi hingga terendah kingfisher saus tomat 1,775% ; gaga saus tomat dan cabai 1,679% ; maya saus tomat 1,529% ; maya saus cabai 1,097% dan ABC saus cabai 1,04%. 9. Terbentuknya buih saat diblender menimbulkan kesulitan saat menentukan garis tanda saat larutan protein terjadi, karena terperangkapnya udara dalam molekul protein secara mekanis.

DAFTAR PUSTAKA

Brandt Bernd W. 2011. Protein Analysis Tools and Services at IBIVU. Journal of Integrative Bioinformatics, Volume 1. Fairchild Steve. 1995. Protein Structure Analysis and Prediction. Journal of Mathematic. Vol.V, No. 3. Gaman. 2000. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gorinstein Shela. 2000. Intrinsic Tryptophan Fluorescence of Human Serum Proteins and Related Conformational Changes. Journal of Protein Chemistry, Vol. 19, No. 8. Hoffman Jay. 2007. Effects of Protein Supplementation on Muscular Performance and Resting Hormonal Changes in College Football Players. Journal of Sports Science and Medicine, Volume 6. Husni Elidahanum. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji Sosis. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 12. Kamalak Adem. 2005. Protected Protein and Amino Acids in Ruminant Nutrition. Journal of Science and Engineering Volume 8. M.D.Ojha. 2009. Protein Analysis: Progress of Analytical Techniques. International Journal of Chemical Research, ISSN: 0975-3699, Volume 1. Poedjiadi Anna. 2009. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia press. Jakarta. Sukasih Ermi. 2009. Optimasi Kecukupan Panas Pada Pasteurisasi Santan dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Santan Yang Dihasilkan. Jurnal Pascapanen Volume 6 Surbakti Sabar. 2010. Asupan Bahan Makanan Dan Gizi Bagi Atlet Renang. Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 8. Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Lampiran

Kandungan Energy Protein Karbohidrat Diatery fiber Omega 3 DHA EPA Linolenat Omega 6 Omega 7 Omega 9 Kalsium Natrium Iron

Maya 180 kal 12,08 g 2.60 g 2.11 g 5.30 g 2.59 g 2.48 g 0.23 g 1.65 g 1.21 g 1.66 g 300 mg 0.20 g 3064 g

Perhitungan Maya Saus Tomat = 2 gram Absorbansi sampel = 0,308 y = bx + a

y = Ao sampel = 0,308 a = 0,0996 b = 1,146 0,308 = 1,146x + 0,0996 x=


0,308 0,0996 1,146

x = 0,181 Keterangan pengenceran 2gr / 100ml 1ml Faktor pengencer = 100 mg Protein Terlarut = x . 100 = 0,218. 100 = 21,8 % protein =
x.100 beratsampel

x 100%

= 2000mg = 1,092 %

0,218.100

x 100%

Pada kemasan tertera protein 12,08 g dalam 425 g produk. Maka kadar protein = = 2,84%
12,08 x 100% 425

You might also like