You are on page 1of 94

i

PERILAKU SEKSUAL ANAK TUNAGRAHITA


PEREMPUAN PADA MASA PUBERTAS



SKRIPSI

RATRI MUSTIKANING HANDOKO
04.40.0162









FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2008
Perpustakaan Unika
ii
PERILAKU SEKSUAL ANAK TUNAGRAHITA
PEREMPUAN PADA MASA PUBERTAS


SKRIPSI


Diajukan kepada Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat guna Memperoleh
Derajat Sarjana Psikologi

Oleh :
RATRI MUSTIKANING HANDOKO
04.40.0162







FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2008
Perpustakaan Unika
iii
HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata
Dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat guna Memperoleh
Derajat Sarjana Psikologi

Pada tanggal


Mengesahkan
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata
Dekan,


Th. Dewi Setyorini, S.Psi, M.Si.

Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Drs. Pius Heru Priyanto, M.Si ( )

2. Dra. Lucia Hernawati, MS ( )

3. Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si ( )

Perpustakaan Unika
iv

















Karya ini peneliti persembahkan untuk :

Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat karunianya..
Dosen pembimbingku, Bu Ema..
Fakultas Psikologi yang tercinta..
Orang tuaku yang tercinta..
Kakakku, Mas Galih..
Para sahabatku..
Dan, Pak Ketua-ku..


Perpustakaan Unika
v






SEBELUM JUJUR KEPADA ORANG LAIN, JUJURLAH TERLEBIH
DAHULU KEPADA DIRIMU SENDIRI


BERPIKIRLAH POSITIF TERHADAP BERBAGAI HAL DAN
PANDANGLAH SEGALA HAL DARI BERBAGAI SISI


JANGANLAH KITA MENCARI KESEMPURNAAN DALAM DIRI
SESEORANG, TAPI SEMPURNAKANLAH PEMIKIRAN KITA
DALAM MENERIMA KELEMAHAN ATAUPUN KEKURANGAN
ORANG LAIN








Perpustakaan Unika
vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama peneliti mengucapkan syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga peneliti
dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Perilaku Seksual Anak
Tunagrahita pada Masa Pubertas ini. Di samping itu, peneliti juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Th. Dewi Setyorini, S.Psi, Msi selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
2. Ibu Emmanuela Hadriami, Msi selaku dosen pembimbing satu-satunya
peneliti. Terima kasih atas semua dukungan, perhatian, kesabaran, dan
kasih sayang yang diberikan untuk peneliti.
3. Ibu Christine Wibowo, S.Psi, Msi selaku dosen pembimbing peneliti ketika
mata kuliah Bimbingan Menulis Skripsi.
4. Ibu Erna Agustina Y., S.Psi, Msi selaku dosen wali peneliti.
5. Karyawan Tata Usaha dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang yang telah membantu peneliti dalam proses
skripsi.
6. Subjek penelitian, guru-guru dan kepala sekolah di SLB Dharma Bakti
Putra, dan keluarga subjek penelitian.
7. Orang tua tercinta yang selalu mendukung dan menemani peneliti dalam
keadaan apapun juga. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk ibuku
tersayang yang selalu dapat menjadi motivasi dan penyemangat dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Aku sayang mami.
8. Mas Galih selaku kakak kandungku dan satu-satunya saudara yang aku
punya yang selalu ada ketika aku sedang merasa lemah meskipun tidak
bisa hadir secara fisik. Makasih J o..Walau kadang aku jail atau nakal
sama kamu tapi sebenarnya aku sayang banget sama kamu J o..
Perpustakaan Unika
vii
9. Para sahabat-sahabatku di kampus yang selalu menemani aku dari awal
kuliah sampai sekarang yaitu Iyut(Tahu), Synthia(Bundo), Didut(Tempe),
J oseph(Puppy), Bebek(Krupuk), Ika(Oneng), dan Rieva yang selalu mau
menemani aku di kala susah ataupun senang.Makasih sudah mau jadi
tong sampah sampai jadi orang tua ketika aku melakukan kesalahan.aku
merasa jadi orang yang beruntung karena aku punya kalian semua. Dari
kalian, aku belajar banyak hal tentang bentuk kasih sayang dari sahabat
dan untuk sahabat.Makasih banyak ya atas dukungan, perhatian, dan
bantuan yang tulus dari kalian
10. Adi, makasih sudah mau jadi supir buat aku dan selalu siap ketika aku
butuh bantuan.makasih ya DiAku harap kamu bisa berubah jadi
cowok yang lebih baik lagi.Dan, kita tetap bisa selalu menjadi sahabat
11. Plen-ku, Andi.Walau kita sudah lama banget nggak ketemu tapi berkat
dukungan dan kegilaan kita via HP, itu semua bisa membuat aku jadi
semangat lagi..Semoga persahabatan kita yang dari SMA ini selalu bisa
terjaga.
12. Pikachu. Teman baikku sejak SMA. Makasih motivasinya walau kita
jarang bertemu.
13. Adek Danu. Terima kasih sudah mau membantu peneliti dalam segala hal.
14. Mas Dimas dan Wisnu yang sudah aku anggap sebagai kakakku. Makasih
atas semua nasihat, kesabaran, dan kata-kata bijak yang bisa membuat aku
merasa lebih baik dan mampu memandang situasi lebih jauh lagi
15. Seseorang yang spesial untuk peneliti hingga saat ini, Pak Kethu-ku di
Beswan Djarum periode 2006/2007. Makasih sudah menjadikan aku
sebagai wanita yang lebih bisa sabar, lebih berpikir positif, dan lebih bisa
mandiriMakasih sudah mau membantu dan menguatkan aku.
16. Teman-teman di Beswan Djarum terutama di DSO Semarang. Makasih ya
sudah mau menemani aku kumpul-kumpul nggak jelas.
Perpustakaan Unika
viii
17. Pak Rudy, Pak Budi, Brot Pazia, dan semua keluarga besar P.T. Djarum
yang peneliti sayangi. Terima kasih atas doa dan dukungannya.
18. Banyak pihak ataupun orang yang terkait dengan peneliti yang tidak dapat
peneliti sebutkan satu per satu karena keterbatasan peneliti.

