You are on page 1of 19

ACARA II ISOLASI KASEIN

A. Tujuan Tujuan praktikum acara II Isolasi Kasein ini adalah mahasiswa mampu mengisolasi rendemen kasein dari susu. B. Tinjauan Pustaka Susu dan produk susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bergizi tinggi dan sangat penting untuk kebutuhan manusia karena mengandung zat yang sangat diperlukan oleh tubuh seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Susu juga dapat dibuat antara lain menjadi produk olahan asal susu, seperti susu bubuk, keju dan lain-lain. Komposisi kandungan utama susu bervariasi di antara spesies, tetapi semua susu mengandung kandungan nutrisi yang sama. Kasein merupakan komplek senyawa protein dengan garam Ca, P dan sejumlah kecil Mg dan sitrat sebagai agregat makromolekul yang disebut kalsium fosfo-kaseinat atau misel kasein. Kasein dapat dipresipitasi oleh asam atau enzim rennin dan presipitasi kasein oleh rennin ini merupakan dasar untuk pembentukan curd dalam keju. Kasein terdapat dalam susu sebagai suatu suspensi koloidal partikel-partikel kompleks yang disebut misel. Kasein terdiri dari tiga komponen yaitu -kasein, -kasein dan -kasein. Alfa-kasein dan -kasein terbentuk di dalam kelenjar susu atau ambing sedang -kasein mula-mula ditemukan di dalam aliran darah kemudian masuk ambing lalu bergabung dengan kompleks -kasein dan dikenal sebagai -kasein (Hasinah et al. 2007). Protein adalah komponen yang paling penting dalam susu dan dipengaruhi oleh faktor gizi, fisiologi dan genetik. Protein susu ditemukan sekitar 95% dari total susu nitrogen dan terdiri dari kasein (, , dan ) , protein whey (laktoglobulin dan -laktalbumin), serum albumin dan imunoglobulin. Meskipun protein whey memiliki nilai gizi yang tinggi, kasein penting untuk pembuat keju. Kasein menyumbang antara 76 dan 86% dari total susu protein. Kandungan

protein susu bergantung pada tahap laktasi, serta nutrisi dan perkembang biakan. Keturunan yang memproduksi susu dengan kadar lemak tinggi juga memiliki konsentrasi protein yang lebih tinggi. Gizi juga mempengaruhi kandungan protein susu. Konsentrasi asam amino esensial arteri dan sintesis protein susu meningkatkan produksi kasein (Smit, 2003). Kasein adalah komponen utama protein susu, dimana menyumbang sekitar 80% dari total persediaan protein. Sampai saat ini, peran utama fisiologis kasein dalam sistem susu secara luas sebagai sumber asam amino yang diperlukan oleh pertumbuhan. Namun, sistem fitur fisiologis dominan kasein misel baru-baru ini telah terbukti menjadi pencegahan patologis pengapuran kelenjar susu. Sementara tidak ada karakteristik fisiologis tertentu yang telah diusulkan untuk sistem kasein (atau komponen fraksinya), berbagai peptida tersembunyi (atau tidak aktif) di urutan asam amino telah menjadi subjek penelitian semakin sering. Banyak fungsi mengenai peptida tersebut, yang dikenal memiliki aktivitas biologis (Silva et al. 2005). Kasein merupakan protein utama susu, suatu makromolekul yang tersusun atas subunit asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Kasein berfungsi sebagai substrat bagi enzim protease. Susu skim mengandung kasein yang disertakan ke dalam medium pertumbuhan bakteri berfungsi sebagai substrat enzim. Hidrolisis kasein digunakan untuk memperlihatkan aktivitas hidrolitik protease. Protease mengkatalisis degradasi kasein yaitu dengan memutuskan ikatan peptida CO-NH dengan masuknya air ke dalam molekul. Reaksi tersebut melepaskan asam amino (Susanti VH et al, 2003). Kasein merupakan protein susu dengan kisaran pH 4.6. Dengan demikian kasein tidak larut pada pH yang isoelektrik. Kasein bukanlah protein bulat, dalam susu kasein sitemukan dalam jumlah besar, kasein misel, yang juga mengandung koloid kalsium fosfat (CCP). Dengan pengasaman, CCP larut. Sebagian besar kasein molekul terglikosilasi menjadi berbagai variasi. -kasein mudah diserang oleh enzim rennet, yang memecah molekul -kasein, dengan demikian

