You are on page 1of 26

MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIOR PENYAKIT ALZHEIMER

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Neurobehavior yang dibimbing oleh Bapak S, Supirno, Kep.,Ns Oleh : Kelompok 1 / Semester IV / Kelas C

Agriesta Arumpone / PK 115 011 152 Aknes Seniwati Waneka / PK 115 011 153 Andika Pratama Sari / PK 115 011 312 Asna Toala / PK 115 011 157 Yuliana Feronika Gintoe / PK 115 011 222 I Ketut Adi Putra / 115 011 178 Felsiyana / PK 115 011 169

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................ 1 1 1

B. Tujuan Penulisan ....................................................................... C. Rumusan Masalah BAB II. LANDASAN TEORI A. Definisi B. Etilogi ................................................................................... .................................................................................... ............................................................

2 2 3 4 5 7 9

C. Manifestasi Klinis....................................................................... D. Patofisiologi .......................................................................

E. Pemeriksaan Penunjang ........................................................... F. Penatalaksanaan ........................................................................ G. Penyimpangan KDM ...........................................................

BAB III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian ....................................................................... 10 14 14 21

B. Diagnosa Keperawatan ............................................................ C. Intervensi dan Rasional ........................................................... D. Evaluasi ...................................................................................... BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................

22 23

B. Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan berkatNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Neurobehavior tentang Penyakit Alzheimer. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Atas masukannya kami mengucapkan banyak terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. God bless you...

Palu, 21 April 2013

Penyusun Kelompok 1 - Kls IVC

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Alzheimer merupakan penyakit dengan onset yang lambat dan gradual. Pertama kali menyerang bagian otak yang mengontrol memori dan selanjutnya bagian otak lain yang mengatur fungsi intelektual, emosional dan tingkah laku, sehingga seringkali disertai sindrom-sindrom perilaku seperti psikosis, agitasi dan depresi. Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh ahli Psikiatri Jerman yaitu Alois Alzheimer. Dia menemukan penyakit ini setelah mengobservasi seorang wanita yang bernama Auguste D (51 tahun) dari tahun 1901 sampai wanita ini meninggal pada tahun 1906. Wanita tersebut mengalami gangguan intelektual dan memori tetapi tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi nerofibrillary. Lima tahun selanjutnya sebelas kasus yang sama dilaporkan kembali sehingga ditetapkanlah nama penyakit tersebut sebagai penyakit Alzheimer. B. Tujuan Penulisan Makalah ini disusun agar mahasiswa lebih mengetahui gangguan-gangguan yang dapat terjadi atau menyerang sistem saraf/neuro khususnya penyakit Alzheimer. Dalam makalah ini dibahas mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, dan penatalaksanaan. Sebagai seorang perawat profesional tentu belum cukup bila kita mengetahui penyakit ini saja, tetapi kita juga perlu mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang harus kita berikan pada penderita Alzheimer. Maka, kami mencoba membahas dan menguraikan asuhan keperawatan pada penderita Alzheimer. C. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari Alzheimer? 2. Apa etiologi/penyebab Alzheimer? 3. Apa tanda dan gejala Alzheimer? 4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan untuk penderita Alzheimer?

BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Penyakit Alzheimer adalah proses

degeneratif yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar dari otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipotalamus. Penyakit Alzheimer atau Senile

Dementia of the Alzheimer Type (SDAT) merupakan gangguan fungsi kognitif yang onsetnya lambat dan gradual, degenerative, sifatnya progresif dan permanen. Awalnya pasien akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan secara perlahan-lahan akan mengalami gangguan fungsi mental yang berat. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit dengan onset yang lambat dan gradual. Pertama kali menyerang bagian otak yang mengontrol memori dan selanjutnya bagian otak lain yang mengatur fungsi intelektual, emosional dan tingkah laku, sehingga seringkali disertai sindrom-sindrom perilaku seperti psikosis, agitasi dan depresi. Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh ahli Psikiatri Jerman yaitu Alois Alzheimer. Dia menemukan penyakit ini setelah mengobservasi seorang wanita yang bernama Auguste D (51 tahun) dari tahun 1901 sampai wanita ini meninggal pada tahun 1906. Wanita tersebut mengalami gangguan intelektual dan memori tetapi tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi nerofibrillary. Lima tahun selanjutnya sebelas kasus yang sama dilaporkan kembali sehingga ditetapkanlah nama penyakit tersebut sebagai penyakit Alzheimer. B. Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,

kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Dari hasil riset yang dilakukan, diketahui bahwa pada Penyakit Alzheimer terjadi kehilangan sel saraf di otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat, kemampuan berpikir serta kemampuan mental lainnya. Keadaan ini diperburuk dengan penurunan zat neurotransmiter, yang berfungsi untuk menyampaikan sinyal antara satu sel otak ke sel otak yang lain. Kondisi abnormal tersebut menjadi penyebab mengapa pada penyakit Alzheimer fungsi otak untuk berpikir dan mengingat mengalami kemacetan. C. Manifestasi Klinis Penyakit Alzheimer dapat dimulai dengan hilangnya sedikit ingatan dan kebingungan, tetapi pada akhirnya akan menyebabkan pelemahan mental yang tidak dapat diubah dan

menghancurkan kemampuan seseorang dalam mengingat, berpikir, belajar, dan berimajinasi. 1. Hilangnya ingatan Setiap orang memiliki penyimpangan dalam ingatan. Adalah hal yang normal ketika anda lupa dimana anda menaruh kunci mobil atau lupa nama orang yang jarang anda lihat. Tetapi masalah ingatan yang berhubungan dengan Alzhaimer berlangsung lama dan buruk. Orang-orang dengan Alzhaimer mungkin: a) Mengulangi sesuatu yang telah dikerjakannya. b) Sering lupa akan ucapan dan janji yang dilakukannya. c) Sering salah menaruh sesuatu, sering menaruh sesuatu di tempat yang tidak wajar. d) Pada akhirnya lupa dengan nama anggota keluarga dan benda-benda yang biasa digunakan dalam kesehariannya 2. Bermasalah ketika berpikir secara abstrak Orang dengan Alzheimer bermasalah dalam berpikir mengenai suatu hal terutama dalam bentuk angka. 3. Kesulitan dalam menemukan kata yang tepat Sulit untuk orang dengan Alzhaimer untuk menemukan kata yang tepat untuk menyampaikan pemikiran mereka atau ketika mereka terlibat pembicaraan. Pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis mereka.

4. Disorientasi Orang dengan Alzheimer sering hilang kemampuan untuk mengingat waktu dan tanggal, serta akan merasakan diri mereka hilang di lingkungan yang sebenarnya familiar bagi mereka. 5. Hilang kemampuan dalam menilai Menyelesaikan masalah sehari-hari merupakan hal yang sulit dan menjadi bertambah sulit sampai akhirnya adalah sesuatu yang dirasa tidak mungkin bagi mereka yang memiliki Alzheimer. Alzheimer memiliki karakteristik sangat sulit untuk melakukan sesuatu yang membutuhkan perencanaan, pengambilan keputusan dan penilaian. 6. Sulit untuk melakukan tugas yang familiar Sulit dalam melakukan tugas rutin yang membutuhkan langkah-langkah yang berkelanjutan dalam proses penyelesaiannya, contohnya memasak. Pada akhirnya, orang dengan Alzheimer dapat lupa bagaimana melakukan sesuatu bahkan yang paling mendasar. 7. Perubahan kepribadian Orang dengan Alzheimer menunjukkan : a) Perubahan suasana hatiHilang kepercayaan terhadap orang lain. b) Meningkatnya sikap keras kepala c) Depresi d) Gelisah. e) Agresif

D. Patofisiologi Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya

Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal. Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan

karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit

supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal. Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang abnormal. Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi : (1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich (2) Benang-benang neuropil Braak , serta (3) Degenerasi neuronal dan sinaptik. Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut,

meneyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan ventrikel-ventrikel serebral.

E. Pemeriksaan Penunjang 1. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937). 2. Pemeriksaan neuropsikologik Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak

yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
3.

CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.

4.

EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik

5.

PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.

6.

SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7.

Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi

renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

F. Penatalaksanaan Penyakit Alzheimer tidak dapat diobati sehingga penanganan yang dapat diberikan adalah penanganan yang sifatnya simptomatis. Yaitu dengan cara memelihara fungsi mental pasien, menangani behavioral symptoms, dan memperlambat progresivitas penyakit. Ada tiga bentuk penangan yang dapat diberikan kepada pasien Alzheimer, yaitu : 1. Pharmaceutical Ada beberapa obat yang dapat memelihara kemampuan berpikir, kemampuan berbicara dan ingatan pasien Alzheimer. Obat-obat tersebut yaitu : a) Tacrine. Obat ini efektif dalam meningkatkan kemampuan mengingat pasien, tetapi obat ini hanya dapat diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek samping yang ditimbulkan berupa mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan pencernaan, ruam-ruam pada kulit. Selain itu, obat ini juga bersifat hepatotoxicity karena dapat meningkatkan enzim hati (alanine aminotransferase atau ALT). Oleh karena itu, obat ini jarang digunakan karena harus melakukan tes darah setiap minggu untuk memonitor kadar ALT. b) Donepezil (Aricept). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek samping obat ini lebih sedikit daripada tacrine. Obat ini tidak menimbulkan peningkatan kadar ALT dan efek samping terhadap perut juga sedikit. c) Rivastigmine (Exelon). Obat ini dapat membantu meningkatkan aktifitas pasien seperti makan sendiri, memakai baju sendiri, mengurangi behavioral symptoms (delusi dan agitasi), dan meningkatkan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan berbicara). Rivastigmine (Exelon). Obat ini dapat membantu meningkatkan aktifitas pasien seperti makan sendiri, memakai baju sendiri, mengurangi behavioral symptoms (delusi dan agitasi), dan meningkatkan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan berbicara). d) Galantamine (Reminyl). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek samping obat ini juga sedikit.

e) Memantine (Namenda). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat berat. Obat ini melindungi neuron dari peningkatan jumlah glutamate. Efek samping yang ditimbulkan adalah neurotoxic. Kadang-kadang obat ini dikombinasikan dengan donepezil. f) Selain pemberian obat, terapi penggantian estrogen pada pasien wanita postmenopause juga dapat mengurangi risiko menurunnya fungsi kognitif. Pemberian pengobatan alternatif seperti ginkgo biloba juga dapat memelihara fungsi kognitif. Pemberian NSAIDs (nonsteroidal anti-inflammatory drug) dapat mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer, tetapi obat ini kurang efektif untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit Alzheimer. g) Antioksidan seperti vitamin E dapat menghambat kerusakan oksidatif dan

melindungi otak dari radikal bebas. Antioksidan dapat menghambat efek toksik dari beta-amyloid.Obat antidepresan, antipsikotik, dan sedatif dapat digunakan untuk menangani behavioral symptoms seperti agitasi, agresi, wandering, dan penyakit tidur. 2. Psychosocial intervention Terapi ini bertujuan agar penderita Alzheimer menjadi lebih mengenal, lebih siap menghadapi penyakitnya, dan lebih dapat memanage dirinya sendiri.Intervensi psikososial dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu : a) Pendekatan prilaku, yaitu dengan mengidentifikasi dan menurunkan masalah prilaku pasien seperti mengompol dan wandering. b) Pendekatan emosi, meliputi reminiscence therapy (bermanfaat untuk kognitif dan mood pasien), validation therapy, supportive psychotherapy, sensory integration disebut juga snoezelen, dan simulated presence therapy. c) Pendekatan kognitif, yaitu dengan melatih kemampuan berpikir pasien, mengenal lingkungan pasien, dan berusaha mengingatnya. d) Pendekatan stimulasi orientasi, yaitu dengan terapi kesenian, terapi musik, terapi binatang peliharaan, beraktifitas, dan rekreasi. 3. Caregiving Caregiving diperlukan ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas setiap hari seperti sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan infeksi).

G. Penyimpangan KDM

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer a) Anamnesis Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada umur lanjut usia popularitas lebih dari 65 tahun) jenis kelamin pendidikan alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah saki, nomor register, diagnosa medis. b) Keluhan Utama Yang sering terjadi dan menjadi alas an klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstremitas c) Riwayat Kesehatan Saat Ini Pada anamnesis, klien sering mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien. Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari atau mengenali anggota keluarga. d) Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan kepada klien yakni meliputi adanya suatu riwayat hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti ansietas (benzodiazepine), pengunaan obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama. Pola Fungsi Kesehatan 1. Aktifitas istirahat Gejala Tanda Letargi : Merasa lelah : Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur : penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,

ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.

2. Sirkulasi Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi). 3. Integritas ego Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan. Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya), duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang (melipat membuka lipatan melipat kembali kain), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan. 4. Eliminasi Gejala: Dorongan berkemih Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare. 5. Makanan/cairan Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan. Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan

(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut). 6. Higyene Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan. 7. Neurosensori Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil

keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak). Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan katakata yang benar (terutama kata benda); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap (kehilangan keterampilan motorik halus). 8. Kenyamanan Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya). Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain 9. Interaksi social Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul. Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi in aktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas. B2 (Blood) Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.

