You are on page 1of 23

AVIAN INFLUENZA

I. PENDAHULUAN Flu Burung (Avian Influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah-ubah bentuk dan dapat menyebabkan endemi dan pandemi. 1 Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997, tersebar di kalangan burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular di negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam, itik, dan burung liar. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah babi.1,2 Virus H5N1 juga dapat mengenai manusia dalam keadaan tertentu. Departemen Kesehatan Indonesia telah mengidentifikasi adanya infeksi flu burung pada seseorang penderita di Tangerang. Penemuan ini telah dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorium resmi WHO di Hongkong. Hal ini merupakan penemuan penderita Flu Burung pada manusia yang pertama kali di Indonesia. Setahun sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Januari 2004 Departemen Pertanian telah mengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus avian influenza menyerang unggas di Indonesia. 1,2 II. INSIDEN Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.3

Hingga 5 Agustus 2005 WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia.3 Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Mengenai penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu pada saat mengubur ayam mati. Hingga Agustus 2005 sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus.3 Secara Internasional, Pada 17 Oktober 2007 telah dilaporkan 331 kasus yang tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah 203 kematian. Paling banyak kasus terjadi di Asia Tenggara, beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur dan Afrika Utara. Telah diperhitungkan yang tidak dilaporkan, sebagian di China, tetapi tindakan yang dibutuhkan adalah perkembangan kasus tersangka, tes, dan laporan kasus dari avian influenza. Jumlah kematian yang tidak biasa dari avian influenza (>60%) mengkhawatirkan dan cukup akurat. Pada banyak instansi, aturan yang melakukan tes pada yang terekspos antara manusia dan burung. Ras dan letak geografi merupakan faktor yang penting, membuat perbedaan pada HPAI antara burung dan tingkatan infeksi dari burung ke manusia yang cukup signifikan. Avian influenza memperlihatkan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Avian influenza memiliki peninggian kasus orang dengan umur 10-39 tahun. Tidak seperti influenza yang menahun, yang biasanya mengenai pada individu yang sangat muda atau yang sangat tua, dewasa muda memiliki proporsi yang cukup besar pada kasus avian influenza. 4 III. EPIDEMIOLOGI Sekelompok orang terakhir yang terinfeksi oleh virus avian influenza, sebagian adalah virus tipe H5N1 di Asia, mempunyai keterlibatan tentang serangan pandemik yang baru. Pada tahun 1997, virus avian influenza H5N1 yang sangat patogen hasil dari penggabungan kembali beberapa virus avian menyebabkan peningkatan jumlah kematian

pada unggas domestik dan penyakit yang cukup parah dengan jumlah kematian 6 diantara 18 kasus penderita di Hongkong. Peningkatan terjadi karena penyebaran dari unggas terinfeksi yang ada pada pasar unggas dan telah dikemas oleh pemotong ayam. Virus ini tidak terlalu baik pada penyebaran orang ke orang.5 Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain : Selama tahun 1997 di Hong Kong virus Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi 18 orang yang dirawat di rumah sakit dan 6 di antaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu burung. Pada Juli 2005 dilaporkan kasus flu burung akibat virus H5N1 yang menyebabkan kematian 3 orang dalam satu keluarga di Tangerang Banten. Awal tahun 2006 ini dilaporkan 3 kasus flu burung baru di Indonesia dan semuanya meninggal. Menurut catatan WHO sampai awal Februari 2006 total penderita flu burung seluruh dunia berjumlah 161 dan 86 di antaranya meninggal dunia6 IV. ETIOLOGI Penyebab flu burung pada bangsa unggas itu adalah virus influenza tipe A. Virus Influenza A berasal dari keluarga orthomyxoviridae adalah virus RNA berenvelop dengan dua glikoprotein permukaan : hemaglutinin dan neurominidase. Sebagai virus berenvelop pemanasan akan merusak daya infektivitasnya; penularan terjadi melalui saluran pernafasan bukan melalui makanan. Ukuran diameter virions adalah 80 hingga 120 nm yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari negativestranded RNA. Virus influenza A dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan perbedaan serologik dan genetik glikoprotein permukaan dan gene yang mengkodenya. Ada 15 subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan 9 subtipe neurominidase (N1-N9) telah diidentifikasi. Virus Influenza A dengan hemaglutinin subtipe H1, H2, H3, dan neurominidase subtipe N1 dan N2 telah menyebabkan epidemi dan pandemi sejak tahun 1900. Subtipe H5 dan H7 virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi (patogenik). Hanya ada satu jalur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan mematikannya tinggi atau high-pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat menginfeksi manusia (zoonosis). 2,7