kehilangan kemampuannya sebagai pelindung. Hasilnya, endapan kasein berhadapan dengan ion Ca. Reaksi ini merupakan dasar dari pembekuan susu oleh rennet dalam pembuatan keju. Kasein diubah dengan cara tersebut menjadi paracasein dan dapat diperoleh melalui renneting. Kasein rennet yang dihasilkan memiliki kandungan tinggi kalsium fosfat. Kasein tidak terdenaturasi namun, pemanasan pada suhu di atas sekitar 120oC menyebabkan kasein perlahan-lahan menjadi tidak larut karena perubahan kimia (Walstra, 2006). Kasein tidak rentan terhadap denaturasi termal, misalnya natrium kaseinat (pH 6.5-7.0) dapat dipanaskan pada 140oC selama lebih dari 1 jam tanpa terlihat perubahan fisikokimia. Stabilitas panas kasein yang sangat tinggi memungkinkan disterilisasi panas produk susu yang dihasilkan tanpa perubahan besar dalam sifat fisik. Stabilitas panas susu hampir selalu cukup untuk menahan perlakuan suhu, jarang ditemukan kerusakan sebagai Fenomena Utrecht, ketika susu mengental pada pemanasan HTST. Kerusakan karena Ca2+ konsentrasi yang sangat tinggi karena konsentrasi rendah sitrat. Namun, stabilitas panas susu menurun tajam pada konsentrasi dan biasanya tidak mampu untuk menahan perlakuan pengolahan UHT kecuali penyesuaian tertentu dan/atau perlakuan yang dibuat (McSweeney, 1998). Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari industri pembuatan keju setelah proses pemisahan kasein dan lemak selama pengendapan susu. Whey dikenal sebagai limbah industri pangan, khususnya dari pembuatan produk susu keju. Whey tersebut merupakan polutan terbesar dari air limbah produksi keju. Setiap kilogram keju yang diproduksi akan menghasilkan 8-9 liter whey cair. Berdasarkan mekanisme koagulasi kasein, membedakan whey menjadi dua, yaitu whey manis (rennet whey) dan whey asam (quark whey). Whey manis diperoleh dari koagulasi protein secara enzimatik dan umumnya bebas dari kalsium, sedangkan whey asam diperoleh dari koagulasi kasein dengan asam (proses pengasaman) dan umumnya mengandung kalsium laktat. Whey manis sebagai limbah cair dari produksi keju natural dan keju olah seperti cheddar, mozzarella,

gouda dan swiss yang menggunakan susu penuh sebagai bahan bakunya. Susu skim yang digunakan untuk produksi keju cottage dan quark akan menghasilkan whey yang disebut whey asam. Whey manis mempunyai pH sekitar 5-7, sedangkan whey asam sekitar 4-5, serta mengandunglaktosa (4-7%) dan protein (0,6-1,0%). Limbah whey memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan

