You are on page 1of 23

AVIAN INFLUENZA

I.

LATAR BELAKANG Flu Burung ( Avian Influenza ) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah-ubah bentuk dan dapat menyebabkan endemi dan pandemi. 1 Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997 tersebar di kalangan burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular di negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam, itik, dan burung liar. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah binatang babi.1,2 Virus H5N1 juga dapat mengenai manusia dalam keadaan tertentu. Departemen Kesehatan Indonesia telah mengidentifikasi adanya infeksi flu burung pada seseorang penderita di Tangerang. Penemuan ini telah dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorium resmi WHO di Hongkong. Hal ini merupakan penemuan penderita Flu Burung pada manusia yang pertama kali di Indonesia. Setahun sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Januari 2004 Departemen Pertanian telah mengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus avian influenza menyerang unggas di Indonesia. 1,2
II.

INSIDEN Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian

Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.3 Hingga 5 Agustus 2005 WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti

secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia.3 Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Mengenai penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu mengubur ayam mati. Hingga Agustus 2005 sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus.3 Secara Internasional, Pada 17 Oktober 2007 telah dilaporkan 331 kasus yang tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah 203 kematian. Paling banyak kasus terjadi di Asia Tenggara, beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur dan Afrika Utara. Telah diperhitungkan yang tidak dilaporkan, sebagian di China, tetapi tindakan yang dibutuhkan adalah perkembangan kasus tersangka, tes, dan laporan kasus dari avian influenza. Jumlah kematian yang tidak biasa dari avian influenza (>60%) mengkhawatirkan dan cukup akurat. Pada banyak instansi, aturan yang melakukan tes pada yang terekspos antara manusia dan burung. Ras menampakkan sebagai faktor yang cukup penting yang karena letak geografi membuat perbedaan pada HPAI antara burung dan tingkatan infeksi dari burung ke manusia yang cukup signifikan. Avian influenza memperlihatkan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Avian influenza memiliki peninggian kasus orang dengan umur 10-39 tahun. Tidak seperti influenza yang menahun, yang biasanya mengenai pada individu yang sangat muda atau yang sangat tua, dewasa muda memiliki proporsi yang cukup besar pada kasus avian influenza. 4
III.

EPIDEMIOLOGI Sekelompok orang terakhir yang terinfeksi oleh virus avian influenza, sebagian

adalah virus tipe H5N1 di Asia, mempunyai keterlibatan tentang serangan pandemik yang baru. Pada tahun 1997, virus avian influenza H5N1 yang sangat patogen hasil dari penggabungan kembali beberapa virus avian menyebabkan peningkatan jumlah kematian pada unggas domestik dan penyakit yang cukup parah dengan jumlah kematian 6 diantara 18 kasus penderita di Hongkong. Peningkatan terjadi karena penyebaran dari unggas terinfeksi

yang ada pada pasar unggas dan telah dikemas oleh pemotong ayam. Virus ini tidak terlalu baik pada penyebaran orang ke orang.5

Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain 6 : Selama tahun 1997 di Hong Kong virus Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi 18 orang yang dirawat di rumah sakit dan 6 di antaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu burung. Pada Juli 2005 dilaporkan kasus flu burung akibat virus H5N1 yang menyebabkan kematian 3 orang dalam satu keluarga di Tangerang Banten. Awal tahun 2006 ini dilaporkan 3 kasus flu burung baru di Indonesia dan semuanya meninggal. Menurut catatan WHO sampai awal Februari 2006 total penderita flu burung seluruh dunia berjumlah 161 dan 86 di antaranya meninggal dunia.
IV.

ANATOMI
1. RONGGA DADA

Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada dan toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. 9 Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9. Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura,

menyebabkan

paru-paru

tertekan

atau

kolaps.9

2. SALURAN PERNAPASAN

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.9 Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.9 Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai implikasi yang penting.9 Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecilyang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat oleh

cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.9 Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus
V.