Dari penelitian menunjukkan, unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat Celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajat Celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau 60 derajat Celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan Iodine dapat membunuh virus yang menakutkan ini.2 Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran. Avian virus avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan 2 jalan. Pertama kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Flu burung dapat menyebar dengan cepat di antara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Penyakit ini dapat juga menyerang manusia,lewat udara yang tercemar virus itu. Belum ada bukti terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit. 2,8 V. ANATOMI 1. RONGGA DADA Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada dan toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-

paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. 9 Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9. Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek akan saling melekat jika ada air. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps.9 2. SALURAN PERNAPASAN Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.9 Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segi tiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.9 Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea

agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai implikasi yang penting.9 Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecilyang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.9 Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis.9

Gambar 1. Sistem Pernapasan. A. asinus atau unit fungsional paru-paru, B. Membran mukosa bersilia.9

VI. PATOFISIOLOGI Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat memecah ikatan

tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.3 Penyebaran dari virus extrapulmoner telah didokumentasikan secara umum pada manusia, tetapi penyebaran sistemik adalah penampakan biasa dari highly pathogenic avian viruses pada unggas dan beberapa binatang pengerat atau binatang mamalia lain. Serum dan penghasilan antibodi mengarah ke HA dan NA yang muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi. Proteksi untuk menghindari terinfeksi kembali oleh jenis strain yang sama dapat terjadi tergantung infeksi secara alamiah dan dihubungkan dengan serum serta tingkat antibody neutralizing hidung, yang prinsipnya secara langsung mencegah HA. Perbedaan pada gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 mengarah ke hubungan dengan jenis influenza pada manusia, termasuk infeksi manusia pada avian influenza. Aturan fungsional dari tanda-tanda genetik belum dapat dipecahkan tetapi berkaitan dengan keterlibatan peningkatan kemampuan replikasi dan supresi dari imunitas tubuh.4,5 VII. DIAGNOSIS VII. a. Gambaran Klinis Tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas. Dalam perkembangannya kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah mengakibatkan gagal napas dan beberapa kelainan tubuh yang berat lainnya.2 Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh anakanak belum begitu kuat. Masa inkubasi penyakit, dimana saat mulai terpapar virus hingga mulai timbul gejala sekitar 3 hari dengan rentang 2 hingga 5 hari. Sebagian besar

penderita mengalami produksi dahak yang meningkat, 30% diantaranya dahaknya bercampur darah. Diare dialami oleh 70% penderita. Semua penderita menunjukkan limfopenia dan sebagian besar penderita mengalami trombositopenia. Menurut beberapa ahli flu burung lebih berbahaya dari SARS. Karena kemampuan virus yang mampu membangkitkan hampir keseluruhan respons bunuh diri dalam sistem imunitas tubuh manusia.2 Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan sesuai dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu tertentu, yaitu 2,3 a. Kasus observasi : Panas > 38oC dan > 1 gejala berikut : - Batuk - Radang tenggorokan - Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung b. Kasus possible (kasus tersangka) : Demam > 38oC dan > 1 gejala berikut : - Batuk - Nyeri tenggorokan - Sesak napas Dan salah satu di bawah ini : - Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtypenya, - Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed, - Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit, - Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza. - Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum d. Kasus Confirmed (Kasus Pasti) : Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) atau,

Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 atau, Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5. e. Kelompok Risiko Tinggi Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah : - Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan) - Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit - Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir) - Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir. Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir. f. Kriteria Rawat : Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi napas 30 kali/menit, 2) Nadi 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3) kondisi umum lemah Suspek dengan leukopeni Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni Kasus probable dan confirm2,3 Kematian dan komplikasi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan. Komplikasi yang didapatkan pada penderita influenza A H5N1 adalah sindroma Reye (1 penderita), gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan biokimia darah (6 penderita), pansitopenia (2 penderita), gagal ginjal (3 penderita), hemoragi pulmonal (1 penderita), kegagalan pernafasan akut (6 penderita), dan syok septik (1 penderita). Tidak dijumpai adanya infeksi sekunder oleh bakteri patogen (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus aureus) diketahui dari biakan sekresi saluran nafas, cairan pleura, dan darah. Dari 12 kasus ini, 5 penderita meninggal dengan gangguan multiorgan kendati sudah diberikan perawatan intensif. Komplikasi berat tampaknya dijumpai pada penderita dengan usia lebih tua, sudah lama bergejala sebelum dirawat di rumah sakit, dengan pneumonia, leukopenia, dan limfopenia. 7,8