Demikian ucapan terima kasih ini peneliti buat. Apabila ada kekurangan
ataupun kesalahan peneliti dalam ataupun selama penelitian, peneliti
memohon maaf yang sebesar-besarnya.



Semarang, 6 J uni 2008
Hormat kami,


Peneliti



















Perpustakaan Unika
ix
ABSTRAK

Keberadaan anak tunagrahita di tengah-tengah masyarakat masih belum
banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Mereka lebih mengenal
anak tunagrahita sebagai anak idiot atau bodoh. Mereka kurang mampu
mengerti atau memahami karakteristik anak tersebut, termasuk perilaku
seksualnya. Perilaku seksual anak tunagrahita, terutama pada masa pubertas,
akan cenderung nampak. Hal ini disebabkan karena pada masa ini, hormon-
hormon akan meningkat jumlahnya dan akan mulai nampak ciri-ciri sekunder
dari anak tersebut. Ditambah lagi, perkembangan otak mereka mengalami
gangguan. Dalam penelitian yang berjudul Perilaku Seksual Anak Tunagrahita
Perempuan pada Masa Pubertas ini, peneliti ingin mengetahui bentuk-bentuk
dari perilaku seksual yang dilakukan oleh anak tunagrahita, perempuan pada
khususnya. Anak tunagrahita perempuan dianggap lebih ceroboh, kurang
dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan observasi. Dari hasil
yang diperoleh, bentuk perilaku seksual anak tunagrahita meliputi
berpegangan tangan, ingin bersentuhan dan berdekatan, pelukan, mencium,
dan rabaan pada daerah vital. Selain itu, diketahui juga bahwa pihak sekolah
dapat dikatakan lebih mengetahui interaksi anak tunagrahita dengan lawan
jenis bila dibandingkan dengan pihak keluarga.



