You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM MINGGUAN KIMIA ANORGANIK II

PEMBUATAN GARAM KOMPLEKS DAN GARAM RANGKAP DARI TEMBAGA

DISUSUN OLEH NAMA NIM : : YOSSY AYULIANSARI G1C 011 034

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MATARAM 2013

ACARA VI PEMBUATAN GARAM KOMPLEKS DAN GARAM RANGKAP DARI TEMBAGA

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Membuat dan mengenal sifat garam rangkap tembaga (II) amonium sulfat heksahidrat, CuSO4(NH4)2SO4.6H2O. b. Membuat dan memeriksa sifat garam komples tetraamin tembaga (II) sulfat monohidrat, [Cu(NH3)4]SO4.H2O. 2. Hari, Tanggal Praktikum Senin, 11 November 2013 3. Tempat Praktikum Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI Tembaga membentuk senyawa denagn tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutan. Dalam air hamper semua tembaga (II) berwarna biru oleh karena ion kompleka koordinasi enam, [Cu (H2O)6]2+. Jika larutan ammonia ditambahkan ke dalam ion Cu2+, larutan berubah menjadi biru tua karena terjadinya pendesakan ligan air oleh ligan ammonia, menurut reaksi : (Sugiyarto, 2003) [Cu (H2O)6]2+ (aq) + 5 NH3 (aq) Biru [Cu (NH3)(4-5) (H2O)2-1]2++ 5 H2O(l) biru tua

Suatu garam yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu disebut garam rangkap. Sedangkan garamgaram yang mengandung ion-ion kompleks dikenal sebagai senyawa koordinasi atau garam kompleks, misalnya heksamminkobalt(III) kloroda Co(NH3)6Cl3 dan kalium heksasianoferat(III) K3Fe(CN)6. Bila suatu kompleks dilarutkan, akan terjadi

pengionan atau disosiasi, sehingga akhirnya terbentuk kesetimbangan antara kompleks yang tersisa (tidak berdisosiasi) (Harjadi, 1997). Salah satu contoh garam rangkap yaitu FeSO4(NH4)SO4.6H2O dan

K2SO4Al2(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam larutan. Semua garam-garam tersebut terbentuk melalui pencampuran (larutan pekat panas dari komponen sulfat), lalu didinginkan. Kristal-kristal alumi, yang mengendap akibat kelarutannya rendah dalam air dingin, dapat dimurnikan lewat kristalisasi karena kelarutannya meningkat secara mencolok dengan meningkatnya suhu. Kristal-kristalnya biasanya berbentuk oktahedral (underwood, 1999). Pelarutan tembaga, hidroksida, karbonat dan sebagainya, dalam asam menghasilkan ion akua hijau kebiruan yang dapat ditulis [Cu(H2O)6]2+.dua dari molekul molekul H2O berada lebih jauh dari pada tempat yang lainnya. Diantara berbagai kristal ; hidrat lainnya,sulfat biru,CuSO4. 5H2O yang paling dikenal , ia dapat terhidrasi menjadi zat anhidrat yang benar benar putih. Penambahan ligan kepada larutan akua menyebabkan pembentukan kompleks dengan pertukaran molekul air secara berurutan dengan NH3. Misalnya spesies [ Cu(NH3) (H2O)5 ]2+ [ Cu(NH3)4 (H2O)2 ]2+ dibentuk dengan cara normal,namun penambahan molekul NH3 yang kelima dan keenam sulit. Molekul keenam hanya dapat ditambahkan hanya dalam cairan amonia (Cotton, 2007). Tembaga tidak melimpah, namun terdistribusi secara luas sebagai logam sulfida, arsenida, klorida dan karbonat. Mineral yang paling umum adalah chalcopphryte, CuFeS2. Tembaga diekstraksi dengan pemanggangan dan peleburan oksidatif atau dengan bantuan mikroba, yang diikuti oleh elektroporesis dari larutan sulfur. Tembaga digunakan dalam aliasi. Seperti kuningan dan bercampur sempurna dengan emas ( Syukri, 1999 : 613 ). Ligan di dalam ion kompleks berupa ion-ion negatif seperti F- dan CN- atau berupa molekul-molekul polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion pusat 32 seperti H2O atau NH3. Ligan ini menimbulkan medan listrik yang akan menolak elektron terutama elektron dari ion pusat, karena elektron ini terdapat di orbital paling