alternatif pembuatan bioetanol (Anwar et al, 2012). Isolasi kasein pada tingkat industri dilakukan dengan pengendapan isoelektrik yang diikuti oleh netralisasi dengan alkali [NaOH, Ca(OH)2, KOH] untuk menghasilkan kaseinat yang dimasukkan ke dalam berbagai macam produk makanan. Selama langkah-langkah yang berbeda dalam pembuatan kaseinat ada potensi untuk mengubah fungsionalitas CN melalui defosforilasi enzimatis, asam atau alkali. Defosforilasi enzimatis bisa terjadi karena beberapa fosfatase inhibitor seperti laktosa, whey protein, dan fosfat anorganik dikeluarkan selama pembuatan kaseinat (Ward et al, 1998). Setelah proses asidifikasi, proses koagulasi (penggumpalan) dimulai, yaitu susu diubah menjadi dadih dan air dadih. Karena pH susu berubah, maka struktur kasein berubah membentuk dadih. Intinya kasein dalam susu membentuk dadih yang mengandung lemak dan air. Walaupun asam saja sudah cukup menyebabkan koagulasi, namun metode yang paling umum adalah koagulasi dengan enzim karena sifat-sifat fisik susu yang digumpalkan dengan enzim lebih baik dibanding susu yang digumpalkan dengan asam. Enzim yang digunakan untuk menggumpalkan susu dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya hewan, tanaman dan jamur (Subroto, 2011). Langkah proses isolasi susu sebagai berikut susu dipanaskan pada suhu 40 C kemudian ditambahkan asama asetat, penambahan ini bertujuan untuk mencapai titik isoelektris kasein. Hal ini akan membuat kasein keluar bersama dengan keluarnya presipitat lain yakni whey. Cairan ini akan berubah hampir tidak menyerupai susu ketika tidak ada kasein. Pemanasan susu menyebabkan misella terdisosiasi lebih dulu ketika pH rendah, asam amino terlepas. Hal ini
o

penting untuk tidak terlalu memanasi susu terlalu panas karena jika melampaui temperature optimal gumpalan akan terdisosiasi lebih cepat kedalam partikel lain dan tidak lagi berbentuk gumpalan. Jika terlalu banyak asam asetat yang ditambahkan maka presipitat protein akan menggumpal. Kasein dan butterfat dipisahkan dari whey dengan straining presipitat melalui cheesecloth. Kasein tidak larut dalam etanol sehingga memiliki kemampuan untuk menghilangkan bagian lemak yang tidak diinginkan dari preparasi. Kasein kemudian dikeringkan dengan vacuum filtration. Gumpalan perlu dipecah dengan mashing untuk menghilangkan cairan sebanyak mungkin. Ketika kita minum susu, asam lambung akan menurunkan pH susu untuk mencapai titik isoelektris kasein. Kasein dan presipitat akan keluar dari susu sehingga protein mudah untuk dicerna. Protein whey siap untuk dicerna untuk meningkatkan asam amino dan sintesis protein, proses ini berlangsung selama 40 menit sampai 1 jam. Pencernaan kasein di dalam lambung berjalan sangat lamban dibutuhkan waktu selama 7 jam hingga pencernaan selesai (Spurlock, 2012). Di dalam dunia perdagangan dikenal adanya berbagai macam susu. Dari berbagai macam susu tadi baan bakunya dibuat dari susu segar dan kemudian diolah atau diproses untuk diawetkan. Berbagai macam susu antara lain yakni whole milk, skim milk, fortified milk, concentrated milk, dan susu kering. Whole milk adalah susu segar yang setidak-tidaknya memiliki 3,25% lemak dan 8,25% bahan kering non lemak. Skim milk adalah susu segar yang dikurangi kadar lemaknya menjadi 0,1% atau kurang dan bahan kering non lemak paling rendah 8% - 9,25%. Fortified milk adalah susu yang ditambahkan vitamin dan mineral, biasanya ditambahkan dengan vitamin D. Concentrated milk adalah susu segar yang dipanaskan ditempat khusus untuk membuat susu kental. Ada dua jenis concentrated milk yaitu evaporated milk dan sweet condensed milk. Susu kering meliputi whole milk powder dan skim milk powder (AAK, 1982).

Tabel 1. 1 Komposisi Produk Susu Air Produk (%) 87,2 Whole milk 90,5 Skim milk 73,8 Evaporated milk 27,1 Sweetened condensed milk 2,0 Whole milk powder 3,0 Skim milk powder (AAK, 1982).