alveolaris ETIOLOGI

terminalis.9

Penyebab flu burung pada bangsa unggas itu adalah virus influenza tipe A. Virus Influenza A berasal dari keluarga orthomyxoviridae adalah virus RNA berenvelop dengan dua glikoprotein permukaan : hemaglutinin dan neurominidase. Sebagai virus berenvelop pemanasan akan merusak daya infektivitasnya; penularan terjadi melalui saluran pernafasan bukan melalui makanan. Ukuran diameter virions adalah 80 hingga 120 nm yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari negative-stranded RNA. Virus influenza A dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan perbedaan serologik dan genetik glikoprotein permukaan dan gene yang mengkodenya. Ada 15 subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan 9 subtipe neurominidase (N1-N9) telah diidentifikasi. Virus Influenza A dengan hemaglutinin subtipe H1, H2, H3, dan neurominidase subtipe N1 dan N2 telah menyebabkan epidemi dan pandemi sejak tahun 1900. Subtipe H5 dan H7 virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi (patogenik). Hanya ada satu jalur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan mematikannya tinggi atau high-pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat menginfeksi manusia (zoonosis). 2,7 Dari penelitian menunjukkan, unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajat Celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau 60 derajat Celcius

selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan Iodine dapat membunuh virus yang menakutkan ini.2 Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran. Avian virus avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan 2 jalan. Pertama kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Flu burung dapat menyebar dengan cepat di antara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Penyakit ini dapat juga menyerang manusia,lewat udara yang tercemar virus itu. Belum ada bukti terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit. 2,8
VI.

KELOMPOK RESIKO TINGGI Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah :

Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan

pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirm.


Terpajan

(misalnya

memegang,

menyembelih,

mencabuti

bulu,

memotong,

mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir.
Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di

wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.

Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing

atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.


Memegang / menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus

H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.

VII.

PATOFISIOLOGI Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di

mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.3 Penyebaran dari virus extrapulmoner telah didokumentasikan secara umum pada manusia, tetapi penyebaran sistemik adalah penampakan biasa dari highly pathogenic avian viruses pada unggas dan beberapa binatang pengerat atau binatang mamalia lain. Serum dan penghasilan antibodi mengarah ke HA dan NA yang muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi.

Proteksi untuk menghindari terinfeksi kembali oleh jenis strain yang sama dapat terjadi tergantung infeksi secara alamiah dan dihubungkan dengan serum serta tingkat antibody neutralizing hidung, yang prinsipnya secara langsung mencegah HA. Perbedaan pada gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 mengarah ke hubungan dengan jenis influenza pada manusia, termasuk infeksi manusia pada avian influenza. Aturan fungsional dari tanda-tanda genetik belum dapat dipecahkan tetapi berkaitan dengan keterlibatan peningkatan kemampuan
VIII.

replikasi

dan

supresi

dari

imunitas

tubuh.4,5

DIAGNOSIS Gambaran Klinis Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti

terkena flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas. Dalam perkembangannya kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah mengakibatkan gagal napas dan beberapa kelainan tubuh yang berat lainnya.2 Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh anakanak belum begitu kuat. Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga mulai timbul gejala sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar penderita mengalami produksi dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya bercampur darah. Diare dialami oleh 70% penderita. Semua penderita menunjukkan limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami trombositopenia. Menurut beberapa ahli flu burung lebih berbahaya dari SARS. Karena kemampuan virus yang mampu membangkitkan hampir keseluruhan respons bunuh diri dalam sistem imunitas tubuh manusia.2 Dalam mendiagnosis kasus flu burung ada 4 kriteria yang ditetapkan yaitu :
Kasus dalam Investigasi Kasus Suspek Kasus Probabel Kasus Konfirm

1. Kasus dalam investigasi Seseorang yang telah diputuskan oleh dokter setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1. Kegiatan yang dilakukan berupa surveilans semua kasus ILI dan Pneumonia di rumah sakit serta mereka yang kontak dengan pasien flu burung di rumah sakit. 2. Kasus Suspek H5N1 Seseorang yang menderita demam dengan suhu > 38C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini : o batuk o sakit tenggorokan o pilek o sesak napas dan disertai Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya gejala : - Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi. - Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir. - Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir. - Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1. - Memegang/ menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya. - Ditemukan leukopeni (nilai hitung leukosit di bawah nilai normal). - Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. - Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto. 3. Kasus Probabel H5N1 Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini :

a. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA. b. Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke Laboratorium Rujukan). Atau Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yang terkonfirmasi. 4. Kasus H5N1 terkonfirmasi Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel DAN DISERTAI Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang hasil pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi : a. Isolasi virus H5N1 b. Hasil PCR H5N1 positif c. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80. d. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif. Pemeriksaan Laboratorium Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik. Diagnosis flu burung dibuktikan dengan : 1. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5. 2. Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1. 3. Uji Serologi :

3.1.Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80. 3.2.Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif. Pemeriksaan lain dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan flu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit . Pemeriksaan yang dilakukan adalah : Pemeriksaan Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.