B3 (Brain) Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.

Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien. 1. Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf cranial(nervous) I-XII : Saraf (Nervus olfaktorius) I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman. Saraf (Nervus optikus) II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan. Saraf (Nervus okulomotorius, Nervus trochlearis, Nervus abdusen)III, IV dan VI Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini. Saraf (Nervus trigeminus) V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini. Saraf (Nervus facialis) VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal. Saraf (Nervus auditorius) VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional. Saraf (Nervus glosofaringeus, Nervus vagus) IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif Saraf (Nervus accecorius) XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Saraf (Nervus hipoglosus)XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal. 3. Pengkajian Sistem sensorik Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan

hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan degenerasi neuron iriversibel. 2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis. 3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan fisik. 4. Perubahan pola eliminasi urinarius/konstipasi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologis/tonus otot. 5. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mudah lupa. 6. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan hubungan keluarga sangat ambivalen.

C. Intervensi dan Rasional Diagnosa Keperawatan 1 : Perubahan proses berfikir berhubungan dengan degenerasi neuron iriversibel. Kriteria hasil :

mampu mengenali perubahan dalam berfikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan.

mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak di inginkan ancaman dan kebingungan.

Intervensi Mandiri

1. Observasi derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat, waktu, rentang perhatian, kemampuan berfikir R : Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan menpengaruhi pilihan terhadap intervensi. 2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang R : Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang

berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron. 3. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang R : Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi atau perasaan terancam oleh imajinasi orang dan situasi tertenu.

4. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien R : Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perseptual. 5. Panggil pasien dengan namanya. R : Nama merupakan bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu. Pasien mungkin merespon pada namanya sendiri setelah lama tidak mengenal orang terdekat. 6. Gunakan suara yang agak rendah dan bebicara dengan perlahan pada pasien. R : Meningkatkan kemungkinan pemahaman. Ucapan dan suara yang keras menimbulkan stres atau marah yang kemungkinan dapat mencetuskan memori konfrontasi sebelumnya dan menjadi provokasi dan respon marah. 7. Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana (tahap inap). Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan R : Sesuai dengan perkembangannya penyakit,pusat komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu yang menghilangkan kemampuan individu pada proses penerimaan pesan dan percakapan secara keseluruhan. 8. Gunakan distraksi. R : Lamunan menbantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita pasien, penghargaan diri dan kemuliaan personal (kebahagiaan personal). 9. Hindari pasien dari aktivitas dan komunikasi yang dipaksakan R : Keterpaksaan menurunkan keikutsertaan pasien dan mungkin juga dapat meningkatkan curigaan, delusi. 10. Bantu menemukan atau membentulkan hal-hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label gambar-gambar/hal yang dipilih pasien. Jangan melawan/menentang pasien R : Dapat menurunkan defensif pasien jika pasien mempercayai ia sedang ada dalam tempat yang salah, tersimpan atau tersembunyi. Membantah hal yang keliru dari pasien tidak akan mengubah kepercayaan dan mungkin juga akan menimbulkan kemarahan. Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi : 1. Antisiklotik, seperti halopiridol (Haldol), tioridazin (Mallril)

R : Dapat digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi. Mallarir jarang digunakan karena adanya beberapa efek samping yang bersifat ekstrapiramidal (mis, distonia, akatisia) meningkatkan kekacauan mental; masalah penglihatan dan terutama gangguan berdiri dan berjalan. 2. Vasodilator, seperti siklandelat (Cyclospasmol) R : Dapat meningkatkan kesadaran menta tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut. 3. Ergoloid mesila (Hydergine LC) R : Peningkatan metabolisme (meningkatkan kemampuan otak untuk melakukan metabolisme glukosa dan menggunakan oksigen) yang mempunyai beberapa efek samping.

Diagnosa Keperawatan 2 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis. Kriteria Hasil : Mampu mendemonstrasikan respons yang meningkat/sesuai dengan stimulasi Pemberian asuhan akan mampu mengidentifikasi/ mengontrol faktor-faktor eksternal yang berperan terhadap perubahan dalam kemampuan persepsi sensori Intervensi Mandiri 1. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk di dalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran. R : Katena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalampersentase yang kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetrik yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya (gangguan unulateral). 2. Anjurkan untuk menggunakan kaca mata, alat bantu pendengaran sesuai keperluan. R : Dapat meningkatkan masukan sensori, membatas/menurunkan kesalahan interprestasi stimulasi. 3. Pertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan. R : Menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap prustasi karena salah persepsi dan disorientasi. 4. Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika diperlukan seperti musik, yang lembut, gambar dinding cat sederhana. R : Membantu untuk menghindari masukan sensori pengihatan/pendengaran yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas yang tenang, konsisten. :

5.