Lemak (%) 3,7 0,1 7,9 8,7 27,5 0,8

Protein (%) 3,5 3,6 7,0 8,1 26,4 35,9

Karbo (%) 4,9 5,1 9,7 54,3 38,2 52,3

Mineral (%) 0,7 0,7 1,6 1,8 5,3 8,0

Susu skim adalah susu yang mengandung semua kandungan susu kecuali lemaknya yang telahdikurangi hingga 0,5%. Susu skim mengandung lemak yang lebih sedikit maka kandungan vitamin A, D, dan E juga rendah. Vitamin yang bersifat larut dalam air, termasuk di dalamnya vitamin B kompleks dan asam askorbat (vitamin C) dapat ditemukan dalam susu skim (Ginting et al, 2005). Bubuk full cream yang terbuat dari susu yang konsentrasi lemak standarnya sekitar 25-28%. Penambahan susu bubuk full cream dalam proses pembuatan krim sup secara langsung akan mempengaruhi warna, aroma, rasa, tekstur dan penampilan yang dihasilkan krim sup. Susu bubuk full cream dapat memberikan aroma dan rasa lezat pada krim sup. Susu bubuk full cream juga dapat membentuk tekstur yang lembut di mulut dan meningkatkan kekentalan (Sunyoto et al, 2012). Peptida pada susu fermentasi mempunyai variasi komposisi dan mengandung CPP (Casein Phosphopeptides) yang punya banyak kelebihan ketika digunakan. Sebuah penelitian bertujuan mengisolasi CPP dari susu fermentasi dan dikarakteristik dengan teknik yang sesuai. Ada tiga parameter yaitu viskositas, asam yang tertitrasi dan pH yang distandarisasikan sebelum studi lebih jauh. Aktivitas antimikroba dari CPP juga diuji dalam hal melawan sejumlah pathogen dan pengaruh positif pada Escherichia coli dan Pseudomonas yaitu sebesar masing-masing 14 dan 16 dari zona inhibisi. Berat molekuldari CPP ditentukan dengan elektroforesis dan berada pada 3.5 4.0 KD (Kilo Dalton). FTIR dianalisa

dengan penambahan sampel susu non fermentasi sebagai kontrol, nilai pada susu fermentasi adalah 3411 cm-1. CPP memiliki aktivitas imunomodulator dan juga punya potensi sebagai antihipertensi. CPP digunakan sebagai obat namun masih bisa digunakan secara luas. Peptida susu fermentasi memainkan peran natural pada berbagai manusia mekanisme biokimia dan imunobiologi dalam tubuh

dan dapat diformulasikan ke obat oral untuk semua umur

(Arunachalam dan Raja, 2010). Susu bubuk full cream berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri starter. Hal ini disebabkan karena di dalam susu bubuk full cream mengandung bahan kering yang tinggi yang terdiri dari protein (25%), lemak (29%) dan laktosa (37%) yang merupakan sumber energi utama guna mempercepat aktivitas dan perkembangbiakan bakteri starter dengan membentuk asam laktat dan komponen flavor. Sebagian besar protein globuler, dalam hal ini kasein yang berasal dari susu bubuk full cream mudah mengalami denaturasi. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya, yang pada akhirnya protein akan menggumpal atau mengendap. Kekentalan akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik. pH yang rendah akibat pembentukan asam laktat yang tinggi menyebabkan protein yang berasal dari susu bubuk full cream mencapai titik isoelektrik (4,6-4,7), sehingga menyebabkan konsistensi meningkat

