You are on page 1of 39

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU GULMA

ACARA VI PERIODE KRITIS TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP PERSAINGAN DENGAN GULMA

Disusun oleh : Devi Alvioliana M. Sudrajat Febryana Nany K Vella Sofia A Intan Prasastikah H Gol/Kel Asisten : C1/9 : Riani Capriyati Galuh Paramita Ardo Simaremare (12183) (12290) (12425) (12610) (12572)

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

ACARA VI PERIODE KRITIS TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP PERSAINGAN DENGAN GULMA

I. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian rakyat ataupun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain hama, penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek pertanian di samping faktor lain. Tanaman perkebunan juga mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen. Beberapa gulma lebih mampu berkompetisi daripada yang lain (misalnya Imperata cyndrica), yang dengan demikian menyebabkan kerugian yang lebih besar. Keberadaan gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif terhadap tanaman budidaya. Terdapat sebuah periode saja dimana tanaman budidaya mengalami masa yang paling peka terhadap keberadaan gulma di sekitar lingkungan tumbuh tanaman budidaya. Periode tersebut dikenal sebagai periode kritis dimana pada periode tersebut, tanaman budidaya mengalami masa yang paling peka terhadap lingkungan, terutama dalam kompetisi memperebutkan sarana ruang tumbuh, unsur hara, air dan cahaya matahari. apabila gulma hadir dan mengganggu tanaman budidaya maka tanaman budidaya akan kalah bersaing dalam memanfaatkan faktor-faktor lingkungan tumbuh yang utama tersebut karena tanaman budidaya berada pada titik terlemah dalam pertumbuhannya. Oleh karena itu ketika memasuki periode terlemah ini (periode kritis), lingkungan tempat tanaman budidaya harus bebas dari gulma agar pertumbuhan dan perkembangannya tidak terganggu akibat kompetisi faktor-faktor tumbuh dengan gulma di sekitar lingkungan tumbuhnya. B. Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui saat-saat penting dimana pengendalian gulma harus dilakukan dalam budidaya tanaman.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya gulma pada periode waktu tersebut dengan kepadatan tertentu yaitu tingkat ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis tanaman. Periode kritis adalah periode maksimum dimana setelah periode tersebut dilalui maka keberadaan gulma selanjutnya tidak terpengaruh terhadap hasil akhir. Dalam periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil akhir tanaman tersebut. Periode kritis adalah periode dimana tanaman pokok sangat peka atau sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak dilakukan maka hasil tanaman pokok akan menurun. Pada umumnya persaingan gulma terhadap pertanaman terjadi dan terparah pada saat 25 33 % pertama pada siklus hidupnya atau - 1/3 pertama dari umur pertanaman. Persaingan gulma pada awal pertumbuhan tanaman akan mengurangi kuantitas hasil panenan, sedangkan gangguan persaingan gulma menjelang panen berpengaruh lebih besar terhadap kualitas hasil panenan. Waktu pemunculan (emergence) gulma terhadap pertanaman merupakan faktor penting di dalam persaingan. Gulma yang muncul atau berkecambah lebih dahulu atau bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan dan hasil panenan, sedangkan gulma yang berkecambah (2-4 minggu) setelah pemunculan pertanaman sedikit pengaruhnya (Anonim, 2010). Sifat-sifat karakteristik yang dimiliki oleh gulma maupun tanaman budidaya sangat mempengaruhi derajat kompetisi dan dimodifikasi oleh faktor lingkungan seperti iklim, perilaku tanah, dan organisme pengganggu tanaman. Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode) tanaman peka terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan. Derajat kompetisi tertinggi terjadi pada saat periode kritis pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan keberadaan gulma sangat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Periode kritis ialah periode atau saat dimana gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkompetisi secara aktif (Trenbath, 1976).

Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat. Jenis gulma tertentu juga perlu diperhatikan karena dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang meracuni tanaman (Fadhly dan Fahdiana, 2009). Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Mexico, tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994). Frekuensi dan biaya penyiangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor mulai dari jenis gulma, pertumbuhan tanaman, praktek budidaya dan sistem pertanian untuk tanaman semusim dan tahunan. Penting untuk dicatat bahwa respon tanaman (gulma / tanaman) pada cuaca atau musim adalah langsung akibat air yang tersedia dan panjang siang hari. Dengan demikian, persaingan untuk air dan ruang mungkin sangat besar selama musim kemarau dibanding musim hujan. Hal ini juga dimungkinkan bahwa daya saing tanaman (tanaman/gulma) selama musim kemarau akan lebih rendah dibandingkan dengan musim hujan. Terdapat kecurigaan bahwa rekomendasi terlalu dini sesuai masa kritis penghapusan gulma pada tanaman tidak dapat dilakukan pada seluruh musim (Olabode et al., 2010). Salah satu langkah pertama dalam merancang terintegrasi sukses sistem manajemen gulma adalah untuk mengidentifikasi periode kritis untuk pengendalian gulma di tanaman. Periode kritis untuk pengendalian gulma adalah periode pada siklus pertumbuhan selama gulma harus dikendalikan untuk mencegah kehilangan hasil. Periode kritis untuk pengendalian gulma ditentukan dengan perhitungan interval waktu antara dua komponen terpisah kompetisi diukur: durasi kritis gangguan gulma, panjang maksimum waktu sebelum kemunculan awal gulma dapat tumbuh dan mengganggu tanaman sebelum kehilangan hasil terjadi, dan periode kritis gulma

bebas, panjang minimal waktu yang dibutuhkan untuk tanaman dipertahankan bebas gulma sebelum kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma berikutnya yang muncul tidak lagi menjadi perhatian. Akibatnya, gangguan dari gulma sebelum atau setelah periode kritis untuk pengendalian gulma tidak akan menghasilkan pengurangan dalam hasil tidak dapat diterima (Evans et al., 2008).

III.

METODOLOGI

Praktikum Ilmu Gulma Acara VI yang berjudul Periode Kritis Tanaman Budidaya Terhadap Persaingan dengan Gulma ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tridharma Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Banguntapan, Bantul. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat bercocok tanam, alat tulis menulis, gunting tanaman, neraca, oven, sabit, dan kantong kertas. Bahan-bahan yang digunakan dalah percobaan ini adalah benih jagung (Zea mays), pupuk, serta pestisida. Cara kerja dalam percobaan ini adalah pertama-tama sebelum lahan diolah dilakukan analisis vegetasi. Lahan percobaan disiapkan. Setiap blok terdiri dari 10 unit perlakuan, dengan ukuran tiap plot (unit percobaan) 2 m x 3 m. Benih jagung ditanam pada jarak tanam 20 cm x 50 cm dengan 1 benih tiap lubang tanam. Tinggi tanaman dan jumlah daun diamati setiap minggu selama 10 minggu. Pada akhir pengamatan, diamati pula bobot segar akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, luas daun, serta panjang akar pada saat vegetatif maksimum. Sepuluh perlakuan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut: P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 : Sejak tanam, gulma tidak dikendalikan sampai panen. : Selama 2 m.s.t. dikendalikan, setelah itu dibiarkan. : Selama 4 m.s.t dikendalikan, setelah itu dibiarkan. : Selama 6 m.s.t. dikendalikan, setelah itu dibiarkan. : Selama 8 m.s.t. dikendalikan, setelah itu dibiarkan. : Selama 2 m.s.t. dibiarkan, setelah itu dikendalikan. : Selama 4 m.s.t. dibiarkan setelah itu dikendalikan. : Selama 6 m.s.t. dibiarkan setelah itu dikendalikan. : Selama 8 m.s.t. dibiarkan setelah itu dikendalikan. : Sejak tanam, gulma selalu dikendalikan sampai panen.

Ket m.s.t. = minggu setelah tanam Perlakuan 1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 Periode (Minggu) : Periode dengan pengendalian gulma : Periode tanpa pengendalian gulma 2 4 6 8 10

Percobaan ini merupakan percobaan faktor tunggal dengan 10 perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 blok sebagai ulangan. Analisis varian dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% terhadap data pengamatan. Apabila terdapat beda nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

IV.
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 TT 123,00c 145,07bc 202,47a 179,58ab 184,07a 188,50a 127,67c 169,83ab 127,50c 183,12a JD 12,67abc 12,83abc 11,67c 14,67a 11,83c 12,50bc 12,17c 13,00abc 11,50c 14,50b

HASIL DAN PEMBAHASAN


Variabel BS1 191,90b 47,30b 31,20b 27,50b 16,10b 8,50b 12,80b 7,40b 19,20b 477,70a BS2 82,67d 153,47bcd 224,03b 197,98bc 214,15b 192,26bc 127,33bcd 100,07cd 60,23d 323,73a BS3 113,50a 199,60bc 484,60ab 487,20ab 615,70a 285,50bc 261,10bc 307,80bc 162,70c 653,70a BKA1 1,07bc 4,50a 1,35bc 0,54c 0,58c 0,23c 0,43c 0,29c 0,42c 3,78ab BKA2 4,14b 11,21b 28,74a 12,34b 6,81b 10,36b 3,89b 8,95b 0,31b 30,88a

Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

Variabel BKA3 17,41d 20,15d 120,29a 73,88bc 112,00ab 19,47d 9,11d 22,24d 35,64cd 36,63cd BKT1 14,03ab 12,04ab 3,32ab 3,13ab 1,99b 1,19b 1,70b 2,03b 2,71b 15,21a BKT2 7,29c 30,99bc 40,12bc 52,72ab 45,95b 47,88ab 23,42bc 25,21bc 18,62bc 81,25a BKT3 46,20b 78,56ab 105,60ab 93,26ab 128,83a 104,59ab 48,99ab 123,07ab 65,63ab 108,68ab LD1 146,90b 993,70a 500,80b 415,50b 321,70b 184,60b 222,30b 240,80b 187,50b 399,20b LD2 983,00cde 2668,90a 2781,40a 1219,60cd 1665,40bc 2250,20ab 950,50cde 456,10de 24,70e 761,40cde LD3 1631,50d 1833,00c 2971,50bc 294,40d 3232,00a 3264,70a 1988,90bc 2015,50bc 1741,10c 1629,00c

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%

Tabel 1. Tabel Analisis Vegetasi Gulma Sebelum Tanam


NO 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Jenis Gulma KM 2 9 2 33 50 143 5 4 59 38 1 10 17 82 3 217 13 8 12 120 11 3 4 3 22 54 159 252 2 3 8 2 53 5 182 5 FM 1 2 1 2 6 8 1 1 6 3 1 4 3 6 1 7 5 1 1 5 1 1 2 2 1 1 10 8 1 1 1 1 7 1 8 1 DM TOTAL 0.17 2.29 1.01 76.33 40.35 62.31 0.34 15.89 37.32 7.24 0.83 0.98 13.62 49.73 0.42 81.71 3.37 8.22 4 8.5 6.54 0.55 1.74 2.38 5.23 11.45 36.983 150.75 0.97 0.29 8.33 1.46 78.12 4.6 62.93 1.65 KN 0.0011 0.0048 0.0011 0.0175 0.0265 0.0757 0.0026 0.0021 0.0312 0.0201 0.0005 0.0053 0.0090 0.0434 0.0016 0.1149 0.0069 0.0042 0.0064 0.0635 0.0058 0.0016 0.0021 0.0016 0.0116 0.0286 0.0842 0.1334 0.0011 0.0016 0.0042 0.0011 0.0281 0.0026 0.0963 0.0026 FN 0.0076 0.0152 0.0076 0.0152 0.0455 0.0606 0.0076 0.0076 0.0455 0.0227 0.0076 0.0303 0.0227 0.0455 0.0076 0.0530 0.0379 0.0076 0.0076 0.0379 0.0076 0.0076 0.0152 0.0152 0.0076 0.0076 0.0758 0.0606 0.0076 0.0076 0.0076 0.0076 0.0530 0.0076 0.0606 0.0076 DN 0.0002 0.0026 0.0011 0.0857 0.0453 0.0700 0.0004 0.0178 0.0419 0.0081 0.0009 0.0011 0.0153 0.0558 0.0005 0.0917 0.0038 0.0092 0.0045 0.0095 0.0073 0.0006 0.0020 0.0027 0.0059 0.0129 0.0415 0.1693 0.0011 0.0003 0.0094 0.0016 0.0877 0.0052 0.0707 0.0019 SDR 0.0029 0.0075 0.0033 0.0394 0.0391 0.0688 0.0035 0.0092 0.0395 0.0170 0.0030 0.0122 0.0157 0.0482 0.0032 0.0866 0.0162 0.0070 0.0061 0.0370 0.0069 0.0033 0.0064 0.0065 0.0084 0.0163 0.0672 0.1211 0.0032 0.0032 0.0071 0.0034 0.0563 0.0051 0.0759 0.0040

Acalypa indica Amaranthus spinosus Arachis hypogaea Borena acata Borreria alata Bulbostylis puberula Centrosema pubescens Chloris barbata Cleome aspera Cynodon dactylon Cyperus compresus Cyperus globosus Cyperus rotundus Dactyloctenium aegyptium Desmodium trithorum Digitaria sanguinalis Eleusine indica Eragrolis lenela Eragrostis amabilis Eragrostis tenela Eragrostis teviela Euphorbia hirta Euphorbia parviflora Gynandropsis gynandra Imperata cylindrica Ischaimum timorense Lindernia ciliata Lindernia crustacea Ludwigia adcendens Melochia piramidata Mentha arvensis Ocimum americanum Ocimum xanctum Ocium sanicum Oldenlandia dicotoma Oldenlandia vicotomu

38 39 40 41 42 43 44 45 46

Panicum distactium Paspalum sp Physalis alba Pylanthus niruri Richordia scraba Scoparia dulcis Torenia peducularis Torenia violacea Vernonia cinera
TOTAL

227 10 9 6 9 13 3 14 2 1889

4 1 4 3 3 1 1 2 1 132

55.28 1.69 6.09 0.43 12.81 5.49 0.15 14.77 5.3 890.613

0.1202 0.0053 0.0048 0.0032 0.0048 0.0069 0.0016 0.0074 0.0011 1

0.0303 0.0076 0.0303 0.0227 0.0227 0.0076 0.0076 0.0152 0.0076 1

0.0621 0.0019 0.0068 0.0005 0.0144 0.0062 0.0002 0.0166 0.0060 1

0.0708 0.0049 0.0140 0.0088 0.0140 0.0069 0.0031 0.0130 0.0049 1

Tabel 2. Tabel Analisis Vegetasi Gulma Perlakuan P1 Sebelum Tanam jenis gulma
Cleome aspera Oldelandia dicotoma eragrostis tenela Eleusine indica Richarda scabra Ludwigia adcendens Vernonia cinera Ocimum xanctum Digitaria sanguinalis Bulbostylis puberula Buoreria alata Lindernia ciliata Acalypa indica Lindernia crustacea Pylanthus ninuri Cinodon dactylon Cyperus globosus total

jumlah gulma
1 4 22 3 1 1 2 1 4 7 10 2 4 0 0 0 0 0 61

2 KM FM DM DN(%) SDR 9 13 2 12.13 5.39% 7.69% 14.32% 9.14% 17 39 2 12.15 16.18% 7.69% 14.34% 12.74% 0 3 1 0.39 1.24% 3.85% 0.46% 1.85% 1 2 2 0.62 0.83% 7.69% 0.73% 3.08% 1 2 2 4.54 0.83% 7.69% 5.36% 4.63% 0 2 1 0.97 0.83% 3.85% 1.15% 1.94% 1 2 2 5.3 0.83% 7.69% 6.26% 4.93% 6 10 2 17.35 4.15% 7.69% 20.48% 10.78% 19 26 2 6.31 10.79% 7.69% 7.45% 8.64% 12 22 2 9.63 9.13% 7.69% 11.37% 9.40% 0 2 1 2.57 0.83% 3.85% 3.03% 2.57% 25 29 2 4.6 12.03% 7.69% 5.43% 8.39% 2 2 1 0.17 0.83% 3.85% 0.20% 1.63% 67 67 1 5.48 27.80% 3.85% 6.47% 12.71% 1 1 1 0.08 0.41% 3.85% 0.09% 1.45% 14 14 1 1.93 5.81% 3.85% 2.28% 3.98% 5 5 1 0.48 2.07% 3.85% 0.57% 2.16% 180 241 26 84.7 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

Analisis KN Fn

Tabel 3. Tabel Analisis Vegetasi Gulma Perlakuan P1 Setelah Tanam jenis gulma
Ocimum xanctum Richardia scabra eragrostis tenela Ischaemum timorense Cinodon dactylon Boerhavia erecta Euphorbia hirta Cyperus rotundus Bulbostylis puberula Eleusine indica Dactyloctenium aegypthium Digitaria sanguinalis Corton hirtus total

jumlah gulma
1 2 9 4 3 6 4 2 9 4 1 15 0 0 59 2 0 4 17 0 0 4 0 3 0 0 20 3 2 53

KM
2 13 21 3 6 8 2 12 4 1 35 3 2 112

FM
1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 18

DM
0.6 6.36 3.79 1.68 2.45 5.25 0.73 2.59 0.33 2.1 48.5 0.47 0.34 75.19

Analisis KN Fn
1.79% 11.61% 18.75% 2.68% 5.36% 7.14% 1.79% 10.71% 3.57% 0.89% 5.56% 11.11% 11.11% 5.56% 5.56% 11.11% 5.56% 11.11% 5.56% 5.56%

DN(%)
0.80% 8.46% 5.04% 2.23% 3.26% 6.98% 0.97% 3.44% 0.44% 2.79%

SDR
2.71% 10.39% 11.63% 3.49% 4.72% 8.41% 2.77% 8.42% 3.19% 3.08% 35.62% 2.95% 2.60% 100%

31.25% 11.11% 64.50% 2.68% 5.56% 0.63% 1.79% 5.56% 0.45% 100.00% 100.00% 100.00%

Tabel 4. Tabel Analisis Vegetasi Gulma Perlakuan P2 Sebelum Tanam jenis gulma Boreria alata Bulbastylus puberula Bultostylis puberula Cleome aspera Cynodon dactylon Cyperus globosus Cyperus rotundus Dactyloctenium aegyptium Digitaria sanguinalis Eleusine indica Eragrostis tenela Eragrotis tenela Euphorbia hirta Euphorbia parviflora Gynandropsis gynandra Lindernia ciliata jumlah gulma
1 2 KM FM DM