Pemeriksaan Kimia darah : Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. Gambaran Foto Toraks Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Paling banyak ditemukan konsolidasi multifokal; efusi dan limfadenopati dapat selalu dilihat, begitu pula dengan perubahan cystic. Penampakan penyakit pada radiologi lebih awal memberikan prediksi yang bagus dari mortalitas, termasuk penemuan konsisten dengan acute respiratory distress syndrom (ARDS), seperti difus, ground glass appearance bilateral. 3,4 Gambaran foto X-ray dada memperlihatkan banyak konsolidasi pada paru, dan pada banyak bagian paru yang lain, pada 9 pasien yang meninggal karena terinfeksi dengan Asian flu burung, pada studi yang dipresentasikan di pertemuan RSNA 2005. PenemuanRadiologi

penemuan ini dibandingkan dengan penemuan foto X-ray dada pada lima pasien yang bertahan setelah terkena penyakit ini. Diantara yang meninggal, skor konsolidasi paru meningkat 10 dengan sedikitnya 4 area yang terlibat di paru pada masing-masing pasien. Dari studi, investigator dari Universitas Oxford, U.K., percaya bahwa konsolidasi pulmonar yang cukup buruk pada foto X-ray adalah prediktor yang baik dari survival dan salah satu pasiennya yang mendapat keuntungan paling banyak dari perhatian dan perawatan suportif dan pengobatan antiviral dengan oseltamivir atau zanamivir. Pada radiografi dada dapat menunjukkan satu atau banyak infiltrat. 10,12 Foto X-ray dada tidak patognomonik untuk flu burung tetapi dapat memperlihatkan adanya infeksi secara umum. Baru kontak dengan burung dan penyakit yang bertambah buruk, memberikan tanda-tanda radiografi dari penyebaran infeksi pada paru adalah kunci dari mengidentifikasi penyakit. 10 Pada studi foto X-ray yang dipelajari sebelumnya oleh radiologist independen dari Vietnam dan U.K. Radiologis ini memisahkan paru pada masing-masing radiografi menjadi 3 zona, masing-masing adalah ketiga panjang bagian craniocaudal dari paru. Mereka kemudian memisahkan masing-masing zona paru pada 3 segmen dan memberi tingkatan skor konsolidasi dari 0 18. Skor 0 diberikan pada jaringan paru yang menunjukkan tidak ada tanda konsolidasi. Skor 18 diberikan pada saat keadaan abnormal terjadi bilateral dan difus. Paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan tes flu burung yang positif adalah konsolidasi multifocal. 10 Gambaran pneumonia progresif meningkat dengan tingkat mortalitas tinggi telah diobservasi khususnya pada laporan kasus yang terlambat. Kebanyakan radiologi yang abnormal adalah infiltrasi pneumonik yang banyak dengan segmental dan distribusi multifokal, paling banyak terlokalisasi di bagian bawah dari paru-paru. Tidak ada efusi pleura dan limfadenopati hiler pernah dilaporkan. 14

Pemeriksaan Ultrasonografi Pemeriksaan ultrasound paru ini berguna untuk mendeteksi dan mengukur efusi pleura dan konsolidasi di paru. Konsolidasi paru pada ultrasound tampak seperti struktur jaringan hiperechoic dan dengan wedge-shaped. Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa ultrasound paru memiliki tampilan yang tinggi untuk mendiagnosis konsolidasi elveolar dan berguna untuk menuntun biopsi paru perkutaneus. 15

Pemeriksaan CT-Scan

Gambaran menyebar atau bercak pada ground-glass ditambah dengan konsolidasi adalah gambaran umum pada CT-scan. Nodul sentrilobuler kecil menunjukkan perdarahan alveolar mungkin terlibat. Jarang terjadi efusi pleura. Pada sebuah studi, gambaran CT-scan menunjukkan konsolidasi ruang udara atau ground-glass dengan distribusi lobuler. 16 Potongan tipis (1-mm collimation). CT-Scan berada pada level arcus aorta. a) dan suprahepatic vena cava inferior. Nodul acinar ditunjukkan dengan ujung panah; b) menunjukkan multifocal peribronchovascular atau konsolidasi subpleural dan gambaran ground glass pada kedua paru. Beberapa lesi memiliki distribusi lobular (anak panah). 16 Gambaran Histopatologi Paru-paru secara tipikal menunjukkan kerusakan alveolar yang difuse. Pada kasus ini dengan waktu penyakit yang pendek (<> 90%)

IX.

