You are on page 1of 6

Buah Maja

Maja (Aegle marmelos (L.) Correa, suku jeruk-jerukan atau Rutaceae) adalah tumbuhan berbentuk pohon yang tahan lingkungan keras tetapi mudah luruh daunnya dan berasal dari daerah Asia tropika dan subtropika. Tanaman ini biasanya dibudidayakan di pekarangan tanpa perawatan dan dipanen buahnya. Maja masih berkerabat dekat dengan kawista. Di Bali dikenal sebagai bila. Di Pulau Jawa, maja sering kali dipertukarkan dengan berenuk, meskipun keduanya adalah jenis yang berbeda.

Bunga Buah Maja

Tanaman ini mampu tumbuh dalam kondisi lingkungan yang keras, seperti suhu yang ekstrem; misalnya dari 49C pada musim kemarau hingga -7 C pada musim dingin di Punjab (India), pada ketinggian tempat mencapai +1.200m. Di Asia Tenggara, maja hanya dapat berbunga dan berbuah dengan baik jika ada musim kering yang kentara, dan tidak biasa dijumpai pada elevasi di atas 500 m. Maja mampu beradaptasi di lahan berawa, di tanah kering, dan toleran terhadap tanah yang agak basa (salin). Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Genus: Spesies: Magnoliophyta Magnoliopsida Sapindales Rutaceae Aegle A. marmelos

Upakelas: Rosidae

Nama binomial Aegle marmelos

Warna kulit luar buah maja berwarna hijau tetapi isinya berwarna kuning atau jingga. Aroma buahnya harum dan cairannya manis, bertentangan dengan anggapan orang bahwa rasa buah maja adalah pahit. Sebagaimana jeruk, buah maja dapat diolah menjadi serbat, selai, sirop, atau nektar. Kulitnya dibuat marmalade. Maja terlibat dalam mitos mengenai asal nama kerajaan Majapahit, suatu imperium yang membentang di Nusantara dari abad XIII-XV. Konon, Raden Wijaya, sang pendiri kerajaan, menerima sebidang tanah di daerah Tarik (sekarang di selatan Surabaya).

Sewaktu membangun daerah itu, ada prajuritnya yang memakan buah maja. Kebetulan yang dimakan adalah buah yang berasa pahit (karena mungkin masih mengkal). Oleh sebab itu ia menamakan bulak itu sebagai "Majapahit".

Sumber: Wikipedia Selama ini, yang dikenal sebagai buah maja, adalah sosok tanaman perdu, dengan buah sebesar bola volley, berwarna hijau, dengan kulit (tempurung) sangat keras. Daging buah ini memang tidak enak dimakan, dan hanya digunakan sebagai bahan herbal. Yang dimanfaatkan justru tempurungnya, yang berukuran dua kali tempurung kelapa, dengan tingkat kekerasan dan kekuatan yang juga tinggi. Tempurung buah maja digunakan untuk bahan perkakas rumah tangga. Mulai dari gayung air, takaran beras, serta tempat menyimpan aneka biji-bijian.

Selama ini, yang dikenal masyarakat luas sebagai buah maja adalah berenuk, brenuk, atau bernuk (calabash tree, huingo, krabasi, kalebas). Ada tiga spesies bernuk, yakni Crescentia cujete, Crescentia alata, dan Crescentia portoricensis. Semuanya merupakan tanaman asli Amerika Tropis. Masuk ke Indonesia karena dibawa oleh bangsa Portugis dan Belanda. Yang banyak tumbuh di Indonesia dan dikenal sebagai buah maja alias bernuk adalah Crescentia cujete. Karena bernuk baru ada di Jawa setelah kedatangan Belanda, tidak mungkin tumbuhan ini yang disebut sebagai maja pahit. Bernuk Crescentia alata, berbentuk sama dengan Crescentia cujete, hanya ukuran buahnya agak lebih kecil. Yang buahnya berbeda adalah bernuk Crescentia portoricensis. Bentuk buahnya memanjang seperti labu air, dengan warna hijau tua. Bernuk sering dijumpai tumbuh liar di halaman rumah atau kebun, juga sebagai tanaman peneduh jalan, atau di taman perkotaan. Bentuk tanaman, tajuk serta buah bernuk, memang bisa menjadi elemen taman yang cukup menarik. Terutama apabila tanaman ini sedang berbuah sangat lebat. Bentuk buahnya yang bulat, warnanya yang hijau serta ukurannya yang besar, merupakan daya tarik tersendiri. ### Buah maja asli yang ada di Indonesiaa adalah Bael (Aegle marmelos). Habitat asli tanaman ini tersebar mulai dari Pakistan, India, tenggara Nepal, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Kambodja, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Selain Bael, maja asli ini juga disebut Bilva, Bilwa, Bel, Kuvalam, Koovalam, Madtoum, buah Beli Fruit, Bengal quince, stone apple, atau wood apple. Di Jawa, tanaman maja tumbuh di