0 0 3 2 7 3 0 4 0 0 0 28 0 1 1 13

2 2 0 0 12 0 3 0 26 4 6 0 3 0 0 9

2 2 3 2 19 3 3 4 26 4 6 28 3 1 1 22

1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2

0.74 0.45 1.29 0.6 5.09 0.13 0.31 2.27 12.18 0.83 0.87 2.42 0.55 1.18 0.7 4.03

Analisis KN Fn 1.14286 3.333333 1.14286 3.333333 1.71429 3.333333 1.14286 3.333333 10.8571 6.666667 1.71429 3.333333 1.71429 3.333333 2.28571 14.8571 2.28571 3.42857 16 1.71429 0.57143
3.333333 3.333333 3.333333 3.333333 3.333333 3.333333 3.333333

DN(%)
1.259789 0.766088 2.196118 1.02145 8.665305 0.221314 0.527749 3.864488 20.73544 1.413006 1.481103 4.11985 0.93633 2.008853

SDR
1.911993 1.747426 2.414579 1.832547 8.729705 1.756311 1.858456 3.161178 12.97531 2.344018 2.747669 7.817728 1.99465 1.971205

0.57143 3.333333 1.191692 1.698818 12.5714 6.666667 6.860742 8.699612

Lindernia crustacea Ocimum xanctum Oldenlandia dicotoma Paspalum sp Physalis alba Pylanthus niruri Richordia scraba Torenia peducularis Total

6 3 2 4 0 3 6 3

6 1 5 6 1 0 0 0

12 4 7 10 1 3 6 3 175

2 2 2 2 1 1 1 1 30

5.76 1.34 8.53 1.69 0.85 0.08 6.7 0.15 58.74

6.85714 6.666667 9.805924 7.776578 2.28571 6.666667 2.281239 3.74454 4 5.71429 0.57143 1.71429 3.42857 1.71429 100
6.666667 6.666667 3.333333 3.333333 3.333333 3.333333 14.52162 2.877085 1.447055 0.136193 11.4062 0.255363 8.396096 5.086013 1.783939 1.727937 6.056034 1.767661

100

100

100

Tabel 5. Tabel Analisis Vegetasi Gulma Perlakuan P2 Setelah Tanam


jenis gulma Boerharvia erecta Bulbostylus puberula Croton hirtus Cynodon dactylon Cyperus rotundus Dactyloctenium agystium Digitaria sangualis Digitaria sanguinalis Euphorbia hirta Ochimum sanctum Oldenlandia dycotoma Pylangus niruri Richordia scarba Sidia acuta Total jumlah gulma 1 5 0 1 11 47 16 14 0 1 0 1 2 0 2 2 2 1 0 1 0 0 0 8 2 2 0 0 3 0 KM 5 1 3 11 47 16 14 8 1 2 1 2 3 2 116 FM DM 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 17 17.41 0.03 0.53 2.30 19.55 10.24 5.32 1.12 1.00 0.74 0.10 0.32 2.19 0.06 60.91 Analisis KN 4.31 0.86 2.59 9.48 40.52 13.79 12.07 6.90 0.86 1.72 0.86 1.72 2.59 1.72 100 Fn 11.76 5.88 5.88 11.76 5.88 5.88 5.88 5.88 11.76 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 100 DN(%) 28.58 0.05 0.87 3.78 32.10 16.81 8.73 1.84 1.64 1.21 0.16 0.53 3.60 0.10 100 SDR 14.89 2.26 3.11 8.34 26.17 12.16 8.90 4.87 4.76 2.94 2.30 2.71 4.02 2.57 100

Tabel 6. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P3 Sebelum Tanam


Jenis Gulma Dactyloctenium aegyptium Ocimum sanctum Oldelandia dicotama Lindernia crustacea Cyperus globusus Bulbostylis puberula Eleusine indica Cyperus rotundus Lindernia ciliata Cleome aspera Boreria alata Total 1 9 2 27 13 1 9 2 2 0 0 0 2 0 10 0 9 0 15 0 0 14 8 11 KM 9 12 27 22 1 24 2 2 14 8 11 132 KN (%) 0.068 0.091 0.205 0.167 0.008 0.182 0.015 0.015 0.106 0.061 0.083 1 FM 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 14 FN (%) 0.071 0.143 0.071 0.143 0.071 0.143 0.071 0.071 0.071 0.071 0.071 1 DM 8.420 5.350 8.200 3.670 0.360 6.680 1.400 0.900 1.280 4.780 10.260 51.3 DN (%) 0.164 0.104 0.160 0.072 0.007 0.130 0.027 0.018 0.025 0.093 0.200 1 SDR 0.101 0.113 0.145 0.127 0.029 0.152 0.038 0.035 0.067 0.075 0.118 1

Tabel 7. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P3 Setelah Tanam


Jenis Gulma Dactyloctenium aegyptium Ocimum sanctum Cynodon dactylon Boerhavia erecta Eleusine indica Cyperus rotundus Richardia scabra Digitaria sanguinalis Paspalum sp. Total 1 3 1 2 0 0 8 0 0 0 2 10 0 0 1 3 11 2 3 3 KM 13 1 2 1 3 11 2 3 3 39 KN (%) 0.333 0.026 0.051 0.026 0.077 0.282 0.051 0.077 0.077 100 FM 2 1 1 1 1 2 1 1 1 11 FN (%) 0.182 0.091 0.091 0.091 0.091 0.182 0.091 0.091 0.091 1000 DM 11.500 6.000 0.500 0.500 5.000 14.000 0.500 1.000 1.000 40 DN (%) 0.288 0.150 0.013 0.013 0.125 0.350 0.013 0.025 0.025 1 SDR 0.268 0.089 0.052 0.043 0.098 0.271 0.052 0.064 0.064 1

Tabel 8. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P4 Sebelum Tanam


Jenis gulma Ischaimum timorense Desmodium trithorum Melochia piramidata Centrosema pubescens Oldenlandia dicotoma Imperata cylindrica Lyndernia cilliata Digitaria sanguinis Amaranthus spinosus Cynodon dactylon Total KM 54 3 3 5 4 22 10 40 6 5 152 KN (%) 35.53 1.97 1.97 3.29 2.63 14.47 6.58 26.32 3.95 3.29 100 FM 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00 15 FN (%) 13.33 6.67 6.67 13.33 13.33 6.67 6.67 13.33 13.33 6.67 100 DM 11.45 0.42 0.29 0.34 0.24 5.23 1.05 7.10 2.00 0.22 28.34 DN (%) 40.40 1.48 1.02 1.20 0.85 18.45 3.71 25.05 7.06 0.78 100 SDR 29.75 3.37 3.22 5.94 5.60 13.20 5.65 21.57 8.11 3.58 100

Tabel 9. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P4 Setelah Tanam


Jenis gulma Digitaria sanguinis cyperus rotundus Ischaimum timorense Bulbostilis puberula Euphorbia hirta Eragrostis tenella Total KM KN (%) FM FN (%) DM DN (%) SDR 4 9.52381 1 10 0.13 9.774436 9.766082 8 19.04762 2 20 0.62 46.61654 28.55472 4 9.52381 2 20 0.17 12.78195 14.10192 8 19.04762 2 20 0.13 9.774436 16.27402 14 33.33333 2 20 0.09 6.766917 20.03342 4 9.52381 1 10 0.19 14.28571 11.26984 42 100 10 100 1.33 100 100

Tabel 10. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P5 Sebelum Tanam


Jenis Gulma Borena acata Bulbostylis puberula Panicum distachyum Euphorbia paruiflora Lindernia ciliata Lindernia crustacea Pysalis alba Oldenlandia dicotomia Ocimum sanctum Dactyloctenium aeghyptium Cyperus rotundus Kacang tanah KM 25 23 20 3 11 13 1 13 5 26 3 2 FM 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 DM 76.330 10.680 17.010 0.560 1.160 7.200 0.150 8.920 4.740 21.200 1.180 1.010 KN 0.155 0.143 0.124 0.019 0.068 0.081 0.006 0.081 0.031 0.161 0.019 0.012 FN 0.091 0.091 0.045 0.045 0.091 0.091 0.045 0.091 0.091 0.091 0.091 0.045 DN 0.501 0.070 0.112 0.004 0.008 0.047 0.001 0.059 0.031 0.139 0.008 0.007 SDR 0.249 0.101 0.094 0.023 0.056 0.073 0.018 0.077 0.051 0.131 0.039 0.022