10

VII. b. Gambaran Radiologi VII. b. 1 Foto Toraks Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral, dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Paling banyak ditemukan konsolidasi multifokal; efusi dan limfadenopati dapat selalu dilihat, begitu pula dengan perubahan cystic. Penampakan penyakit pada radiologi lebih awal memberikan prediksi yang bagus dari mortalitas, termasuk penemuan konsisten dengan acute respiratory distress syndrom (ARDS), seperti difus, ground glass appearance bilateral. 3,4 Berikut dada flu sampai serial burung meninggal : film pada pasien

Gambar 2. Film memperlihatkan infiltrasi interstisiel dan progresif yang cepat pada hari 1 (gambar A), hari 2 (gambar B), hari 3 (gambar C) dan hari 4 (hari kematian) (gambar D).11

Gambaran foto X-ray dada memperlihatkan banyak konsolidasi pada paru, dan pada banyak bagian paru yang lain, pada 9 pasien yang meninggal karena terinfeksi

11

dengan Asian flu burung, pada studi yang dipresentasikan di pertemuan RSNA 2005. Penemuan-penemuan ini dibandingkan dengan penemuan foto X-ray dada pada lima pasien yang bertahan setelah terkena penyakit ini. Diantara yang meninggal, skor konsolidasi paru meningkat 10 dengan sedikitnya 4 area yang terlibat di paru pada masing-masing pasien. 10 Dari studi, investigator dari Universitas Oxford, U.K., percaya bahwa konsolidasi pulmonar yang cukup buruk pada foto X-ray adalah prediktor yang baik dari survival dan salah satu pasiennya yang mendapat keuntungan paling banyak dari perhatian dan perawatan suportif dan pengobatan antiviral dengan oseltamivir atau zanamivir. Pada radiografi dada dapat menunjukkan satu atau banyak infiltrat. 10,12

Ga mbar 3. Foto Toraks PA Penderita Avian Influenza: Gambar 3 (A) : Foto toraks PA pasien perempuan berumur 11 tahun pada hari ke 6 , tampak perselubungan homogen pada lobus paru kanan bawah dan infiltrasi pada lobus paru kiri bawah. Gambar 3 (B) : Gambar 3 (C) : Foto toraks PA wanita 26 tahun pada hari ke 9, tampak perselubungan homogen pada kedua lobus paru Foto toraks PA wanita 32 tahun pada hari ke 7, tampak perselubungan homogen pada lobus paru kiri bawah. 13

Foto X-ray dada tidak patognomonik untuk flu burung tetapi dapat memperlihatkan adanya infeksi secara umum. Baru kontak dengan burung dan penyakit yang bertambah buruk, memberikan tanda-tanda radiografi dari penyebaran infeksi pada paru adalah kunci dari mengidentifikasi penyakit. 10

12

Pada studi foto X-ray yang dipelajari sebelumnya oleh radiologist independen dari Vietnam dan U.K. Radiologis ini memisahkan paru pada masing-masing radiografi menjadi 3 zona, masing-masing adalah ketiga panjang bagian craniocaudal dari paru. Mereka kemudian memisahkan masing-masing zona paru pada 3 segmen dan memberi tingkatan skor konsolidasi dari 0 18. Skor 0 diberikan pada jaringan paru yang menunjukkan tidak ada tanda konsolidasi. Skor 18 diberikan pada saat keadaan abnormal terjadi bilateral dan difus. Paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan tes flu burung yang positif adalah konsolidasi multifocal. 10 Gambaran pneumonia progresif meningkat dengan tingkat mortalitas tinggi telah diobservasi khususnya pada laporan kasus yang terlambat. Kebanyakan radiologi yang abnormal adalah infiltrasi pneumonik yang banyak dengan segmental dan distribusi multifokal, paling banyak terlokalisasi di bagian bawah dari paru-paru. Tidak ada efusi pleura dan limfadenopati hiler pernah dilaporkan. 14 VII. b. 2 Pemeriksaan Ultrasonografi Pemeriksaan ultrasound paru ini berguna untuk mendeteksi dan mengukur efusi pleura dan konsolidasi di paru. Konsolidasi paru pada ultrasound tampak seperti struktur jaringan hiperechoic dan dengan wedge-shaped. Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa ultrasound paru memiliki tampilan yang tinggi untuk mendiagnosis konsolidasi elveolar dan berguna untuk menuntun biopsi paru perkutaneus. 15

Gambar 4.