(Chairunnisa, 2009). Susu skim mempunyai beberapa komponen yang berpotensi sebagai antioksidan, antara lain vitamin A, C, E, asam amino, polisakarida dan protein yang memiliki gugus sulfhidril. Pada media fermentasi susu skim, baik sebelum maupun sesudah fermentasi tidak mengandung serat, hal ini terjadi karena susu skim tidak mengandung serat kasar sampai 90%. Pada media fermentasi susu skim, komponen yang berpotensi sebagai antioksidan adalah vitamin A, E, asam amino, dan protein yang memiliki gugus sulfhidril. Pada media fermentasi susu skim terjadi penurunan aktivitas antioksidan. Hal ini diduga antioksidan yang ada pada media fermentasi susu skim telah teroksidasi karena selama inkubasi masih

terdapat oksigen di lingkungan fermentasi. Kondisi asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi tergolong rendah (pH setelah fermentasi berkisar antara 5.33-5.50) sehingga kemampuan asam organik dalam meregenerasi dan menstabilkan vitamin E (antioksidan primer) juga rendah. Selain itu penurunan aktivitas antioksidan pada media fermentasi susu skim juga disebabkan karena gugus sulfhidril protein yang berpotensi sebagai antioksidan telah terdegradasi menjadi asam amino, yaitu asam amino tersebut sudah tidak memiliki aktivitas antioksidan lagi (Zubaidah dkk, 2012). C. Metode 1. Alat a. Timbangan analitik b. Gelas beker c. Hotplate d. Pengaduk e. Kertas saring f. Oven g. Pipet 2. Bahan a. Susu bubuk skim ( A,B ) b. Susu bubuk full cream ( A, B, C ) c. Air hangat d. Asam asetat 10 % e. Etil eter : etanol (1:1) f. CaCl2

3. Cara Kerja Ditimbang 5 gram susu dan dilarutkan dengan air hangat 20 ml

Dipanaskan diatas hotplate pada suhu kurang dari 55oC

Ditambah asam asetat 10 % sampai pH 4,6

Dipanaskan kembali sampai cairan yang semula berkabut susu menjadi jernih dan kasein memisah Kasein diendapkan sampai membentuk massa yang kompak lalu dipindah ke beker lain

Air dihilangkan dengan filtrasi, ditambah 5 ml campuran etil eter : etanol (1:1)

Campuran etil eter : etanol (1:1) dibuang lalu proses sebelumnya diulangi

Campuran etil eter : etanol (1:1) dibuang dengan filtrasi kertas saring

Kasein dikeringkan dengan meletakkan diatas kertas saring serta dibiarkan diudara selama 10 15 menit Dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 8 jam

Dihitung rendemen kaseinnya

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Rendemen Kasein Berat Kertas CaCl2 Kel. Sampel Saring Awal (%) (A gr) 1 Susu skim A 0,04 0,632 2 Susu skim B 0,04 0,640 3 Susu Fullcream A 0,04 0,641 4 Susu Fullcream B 0,04 0,645 5 Susu Fullcream C 0,04 0,652 6 Susu skim A 0 0,650 7 Susu skim B 0 0,650 8 Susu Fullcream A 0 0,613 9 Susu Fullcream B 0 0,647 10 Susu Fullcream C 0 0,654 Sumber : Laporan Sementara Berat Kertas Saring setelah dioven (B gr) 1,369 3,030 2,860 2,655 4,477 2,495 3,114 2,543 1,222 3,635 Rendemen Kasein (10%) 14,68 47,8 44,38 40,2 76,5 36,9 49,28 38,6 11,5 59,62

Kasein adalah komponen utama protein susu, dimana menyumbang sekitar 80% dari total persediaan protein. Menurut Hasinah (2007), kasein dapat dipresipitasi oleh asam atau enzim renin dan presipitasi kasein oleh rennin ini merupakan dasar untuk pembentukan curd dalam keju. Kasein terdapat dalam susu sebagai suatu suspensi koloidal partikel-partikel kompleks yang disebut misel. Susu skim adalah susu yang mengandung semua kandungan susu kecuali lemaknya yang telah dikurangi hingga 0,5%. Susu skim mengandung lemak yang lebih sedikit maka kandungan vitamin A, D, dan E juga rendah. Vitamin yang bersifat larut dalam air, termasuk di dalamnya vitamin B kompleks dan asam askorbat (vitamin C) dapat ditemukan dalam susu skim (Ginting et al, 2005). Sedangkan menurut Sunyoto (2012), susu krim/fullcream adalah susu bubuk yang terbuat dari susu yang konsentrasi lemak standarnya sekitar 25-28%. Chairunnisa (2009) mengatakan bahwa di dalam susu bubuk full cream mengandung bahan kering yang tinggi yang terdiri dari protein (25%), lemak (29%) dan laktosa (37%) yang merupakan sumber energi.