Olderlandia vicotomu Eragrostis Teviela JUMLAH

5 11

1 1

1.650 0.540 161

0.031 0.068 1

0.045 0.045 1

0.011 0.004 1

0.029 0.039 1

Tabel 11. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P5 Setelah Tanam


JENIS GULMA Bulbostylis puberula Cleome asvera Cynodon dactylon Cyperus rotundus Dactyloctenium aegepticum Eleusine indica Euphorbia hirta Ischaemum timorense Ocimum xanctum TOTAL DM 0.74 0.03 0.32 0.58 0.55 4.65 0.10 0.85 0.28 8.098 DN 0.09 0.00 0.04 0.07 0.07 0.57 0.01 0.10 0.03 1 KM 8.00 8.00 3.00 14.00 4.00 2.00 4.00 7.00 6.00 8.098 KN 14.29 14.29 5.36 25.00 7.14 3.57 7.14 12.50 10.71 100 FM 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 56 FN 7.69 15.38 7.69 15.38 7.69 7.69 7.69 15.38 15.38 100 SDR 7.36 9.89 4.36 13.49 4.97 3.95 4.95 9.33 8.71 100

Tabel 12. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P6 Sebelum Tanam


JENIS GULMA Digitaria sanguinalis Ocimun sanctum Oldenlandia dicotonia Lindernia ciliata Torenia violacea Cyperus globasus Lindenia crustaceae Boria alata Bulbostylis puberula Dactyloctenum aegypthiup Eragrostis tenela total KM 49 9 9 16 8 1 11 5 11 15 21 155 KN(%) 31.61 5.81 5.81 10.32 5.16 0.65 7.10 3.23 7.10 9.68 13.55 100 FM 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 16 FN(%) 12.5 6.25 6.25 12.5 12.5 6.25 12.5 6.25 6.25 6.25 12.5 100 DM 34.5 5.59 9.59 8.5 6 0.01 11.5 5.5 7.5 7.5 6 102.19 DN (%) 33.76 5.47 9.38 8.32 5.87 0.01 11.25 5.38 7.34 7.34 5.87 100 SDR 25.96 5.84 7.15 10.38 7.84 2.30 10.28 4.95 6.90 7.76 10.64 100

Tabel 13. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P6 Setelah Tanam


JENIS GULMA Cyperus rotundus Pacinum sp. Lindernia ciliata Digitaria sanguinalis Dactyloctenum aegypthiup Boerharavia erecta total KM 25 11 3 4 7 7 57 KN(%) 43.85965 19.29825 5.263158 7.017544 12.2807 12.2807 100 FM 2 1 2 2 2 2 11 FN(%) 18.18182 9.090909 18.18182 18.18182 18.18182 18.18182 100 DM 1.6 0.97 0.2 0.08 0.12 0.54 3.51 DN 45.58405 27.63533 5.698006 2.279202 3.418803 15.38462 100 SDR 35.87517 18.67483 9.714327 9.159521 11.29377 15.28238 100

Tabel 14. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P7 Sebelum Tanam


Jenis Gulma Bulbostylis puberula Eragrotis amabilis Lindernia ciliata Lindernia crustacea Ocimum americanum Cleome aspera Scoparia dulcis Mentha arvensis Panicum sp. Chloris barbata total KM 6 12 16 12 2 9 13 8 11 4 93 FM 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 16 DM 11.17 4.00 4.33 1.89 1.46 1.56 5.49 8.33 0.85 15.89 54.97 KN (%) 0.06 0.13 0.17 0.13 0.02 0.10 0.14 0.09 0.12 0.04 1 FN (%) 0.13 0.13 0.13 0.13 0.06 0.06 0.13 0.06 0.13 0.06 1 DN(%) 0.20 0.07 0.08 0.03 0.03 0.03 0.10 0.15 0.02 0.29 1 SDR (%) 0.13 0.11 0.13 0.10 0.04 0.06 0.12 0.10 0.09 0.13 1

Tabel 15. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P7 Setelah Tanam


Jenis Gulma Ipoemoea triloba Mimosa invisa Boerharavia erecta Amaranthus spinosus Melocia piramidata Portulaca oleracea Bulbostylis puberula Richardia scabra Cleome aspera Cyperus rotundus Euphorbia hirta total KM 3 3 3 2 2 2 7 6 4 3 4 39 FM 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 16 DM 0.23 0.13 0.67 0.42 0.2 0.37 0.86 0.76 0.15 0.15 0.2 4.14 KN (%) 0.077 0.077 0.077 0.051 0.051 0.051 0.179 0.154 0.103 0.077 0.103 1 FN (%) 0.063 0.125 0.125 0.063 0.063 0.063 0.125 0.125 0.063 0.063 0.125 1 DN(%) 0.056 0.031 0.162 0.101 0.048 0.089 0.208 0.184 0.036 0.036 0.048 1 SDR (%) 0.065 0.078 0.121 0.072 0.054 0.068 0.171 0.154 0.067 0.059 0.092 1

Tabel 16. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P8 Sebelum Tanam


Jenis Gulma Ocium sanicum Eragrolis lenela Cleoma aspera Digtaria Sangunalis Torenia violaceace Pysalis alba lindernia ciliata Bulbostylis puberta Cyperrus Rotundus jumlah KM 5 8 15 10 6 6 4 4 11 69 FM 2 1 2 1 2 2 2 2 2 16 DM 4.6 8.22 10.25 7.12 8.77 4.49 6.48 3.44 11.23 64.6 KN(%) 7.25 11.59 21.74 14.49 8.70 8.70 5.80 5.80 15.94 100.00 FN(%) 12.50 6.25 12.50 6.25 12.50 12.50 12.50 12.50 12.50 100.00 DN(%) 7.12 12.72 15.87 11.02 13.58 6.95 10.03 5.33 17.38 100.00 SDR 8.96 10.19 16.70 10.59 11.59 9.38 9.44 7.87 15.28 100.00

Tabel 17. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P8 Setelah Tanam


Jenis Gulma Torenia violaceace Amaranthus sp. Bulbostylis puberta Eragrolis lenela lindernia ciliata Pysalis alba Digtaria Sangunalis Eleusine indica Jumlah KM 5 15 6 8 20 5 10 20 63.27 FM 1 1 2 2 2 2 2 1 100 DM 3.16 4.08 4.26 8.12 15.33 6.48 7.61 14.23 100 KN(%) 5.62 16.85 6.74 8.99 22.47 5.62 11.24 22.47 100.00 FN(%) 7.69 7.69 15.38 15.38 15.38 15.38 15.38 7.69 100.00 DN(%) 4.99 6.45 6.73 12.83 24.23 10.24 12.03 22.49 100.00 SDR 6.10 10.33 9.62 12.40 20.70 10.41 12.88 17.55 100.00

Tabel 18. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P9 Sebelum Tanam Jenis Gulma Dactyloctenium aeghyptium Cleome aspera Bulbostylis puberula Boreria alata Lindernia crustacea Panicum distactyum Oldenlandia dicotoma Ocimum sanctum Eleusine indica Digitaria sanguinalis KM 12 12 24 26 68 87 53 9 2 33 KN (%) 3.06 3.06 6.12 6.63 17.35 22.19 13.52 2.30 0.51 8.42 FM 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 FN (%) 8 8 8 8 8 4 8 8 4 8 DM 6.37 8 3.77 17.4 4.49 0.67 6.36 23.22 0.53 8.85 DN (%) 7.27 9.13 4.30 19.85 5.12 0.76 7.26 26.49 0.60 10.10 SDR 6.11 6.73 6.14 11.50 10.16 8.99 9.59 12.26 1.70 8.84

Lindernia ciliata Richardia scabia Gynandropis gynandra Eragrotis tenela Pysalis alba TOTAL

27 1 2 35 1 392

6.89 0.26 0.51 8.93 0.26 100

2 1 2 1 1 25

8 4 8 4 4 100

2.13 1.57 1.68 1.85 0.75 87.64

2.43 1.79 1.92 2.11 0.86 100

5.77 2.02 3.48 5.01 1.70 100

Tabel 19. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P9 Setelah Tanam Jenis Gulma Eleusine indica Pylanthus niruri Paspalum sp. Digitaria sanguinalis Euphorbia hirta Eragrotis tanela Croton hirtus Oldenladia dicotoma Boerharavia erecta Echinocloa colonum Melochia piramidata Dactyloctenium aegyptium Cynodon dactylon Cyperus rotundus Richardia scabra Pysalis alba Acalipha indica Cleome aspera TOTAL : KM 2 1 7 27 2 1 2 3 3 6 1 12 10 34 19 3 5 1
139