Aspek ultrasound dari konsolidasi paru dan efusi pleura.a) Penampakan transversal dari konsolidasi lobus kiri bawah; konsolidasi paru terlihat seperti struktur jaringan (C). Pada

13

konsolidasi ini, gambaran hiperechoic punctiform (ditunjukkan dengan panah) dapat dilihat, ini menunjukkan airbronkogram (udara yang mengisi bronchi). Efusi pleura tampak anechoic. (b) Penampakan cephalocaudal dari konsolidasi paru lobus kiri bawah ; konsolidasi paru dengan airbronkogram, Ao,Aorta Ascendens, D,Diafragma, Pl, efusi pleura. 15

VII. b. 3 Pemeriksaan CT-Scan Gambaran menyebar atau bercak pada ground-glass ditambah dengan konsolidasi adalah gambaran umum pada CT-scan. Nodul sentrilobuler kecil menunjukkan perdarahan alveolar mungkin terlibat. Jarang terjadi efusi pleura. Pada sebuah studi, gambaran CTscan menunjukkan konsolidasi ruang udara atau ground-glass dengan distribusi lobuler. 16

Gambar 5. Gambaran pneumonia akibat virus pada seorang pria yang berusia 21 tahun. Potongan tipis (1mm collimation). CT-Scan berada pada level arcus aorta. a) dan suprahepatic vena cava inferior. Nodul acinar ditunjukkan dengan ujung panah; b) menunjukkan multifocal peribronchovascular atau konsolidasi subpleural dan gambaran ground glass pada kedua paru. Beberapa lesi memiliki distribusi lobular (anak panah). 16

VII. c. Gambaran Histopatologi Paru-paru secara tipikal menunjukkan kerusakan alveolar yang difuse. Pada kasus ini dengan waktu penyakit yang pendek (< 10 sampai 12 hari), menunjukkan fase inflamasi eksudatif dari kerusakan alveolar difus (edema, eksudat fibrosa, pembentukan membran hyalin) adalah predominan. Pada kasus dengan pemanjangan waktu penyakit, merubah konsistensi dengan fase proliferatif fibrosa (mengatur kerusakan alveolar yang difus) dan tingkat fibrosis akhir (fibrosis interstitial) telah diperlihatkan.17

14

Gambar

6. infiltrasi seluler (pewarnaan HE).17

Jaringan

paru

menunjukkan kerusakan yang parah, pembentukan membran hialin, edema, eksudasi fibrin, dan

VII. d. Pemeriksaan Laboratorium Untuk uji konfirmasi dilakukan ; Kultur dan identifikasi virus H5N1. Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5. Uji serologi, yang meliputi: 1). Immunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza H5N1 2). Uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam serum 3) Uji penapisan: a). Rapid test untuk mendeteksi influenza A b). HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1 c). Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1. Selain itu dilakukan pemeriksaan :

15

Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif, dan trombositopeni.

Kimia : Albumin/globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisa Gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatinin kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnormal 3.

VIII. DIAGNOSIS BANDING VIII.a. Severe Acute Respiratory Syndrome Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh virus Corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat. SARS secara klinis lebih banyak melibatkan saluran napas bagian bawah, dibandingkan dengan saluran napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena daripada trakea ataupun bronkus. 3

Gambar 7. Foto Thoraks, diambil tiga hari setelah munculnya gejala-gejala persisten, tampak ground glass opasitas pada zona tengah dan bawah paru-paru kiri. Tidak ditemukan efusi pleura dan pembesaran hilus.18

Gambar 8. SARS dengan keterlibatan multilobar. Foto Thorax Pria Berusia 38 tahun. Tampak ground glass opasitas pada batas luar daerah bawah paru kanan dan lesi

16

halus pada batas luar daerah tengah dan bawah paru kiri. Tidak ditemukan lobar konsolidasi, pembesaran hilus dan efusi pleura.18