Dalam praktikum ini menggunakan sampel susu skim kode A dan B serta susu fullcream kode A, B dan C. Isolasi kasein dilakukan dengan presipitasi oleh asam asetat 10 %. Pada kelompok 1 5 sampel ditambahkan CaCl2 sebanyak 0,04 %. Sedangkan kelompok 6 10 tidak dilakukan penambahan CaCl2 pada sampel susu. Hasil praktikum didapatkan data rendemen kasein (%) berturut-turut sebesar 14,68; 47,8; 44,38; 40,2; 76,5; 36,9; 49,28; 38,6; 11,5 dan 59,62. Dapat kita lihat bahwa sampel susu skim yang ditambah CaCl2 menghasilkan rendemen kasein yang lebih besar daripada sampel yang tidak ditambah CaCl2. Sedangkan sampel susu full cream mengalami penurunan rendemen kasein. Hal ini sesuai teori yang dijelaskan oleh Ginting et al, (2005), bahwa kalsium akan membentuk kation kalsium (II), Ca2+ dalam larutan-larutan air. Senyawa ini merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memperkeras atau menghindari melunaknya pangan akibat dari proses pemanasan. Adanya CaCl2 akan membuat kasein yang terpisah dapat membentuk massa yang kompak sehingga rendemennya cukup besar. Isolasi kasein dilakukan dengan memanaskan sampel yang sebelumnya sudah dilarutkan dalam air hangat, pemanasan sampel tersebut dilakukan pada suhu kurang dari 55oC. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan kelarutan protein sehingga dapat mengendapkan protein susu pada kondisi yang sesuai atau pemanasan ini dapat menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga mempercepat pengendapan protein. Tapi pemanasan pada suhu ini, kasein tidak mengalami pengendapan. Pada dasarnya kasein merupakan protein yang stabil terhadap pemanasan dan tidak mengalami denaturasi apabila air susu dipanaskan. Tapi pemanasan ini akan mengubah stabilitas kasein dan menyebabkan kasein nantinya mudah dilakukan pengendapan. Langkah proses isolasi kasein selanjutnya adalah penambahan asam asetat sampai pH mencapai 4,6 ,penambahan ini bertujuan untuk mencapai titik isoelektris kasein. Hal ini akan membuat kasein keluar bersama dengan