DERAJAT PENYAKIT Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan

menjadi :
Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia ringan tanpa gagal napas Derajat 3 : pasien dengan pneumonia berat dan gagal napas Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau dengan kegagalan organ

ganda (multiple organ failure).

X.

DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit

dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain:


Demam Dengue Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur

Demam Typhoid HIV dengan infeksi sekunder Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tergantung indikasi, antara lain:
Dengue blot : IgM, IgG untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue Biakan sputum dahak, darah dan urin. Biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan anti HIV . Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan mikobakterium,

untuk menyingkirkan TB Paru.

XI.

PENATALAKSANAAN Pada dasarnya penatalaksanaan flu burung (AI) sama dengan influenza yang

disebabkan oleh virus yang patogen pada manusia. A. Penatalaksanaan Umum 1. Pelayanan di Fasilitas Kesehatan non Rujukan Flu Burung
Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai

dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.

Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di

bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop Case Management & pengembangan laboratorium regional Avian Influenza, Bandung 20 23 April 2006 Skor / Gejala Demam RR Ronki Leukopeni Kontak Jumlah Skor : 6 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir > 7 = diberi oseltamivir. Batasan Frekuensi Napas : < 2bl 2bl - <12 bl >1 th - <5 th 5 th - 12 th >13 = > 60x/menit = > 50x/menit = > 40x/menit = > 30x/menit = > 20x/menit Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai leukopeni (skor = 2)
Pasien ditangani sesuai dengan kewaspadaan standar.

1 < 38C N Tdk ada Tdk ada Tdk ada

2 > 38C >N Ada Ada Ada

2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan Pasien Suspek H5N1, Probabel, dan Konfirmasi dirawat di Ruang Isolasi.
Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang

pemeriksaan.
Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan

kewaspadaan standar.

Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan bab III.B.2.a, dan foto toraks. Setelah

pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
Penatalaksanaan di ruang rawat inap

Klinis 1. Perhatikan :
Keadaan umum Kesadaran Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu). Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.

2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll. B. Profilaksis Menggunakan Oseltamivir Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia, namun penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak dianjurkan. Rekomendasi saat ini oseltamivir diberikan pada petugas yang terpajan pada pasien yang terkonfirmasi dengan jarak < 1 m tanpa menggunakan APD. Bagi mereka yang terpajan lebih 7 hari yang lalu, profilaksis tidak dianjurkan. Kelompok risiko tinggi untuk mendapat profilaksis adalah
Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1

misalnya pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat dengan menggunakan nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang memadai. Termasuk juga petugas lab yang tidak menggunakan APD dalam menangani sampel yang mengandung virus H5N1.

Anggota keluarga yang kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksi H5N1. Dasar pemikirannya adalah kemungkinan mereka juga terpajan terhadap lingkungan atau unggas yang menularkan penyakit.

C. Antiviral 1. Pengobatan Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama) :


Dewasa atau anak 13 tahun Oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari. Anak > 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5 hari.

Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb : > 40 kg : 75 mg 2x/hari > 23 40 kg : 60 mg 2x/hari > 15 23 kg : 45 mg 2x/hari 15 kg : 30 mg 2x/hari Pada percobaan binatang tidak ditemukan efek teratogenik dan gangguan fertilitas pada penggunaan oseltamivir. Saat ini belum tersedia data lengkap mengenai kemungkinan terjadi malformasi atau kematian janin pada ibu yang mengkonsumsi oseltamivir. Karena itu penggunaan oseltamivir pada wanita hamil hanya dapat diberikan bila potensi manfaat lebih besar dari potensi risiko pada janin. 2. Profilaksis Profilaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan sampai 7-10 hari dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal hingga 6-8 minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman. D. Pengobatan lain
Antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipikal dan atipikal (lihat lampiran 2

petunjuk penggunaan antibiotik).