Penampakan yang paling banyak sebagai ground glass opacification yang dapat muncul unilateral atau bilateral. Konsolidasi yang didapatkan dengan air bronchograms sign ditemukan pada beberapa pasien tetapi konsolidasi lobaris tidak ditemukan. Tidak ditemukan pula efusi pleura atau pembesaran hilar. VIII.b. Tuberkulosis Paru Pada tuberkulosis primer hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada yaitu daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Ghon) dengan pembesaran kelenjar hilusmediastinum (kompleks primer). Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi. Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh lapangan paru. Sedangkan pada tuberkulosis postprimer atau tuberkulosis reaktif yaitu konsolidasi bercak, terutama pada lobus atas atau segmen apikal pada lobus bawah, sering disertai kavitasi. Efusi pleura, empiema, atau penebalan pleura. Pada Tuberkulosis milier : nodul-nodul diskret berukuran 1-2 mm yang dapat terdistribusi di seluruh lapangan paru akibat penyebaran hematogen. Limfadenopati mediastinum atau hilus bukan merupakan gambaran tuberkulosis, kecuali pada pasien AIDS. 19 Selama berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang dapat dikenali adalah fibrosis dan pengecilan volume paru; fokus kalsifikasi; tuberkuloma; granuloma terlokalisasi yang sering mengalami kalsifikasi; kalsifikasi pleura. 19
18

17

Gambar 9. Foto Thoraks PA. TB dengan kavitas.20

VIII.c. Pneumonia Bakterial Pneumonia bakterial disebabkan oleh infeksi patogen pada paru-paru dan dapat timbul sebagai proses penyakit primer atau proses akhir penyakit dari seseorang yang telah lemah. Pneumonia lebih jauh lagi dikategorikan sebagai community-acquired pneumonia (CAP) atau hospitalized atau institutional-acquired pneumonia (HAP atau IAP). 21

Gambar 10. Foto Thoraks PA wanita berusia 49 tahun. Tampak pneumonia pada lobus kiri bawah disertai dengan efusi pleura.13

Air Bronchograms dapat dievaluasi saat terinfeksi S. Pneumoniae. Konsolidasi terbuka dan air bronchograms sign saling berhubungan dengan insidens tinggi dari bakteriemia. Legionella memiliki predileksi di lapangan bawah paru, sedangkan Klebsiella memiliki tendensi untuk muncul pada lapangan atas paru. 21 IX. PENGOBATAN Prinsip penatalaksanaan avian Influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, immunomodulator.3 Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat : 18

1. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine) b. Rimantidin (flu-madine), dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari 2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza) b. Oseltamivir (tami-flu), dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu.3 Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut : Pada kasus suspek flu burung diberikan Qseltamivir 2 x 75 mg 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi. Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS, Respiratory Care di ICU sesuai indikasi.3 Menurut sumber lain, menyebutkan bahwa penderita flu burung perlu rawat inap di bangsal isolasi atau ICU tergantung beratnya kasus. 6 Bangsal isolasi khusus ditata untuk penyakit menular kasus berat seperti flu burung. Terdapat pintu masuk khusus, ruang ganti pakaian, ruang perawatan serta pintu keluar yang berbeda dengan pintu masuk. Tersedia pakaian khusus, masker, kaca mata pelindung, sarung tangan dan pelindung kaki. Petugas perawat telah melakukan standard universal precaution.6 Semua penderita yang telah memenuhi kriteria flu burung dan telah diseleksi di triage IGD untuk dirawat paling sedikit 1 minggu, karena ditakutkan ada transmisi lewat udara.6 1. Tindakan di bangsal isolasi Oksigenasi, pertahankan saturasi O2 > 90% Hidrasi, pemberian cairan parenteral (infus) Terapi simptomatis untuk gejala flu seperti analgetika/antipiretika, dekongestan dan antitusif Amantadine/ Rimantadine (obat penghambat haemaglutinin) diberikan awal infeksi 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Namun ini tidak dianjurkan lagi karena resistensi virus H5N1 yang cepat terjadi terhadap obat ini.

19

Oseltamivir/ Zanamivir (obat penghambat neurominidase) 75 mg 2 kali sehari. Pemberian selama 5 hari.

2. Perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU) Indikasi untuk dikirim ke ICU bila didapatkan tanda : Frekuensi napas > 30x/menit Sesak napas yang berat Rasio PaO2 < 250 Foto Thoraks terjadi penambahan infiltrat > 50% Sistolik < 90 mmHg, diastolik < 60 mmHg Membutuhkan ventilator mekanik (gagal napas) Membutuhkan vasopressor (dopamin/dobutamin) > 4 jam Syok septik Fungsi ginjal memburuk (kreatinin > 4 mg/dl) 6 Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). 3 X. PROGNOSIS Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang sangat bervariasi mulai dari asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir dengan ARDS. Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum sempat terpikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50 %. 3

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Hudyono,Johannes. Kamarudzaman, Kamaliah. Cara Penularan, Gejala, dan Perawatan Flu Burung. Jakarta:Majalah Kedokteran Meditek volume 14 no 38. 2006; 9-12 2. Judarwanto, Widodo. Penatalaksanaan Flu Burung Pada Manusia. Jakarta:Dexa Medica Jurnal Kedokteran dan Farmasi no 4 volume 18. 2005; 171-173 3. Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS). 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726. 4. Bennet, N. John, Avian Influenza. [online]. 2008. [cited 2009 september 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/238049. 5. Weller, Peter F.Guerrant, Richard L. Walker, David H. Tropical Infectious Diseases Principles, Pathogens, & Practice 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2006; 639-642 6. Bombang H.,Bob W. Flu Burung (Avian Influenza). [online]. 2005. [cited 9 september 2009]. Availble from: http://med.unhas.ac.id/Datajurnal/tahun2005vol26/vol26No.30k. 7. Sapoetra, Agus. Infeksi Virus Influenza A H5N1. Jakarta: Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara volume 10 no 2. 2004; 117-121 8. Radji, Maksum. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian volume III no 2. 2006; 55-65 9. Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) 4th ed Buku 2. Jakarta: EGC. 1995; 646-650 10. Sandrick, Karen. X-rays can predict survival after exposure to avian flu chest exams prove important in identifying patients who will benefit from early, aggressive intervention. [online]. 2006. [cited 2009 september 9]. Available from: http://www.diagnosticimaging.com.

21

11. Oner A.F.,Bay A.,Asrlan S.,Akdeniz H. Et al. Avian Influenza A (H5N1) Infection in Eastern Turkey in 2006. [online]. 2006. [cited 2009 september 9].Available from : http://www.the new england journal of medicine.com 12. Lopez, FA. Slaven, EM. Stone, SC. Infectious Diseases Emergency Department Diagnosis And Management 1st ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007; 404-405 13. Ungchusak K, Auewarakul P, Dowell SF, et al, Probable Person To Person Transmission Of Avian Influenza A (H5N1). [Online]. 2005 jan 27. [cited 2009 september 9]. Available from : http://www.content.nejm.org. 14. Hastanesi, Arastima. Radiological and Clinical Course of Pneumonia in Patients with Avian Influenza H5N1. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Available from : http://ejr.com/volume61issue2. 15. Bouhemad,B.,Mao Zhang.,Qiu Lu.,Jean. Clinical Review : Bedside lung ultrasound in critical care practice. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Available from: http://ccforum.com/content/11/1/205. 16. Kim, AE.Lee, KS.L, Steven. Viral Pneumonia in Adults:Radiologic and Pathologic Findings. [online]. 2002. [cited 2009 September 9]. Available from: http://radiographics.rsnajnls.org/cgi/content/full/22/suppl_1/S137. 17. Korteweg C.,Jiang Gu. Pathology,Moleculer Biology,and Phatogenesis of Avian Influenza A (H5N1) Infection in Humans. [online]. 2007, December 18. [cited 2009 September 9].Available from : http://www.ajp.amjpathol.org/cgi. 18. Cheung C.W., Yiu M.W.C., Leong L.L.Y., Chan F.L. Clinical and radiological features of SARS in Hongkong. [online]. 2005. [cited 2009 September 9].Available from: http://www.diagnosticimaging.com 19. Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007; 38-39 20. Smithius R.,Otto.,Cornelia. HRCT part II: Key findings in Interstitial Lung Diseases. [online]. 2007. [cited 2009 September 9]. Availble from: http://www.radiologyassistant.nl. 21. Stephen, James M. Pneumonia Bacterial. [online]. 2008. [cited 2009 September 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/807707.

22

23

You might also like