KN (%) 1.44 0.72 5.04 19.42 1.44 0.72 1.44 2.16 2.16 4.32 0.72 8.63 7.19 24.46 13.67 2.16 3.60 0.72
100

DM 1.5 0.02 1.43 10 0.56 0.07 0.22 0.07 0.92 0.18 0.01 3.8 0.7 9.87 8.79 0.01 0.05 0.01
38.21

DN (%) 3.93 0.05 3.74 26.17 1.47 0.18 0.58 0.18 2.41 0.47 0.03 9.95 1.83 25.83 23.00 0.03 0.13 0.03
100

FM 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1
24

FN (%) 8.33 4.17 4.17 8.33 4.17 4.17 4.17 4.17 4.17 4.17 4.17 8.33 8.33 8.33 4.17 8.33 4.17 4.17 100

SDR
13.70 4.94 12.95 53.93 7.07 5.07 6.18 6.51 8.73 8.95 4.91 26.91 17.36 58.62 40.84 10.52 7.89 4.91 100

Tabel 20. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P10 Sebelum Tanam


Jenis Gulma Borena acata Bulbostylis puberula Panicum distachyum Euphorbia paruiflora Lindernia ciliata Lindernia crustacea Pysalis alba Oldenlandia dicotomia KM 25 23 20 3 11 13 1 13 FM 2 2 1 1 2 2 1 2 DM 76.330 10.680 17.010 0.560 1.160 7.200 0.150 8.920 KN 0.155 0.143 0.124 0.019 0.068 0.081 0.006 0.081 FN 0.091 0.091 0.045 0.045 0.091 0.091 0.045 0.091 DN 0.501 0.070 0.112 0.004 0.008 0.047 0.001 0.059 SDR 0.249 0.101 0.094 0.023 0.056 0.073 0.018 0.077

Ocimum sanctum Dactyloctenium aeghyptium Cyperus rotundus Kacang tanah Olderlandia vicotomu Eragrostis tenella JUMLAH

5 26 3 2 5 11

2 2 2 1 1 1

4.740 21.200 1.180 1.010 1.650 0.540 161

0.031 0.161 0.019 0.012 0.031 0.068 1

0.091 0.091 0.091 0.045 0.045 0.045 1

0.031 0.139 0.008 0.007 0.011 0.004 1

0.051 0.131 0.039 0.022 0.029 0.039 1

Tabel 21. Tabel Analisis Vegetasi Gulma P10 Setelah Tanam


NAMA SPECIES Cyperus globulus Cynodon dactylon Bulbostylis puberula Eragrotis temela Torenia peduncularis Pylanthus niruri Cleoema arpera Gynandropis gynandra Lindernia ciliata Euphorbia parviflora Richordia seabra Lindernia crustacea Oldenlandia dicotoma Ocicum xanetum Paspalum sp. Dactyloctenium aeghyptium Cyperus rotundus Eleusin indica Phyalis alba Borenia alata Euphorbia hirta Digitaria sanguinalis KM 3 19 5 34 3 3 2 1 22 6 6 8 8 5 10 4 3 4 1 2 2 26 177 FM 1 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 30 DM 0.13 5.09 1.74 5.071 0.15 0.08 0.6 0.7 9.006 1.18 6.7 5.76 8.53 1.34 1.69 2.27 0.31 0.83 0.85 0.74 0.55 12.18 65.497 KN 0.02 0.11 0.03 0.19 0.02 0.02 0.01 0.01 0.12 0.03 0.03 0.05 0.05 0.03 0.06 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.15 1 FN 0.03 0.07 0.07 0.07 0.03 0.03 0.03 0.03 0.07 0.03 0.03 0.07 0.07 0.07 0.07 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 1 DN 0.00 0.08 0.03 0.08 0.00 0.00 0.01 0.01 0.14 0.02 0.10 0.09 0.13 0.02 0.03 0.03 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.19 1 SDR 0.02 0.08 0.04 0.11 0.02 0.02 0.02 0.02 0.11 0.03 0.06 0.07 0.08 0.04 0.05 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.12 1

Keberadaan gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif terhadap tanaman budidaya. Terdapat sebuah periode saja dimana tanaman budidaya mengalami masa yang paling peka terhadap keberadaan gulma di sekitar lingkungan tumbuh tanaman budidaya. Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya gulma pada periode waktu tersebut dengan kepadatan tertentu yaitu tingkat ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis tanaman. Periode kritis adalah periode maksimum dimana setelah periode tersebut dilalui maka keberadaan gulma selanjutnya tidak terpengaruh terhadap hasil akhir. Dalam periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil akhir tanaman tersebut. Dengan diketahuinya periode kritis suatu tanaman, maka saat penyiangan yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan atau pengendalian yang dilakukan pada saat periode kritis mempunyai beberapa keuntungan. Misalnya frekuensi pengendalian menjadi berkurang karena terbatas di antara periode kritis tersebut dan tidak harus dalam seluruh siklus hidupnya. Dengan demikian biaya, tenaga dan waktu dapat ditekan sekecil mungkin dan efektifitas kerja menjadi meningkat. Apabila pendapatan yang nantinya akan diperoleh nominalnya jauh lebih besar daripada biaya pengendalian, maka secara ekonomis tidak perlu dikendalikan. Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus hidup tanaman dan pada periode menjelang panen tidak berpengaruh atau hanya berpengaruh kecil terhadap produksi tanaman. Akan tetapi antara dua periode tersebut tanaman peka terhadap gulma. Periode kritis prinsipnya merupakan saat sutau periode pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Pada periode kritis tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, yang akhirnya akan menurunkan produksi tanaman. Kompetisi dan munculnya gulma dalam masa vegetatif atau generatif saat mendekati waktu panen akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil tanaman. Kehadiran gulma di lahan pertanian menyebabkan biaya bagi kegiatan pengendalian. Karenanya penyiangan gulma perlu dilakukan, untuk menghindari kehilangan hasil yang cukup besar dari produksi padi. Jika kehilangan hasil tersebut dapat dihindari, berarti ada banyak beras yang bisa

diselamatkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif. Terdapat suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan terdapat periode ketika gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu tanaman.

Tinggi Tanaman Jagung


250.00 Tinggi tanaman (cm) 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Umur tanaman (minggu) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

Grafik Tinggi Tanaman Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan grafik tinggi tanaman pada berbagai perlakuan pengendalian gulma di atas, terlihat bahwa tinggi tanaman pada minggu kedua hingga keempat menunjukkan hasil yang relatif sama, sedangkan pada minggu keempat, terlihat bahwa perlakuan P7 memiliki nilai tertinggi. Pada minggu kelima hingga minggu ketujuh, perlakuan P10 memiliki nilai tinggi tanaman yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sebenarnya, pada minggu keenam hingga minggu kesepuluh dalam grafik telah menggambarkan bahwa tinggi tanaman mulai menunjukkan keragaman antar perlakuan. Perlakuan P3 hingga akhir pengamatan memiliki nilai tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan nilai tinggi tanaman yang paling rendah yaitu pada perlakuan P1. Perlakuan P3 merupakan perlakuan dimana gulma terus dikendalikan selama 4 minggu setelah tanam, kemudian dibiarkan, seddangkan perlakuan P1 merupakan perlakuan dimana gulma tidak pernah dikendalikan sejak tanam hingga panen. Hal ini sesuai dengan teori dimana perlakuan P1 memang semestinya memiliki nilai tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada perlakuan P3 pada akhir pengamatan justru memiliki tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan P10 (Gulma sejak tanam hingga panen selalu dikendalikan). Hal ini kemudian

dapat diasumsikan bahwa periode kritis pada tanaman jagung berdasarkan dari percobaan ini adalah pada minggu keempat, dimana selama empat minggu berturut-turut sejak tanam, tanaman jagung harus dikondisikan terbebas dari gulma. Sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Soejono dkk. (2003) dalam jurnal yang berjudul Periode Kritis Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) terhadap Persaingan Dengan Gulma, bahwa jagung memiliki periode kritis terhadap pengendalian gulma pada umur 21 28 hari setelah tanam. Namun hal ini juga menyebabkan jumlah gulma yang berada di lingkungan tersebut berubah karena juga terjadi perubahan mikroklimat lingkungan. Jagung membutuhkan waktu hingga 28 hari untuk mengoptimalkan fase vegetatifnya dan dan mengoptimalkan pertumbuhan organ-organ vegetatifnya agar dapat tumbuh dengan tegak dan kuat, sehingga pada masa 28 hari ini perawatan dan manajemen pada tanaman jagung memang harus tetap terjaga (Soejono dkk., 2003).