luar dari ion pusat bertambah. Amoniak mempunyai pasangan elektron bebas atau ione pall electrone ( Sukardjo, 1985).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM 1. Alat-alat Praktikum a. Corong 60 mm b. Gelas arloji c. Gelas kimia 250 ml d. Gelas kimia 600 ml e. Hot plate f. Krus porselen beserta tutup g. Mortar h. Pengaduk i. Pipet tetes j. Pipet volume 10 ml k. Rubber bulb l. Spatula m. Timbangan analitik 2. Bahan-bahan Praktikum a. Aquades (H2O(l)) b. Etanol (C2H5OH(l)) c. Kertas saring d. Larutan NH3 pekat e. Padatan ammonium sulfat f. Padatan CuSO4.5H2O

D. SKEMA KERJA 1. Pembuatan garam rangkap tembaga (II) ammonium sulfat heksahidrat. CuSO4.5H2O 9,98 gram CuSO4.5H2O + 5,28 gr (NH4)SO4 + 30 ml H2O Hasil Diuapkan hingga V = 20 ml Hasil Didinginkan dengan air dingin Didekantasi

Kristal Kristal dikeringkan Hasil Ditimbang Hasil

Filtrat

2. Pembuatan

garam

kompleks

tetraamin

tembaga

(II)

sulfat

monohidrat

[Cu(NH3)4].SO4.H2O

75 ml NH3

+7,03 ml H2O + 7,03 gr CuSO4 Diaduk Hasil Hasil +7,05 ml C2H5OH Ditutup di cawan Disimpan selama semalam

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN Perlakuan 1. Pembuatan Garam Rangkap Tembaga (II) Sulfat Hidrat, Hasil Pengamatan

CuSO4(NH4)2SO4.6H2O a. 9,98 gram CuSO4.5H2O +5,28 gram ammonium sulfat + 30 ml aquades b. Dipanaskan hingga v = 20 ml. b. Warna menjadi biru tua lama warnanya a. Terdapat padatan biru dan putih karena belum larut.

transparan. semakin larut

Semakin dan

semakin pekat. c. Didinginkan. c. Larutan tampak mengeras di

permukaan. d. Larutan dibiarkan hingga d. Semakin lama diinkubasi,

terbentuk kristal. e. Kristal disaring.

terbentuk kristal biru muda. e. Diperoleh kristal basah.

f. Dikeringkan.

f. Diperoleh kristal berwarna biru kehijauan.

g. Ditimbang.

g. Massa kristal = 15,46 gram

2. Pembuatan Tetraamin

Garam Tembaga

Kompleks (II) Sulfat

Monohidrat, [Cu(NH3)4]SO4.H2O a. 7,5 ml NH3 15 M + 10 ml aquades b. + 7,05 gram CuSO4 c. + Etanol a. NH3 awal: bening Ditambah aquades tetap bening. b. Menjadi biru tua berbentuk

butiran halus. c. Menjadi biru tua dan baunya menyengat. Tidak larut setelah dicampurkan. Suhu di luar gelas kimia menjadi dingin. d. Diaduk hingga larut. e. Setelah disimpan semalam, d. Larut dan mengental. e. Warna menjadi biru tua dan terdapat permukaan. f. Didekantasi. f. Diperoleh endapan kristal endapan abu di

campuran diaduk.

berwarna biru-abu pudar. Filtrat: biru tua g. Dikeringkan. g. Kristal: biru-hijau Massa kristal = 3,68 gram

F. ANALISIS DATA 1. Persamaan Reaksi CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4 + H2O CuSO4(NH4)2SO4.6H2O 4NH3 + CuSO4.5H2O Cu(NH3)4SO4.H2O + 4H2O