Berikan sentuhan dalam cara perhatian R : dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri. Ajak piknik sederhana ,jalanjalan keliling rumah sakit.pantau aktivitas. R : Piknik menunjukkan realita dan memberikan stimulasi sensori yang menyenangkan yang dapat menurunkan perasaan curiga / halusinasi yang disebabkan oleh perasaan terkekang.

6.

7. Tingkatkan keseimbangan fungsi fisiologi dengan menggunakan bola lantai,tangan menari dengan disertai musik. R : Menjaga mobilitas (yang dapat menurunkan resiko terjadinya atrofi otot/osteoporosis pada tulang).

Diagnosa Keperawatan 3 : Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan fisik Kriteria hasil :

Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan diri sendiri

Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat memberikan bantuan

Intervensi Mandiri

1. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik: apatis/depresi; penurunan kognitif (apraksia) atau temperatur ruangan (dingin untuk mengenakan pakaian). R : memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi /strategi. Masalah dapat diminimalkan dengan menyesuaikan pakaian atau munkin memerlukan konsultasi dari ahli lain. 2. Identifikasi kebutuhan akan kebersian diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan ranbut/kuku/kulit. Bersihkan kaca mata dan gosok gigi. R : sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan. 3. Perhatiakan adanya tanda-tanda non verbal yang fisiologis. R : kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa menyebabkan pasien mengunkapkan kebutuhan perawtan diri dengan cara non verbal. 4. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas

R : waktu yang cukup dan ketenangan dapat menurunkan kekacauan yang di akibatkan karena mencoba untuk menghindari / mempercepat proses ini. 5. Bantu untuk mengenakan pakaian yang rapi/berika pakaian yang rapi dan indah. R : meningkatkan kepercayaan,dapat menurunkan perasaan kehilangan dan

meningkatkan kepercayaan untuk hidup. 6. Izinkan tidur untuk menggunakan kaus kaki atau sepatu atau pakaian tertentu atau menggunakan dua set pakaian jika pasien membutuhkan. R : memberikan keamanan, mengubah, mengurangi pemberontakan dan memungkinkan pasien untuk istirahat.

Diagnosa Keperawatan 4 : Perubahan pola eliminasi urinarius/konstipasi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologis/tonus otot Kriteria hasil:

mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai :

Intervensi Mandiri 1.

Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang. R : Memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnya memerlukan pengkajian/interfensi.

2.

Letakan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan; buatkan tanda

tertentu/pintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari. R : Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinesia mungkin disertai ketidak mampuan untuk menemukan tempat berkemih/defekasi. 3. Berikan kesempatan untuk melakukan toileting dengan interval waktu yang teratur. Biarkan melakukan sendiri satu tahap per satu tahap pada waktu tertentu. Gunakan penguatan positif. R : Ketaatan pada jadwal harian dan teratur dapat mencega cedera. Sering masalahnya melupakan apa yang akan dilakukan. Seperti melepaskan atau posisi mendorong. 4. Buat program latihan defekasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya R : menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan 5. Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2L sesuai toleransi), diit tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur

R : menurukan resiko konstipasi/ dehidrasi.pembatasan minum sore menjelang pada malam hari dapat menurunkan seringnya berkemih / iinkontenensia selama malam hari Kolaborasi 1. berikan obat pelunak feses, metamacil, gliserin supositoria sesuai dengan kondisi R : mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi defekasi yang teratur.

Diagnosa Keperawatan 5 : Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungann dengan Muda lupa Kriteri hasil :

mendata diet nutrisi yang seimbang mempertahankan/mendatakan kembali berat badan yang sesuai :

Intervensi Mandiri

1. Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai kebutuhan akan makanan R : Identifikasi kebutuhan untuk membantu memformulasikan perencanaan pendidikan secara individual. 2. Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan R : Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebuutuhan yang mendekati berhubungan dengan kecukupan kalori secara individu. 3. Usahakan/berikan bantuan dalam memilih menu. R : Pasien mungkin tidak mampu menentukan pilihannya atau tidak menyadari akan kebutuhan untuk mempertahankan elemen dari nutrisi. 4. Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan R : Makanan yang kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan menurunkan kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih. 5. Berikan waktu yang leluasa untuk makan R : Pendekatan yang santai dapat membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian. 6. Berikan stimulasi refleks hisapan mulut dengan menekan dagu secara berhati-hati atau menstimulasi mulut dengan sendok R : Sesuai berkembangnya penyakit, pasien dapat merapatkan gigi dan menolak untuk makan. Menstimulasi refleks dapat menungkatkan partisipasi/pemasukan makanan

Kolaborasi 1. Rujuk / konsultasi dengan ahli gizi R : Bantuan mungkin diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet secara individu untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai.