Jumlah Daun Jagung


16.00 14.00 Jumlah daun (helai) 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Umur tanaman (minggu) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

Grafik Jumlah Daun Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan grafik jumlah daun pada berbagai perlakuan pengendalian gulma di atas, terlihat bahwa jumlah daun pada minggu kedua hingga ketiga menunjukkan hasil yang relatif sama, sedangkan pada minggu keempat, terlihat bahwa perlakuan P5 memiliki nilai tertinggi. Pada minggu kelima hingga minggu keenam, kembali seluruh perlakuan memiliki jumlah daun yang relatif sama. Baru kemudian pada minggu keenam hingga kesembilan (akhir pengamatan) perlakuan P4 memiliki nilai jumlah daun tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan pada perlakuan P9 memiliki jumlah daun yang paling rendah. Perlakuan P3 yang

memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi pada pengamatan justru malah memiliki jumlah daun yang relatif rendah hingga akhir pengamatan. Perlakuan P9 merupakan perlakuan dimana gulma dibiarkan selama 8 minggu setelah tanam, kemudian dikendalikan, sedangkan perlakuan P4 merupakan perlakuan dimana gulma dikendalikan selama 6 minggu sejak tanam, setelah itu dibiarkan hingga panen. Hal ini juga sesuai dengan teori dimana perlakuan P3, P4, dan P5 memang semestinya memiliki nilai jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada perlakuan P4 pada akhir pengamatan justru memiliki jumlah daun tertinggi dibandingkan dengan perlakuan P10 (Gulma sejak tanam hingga panen selalu dikendalikan). Hal ini kemudian dapat diasumsikan bahwa periode kritis pada tanaman jagung berdasarkan dari percobaan ini adalah pada minggu keempat, dimana selama empat minggu berturut-turut sejak tanam, tanaman jagung harus dikondisikan terbebas dari gulma. Menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia (2004), jika pengendalian gulma pada tanaman serealia tidak dilakukan selama minimal 28 hari, maka akan terjadi persaingan dalam memperebutkan unsur hara, terutama unsur hara N dan P. Unsur hara N sama-sama dibutuhkan tanaman untuk membentuk daun, sedangkan unsur hara P digunakan untuk memperkokoh batang dan akar. Tumbuhan (baik gulma ataupun tanaman) yang memenangkan persaingan tersebut tentu akan menentukan nasib tumbuhan lain (kompetitor). Gulma yang tidak dikendalikan dari awal tanam hingga hari ke-28 akan menyebabkan tanaman ternaungi, bahkan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman jagung yang merupakan tanaman C4 (tanaman yang membutuhkan penyinaran penuh) jika tidak dilakukan pengendalian gulma maka tanaman jagung tersebut bisa jadi ternaungi oleh gulma. Hal inilah yang terjadi pada perlakuan P1 dan P9, sehingga jumlah daun tanaman jagung pada perlakuan ini sangat sedikit. Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan awal jagung, sehingga tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan

oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma (Lafitte, 1994).

Luas Daun Jagung Korban 1


1200.00 1000.00 Luas daun (cm2) 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan LUAS DAUN

Histogram Luas Daun Korban 1 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa luas daun tertinggi diperoleh pada perlakuan P2, yaitu selama 2 mst gulma dikendalikan, setelah itu dibiarkan. Perlakuan yang memiliki luas daun terendah berada pada perlakuan gulma yang tidak dikendalikan dari awal tanam hingga panen (P1). Sebenarnya, pada perlakuan P1 sudah sesuai dengan teori dimana gulma akan mempengaruhi jumlah daun yang kemudian juga akan mempengaruhi luas daun. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Namun pada perlakuan P2 justru malah memiliki luas daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. seharusnya, perlakuan P10 dapat memiliki luas daun yang paling tinggi, karena pengendalian gulma terus dilakukan hingga panen. Ketidaksesuaian ini terjadi bisa jadi dikarenakan ketidak seragaman pengambilan tanaman korban untuk luasan daun, sehingga pada tanaman korban P2 memiliki luasan daun yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman lain.

Luas Daun Jagung Korban 2


3000.00 2500.00 Luas daun (cm2) 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan LUAS DAUN

Histogram Luas Daun Korban 2 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa luas daun tertinggi diperoleh pada perlakuan P3, yaitu selama 4 mst gulma dikendalikan, setelah itu dibiarkan. Perlakuan yang memiliki luas daun terendah berada pada perlakuan gulma yang tidak dikendalikan hingga 8 mst, setelah itu dikendalikan hingga panen (P9). Sebenarnya, pada perlakuan P9 sudah sesuai dengan teori dimana gulma akan mempengaruhi jumlah daun yang kemudian juga akan mempengaruhi luas daun. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Pada perlakuan P3 memiliki luas daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini sudah sesuai dengan teori dimana jagung membutuhkan waktu hingga 28 hari untuk mengoptimalkan fase vegetatifnya dan dan mengoptimalkan pertumbuhan organ-organ vegetatifnya agar dapat tumbuh dengan tegak dan kuat, sehingga pada masa 28 hari ini perawatan dan manajemen pada tanaman jagung memang harus tetap terjaga.

Luas Daun Jagung Korban 3


1200.00 1000.00 Luas daun (cm2) 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan LUAS DAUN

Histogram Luas Daun Korban 3 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa luas daun tertinggi diperoleh pada perlakuan P10, yaitu gulma dikendalikan sejak tanam hingga panen. Perlakuan yang memiliki luas daun terendah berada pada perlakuan gulma yang tidak dikendalikan dari awal tanam hingga panen (P9). Sebenarnya, pada perlakuan P10 sudah sesuai dengan teori dimana gulma akan mempengaruhi jumlah daun yang kemudian juga akan mempengaruhi luas daun. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Pada perlakuan P9, tanaman memang memiliki luas daun yang rendah, karena tanaman kalah saing dengan gulma yang baru dikendalikan pada 2 minggu sebelum panen.

Berat Segar Jagung Korban 1


600.00 Berat segar (gram) 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan BS

Histogram Bobot Segar Korban 1 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa pada perlakuan P10 memiliki bobot segar paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, sedangkan pada perlakuan P6 dan P8 memiliki bobot segar yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dapat dikatakan bahwa perlakuan P10 memiliki bobot segar yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini bisa jadi dikarenakan gulma memang berpengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan oleh tanaman. Gulma merupakan kompetitor dari tanaman dalam perebutan unsur hara. Unsur hara bagi tanaman sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan juga akan menghambat proses fisiologis tanaman. Hal ini akan berdampak pada besar kecilnya bobot segar yang dimiliki oleh tanaman. Korban pertama yang didapatkan juga bisa disebabkan karena tanaman masih belum mencapai vegetatif maksimum, dan gulma yang terdapat di lingkungan terlalu banyak (ada yang tidak dikendalikan) sehingga akan mempengaruhi bobot segar tanaman.

Berat Segar Jagung Korban 2


350.00 300.00 Berat segar (gram) 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan BS

Histogram Bobot Segar Korban 2 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Sama halnya seperti pada korban pertama, berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa pada perlakuan P10 memiliki bobot segar paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, sedangkan pada perlakuan P9 memiliki bobot segar yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dapat dikatakan bahwa perlakuan P10 memiliki bobot segar yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini bisa jadi dikarenakan gulma memang berpengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan oleh tanaman. Gulma merupakan kompetitor dari tanaman dalam perebutan unsur hara. Unsur hara bagi tanaman sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan juga akan menghambat proses fisiologis tanaman. Hal ini akan berdampak pada besar kecilnya bobot segar yang dimiliki oleh tanaman. Hal ini dijumpai pada perlakuan gulma P9, dimana pengendalian dapat dikatakan sudah terlambat. Gulma telah megambil alih dan menyerap seluruh unsur hara yang berada di lingkungan tumbuh tanaman, sehingga bobot segar tanaman menjadi rendah.

Berat Segar Jagung Korban 3


700.00 600.00 Berat segar (gram) 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan BS

Histogram Bobot Segar Korban 3 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Begitu pula pada bobot segar tanaman korban 3, berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa pada perlakuan P10 memiliki bobot segar paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, sedangkan pada perlakuan P1 memiliki bobot segar yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dapat dikatakan bahwa perlakuan P10 memiliki bobot segar yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini bisa jadi dikarenakan gulma memang berpengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan oleh tanaman. Gulma merupakan kompetitor dari tanaman dalam perebutan unsur hara. Unsur hara bagi tanaman sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan juga akan menghambat proses fisiologis tanaman. Hal ini akan berdampak pada besar kecilnya bobot segar yang dimiliki oleh tanaman. Hal ini dijumpai pada perlakuan gulma P1, dimana pengendalian tidak dilakukan sama sekali dari awal tanam hingga panen. Gulma telah megambil alih dan menyerap seluruh unsur hara yang berada di lingkungan tumbuh tanaman, sehingga bobot segar tanaman menjadi rendah.

Berat Kering Jagung Korban 1


90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan Berat kering (gram)

BK AKAR BK TAJUK

Histogram Bobot Kering Korban 1 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa pada perlakuan P10 memiliki bobot kering tajuk paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, sedangkan pada perlakuan lainnya, bobot kering tajuk relatif sama rendahnya. Hal ini bisa jadi dikarenakan gulma memang berpengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan oleh tanaman. Gulma merupakan kompetitor dari tanaman dalam perebutan unsur hara. Unsur hara bagi tanaman sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan juga akan menghambat proses fisiologis tanaman. Hal ini akan berdampak pada besar kecilnya bobot segar yang dimiliki oleh tanaman. Korban pertama yang didapatkan juga bisa disebabkan karena tanaman masih belum mencapai vegetatif maksimum, dan gulma yang terdapat di lingkungan terlalu banyak (ada yang tidak dikendalikan) sehingga akan mempengaruhi bobot segar tanaman. Pada bobot kering akar, ternyata hasil tertinggi didapatkan pada perlakuan P2. Namun, jika dilihat selisihnya, bobot kering akar P2 memiliki selisih yang relatif sedikit dengan perlakuan P10. Perlakuan lainnya memiliki bobot kering akar yang sangat rendah dikarenakan persaingan perebutan unsur hara dan air dalam tanah telah terjadi, dan gulma memiliki daya adaptasi lebih tinggi dibandingkan dengan jagung pada awal pertumbuhan.