Proses pengenceran amonia (penambahan 50 ml aquades dalam amonia) NH3 pekat + H2O(l) NH4+(aq) + OH-(aq) H2O(l) 2. Perhitungan a. Pembuatan garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O Diketahui : = 9,98 gram = 249,54 gram/mol = 5,28 gram = 132 gram/mol = 399,5 gram/mol = 15,46 mol CuSO4.5H2O dan mol (NH4)2SO4 = ? twmbaga (II) amonium sulfat heksahidrat, H+ + OH-

gram CuSO4.5H2O Mr CuSO4.5H2O gram (NH4)2SO4 Mr (NH4)2SO4 Mr CuSO4(NH4)SO4.6H2O massa kristal

Ditanya

Penyelesaian : Mol CuSO4.5H2O mol CuSO4.5H2O = = = 0,04 mol Mol (NH4)2SO4 mol (NH4)2SO4 = = = 0,04 mol

Massa CuSO4(NH4)SO4.6H2O secara teori CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4 + H2O CuSO4(NH4)SO4.6H2O Mula-mula : Reaksi : 0,04 mol 0,04 mol 0,04 mol 0,04 mol 0,04 mol 0,04mol

Setimbang :

Massa CuSO4(NH4)SO4.6H2O = mol x Mr CuSO4(NH4)SO4.6H2O = 0,04 mol x 399,5 gr/mol = 15, 98 gram (berat teori) Massa CuSO4(NH4)SO4.6H2O pada percobaan = 15,46 gram

% Rendemen % Rendemen = = = 96,75%


Berat percobaan 100 % Berat teori

b. garam kompleks tetra amin tembaga (II) sulfat monohdrat, [Cu(NH3)4]SO4.H2O Diketahui: massa CuSO4.5H2O Mr CuSO4.5H2O Mr [Cu(NH3)4]SO4.H2O V NH3 M NH3 massa kristal = 7,03 gram = 249, 54 gram/mol = 245,5 gram/mol = 7,5 mL = 7,5. 10-3 L = 15 M = 3,68 gram

Ditanya

Mol CuSO4.5H2O

= ...?

Penyelesaian: Mol CuSO4. 5H2O mol CuSO4. 5H2O = = = 0,028 mol Mol NH3 Mol NH3 = = 15 M 7,5. 10-3 L

= 0,12 mol

Massa [Cu(NH3)4]SO4.H2O secara teori 4NH3 + CuSO4.5H2O [Cu(NH3)4]SO4.H2O + 4H2O 0,028 mol 0,028mol 0,028 mol 0,028 mol 0,028 mol 0,028 mol

Mula-mula : Reaksi :

0,12 mol 0,028 mol 0,092 mol

Setimbang :

massa [Cu(NH3)4]SO4.H2O = mol [Cu(NH3)4]SO4.H2O x Mr [Cu(NH3)4]SO4.H2O = 0,028 mol x 245,5 gram/mol = 6,87 gram

