You are on page 1of 9

AWAL PEMBUATAN MUSIK FU SEBAGAI ALAT MUSIK TIUP TRADISIONAL Pada tahun 1958.

Pada saat itu Bapak latumahina membaca buku sejarah, lalu beliau melihat seorang sedang meniup kulit bia, lalu beliau mendatangi desa hutumuri, pada saat itu rajanya adalah Raja Wellem Tehupiong, pada saat itu masih negeri lama hutumuri. Dan pada saat itu bapak Latumahina pergi ke gunung maut, ia menggunakan baju dinas, jadi beliau tidak dapat naik. Akhirnya beliau mengganti pakaian dengan kain adat agar dapat naik ke gunung tersebut. Pada tahun 1960 1963 grup Pela Nyong pergi ke Jakarta untuk pembukaan PON bersama dengan Bpk. Latumahina untuk meniup tahuri disana. Pada tahun 1964 saat pulang dari Jakarta mereka menyerahkan semua kulit bia ke Amahusu. Penjelasan di atas merupakan sejarah musik fu yang di dapat dari desa hutumuri. Berikut ini akan dijelaskan lagi tentang sejarah musik fu secara umum. Berawal dari sejarah musik fu yaitu sekitar Tahun 1962 Lotkol G.Latumahina sudah menjabat sebagai wakil gubernur daerah tingkat I Propinsi Maluku. Beliau tidak hanya seorang militer, beliau juga seorang pamong praja yang baik namun juga seorang budayawan di Maluku.

Beliau seorang yang banyak pula berminat terhadap sejarah daerah ini sebagai seorang putra daerah. Dari berbagai bacaan yang ditulis dalam bahasa belanda tentang daerah ini beliau menemukan sebuah cerita sejarah tentang pulau seram atau yang lebih dikenal dengan Nusa Ina. Menurut bapak Dominggus Paulus Horhorouw lahir 18 Desember 1913 di Desa Hutumuri, yang bertindak sebagai pimpinan Orkes Suling desa pada sekitar tahun 1962 beliau dipanggil menghadap gubernur Maluku di kediaman beliau di kota Ambon. Setiba beliau disana, beliau bercerita tentang Sejarah Musik Tiup. Dahulu kala dipulau Seram, ada sebuah kerajaan Werinama. Kerajaan itu demikian kuatnya tidak dapat dikalahakan. Kerajaan atau raja kerajaan itu mempunyai seorang gadis yang demikian cantiknya yang menadi perhatian banyak orang untuk mempersunting gadis itu. Untuk menaklukan raja dan keraaan itu. Diminta bantuan dari 3 (tiga) desa bersaudara, yaitu : 1. 2. 3. Desa Hutumuri terletak di Pulau Ambon Desa Sirisori terletak di pulau Saparua Desa Tamilou terletak di Pulau Seram

Ketiga desa bersaudara yang terletak pada desa-desa yang berbeda itu bersepakat untuk datang menuju Werinama. Ketiga desa bersaudara itu datang dengan menumpang sebuah kora-kora dengan dengan identitas nomor 16. Ketika

mereka sampai di werinama mereka lalu meniup kulit bia sebanyak 9 kali. Mendengar bunyi kulit bia itu, Werinama segera menyerah tanpa syarat. Terlepas dari benar tidaknya sejarah dimaksud atau hanya merupakan sebuah legenda namun kulit bia ini memiliki suatu fungsi bunyi atau suara yang cukup meyakinkan. Karena diantara ketiga desa bersaudara dimaksud terdapat di desa Bapak Horhoruw yaitu desa Hutumuri. Wakil gubernur mengharapkan agar bapak Horhoruw dapat menciptakan suatu alat musik dari kulit bia. Alat atau orkes kulit bia ini akan turut memeriahkan perayaan Hari Pahlawan Pattimura pada 15 Mei 1963 di Ibu Kota Negara Jakarta. Tugas untuk menggali kulit bia menjadi alat orkes kulit bia ditugaskan kepada Almarhum Bapak Karel Hehanusa. Bapak Karel Hehanusa adalah seorang musisi Maluku yang cukup terkenal saat itu. Beliau menjadi sangat terkenal dengan Orkes Ramai Dendangnya baik itu hawaian maupun biola. Setelah bapak Karel Hehanusa selesai menggali atau menciptakan Kulit Bia maka desa-desa yang dipilih untuk mendukung orkes itu adalah : Desa Hutumuri Desa Rutong Desa Kilang

Desa Naku Desa Amahusu Kelima desa ini terletak di pulau Ambon dan bapak harhoruw ditunjuk sebagai pemimpin orkes tersebut. Dengan demikian musik ini atau orkes ini muncul pertama kali di Indonesia pada perayaan Hari Pahlawan Pattimura 15 Mei 1963 di Ibu Kota Negara Jakarta bukan di Ambon. Orkes Kulit Bia ini kemudian ditumbuh kembangkan di desa Sirisori Amalatu yang terletak di pulau Saparua oleh almarhum Matheos Atihuta.