Berat Kering Jagung Korban 2


90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan Berat kering (gram)

BK AKAR BK TAJUK

Histogram Bobot Kering Korban 2 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Sama seperti pada korban pertama, berdasarkan histogram di atas, terlihat bahwa pada perlakuan P10 memiliki bobot kering tajuk paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, sedangkan pada perlakuan P1 memiliki bobot kering tajuk yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan pada perlakuan P9 memiliki bobot kering akar yang paling rendah diantara perlakuan yang lain. Dapat dikatakan bahwa perlakuan P10 memiliki bobot kering tajuk dan akar yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini bisa jadi dikarenakan gulma memang berpengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan oleh tanaman. Gulma merupakan kompetitor dari tanaman dalam perebutan unsur hara. Unsur hara bagi tanaman sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan juga akan menghambat terbentuknya asimilat pada tanaman yang menjadikan tanaman tersebut memiliki bobot kering yang rendah. Hal ini akan berdampak pada besar kecilnya bobot segar yang dimiliki oleh tanaman. Hal ini dijumpai pada perlakuan gulma P1, yang tidak memiliki pengendalian gulma hingga panen. Gulma telah megambil alih dan menyerap seluruh unsur hara yang berada di lingkungan tumbuh tanaman, sehingga bobot kering tanaman menjadi rendah.

Berat Kering Jagung Korban 3


140.00 120.00 Berat kering (gram) 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Perlakuan BK Akar BK Tajuk

Histogram Bobot Kering Korban 2 Jagung pada Berbagai Perlakuan Pengendalian Gulma Pada histogram bobot kering korban ketiga ini, terlihat bahwa perlakuan P5 justru memiliki bobot kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan perlakuan P3 memiliki bobot kering akar yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. perlakuan P7 dan P1 memiliki bobot kering tajuk dan akar yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan gulma memang berpengaruh terhadap asimilat yang dihasilkan oleh tanaman. Gulma merupakan kompetitor dari tanaman dalam perebutan unsur hara. Unsur hara bagi tanaman sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan unsur hara dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan juga akan menghambat terbentuknya asimilat pada tanaman yang menjadikan tanaman tersebut memiliki bobot kering yang rendah. Pada perlakuan P3 dan P5, tanaman jagung mendapatkan pengendalian gulma pada saat umurnya mencapai 28 hari, sehingga tanaman tersebut dapat beradaptasi dan berkompetisi dengan gulma. Berdasarkan hasil analisis vegetasi gulma berbagai perlakuan sebelum penanaman, dapat dilihat bahwa nilai SDR tertinggi dimiliki oleh gulma Lindernia crustacea. Nilai SDR tertinggi ini berarti gulma tersebut merupakan gulma dominan yang berada di lahan atau lingkungan penanaman sebelum adanya pengolahan atau penanaman. Gulma ini merupakan gulma semusim (kadang-kadang perenial), alas pembentuk herba dapat mencapai ketinggian 30 cm. Batang berbaring, bercabang, biasanya perakaran pada node yang lebih rendah. Hidupnya terbatas untuk iklim tropis atau sub-tropis dari India timur ke Australia dan Polinesia, juga di Afrika tropis dan Amerika. Habitat yang disukai lembab ke daerah basah, khususnya sawah, tanaman irigasi, zona

riparian, padang rumput, rumput, pinggir jalan dan perkebunan. Gulma ini tumbuh baik di tempat terbuka dan di tempat teduh, dan dapat membentuk rumput padat di tanah kosong jika tidak terganggu. Gulma ini tampaknya menjadi gulma kepentingan ekonomi di daerah tropis dan sub-tropis. Gulma ini biasa disebut sebagai gulma padi, tembakau dan sayuran. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P1 sebelum tanam ternyata juga ditempati oleh gulma Lindernia crustacea. Gulma ini dominan pada lingkungan pertanaman perlakuan P1 sebelum tanam. Nilai SDR tertinggi setelah tanam pada perlakuan ini ditempati oleh gulma Dactyloctenium aegypthium. Berdasarkan analisis vegetasi, gulma ini memiliki nilai SDR 35,62%. Gulma jenis atau spesies Dactyloctenium aegyptium (L.) Beauv merupakan gulma sejenis rumput-rumputan yang bernama rumput tapak jalak atau rumput tagelan. Gulma ini pada umumnya berhabitat di daerah padang rumput daerah perkebunan yang terdiri dari jenis-jenis gulma menahun. Gulma di daerah atau sejenis ini didefinisikan sebagai semua jenis tumbuhan yang tidak mempunyai nilai gizi yang tinggi dan tidak produktif.Gulma semacam ini merupakan semua tumbuhan yang mempunyai nilai dan pengaruh negatif terhadap hewan ternak atau tanaman dan hasilnya. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P2 sebelum tanam ditempati oleh gulma Digitaria sanguinalis. Gulma ini memiliki nilai SDR yang cukup tinggi dibandingkan dengan gulmagulma lain pada perlakuan ini. Hal ini berarti pada saat sebelum penanaman, gulma ini merupakan gulma dominan. Digitaria sanguinalis memiliki batang yang keras dan panjang, berdaun sempit seperti teki menjulur dari batang, sistem perakaran serabut, memilki bunga yang bercabang tiga pada ujung batang. Gulma ini biasa dijumpai di lahan-lahan kering ataupun tegalan. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P2 setelah tanam ditempati oleh gulma Cyperus rotundus. Gulma ini dikenal sebagai raja gulma ataupun rumput teki. Ciri morfologi gulma ini antara lain berakar serabut yang tumbuh menyamping dengan membentuk umbi yang banyak, tiap umbi mempunyai mata tunas, batang tumbuh tegak dan berbentuk tumpul atau segitiga, memiliki ciri bentuk pita dengan pertulangan daun sejajar tidak mempunyai ligula atau aurikula, arah daun tersebar merata mengelilingi batang, serta penampang daun berbentuk huruf V. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman budidaya karena dapat berkembangbiak melalui biji, umbi akar dan rhizoma yang sangat sulit untuk dikendalikan secara mekanis. Dalam persaingan dengan tanaman budidaya, gulma menghasilkan zat allelopati yang dapat meracuni atau menekan pertumbuhan tanaman budidaya.

Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P3 sebelum tanam ditempati oleh gulma Bulbostylis puberula. Pada perlakuan P3 ini, SDR seluruh gulma yang terdapat pada pengambilan sampel rata-rata relatif sama. Namun gulma Bulbostylis puberula memiliki nilai SDR yang paling tinggi, sehingga gulma ini merupakan gulma dominan pada perlakuan ini. Gulma ini termasuk dalam gulma rumputan semusim. Pada perlakuan P3 setelah tanam, nilai SDR tertinggi ditempati oleh gulma Cyperus rotundus. Gulma tekian ini memiliki nilai SDR tertinggi dibandingkan dengan gulma lainnya, namun sebenarnya kisaran dari gulma-gulma yang terdapat pada perlakuan ini relatif sama. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman budidaya karena dapat berkembangbiak melalui biji, umbi akar dan rhizoma yang sangat sulit untuk dikendalikan secara mekanis. Dalam persaingan dengan tanaman budidaya, gulma menghasilkan zat allelopati yang dapat meracuni atau menekan pertumbuhan tanaman budidaya. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P4 sebelum tanam ditempati oleh gulma Digitaria sanguinalis. Gulma ini memiliki nilai SDR yang cukup tinggi dibandingkan dengan gulmagulma lain pada perlakuan ini. Hal ini berarti pada saat sebelum penanaman, gulma ini merupakan gulma dominan. Digitaria sanguinalis memiliki batang yang keras dan panjang, berdaun sempit seperti teki menjulur dari batang, sistem perakaran serabut, memilki bunga yang bercabang tiga pada ujung batang. Gulma ini biasa dijumpai di lahan-lahan kering ataupun tegalan. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P4 setelah tanam ditempati oleh gulma Cyperus rotundus. Ternyata gulma ini memang banyak tumbuh pada berbagai perlakuan percobaan. Hal ini dapat dimungkinkan karena pada lahan percobaan, gulma ini merupakan salah satu raja gulma yang memang banyak tumbuh. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P5 sebelum tanam ditempati oleh gulma Panichum distachyum. Gulma ini merupakan gulma dominan pada perlakuan ini sebelum tanam karena memiliki nilai SDR yang paling tinggi. Gulma ini termasuk dalam gulma rumput perennial, sering bercabang cepat, biasanya merayap dan perakaran di pangkalan. Cabang ramping, tegak atau menaik 15-40 cm, berdaun, berbulu. Daun sempit, panjang 5-20 cm, biasanya berbulu, kasar di atas dan di pinggiran, ligule punggung bukit membran berambut pendek. Perbungaan 3-4 pada akhir tunas, sumbu ciliolate di pinggiran, puber pada node; spikelets diatur berpasangan, satu mengintai dan tidak lainnya, berwarna ungu, gabah tunggal hampir selama glume kosong lebih rendah dengan 5-7 urat hijau, diatas glume 7, glume berbunga atas dengan titik kaku pendek di ujung, stigma ungu. Biji bulat telur dan pipih. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P5 setelah