Metilprednisolon 1-2 mg/kgBB IV diberikan pada pneumonia berat, ARDS atau pada

syok sepsis yang tidak respons terhadap obat-obat vasopresor.


Terapi lain seperti terapi simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.

Rawat di ICU sesuai indikasi.

E. Perawatan Intensif Kriteria pneumonia berat; jika dijumpai salah satu di bawah ini :
1. Frekuensi napas > 30 menit. 2. PaO2/FiO2 < 300. 3. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral 4. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus 5. Tekanan sistolik < 90 mmHg 6. Tekanan diastolik < 60 mmHg 7. Membutuhkan ventilasi mekanik 8. Infiltrat bertambah > 50% 9. Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) 10. Serum kreatinin 2 mg/dl.

Kriteria perawatan di ruang rawat intensif. ( ICU ) a. Gagal Napas Kalau terjadi gangguan ventilasi dan perfusi, jika pada pemeriksaan AGD ( Analisis Gas Darah ) ditemukan : - PaCO2 > 60 torr - Ratio Pa O2/Fi O2 : < 200 untuk ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) < 300 untuk ALI (Acute Lung Injury) - Frekuensi napas > 30 X menit b. Syok (dapat hipovolemik, distributif, kardiogenik ataupun obstruktif ) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (dewasa) atau untuk anak Tekanan Arteri Ratarata (TAR) < 50 mmHg, yang telah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan inotropik/vasopresor > 4 jam. Sebaiknya dengan menggunakan kateter vena sentral.

c. a + b memerlukan bantuan ventilator mekanik. d. Jika memakai ventilator mekanik, maka dianjurkan dengan menggunakan respirator dengan pressure cycle, dengan pengaturan awal : Mode : Pressure Control Ventilation Volume Tidal : 6 8 cc / kg Berat Badan PEEP > 5 Cm H20 Frekuensi Napas : 12 X /menit Fi O2 : 1.0 (100 %) P insp (Tekanan Inspirasi) : Mulai dari 10 Cm H20 - Mutlak dilakukan pemeriksaan AGD 30 menit setelah setting awal. - Sasaran yang ingin dicapai adalah mempertahankan PaO2 di atas 100 torr dan Sat O2 diatas 95% dengan FiO2 dibawah 60%. e. Dapat juga digunakan NIPPV (Non Invasive Positive Pressure Ventilation), pada pasien dengan kesadaran compos mentis. f. Dapat disapih dari respirator kalau: 1. Keadaan Umum pasien sudah membaik, kesadaran membaik tanpa sedasi. 2. Nutrisi adekuat dengan status cairan adekuat. 3. Bebas infeksi. 4. Hemodinamik stabil tanpa inotropik atau vasopressor. 5. Status asam basa dan elektrolit stabil. 6. Tidak ada bronkospasme. 7. Oksigenasi baik dengan FiO2< 0.5 dengan PEEP < 5 CmH2O 8. Weaning Parameter : Frekuensi Pernapasan/Vt < 100. - Frekuensi Pernapasan : 30 X/menit. - Vt : 6 8 CC/kgbb. Indikasi keluar dari ICU. Setelah 24 jam setelah pasien disapih dan diekstubasi tanpa adanya kelainan baru maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan. F. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa :
Terbukti bukan kasus flu burung. Untuk kasus PCR positif dipindahkan setelah PCR negatif. Setelah tidak demam 7 hari.

Pertimbangan lain dari dokter

G. Kriteria kasus yang dipulangkan dari perawatan biasa :


Tidak panas 7 hari dan hasil laboratorium dan radiologi menunjukkan perbaikan. Pada anak 12 tahun dengan PCR positif, 21 hari setelah awitan (onset) penyakit. Jika kedua syarat tak dapat dipenuhi maka dilakukan pertimbangan klinik oleh tim

dokter yang merawat. H. Perawatan Tindak Lanjut


Pasien yang sudah pulang ke rumah diwajibkan kontrol di poliklinik Paru / Penyakit

Dalam / Anak RS terdekat.


Kontrol dilakukan satu minggu setelah pulang yaitu foto toraks dan laboratorium dan

uji lain yang ketika pulang masih abnormal.

XII.

PENCEGAHAN Pada kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang) :


a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja. b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja). d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja. e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari. f.

Imunisasi.