PENGGUNAAN MUSIK FU Seperti yang diketahui, musik fu berawal dari desa Hutumuri, yang dibawa sampai bisa dikenal oleh hampir masyarakat luas. Penggunaan musik Fu yang masih stabil dilakukan adalah di desa Hutumuri dan desa Sirisori Amalatu, dimana di kedua desa ini Musik Fu diajarkan kepada generasi Muda di tingkat sekolah. Namun tak banyak yang mengetahui jenis musik Fu. Di daerah perkotaan, orang yang mengenal musik Fu dapat dihitung dengan jari, yakni generasi tua yang telah hidup lama sehingga mengetahui musik fu. Tapi nyatanya generasi muda di daerah perkotaan sama sekali tidak tau apa itu musik fu. Penggunaan Musik Fu pun sangat minim. Musik Fu juga kalah tampil dibandingkan alat musik modern. Ini disebabkan karena tak banyak yang mengetahui musik fu itu seperti apa. Alat musik untuk jenis musik fu ini terbuat dari kulit bia atau siput. Cara penggunaan musik fu adalah dengan cara ditiup. Seperti yang diketahui, jenis alat musik tiup ini sangat banyak, diantaranya : Kulit Bia Tataratol Kulit Bia Capeu Kulit Bia Tahuri

Kulit Bia Lemon Cara memainkannya pun berbeda walau tetap dengan cara ditiup, hal ini disebabkan karena letak lubang pada masingmasing alat yang berbeda.

PENDANGAN MASYARAKAT TENTANG MUSIK FU Alat music ini merupakan alat music yang memiliki keunikan tersendiri, yaitu bentuk dan suara yang dihasilkan dan juga material dasar music ini, Kulit Bia. Masyarakat berpendapat bahwa perkembangan alat music ini masih lambat dan harus dikembangakan demin menjaga kelestarian alat mjusik ini.

Dari sejarah dan kisah inilah Musik Fu terus dikembangkan terutama di desa-desa awalnya seperti Sirisori yang masih ada musik ini sampai sekarang.

FUNGSI MUSIK FU

Musik Fu jika dilihat pada awal munculnya jenis musik ini maka memliki fungsi adalah untuk dimainkan. Suara khas dari alat musik tiup ini merupakan cirri khas dari musik fu. Jika dilihat untuk kehidupan sekarang, maka perlahan musik ini sudah terkikis bahkan hampir hilang kegunaannya oleh generasi muda sekarang. Jika dilihat sekarang, maka musik ini hanya berfungsi sebagai asset daerah, dimana menjadi salah satu kekayaan daerah, hanya dipajang di museum tapi fungsi aslinya tidak benar-benar dipergunakan. Namun beda dengan desa sirisori amalatu dan desa hutumuri yang masih melestarikan musik ini sehingga fungsinya tetap terlaksana dengan baik. Di desa ini, siswa di sekolah-sekolah diajarkan bagaimana cara meniup alat musik fu. Musik fu pada dasarnya bisa terlaksana di seluruh sekolah di kota ambon, apabila guru-guru menerapkannya kepada siswanya, agar dapat mendukung pelestarian musik ini oleh generasi muda, yang nantinya akan membawa musik ini di kemudian hari. Contoh alat musik tahuri berfungsi sebagai alat bunyi dalam kehidupan adat di daerah Maluku Tengah. Alat ini dibunyikan dalam rangka mengundang kehadiran arwah nenek moyang dalam pelaksanaan satu upacara adat. Di desa hutumuri siswa dari kelas 3 SD SMA sudah diajarkan tentang musik bia ini.

PENGGUNAAN MUSIK FU Seperti yang diketahui, musik fu berawal dari desa Hutumuri, yang dibawa sampai bisa dikenal oleh hampir masyarakat luas. Penggunaan musik Fu yang masih stabil dilakukan adalah di desa Hutumuri dan desa Sirisori Amalatu, dimana di kedua desa ini Musik Fu diajarkan kepada generasi Muda di tingkat sekolah. Namun tak banyak yang mengetahui jenis musik Fu. Di daerah perkotaan, orang yang mengenal musik Fu dapat dihitung dengan jari, yakni generasi tua yang telah hidup lama sehingga mengetahui musik fu. Tapi nyatanya generasi muda di daerah perkotaan sama sekali tidak tau apa itu musik fu. Penggunaan Musik Fu pun sangat minim. Musik Fu juga kalah tampil dibandingkan alat musik modern. Ini disebabkan karena tak banyak yang mengetahui musik fu itu seperti apa. Alat musik untuk jenis musik fu ini terbuat dari kulit bia atau siput. Cara penggunaan musik fu adalah dengan cara ditiup. Seperti yang diketahui, jenis alat musik tiup ini sangat banyak, diantaranya : Kulit Bia Tataratol Kulit Bia Capeu

Kulit Bia Tahuri Kulit Bia Lemon Cara memainkannya pun berbeda walau tetap dengan cara ditiup, hal ini disebabkan karena letak lubang pada masingmasing alat yang berbeda.

You might also like