dataran rendah, terutama di kawasan yang beriklim sangat kering. Kawasan sekitar Mojokerto (lokasi bekas kerajaan Majapahit), memang habitat tanaman maja. Beda dengan tanaman bernuk yang percabangannya mengarah ke samping, maka tajuk maja tumbuh menjulang ke atas. Pohon maja bisa tumbuh sampai 20 m. Kayu maja sangat keras. Tajuknya mirip dengan tanaman kawista (Limonia swingle), dan asam keranji (Dialium indum), hanya daun maja agak sedikit lebih lebar. Koleksi tanaman maja Aegle marmelos, ada di Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur, di sebelah kiri jalan raya Surabaya Malang. Bunga maja sangat harum. Hingga ketika tanaman ini berbunga, aroma wanginya bisa tercium dari jarak yang cukup jauh. Buah maja Aegle marmelos, berbentuk bulat agak lonjong, dengan tonjolan di bagian pangkalnya, kulit halus, berwarna cokelat gelap. Diameter buah antara 5 sd. 12 cm. Sepintas, buah maja tampak mirip dengan kawista. Bedanya, buah kawista berbentuk bulat sempurna, bagian pangkalnya tidak menonjol, kulit buahnya kasar, dan warnanya abu-abu. Dua tanaman ini memang masih sama-sama famili Rutaceae. Buah maja maupun kawista juga bertempurung sangat keras. Tekstur buah serta bijinya maja juga mirip kawista. Di Pakistan, India, Srilanka, Nepal dan Bngladesh, maja merupakan buah yang cukup penting. Di negara-negara tadi, daging buah maja biasa dikonsumsi sebagai sharbat. Ini adalah minuman tradisional, terdiri dari daging buah yang dihancurkan, dicampur dengan air, gula (atau sirup) dan es. Pucuk maja juga merupakan sayuran yang populer. Dalam ilmu pengobatan tradisional India (ayurvedic), maja dipercaya bisa mengobati gangguan pencernaan, dan demam. Dalam tradisi Hindu, maja merupakan tumbuhan titisan Hyang Siwa. Hingga tanaman maja selalu ada di halaman pura Hindu. Selain pucuknya untuk sayuran, daun maja juga merupakan perangkat ritual hindu yang cukup penting.

### Di Nepal, buah maja merupakan perangkat perkawinan yang cukup penting. Karena buah maja dianggap sebagai penjelmaan Hyang Siwa, maka sang gadis sebenarnya menikah dengan Hyang Siwa, bukan dengan suaminya. Ritual ini bertujuan untuk memperoleh kesuburan (keturunan) dari Hyang Siwa. Selain itu, apabila sang suami meninggal, perempuan itu tidak perlu malu berstatus janda, sebab ia tetap menjadi istri Hyang Siwa. Maja merupakan tanaman yang cukup penting dalam tradisi Hindu. Beda dengan kawista yang merupakan tumbuhan pendatang dari India, maja juga tanaman asli di Jawa. Dari kesakralan buah buah maja inilah nama Majapahit berasal. Seperti biasa, dalam tradisi Hindu di Jawa banyak tokoh yang menggunakan nama binatang: Gajah Mada, Hayam Wuruk, Mahesa Wong Ateleng, dan lain-lain. Hingga kesakralan buah maja pun diadopsi menjadi nama kerajaan, yang mampu bertahan lebih dari dua abad. Legenda bahwa anak buah Raden Wijaya, ketika membuka Tanah Tarik, kehausan, lalu makan buah maja yang rasanya pahit, hanyalah cerita yang dikarang, belakangan ini. Sebab pahit (pait), dalam kosakata Jawa, juga berarti modal. Hingga kemungkinan besar, nama Majapahit, berarti: Bermodalkan kesakralan buah maja. Genus Aegle, terdiri dari enam spesies: Aegle barteri, Aegle correa, Aegle decandra, Aegle glutinosa, Aegle marmelos, dan Aegle sepiaria. Dari enam spesies ini, yang merupakan tanaman penting hanya Aegle marmelos. Pemerintah, terutama pemerintah provinsi Jawa Timur, terlebih lagi Kab. Mojokerto, mestinya memperhatikan nasib tanaman ini. Idealnya, maja menjadi tanaman yang bisa dijumpai di sepanjang jalan, di sekitar situs Majapahit. Tanaman maja bukan hanya punya nilai historis tinggi bagi Indonesia, tetapi juga bisa menjadi komoditas buah yang menarik. Sama halnya dengan kawista yang sudah menjadi buah khas Kab. Rembang, Jawa Tengah. (R).
http://foragri.wordpress.com/2012/02/13/legenda-buah-maja-yang-pahit

You might also like