You are on page 1of 4

PENDAHULUAN Avian influenza merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 (H=hemaglutinin; N=neuraminidase) yang

pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Penyakit ini menular dari unggas ke unggas tetapi dapat juga menular ke manusia (zoonosis).Sebagian besar kasus infeksi pada manusia berhubungan dengan adanya riwayat kontak dengan peternakan unggas atau benda yang terkontaminasi. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. Kejadian avian influenza menyebar di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) malaporkan negara-negara yang terjangkit avian influenza adalah : Hongkong, Cina, Belanda, Vietnam, dan Thailand. Di Hongkong avian influenza menyerang ayam dan manusia (tahun 1997). Jumlah penderita sebanyak 18 orang dengan 6 kematian. Kejadian ini merupakan pertama kali dilaporkan adanya penularan langsung dari unggas ke manusia. ETIOLOGI Avian influenza merupakan infeksi akibat virus influenza tipe A.Virus influenza tipe A merupakan golongan orthomyxoviridae.Virus influenza terdiri dari tiga tipe, yaitu: A,B dan C. Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan gejala penyakit yang ringan pada manusia dan biasanya tidak fatal. Virus influenza pada unggas dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22o C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00 C. Didalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit virus influenza dapat hidup lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 600 selama 30 menit, 56oC selama 3 jam dan pemanasan 80oC selama 1 menit. Virus akan mati dengan deterjen, desinfektan misalnya: formalin cairan yang mengandung iodine atau alkohol 70% . GEJALA KLINIS Masa inkubasi avian influenza sangat pendek, yaitu: 3 hari, dengan rentang 2-4 hari.7,8 Virus avian influenza dapat menyerang berbagai organ pada manusia, yaitu: paru-paru, mata, saluran pencernaan, dan sistem syaraf pusat. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terdiri dari: Gejala penyakit seperti influenza tipikal, yaitu: demam, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri otot, sakit kepala, malaise Infeksi mata (konjungtivitis)

Pneumonia Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Gangguan pada saluran cerna, yaitu: diare

Kejang dan koma Manifestasi klinis saluran napas bagian bawah biasanya timbul pada awal penyakit. Dispnu timbul pada ari ke-5 setelah awal penyakit. Disstres pernapasan dan takipnu sering dijumpai. Produksi sputum bervariasi dan kadang-kadang disertai darah. Hamper pada semua pasien menunjukkan gejala klinis pneumonia. LABORATORIUM Kelainan laboratorium yang sering dijumpai adalah: leukopeni, limfopeni, trombositopeni dan peningkatan kadar aminotransferase. Di Thailand peningkatan resiko kematian berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit, limfosit dan trombosit. RADIOLOGI Kelainan radiologi pada avian influenza berlangsung sangat progresif dan terdiri dari infiltrat yang difus dan multifokal, infiltrat pada interstisial dan konsolidasi pada segmen atau lobus paru dengan air bronchogram. Kelainan radiologis biasanya dijumpai 7 hari setelah demam. Efusi pleura jarang dijumpai, data mikrobiologi yang terbatas menyatakan bahwa efusi pleura terjadi apabila terdapat infeksi skunder bakteri ketika di rawat di RS. DIAGNOSIS Diagnosis pasti avian influenza dapat dilakukan dengan biakan virus avian influenza. Pemeriksaan definitif lainnya adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan lain adalah imunofluoresen menggunakan H5N1 antibodi monoklonal, serta uji serologi menggunakan ELISA atau IFAT untuk mendeteksi antibodi spesifik. Tetapi berbagai pemeriksaan tersebut belum dapat dilakukan secara luas di Indonesia dan hanya dapat dilakukan di laboratorium Balitbang Depkes dan laboratorium NAMRU, serta masih memerlukan konfirmasi laboratorium WHO di Hongkong. Panduan klasifikasi avian influenza menurut Departemen Kesehatan RI mengacu pada WHO adalah: 1. Kasus observasi, yaitu: pasien dengan demam > 38oC DAN salah satu gejala berikut: batuk, radang tenggorokan, sesak nafas yang pemeriksaan laboratoriumnya masih berlangsung. 2. Kasus tersangka, yaitu: kasus observasi DAN salah satu di bawah ini: Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtipenya Kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan pasien flu burung yang confirmed

Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza.

3. Kasus kemungkinan (probable case) adalah kasus tersangka DAN hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum. 4. Kasus terbukti (confirmed case) adalah kasus tersangka yang menunjukkan salah satu positif dari berikut ini: Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) ATAU Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 ATAU Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4x Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5

PENATALAKSANAAN Tiga prinsip penatalaksanaan pasien dengan avian influenza adalah: 1. Implementasi dini dalam mengontrol infeksi untuk meminimalisasi penyebaran nosokomial. 2. Penatalaksanaan secara tepat untuk mencegah semakin beratnya penyakit dan mencegah kematian. 3. Identifikasi dini dan pemantauan terhadap resiko infeksi untuk mempermudah intervensi dini dengan terapi antiviral untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta membatasi penyebaran penyakit. Medikamentosa yang digunakan sebagai terapi avian influenza adalah obat yang selama ini bermanfaat dan telah dibuktikan berhasil mengatasi virus influenza lainnya dan diekstrapolasikan untuk avian influenza. Obat-obatan anti viral tersebut adalah: oseltamivir, zanamivir, amantadin dan rimantadin. Tetapi dilaporkan bahwa resistensi cepat terjadi pada obat tersebut, kecuali terhadap obat penghambat neuroamidase, yaitu: oseltamivir dan zanamivir. Saat ini antiviral yang direkomendasikan penggunaannya pada avian influenza adalah oseltamivir. Oseltamivir harus diberikan 48 jam setelah awitan gejala. Menurut American Academy of Pediatrics, oseltamivir dapat diberikan pada anak dengan usia 1 tahun ke atas dan tidak direkomendasikan untuk anak yang berumur kurang dari 1 tahun. Dosis untuk terapi oseltamivir adalah: 2mg/kgBB/kali, diberikan dua kali sehari selama 5 hari. Sedangkan untuk profilaksis diberikan pada anak dengan usia 12 tahun ke atas, diberikan sekali sehari selama 7 hari. Alternatif dosis lain yang dapat juga digunakan menurut WHO adalah: Anak dengan BB 15 kg : 2x30mg/hari Anak dengan BB 15-23 kg : 2x45mg/hari Anak dengan BB 23-40 kg : 2x60mg/hari

Anak dengan BB >40kg : 2x75mg/hari

Oseltamivir tersedia dengan merek dagang Tamiflu. Walaupun oseltamivir dan zanamivir dinyatakan berkhasiat untuk mengobati avian influenza tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan efektifitasnya. Pada tahun 2005 de Jong MD dkk, melaporkan 2 kasus resistensi terhadap oseltamivir meskipun resistensi pada oseltamivir jarang terjadi , tetapi resistensi telah di deteksi pada 18% anak yang mendapat terapi oseltamivir. Resistensi pada oseltamivir lebih sering terjadi pada anak di bandingkan orang dewasa. Selain pemberian terapi anti viral, pasien dengan infeksi avian influenza juga di beri terapi berupa anti biotik.

You might also like