Diagnosa Keperawatan 6 : Koping keluarga tidak efekif berhubungan dengan hubungan keluarga sangat embivalen Kriteria hasil :

mampu mengidenifikasi/mengungkapkan dalam diri merasa sendiri untuk mengatasi keadaan.

mamapu meneriama kondisi oranng yang dicintai dan mendemonstrasikan tingkah laku koping yang positif dalam mengatasi keadaan.

menggunakan sistem penyokong yang ada secara efektif. :

Intervensi Mandiri

1. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah R : dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah 2. Buat prioritas R : Membantu untuk membuat suatu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah yang ada 3. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada R : menurukan stres yang menyellimuti harapan yang keliru, seperti individu tersebut dapat menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu. 4. Bantu keluarga untuk memenuhi pentingnya mempertahankan fungsi psikososial R : tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusnya dapat menimbulkan keluarga akan menarik diri dari pergaulan 5. Diskusikan kemungkinan adanya isolasi, berikan penguatan kebutuhan terhadap sistem dukungan R : kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan resiko penyakit fisik/mental 6. Berikan umpan balik yang positif terhadap setiap usaha yang dilakukannya

R : memberi keyakinan pada individu bahwa mereka sedang melakukannya dengan cara yang terbaik 7. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung R : kontak dengan bentuk kekeluargaan merupakan dasar dari realitas dan dapat memberikan satu jaminan kebebasan dari kesepian. Kolaborasi: 1. Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti: perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Alzheimer (bila ada) R : koping dengan individu seperti ini adalah tugas purna waktu dan membuat frustasi. Memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan siang hari mungkin mengurangi kejenuhan, menurunkan risiko terjadinya isolasi sosial dan mencegah kemarahan keluarga, perkumpulan penyakit Alzheimer memberikan kelompok dukungan dan pendidikan keluarga dan meningkatkan penelitian.

D. Evaluasi 1. Meningkatkan sosialisasi pasien yang masi dapat diterima; membatasi tingkah laku yang tidak sesuai. 2. Memaksimalkan orientasi terhadap realita/mencegah deprivasi sensori atau sensori atau sensori yang berlebihan. 3. Menganjurkan untuk tetap berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri dalam keterbatasan yang ada. 4. Meningkatkan koping mekanisme dari orang terdekat (keluarga).

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Penyakit Alzheimer merupakan penyakit dengan onset yang lambat dan gradual. Pertama kali menyerang bagian otak yang mengontrol memori dan selanjutnya bagian otak lain yang mengatur fungsi intelektual, emosional dan tingkah laku, sehingga seringkali disertai sindrom-sindrom perilaku seperti psikosis, agitasi dan depresi. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Dari hasil riset yang dilakukan, diketahui bahwa pada Penyakit Alzheimer terjadi kehilangan sel saraf di otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat, kemampuan berpikir serta kemampuan mental lainnya. Keadaan ini diperburuk dengan penurunan zat neurotransmiter, yang berfungsi untuk menyampaikan sinyal antara satu sel otak ke sel otak yang lain. Kondisi abnormal tersebut menjadi penyebab mengapa pada penyakit Alzheimer fungsi otak untuk berpikir dan mengingat mengalami kemacetan. Penyakit Alzheimer dapat dimulai dengan hilangnya sedikit ingatan dan kebingungan, tetapi pada akhirnya akan menyebabkan pelemahan mental yang tidak dapat diubah dan menghancurkan kemampuan seseorang dalam mengingat, berpikir, belajar, dan berimajinasi.

B. Saran Dukungan keluarga sangat diperlukan untuk mendukung penyembuhan dan pemulihan.

DAFTAR PUSTAKA Doenges. E. Marylinn Dkk, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC : Jakarta Price. A. Sylvia,Lorraine. M. Wilsion, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 volume 2. EGC : Jakarta

You might also like