Kata kunci : anak tunagrahita perempuan, perilaku seksual, masa pubertas













Perpustakaan Unika
x
DAFTAR ISI


HALAMAN J UDUL ................................................................................. i
HALAMAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJ ANA ................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................. 5
C. Manfaat Penelitian ................................................................ 6
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ......................................................... 7
A. Perilaku Seksual ............................................................... 7
1. Pengertian Perilaku Seksual ........................................ 7
2. Tahap-tahap Terjadinya Perilaku Seksual ................... 8
3. Bentuk Perilaku Seksual .............................................. 9
B. Anak Tunagrahita Perempuan .............................................. 10
1. Pengertian Anak Tunagrahita Perempuan ...................... 10
2. Karakteristik Anak Tunagrahita .................................. 13
Perpustakaan Unika
xi
C. Masa Pubertas ....................................................................... 14
D. Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa
Pubertas .................................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 19
A. Metode Penelitian Kualitatif ................................................. 19
B. Subjek Penelitian .................................................................. 22
1. Populasi ........................................................................... 22
2. Teknik Pengambilan Sampel ....................................... 22
C. Metode Pengumpulan Data .................................................. 22
D. Analisis Data .................................................................... 24
E. Uji Kesahihan dan Keandalan .............................................. 26
BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN ............. 27
A. Persiapan Penelitian .............................................................. 27
B. Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 30
C. Kancah Penelitian ................................................................. 38
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 41
A. Hasil Penelitian ..................................................................... 41
B. Pembahasan .......................................................................... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 77
A. Kesimpulan ........................................................................... 77
B. Saran ..................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 82
Perpustakaan Unika
xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Tabel Kegiatan Penelitian ............................................... 37
Tabel 2 Tabel Matriks Subjek L .............................................................. 47
Tabel 3 Tabel Matriks Subjek W............................................................. 58
Tabel 4 Tabel Matriks Subjek N.............................................................. 66
Tabel 5 Intensitas Perilaku Seksual Berdasar Data yang Diperoleh ..... 74
Tabel 6 Tabel Matriks Antar Subjek ....................................................... 75
Perpustakaan Unika
xiii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Bagan Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada
Masa Pubertas ............................................................................ 18
Bagan 2 Bagan Perilaku Seksual Subjek L.............................................. 48
Bagan 3 Bagan Perilaku Seksual Subjek W ........................................... 59
Bagan 4 Bagan Perilaku Seksual Subjek N ............................................ 66
Bagan 5 Bagan Perilaku Seksual Antar Subjek ...................................... 76

Perpustakaan Unika
1
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Setiap makhluk hidup yang ada di dunia pasti memiliki tugas
perkembangannya masing-masing. Namun untuk hasil dari pencapaian
tugas tersebut bisa berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor genetik maupun faktor lingkungan. Salah satu
contoh tugas perkembangan yaitu dalam hal perkembangan seksual.
Perkembangan seksual dapat dikatakan sebagai sesuatu yang akan terjadi
secara alamiah(Hurlock, 1980). Hal tersebut dapat diaplikasikan dalam
bentuk perilaku seksual, yaitu dapat berupa sentuhan fisik maupun hanya
imajinasi saja, misalnya mencium. memeluk ataupun membayangkan hal-
hal yang bersifat porno atau dapat dikatakan dapat menimbulkan
rangsangan seksual(Conger dalam Trisminuratri, 2007). Beberapa pakar
juga telah menarik kesimpulan bahwa perilaku seksual adalah
hubungan khusus antara pria dan wanita yang sifatnya erotis. Menurut
Sarwono (1981, h.137) sendiri, perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis
maupun dengan sesama jenis. Bentuknya bisa bermacam-macam,
seperti perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan
bersenggama.
Kebanyakan manusia normal akan dapat menyeimbangkan antara
perilaku seksual yang merupakan kebutuhan individu dengan tuntutan
Perpustakaan Unika