tanam ditempati oleh gulma Cyperus rotundus. Gulma tekian ini memiliki nilai SDR tertinggi dibandingkan dengan gulma lainnya, namun sebenarnya kisaran dari gulma-gulma yang terdapat pada perlakuan ini relatif sama. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman budidaya karena dapat berkembangbiak melalui biji, umbi akar dan rhizoma yang sangat sulit untuk dikendalikan secara mekanis. Dalam persaingan dengan tanaman budidaya, gulma menghasilkan zat allelopati yang dapat meracuni atau menekan pertumbuhan tanaman budidaya. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P6 sebelum tanam ditempati oleh gulma Digitaria sanguinalis. Gulma ini memiliki nilai SDR yang cukup tinggi dibandingkan dengan gulmagulma lain pada perlakuan ini. Hal ini berarti pada saat sebelum penanaman, gulma ini merupakan gulma dominan, sama halnya pada perlakuan P2 dan P4. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P6 setelah tanam ditempati oleh gulma Cyperus rotundus. Sama halnya dengan perlakuan P2, P4, P3, dan P5, gulma tekian ini memiliki nilai SDR tertinggi dibandingkan dengan gulma lainnya, namun sebenarnya kisaran dari gulma-gulma yang terdapat pada perlakuan ini relatif sama. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman budidaya karena dapat berkembangbiak melalui biji, umbi akar dan rhizoma yang sangat sulit untuk dikendalikan secara mekanis. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P7 sebelum tanam ditempati oleh gulma Chloris barbata. Chloris barbata adalah tanaman herba berumpun yang berasal dari Amerika Tengah termasuk kedalam anggota famili Poaceae. Rumput berumbai tahunan ini tingginya hampir mencapai 90 cm. Rumput ini dikenal dengan rumput kembang goyang yang umurnya mencapai tahunan. Selain sebagai tanaman hias, rumput ini dapat bermanfaat sebagai penahan erosi. Chloris barbata juga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi sebagai makanan ternak. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P7 setelah tanam ditempati oleh gulma Bulbostylis puberula. ini termasuk dalam gulma rumputan semusim. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P8 sebelum tanam ditempati oleh gulma Cleome aspera. Gulma ini berarti gulma dominan pada perlakuan ini sebelum tanam. Gulma ini termasuk dalam gulma berdaun lebar yang kerap menjadi inang bagi parasitoid. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P8 setelah tanam ditempati oleh gulma Lindernia ciliata. Gulma ini biasa tumbuh di area persawahan dan tahan terhadap genangan. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P9 sebelum tanam ditempati oleh gulma Ocimum sanctum. Gulma ini merupakan tanaman yang tumbuh tegak ke ketinggian 50 sampai 60 cm.

Gulma ini memiliki batang berbulu, daun bundar-telur/bentuk berlawanan dan bunga ungu. Daun memiliki aroma yang kuat. Gulma ini memiliki zat metal eugenol yang juga dapat berperan sebagai senyawa alelopat. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P9 setelah tanam ditempati oleh gulma Cyperus rotundus. Sama halnya dengan perlakuan P2, P4, P3, P5 dan P6, gulma tekian ini memiliki nilai SDR tertinggi dibandingkan dengan gulma lainnya. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman budidaya karena dapat berkembangbiak melalui biji, umbi akar dan rhizoma yang sangat sulit untuk dikendalikan secara mekanis. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P10 sebelum tanam ditempati oleh gulma Borreria alata. Borreria alata merupakan gulma annual berdaun lebar yang dapat menghasilkan biji dalam jumlah banyak. Gulma ini dijumpai di lahan-lahan pertanian, perkebunan, pada lahan kosong yang belum ditanami dan di sepanjang jalan. Borreria alata adalah gulma yang sering dijumpai di lahan-lahan pertanian seperti lahan jagung, padi, kedelai dan kacang tanah. Nilai SDR tertinggi pada perlakuan P10 setelah tanam ditempati oleh gulma Digitaria sanguinalis. Gulma ini memiliki nilai SDR yang cukup tinggi dibandingkan dengan gulma-gulma lain pada perlakuan ini. Hal ini berarti pada saat sebelum penanaman, gulma ini merupakan gulma dominan. Digitaria sanguinalis memiliki batang yang keras dan panjang, berdaun sempit seperti teki menjulur dari batang, sistem perakaran serabut, memilki bunga yang bercabang tiga pada ujung batang. Gulma ini biasa dijumpai di lahan-lahan kering ataupun tegalan.

Periode Kritis Jagung


350.00 300.00 Berat kering (gram/m2) 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perlakuan P BK GULMA BK JAGUNG Poly. (BK GULMA) Poly. (BK JAGUNG)

Grafik Periode Kritis Tanaman Jagung terhadap Gulma Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa perpotongan dua garis berada pada perlakuan P3 dan P6. Pada perlakuan P3, gulma selama 4 m.s.t dikendalikan, setelah itu dibiarkan,

sedangkan pada perlakuan P6, gulma selama 2 m.s.t dibiarkan, setelah itu dikendalikan. Hal ini sesuai dengan teori dimana periode kritis pada tanaman jagung berdasarkan dari percobaan ini adalah pada minggu keempat, dimana selama empat minggu berturut-turut sejak tanam, tanaman jagung harus dikondisikan terbebas dari gulma. Sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Soejono dkk. (2003) dalam jurnal yang berjudul Periode Kritis Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) terhadap Persaingan Dengan Gulma, bahwa jagung memiliki periode kritis terhadap pengendalian gulma pada umur 21 28 hari setelah tanam. Namun hal ini juga menyebabkan jumlah gulma yang berada di lingkungan tersebut berubah karena juga terjadi perubahan mikroklimat lingkungan. Gulma yang tidak dikendalikan sampai tanaman jagung berumur 28 hari, akan menyebabkan pertumbuhan terhambat dan menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus solum tanah lebih dalam. Akar kemudian hanya akan berada di dekat permukaan karena gagal berkompetisi dengan gulma. Jika dilihat dari bobot kering gulma dengan bobot kering tanaman korban 3, maka dapat diketahui bahwa perlakuan pengendalian akan menentukan bobot kering gulma tersebut. Gulma yang selalu dikendalikan akan memiliki bobot kering yang lebih rendah. Hal ini juga akan menyebabkan tanaman jagung dapat melakukan proses fisiologis secara optimum sehingga asimilat yang dihasilkan juga akan tinggi. Namun jika tanaman jagung kalah bersaing dengan gulma dalam menentukan unsur-unsur pertumbuhan, maka bobot kering gulma akan lebih tinggi, dan bobot kering tanaman pun akan lebih rendah. Gulma merupakan pesaing bagi tanaman dalam memperoleh hara. Gulma dapat menyerap nitrogen dan fosfor hingga dua kali, dan kalium hingga tiga kali daya serap tanaman jagung. Pemupukan merangsang vigor gulma sehingga meningkatkan daya saingnya. Nitrogen merupakan hara utama yang menjadi kurang tersedia bagi tanaman jagung karena persaingan dengan gulma. Tanaman yang kekurangan hara nitrogen mudah diketahui melalui warna daun yang pucat. Interaksi positif penyiangan dan pemberian nitrogen umumnya teramati pada pertanaman jagung, di mana waktu pengendalian gulma yang tepat dapat mengoptimalkan penggunaan nitrogen dan hara lainnya serta menghemat penggunaan pupuk.

V.

KESIMPULAN

1. Tanaman memiliki periode kritis pada saat tertentu dalam menghadapi kompetisinya dengan gulma. 2. Periode kritis prinsipnya merupakan saat sutau periode pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. 3. Periode kritis tanaman yang satu dengan tanaman yang lain berbeda-beda, tergantung dari vegetasi gulma yang berada di lingkungan tersebut dan jenis tanamannya. 4. Jagung memiliki periode kritis pada saat 21-28 hari setelah tanam. 5. Perlakuan P3 dan P4 merupakan perlakuan yang paling baik untuk diterapkan dalam pengendalian gulma pada tanaman jagung.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Periode Kritis Tanaman terhadap Gulma. <http://www.litbang.deptan.go.id>. Diakses pada 31 Mei 2013. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2004. Permasalahan Gulma pada Tanaman Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Maros. Evans, S. P., S. Z. Knezevic, J. L. Lindquist, C. A. Shapiro, and E. E. Blankenship. 2008. Nitrogen application influences the critical period for weed control in corn. Weed Science 51:408417. Fadhly, A. F. dan T. Fahdiana. 2005. Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Lafitte, H. R. 1994. Identifying Production Problems in Tropical Maize: A Field Guide. CIMMYT, Mexico. Olabode O.S., G.O. Adesina, and A.T. Ajibola. 2010. Seasonal effects on the critical period for weed removal and okra performance on Tithonia diversifolia (Helmsl) A. Gray infested field. Annals of Biological Research 4 : 67-72. Soejono, A. T., Nasrullah, dan N. Rahayu. 2003. Periode kritis tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) terhadap persaingan dengan gulma. Jurnal Agrosains 16 : 1. Trenbath, B.R. 1976. Plant Interactions in Mixed Crop Communities. ASA Special Publishing Madison, Wiscousin.

You might also like