Massa [Cu(NH3)4]SO4.H2O percobaan = 3,68 gram

% rendemen % Rendemen = = = 53,57 %


Berat percobaan 100 % Berat teori

G. PEMBAHASAN Garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O dan garam kompleks

[Cu(NH3)4]SO4.H2O merupakan senyawa koordinasi. Pengelompokkan dari senyawa koordinasi ini secara kimia umumnya dapat ditentukan melalui spesies kation pusatnya. Pada suatu senyawa koordinasi, suatu ion (molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan jumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat. Atom pusat ini ditandai dengan bilangan koordinasi, yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah ligan (monodental) yang dapat membentuk kompleks stabil dengan suatu atom pusat. Hal inilah yang menyebabkan mengapa suatu kation pusat dapat menentukan pengelompokkan suatu senyawa koordinasi (Svehla,1990). Pada praktikum kali ini percobaan yang pertama kali dilakukan ialah pembuatan garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O dengan mereaksikan CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4. Karena keduanya merupakan zat dalam wujud padatan, maka untuk mereaksikannya perlu dilarutkan terlebih dahulu dalam aquadest, campuran ini akan menghasilkan larutan yang berwarna biru dan masih terdapat endapan yang masih belum larut. Setelah kedua larutan dicampurkan, untuk menghilangkan kadar air yang berlebih pada garam rangkap yang dibentuk maka dilakukan pemasan yang bertujuan untuk selain menguapkan air juga untuk memberikan energi tambahan pada larutan agar zat yang masih belum tercampur dapat larut sempurna membentuk campuran yang bersifat homogen. Penambahan energi panas ini akan menyebabkan garam garam yang terlarut didalam air akan terurai dalam bentuk ion ion dalam larutan yang bersifat lebih reaktif sehingga akan lebih mudah bereaksi. Penggunaan air sebagai pelarut dalam percobaan ini dikarenakan pada air terdapat momen dipol yang cukup besar (bersifat polar) sehingga memiliki muatan parsial psitif dan negatif yang akan mudah menarik anion maupun kation membentuk senyawa yang terhidrasi. Dari sifat ini, maka garam-garam tersebut akan melarut dengan dalam air dalam bentuk satu spesies ion. Karena kebanyakan garam anorganik lebih mudah larut dalam air murni daripada dalam pelarut organik. Proses pemanasan dan penguapan dilakukan sampai untuk memekatkan larutan dan menghilangkan molekul pengganggu, sehingga pembentukan kristal CuSO4(NH4)2 SO4.6H2O yang merupakan garam rangkap dapat berjalan dengan maksimal.

Larutan yang telah diuapkan kemudian langsung didinginkan di dalam es batu. Pendinginan bertujuan agar ion-ion yang telah terurai sempurna akan mengalami penggabungan secara spontan akibat adanya penurunan energi seiring dengan menurunnya suhu larutan secara spontan oleh air es di sekitar gels kimia. Dengan adanya penggabungan antara ion yang terurai maka akan terbentuk molekul/garam rangkap CuSO4(NH4)2 SO4.6H2O yang berupa kristal berwarna biru muda.

Hal ini terbukti dengan terbentuknya kristal dalam jumlah persen rendemen yang besar yaitu 96,75% yang artinya proses pembentukan kristal garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O telah berjalan optimal, sehingga hasil yang didaptkan mendekati nilai 100%. Disamping itu pada kristal yang ditimbang juga didapatkan bahwa kristal berwarna biru bersih dan sangat kering artinya tidak ada molekul air yang terikut didalamnya. Terbentuknya kristal yang sempurna dikarenakan dalam kondisi panas ion-ion yang telah terurai sempurna akan membentuk ikatan antarion yang terpusat pada satu titik pusat ion tertentu yang kemudian diteruskan oleh ion-ion lain yang belum berikatan membentuk satu kesatuan yang utuh. Pada percobaan selanjutnya, dilakukan pembuatan garam kompleks yaitu garam yang terbentuk karena atom pusat dan ligan yang saling mengompleks sehingga akan terbentuk senyawa kompleks yang berwarna. Umumnya yang bertindak sebagai atom pusat pada garam kompleks ini adalah logam logam yang berada pada golongan transisi, sehingga dalam pembuatannya pada praktikum ini digunakan tembaga (II). Pembentukan kompleks ini disebabkan karena adanya orbital yang kosong pada subkulit d logam transisi sehingga itulah yang akan diisi oleh ligan membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Dalam hal ini ligan hanya bertindak untuk menymbangkan pasangan elektronnya pada atom pusatnya sehingga akan mengisi orbital yang masih kosong pada subkulit. Pembentukan warna sendiri terjadi diakibatkan oleh elektron pada atom pusat yang sebelum mengikat ligannya sendir terlebih dahulu mengalami eksitasi pada orbital sehingga akan memancarkan energi dalam bentuk cahaya sebesar hc/ . Dalam pembuatan garam kompleks ini dilakukan dengan mereaksikan antara garam CuSO4.5H2O yang berwarna biru dengan larutan NH3 yang telah diencerkan dengan aquades yang berupa larutan bening. Saat garam CuSO4.5H2O direaksikan ke