Pada masyarakat umum


a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup. b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :

Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya) Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800 C selama 1 menit dan pada

telur sampai dengan suhu 640 C selama 4,5 menit.

XIII.

PROGNOSIS Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang sangat bervariasi mulai dari

asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir dengan ARDS. Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum sempat terpikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50 %. 3

DAFTAR PUSTAKA 1. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala, dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume 14 no 38. 2006; 9-12 2. Judarwanto, Widodo. Penatalaksanaan Flu Burung Pada Manusia. Jakarta:Dexa Medica Jurnal Kedokteran dan Farmasi no 4 volume 18. 2005; 171-173 3. Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS). 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726. 4. Bennet, N. John, Avian Influenza. [online]. 2008. [cited 2009 september 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/238049. 5. Weller, Peter F.Guerrant, Richard L. Walker, David H. Tropical Infectious Diseases Principles, Pathogens, & Practice 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2006; 639-642 6. Bombang H.,Bob W. Flu Burung (Avian Influenza). [online]. 2005. [cited 9 september 2009]. Availble from: http://med.unhas.ac.id/Datajurnal/tahun2005vol26/vol26No.30k. 7. Sapoetra, Agus. Infeksi Virus Influenza A H5N1. Jakarta: Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara volume 10 no 2. 2004; 117-

121 8. Radji, Maksum. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian volume III no 2. 2006; 55-65 9. Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) 4th ed Buku 2. Jakarta: EGC. 1995; 646-650 10. Sandrick, Karen. X-rays can predict survival after exposure to avian flu chest exams prove important in identifying patients who will benefit from early, aggressive intervention. [online]. 2006. [cited 2009 september 9]. Available from: http://www.diagnosticimaging.com. 11. Oner A.F.,Bay A.,Asrlan S.,Akdeniz H. Et al. Avian Influenza A (H5N1) Infection in Eastern Turkey in 2006. [online]. 2006. [cited 2009 september 9].Available from : http://www.the new england journal of medicine.com 12. Lopez, FA. Slaven, EM. Stone, SC. Infectious Diseases Emergency Department Diagnosis And Management 1st ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007; 404-405 13. Ungchusak K, Auewarakul P, Dowell SF, et al, Probable Person To Person Transmission Of Avian Influenza A (H5N1). [Online]. 2005 jan 27. [cited 2009 september 9]. Available from : http://www.content.nejm.org. 14. Hastanesi, Arastima. Radiological and Clinical Course of Pneumonia in Patients with Avian Influenza H5N1. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Available from : http://ejr.com/volume61issue2. 15. Bouhemad,B.,Mao Zhang.,Qiu Lu.,Jean. Clinical Review : Bedside lung ultrasound in critical care practice. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Available from: http://ccforum.com/content/11/1/205. 16. Kim, AE.Lee, KS.L, Steven. Viral Pneumonia in Adults:Radiologic and Pathologic Findings. [online]. 2002. [cited 2009 September 9]. Available from: http://radiographics.rsnajnls.org/cgi/content/full/22/suppl_1/S137. 17. Korteweg C.,Jiang Gu. Pathology,Moleculer Biology,and Phatogenesis of Avian Influenza A (H5N1) Infection in Humans. [online]. 2007, December 18. [cited 2009 September 9].Available from : http://www.ajp.amjpathol.org/cgi. 18. Cheung C.W., Yiu M.W.C., Leong L.L.Y., Chan F.L. Clinical and radiological features of SARS in Hongkong. [online]. 2005. [cited 2009 September 9].Available from: http://www.diagnosticimaging.com 19. Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007; 38-39 20. Smithius R.,Otto.,Cornelia. HRCT part II: Key findings in Interstitial Lung Diseases. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Availble from: http://www.radiologyassistant.nl.

21. Stephen, James M. Pneumonia Bacterial. [online]. 2008. [cited 2009 September 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/807707. 22. World Health Organization, Western Pacific Region. Avian Influenza, 15 January 2004. 23. World Health Organization, South-East Regional Office. Avian Influenza Virus A (H5N1), 20 July 2004. 24. JNPK KR, YBP SP, JHPIEGO. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas 25. World Health Organization. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza A/(H5N1). Available at : http://www.who.int. 26. Working Group on Therapeutic Care, Departemen of Medical Services. Clinical Practice Guideline for Human Avian Influenza (H5N1), Revised version, December 19, 2005.

You might also like