keluarnya presipitat lain yakni whey. Cairan ini akan berubah hampir tidak menyerupai susu ketika tidak ada kasein. Pemanasan susu menyebabkan misella terdisosiasi lebih dulu ketika pH rendah, asam amino terlepas. Hal ini penting untuk tidak terlalu memanasi susu terlalu panas karena jika melampaui temperatur optimal gumpalan akan terdisosiasi lebih cepat kedalam partikel lain dan tidak lagi berbentuk gumpalan. Jika terlalu banyak asam asetat yang ditambahkan maka presipitat protein akan menggumpal (Spurlock, 2012). Setelah kasein diendapkan, selanjutnya ditambah campuran etil eter : etanol (1:1) dan difiltrasi dengan kertas saring. Spurlock (2012) juga mengatakan bahwa kasein tidak larut dalam etanol dan pelarut lemak seperti etil eter sehingga memiliki kemampuan untuk menghilangkan bagian lemak yang tidak diinginkan dari preparasi. Jadi, penambahan campuran etil eter : etanol (1:1) bertujuan untuk menghilangkan lemak dan bahan-bahan lain yang tidak diinginkan tercampur dalam kasein sehingga hasil rendemen kasein tidak bercampur dengan bahan lain dalam susu. Untuk sampel susu skim A didapat hasil rendemen kasein (%) berturutturut sebesar 14,68 dan 36,9. Sedangkan susu skim B berturut-turut sebesar 47,8 dan 49,28. Dari data ini dapat dilihat bahwa rendemen kasein susu skim B lebih besar daripada susu skim A. Sedangkan untuk hasil rendemen kasein (%) sampel susu fullcream A berturut-turut sebesar 44,38 dan 38,6. Sampel susu fullcream B sebesar 40,2 dan 11,5. Sampel fullcream C menghasilkan rendemen kasein (%) sebesar 76,5 dan 59,62. Dari ketiga sampel susu fullcream, sampel yang menghasilkan rata-rata rendemen kasein terbesar adalah susu fullcream C, dan rendemen terkecil adalah susu fullcream B. Ini berarti bahwa sampel susu fullcream C lebih banyak mengandung protein dibandingkan sampel susu fullcream A dan B. Hal ini dikarenakan kasein merupakan komponen utama protein susu, dimana menyumbang sekitar 80% dari total persediaan protein. Sedangkan jika dilihat dari keseluruhan sampel maka didapat hasil ratarata rendemen kasein (%), nilai rendemen terbesar adalah susu fullcream C dan

yang terkecil adalah susu skim A. Hasil ini belum sesuai teori, seharusnya kasein dalam susu skim lebih banyak daripada kasein dalam susu fullcream. Menurut AAK (1982), kadar protein susu bubuk skim adalah sebesar 35,9 %. Sedangkan kadar protein susu fullcream menurut Chairunnisa (2009), hanya sebesar 25% saja. Hal ini terjadi kemungkinan pada pemurnian kasein oleh campuran eter : etanol masih menyisakan komponen bukan kasein seperti zat pengotor. Adanya zat pengotor ini mempengaruhi berat rendemen saat dilakukan penimbangan. Selain itu kesalahan dapat terjadi ketika mendekantasi kasein dengan larutan susu dan ketika ditambahkan eter kurang lama pada saat pencampuran dan pengadukannya, sehingga masih terdapat zat-zat lain seperti lemak yang masih bercampur dengan kasein serta ketika dilakukan penimbangan, endapannya belum terlalu kering. Rendemen kasein dapat diartikan persentase rasio antara kasein yang diperoleh terhadap susu yang digunakan sebagai sampel. Hal-hal yang mempengaruhi besarnya rendemen kasein antara lain ditentukan oleh kadar protein bahan kering susu (sampel yang digunakan). Selain itu juga dipengaruhi faktor lain seperti reaksi proteolisis dan penggunaan bahan tambahan makanan. Reaksi proteolisis yang berlanjut dapat menurunkan rendemen yang diperoleh, karena proteolisis yang berlanjut akan meningkatkan fraksi protein yang terlarut dalam whey (Yudihapsari, 2009). Faktor lainnya adalah pH. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kabirullah dan Wills (1982) dalam Dyahwarni (2006), menunjukkan makin tinggi pH yang digunakan untuk mengekstrak protein, makin besar pula protein yang terekstrak, tetapi ada kemungkinan protein dapat terhidrolisis kembali dan mengalami denaturasi. Serta diperkuat dengan pernyataan Lehninger (1982) dalam Dyahwarni (2006) bahwa semakin jauh perbedaan pH konsentrat protein dari titik isoelektrik kelarutan protein semakin tinggi. Dengan kelarutan protein yang tinggi akan meningkatkan jumlah protein yang akan diisolasi, sehingga akan meningkatkan rendemennya.

E. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari acara II Isolasi Kasein ini adalah sebagai berikut : 1. Kasein adalah komponen utama protein susu, dimana menyumbang sekitar 80% dari total persediaan protein 2. Untuk sampel susu skim A didapat hasil rendemen kasein (%) berturut-turut sebesar 14,68 dan 36,9 dan untuk susu skim B berturut-turut sebesar 47,8 dan 49,28 3. Rendemen kasein susu skim B lebih besar daripada susu skim A 4. Hasil rendemen kasein (%) sampel susu fullcream A berturut-turut sebesar 44,38 dan 38,6 5. Sampel susu fullcream B sebesar 40,2 dan 11,5, sedangkan untuk sampel fullcream C menghasilkan rendemen kasein (%) sebesar 76,5 dan 59,62 6. Rendemen kasein susu fullcream C lebih banyak dibandingkan sampel susu fullcream A dan B 7. Urutan rendemen kasein (%) dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah susu fullcream C, susu skim B, susu fullcream A, susu fullcream B dan susu skim A 8. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rendemen kasein antara lain ditentukan oleh kadar protein bahan kering susu (sampel yang digunakan), reaksi proteolisis, penggunaan bahan tambahan makanan, dan pH.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1982. Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Anwar et al. 2012. Volume Gas, pH dan Kadar Alkohol pada Proses Produksi Bioetanol dari Whey Asam yang Difermentasi Oleh Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1. No. 4. Semarang. Arunachalam, Kanta D et al. 2010. Isolation and Characterisation of CPP (Casein Phosphopeptides) from Fermented Milk. African Journal of Food Science Vol. 4. India. Chairunnisa, Hartati. 2009. Penambahan Susu Bubuk Full Cream pada Pembuatan Produk Minuman Fermentasi dari Bahan Baku Ekstrak Jagung Manis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XX. No. 2. Padjadjaran. Dyahwarni, Nugraheni. 2006. Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat Pollard). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Ginting, Nurzainah et al. 2005. Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2. Medan. Hasinah, Hasanatun et al. 2007. Pemanfaatan Penciri Gen K-Kasein Untuk Seleksi Pada Sapi dan Kerbau. Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau. Bogor. McSweeney and Fox. 1998. Dairy Chemistry and Biochemistry. Published by Blackie Academic & Professional. Germany. Silva, Sofia V and Malcata, F.Xavier. 2005. Caseins as Source of Bioactive Peptides. Journal of Biotechnology. Portugal. Smit, Gerrit. 2003. Dairy processing : Improving quality. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC. USA Press. Spurlock, D. 2012. Isolation and Identification of Casein From Milk Course Notes. http://homepages.ius.edu/dspurloc/c122/casein.htm. Diakses pada tanggal 24 Mei 2013 pukul 06.10 WIB.

Subroto, Muhammad A. 2011. Real Food True Health Makanan Sehat untuk Hidup Lebih Sehat. Jakarta. Sunyoto, Marleen et al. 2012. The Influence of Full Cream Milk Powder Concentration on the Characteristics of Rasi Instant Cream Soup. Journal of Agricultural Science and Technology. Padjadjaran University. Indonesia. Susanti VH, Elfi et al. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Protease dari Bacillus subtilis 1012M15. Jurnal Biodiversitas Vol. 4. No. 1. Surakarta. Walstra, Pieter. 2006. Dairy science and technology 2nd ed. CRC Press is an imprint of Taylor & Francis Group. USA Press. Ward, Loren S. and Eric, Bastian D. 1998. Isolation and Identification of -Casein A1-4P and -Casein A2-4P in Commercial Caseinates. Journal Agriculture Food Chemistry. Vol. 46. No. 1. University of Minnesota. USA. Yudihapsari, Elmy. 2009. Kajian Kadar Protein, pH, Viskositas dan Rendemen Kecap Whey Dari Berbagai Tingkat Penggunaan Tepung Kedelai. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Zubaidah dkk. 2012. Studi Aktivitas Antioksidan Pada Bekatul dan Susu Skim Terfermentasi Probiotik. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 2. Malang.

LAMPIRAN

Lampiran perhitungan kelompok 7: Sampel : Susu skim B

% rendemen kasein = = = 49,28 %

x 100 % x 100 %

You might also like