dalam NH3 terbentuk larutan yang berwarna biru muda dan menjadi semakin pekat seiring dengan pengadukan yang berlangsung. Pada akhirnya terbentuk larutan yang homogen. Pengadukan akan menyebabkan molekul molekul dalam larutan mengalami tumbukan yang akan menghasilkan energi yang lebih besar sehingga dapat memutus ikatan anatar senyawa menjadi ion ion yang terurai dalam pelarut sehingga bersifat reaktif dan akan lebih mudah mengalami reaksi. Karena dalam praktikum ini yang bertindak sebagai atom pusatnya adalah ion Cu2+ dengan bilangn koordinasi berjumlah 6 yang akan mengikat ligan dalam bentuk ikatan oktahedral. Karena pada percobaan ini garamnya direaksikan dengan NH3 artinya NH3 inilah yang akan bertindak sebagai ligan nantinya. Tahap selanjutnya ialah penambahan etanol yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penguapan ammonia, sehingga etanol akan menutupi larutan dan mengalami proses penguapan terlebih dulu, sehingga etanol tidak ikut bereaksi dengan larutan ataupun ion Cu. Pemilihan etanol ini disebabkan oleh tetapan dielektrik etanol lebih rendah dibandingkan dengan ammonia itu sendiri sehingga Ion Cu2+ akan beraksi dengan ammonia bukan etanol. Selanjutnya, campuran larutan dibiarkan semalam, barulah kemudian kembali diaduk dan dibiarkan mengendap. Pengadukan kembali ini bertujuan untuk mengoptimalkan proses pembentukan garam kompleksnya. Setelah didiamkan sampai terbentuk endapan barulah kemudian dilakukan proses dekantasi dan penyaringan. Endapan yang didaptkan berupa kristal dengan warna biru kehijauan. Kristal yang didaptkan pada kertas saring kemudian dibilas dengan etanol bertujuan untuk memurnikan dan membebaskan kristal dari pengotornya dan mengikat air yang masih terdapat pada kristal. Setelah kristal kering dan ditimbang didapatkan berat kristal sebesar 3,68 gram. Dari berat kristal yang didapatkan kemudian dilakukan perhitunagn hasil rendemen dan ternyata hanya didaptkan rendemen sebesar 53,57%. Hasil ini tentu merupakan hasil yang kurang baik, jika dibandingkan pada pembentukan garam rangkap di percobaan pertama. Kemungkinan hal ini disebabkan karena masih ada ammonia yang menguap sehingga jumlah ligan menjadi berkurang, disaming itu kekurang telitian praktikan saat dekantasi dan penyaringan mungkin juga dapat menambah tingkat kesalahan pada praktikum sehingga hasil yang didapt menjadi kurang optimal.

H. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan dan analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Garam rangkap CuSO4(NH4)2 SO4.6H2O dapat dibuat dengan mereaksikan CuSO4.5H2O dengan amonium sulfat yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan dipanaskan sehingga mengalami pemekatan untuk mendapatkan kristal yang berwarna biru muda. Garam rangkap merupakan garam yang dapat terionisasi dalam air membentuk ion ion enyusunnya sendiri. 2. Garam kompleks [Cu(NH3)4]SO4.H2O dibuat dengan mereaksikan ion Cu2+ dari CuSO4.5H2O dengan NH3 yang sebelumnya diencerkan dalam aquadest yang kemudian diaduk hingga membentuk larutan homogen dan mengendap. Berdasrkan percobaan persen rendemen yang didapat 54,57%. Sifat dari garam kompleks ini ialah dapat terionisasi kembali dalam membentuk ion kompleks penusunnya.

DAFTAR PUSTAKA Cotton, F. Albert dan Geofrey Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press. Day,R.A.dan A.L.Underwood.2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga. Harjadi.1997.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia. Sugiyarto,Kristian.H.2003.Dasar-Dasar Kimia Anorganik Logam.Yogyakarta: UNY-Press. Sukardjo. 1985. Kimia Koordinasi. Yogyakarta : Bina Aksara. Svehla, G. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka. Syukri, 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB

You might also like