2
masyarakat. Namun lain halnya dengan mereka yang bergangguan. Salah
satu contohnya adalah anak tunagrahita. Anak tunagrahita merupakan anak
yang sulit beradaptasi dengan lingkungan di sekitar mereka. Anak-
anak tunagrahita pada umumnya memiliki tingkat intelektual di bawah
rata-rata dari batasan anak yang normal. Selain faktor inteligensi,
penyesuaian diri mereka terhadap hal-hal yang ada di sekitar mereka,
dapat dikategorikan sebagai penyesuaian diri yang belum sesuai dengan
lingkungan di sekitar mereka. Penjelasan ini diperkuat oleh adanya
pendapat dari AAMR (American Assosiation of Mental Retardation)
mengenai batasan anak keterbelakangan mental.
Dalam kehidupan nyata bermasyarakat, kebanyakan orang
mengharapkan orang lain untuk bertingkah laku seperti yang mereka
harapkan, tidak terkecuali untuk anak-anak. Bahkan untuk anak
tunagrahita sekalipun. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
masyarakat pada umumnya mengenai kondisi anak tunagrahita.
Salah satu pengalaman dari peneliti sendiri yaitu anak
tunagrahita mampu didik yang bernama Fany. Dia merupakan anak
tunggal dan sekarang bertempat tinggal di Lumajang, J awa Timur.
Usianya kurang lebih 13 tahun. Dia bersekolah di sekolah regular
namun dengan pengawasan yang ketat oleh guru di sekolah tersebut.
Apapun keinginan dari Fany harus dipenuhi, jika tidak, maka dia akan
sangat kecewa dan itu dapat menyebabkan kondisi fisiknya menurun
Dia sangat menyukai kegiatan berenang. Setiap hari Minggu, dia
pasti meminta untuk berenang bersama teman-temannya tersebut. Suatu
ketika. pada saat peneliti sedang bermain ke rumahnya, dia mengajak
Perpustakaan Unika


3
peneliti, orang tua dan teman-temannya untuk pergi berenang. Pada waktu
itu, dia menginginkan peneliti yang menemani mereka berenang, bukan
orang tuanya, sehingga orang tuanya hanya menunggu di luar dan peneliti
yang masuk sekaligus menjaga Fany dan teman-temannya.
Karena peneliti tidak dapat berenang, maka peneliti hanya
menunggu sambil mengawasi mereka berenang melalui beranda yang ada
di sana. Pada awalnya, Fany masih berada dalam kolam renang yang
sama dengan teman-temannya. Namun beberapa menit kemudian, dia
sudah tidak bersama teman-temannya lagi. Fany berada dalam kolam
renang yang lebih besar. Di sana terdapat banyak anak laki-laki yang
seusia dengan dia. Fany terlihat melakukan kontak mata dan
mendekati gerombolan anak laki-laki tersebut. Dia lalu terlibat suatu
pembicaraan dengan salah seorang anak laki-laki di kolam tersebut.
Tidak lama kemudian, mereka terlihat begitu akrab. Bahkan Fany
sudah berani memulai melakukan kontak fisik dengan anak laki-laki
tersebut seperti memegang lengan dan badan anak laki-laki tadi.
Ada juga pernyataan dari salah seorang dosen di Fakultas
Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang sedang
melakukan pembinaan di salah satu SLB yang berada di Temanggung,
yaitu menyatakan bahwa disana beliau melihat anak SLB laki-laki yang
sedang berlomba terpanjang dalam ejakulasi. Sedang anak perempuan
disana cenderung mengejar-ngejar untuk berpacaran dan mengajak
kawin.
Selain itu, terdapat juga pernyataan dari mahasiswa Fakultas
Psikologi Unika Soegijapranata yang saat itu sedang mengambil mata
Perpustakaan Unika


4
kuliah Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Mereka
mengadakan kunjungan ke salah satu SLB yang ada di kota Semarang
untuk melakukan pengamatan terhadap anak tunagrahita mampu didik.
Menurut pernyataan dari mereka, anak-anak tunagrahita yang ada di
sana langsung melakukan kontak mata yang membuat para mahasiswa
menjadi takut. Anak-anak tersebut juga langsung meminta berkenalan
dan meminta nomor HP. Mereka juga berusaha untuk memegang
badan dari para mahasiswa tersebut. Kebetulan anak-anak yang ada di
sana berusia antara 11-17 tahun. Hal tersebut merupakan tahap yang
paling awal dalam perilaku seksual(Conger dalam Trisminuratri,
2007).
Pada usia itu, merupakan masa pubertas (Monks, 1989). Remaja
cenderung memproduksi hormon dalam jumlah yang relatif besar, bahkan
terkadang berlebihan. Hal ini membuat perilaku ataupun emosi mereka
terjadi secara berlebihan. Mereka cenderung sensitif, ingin mencoba-
coba hal yang baru, ingin mengetahui lebih banyak hal dan masih
banyak lagi. Mereka juga sangat tertarik untuk mempelajari perubahan
fisik yang terjadi pada tubuh mereka ataupun lawan jenis mereka.
Ditambah lagi, hormon yang memicu rangsang seksual mereka juga
sedang berkembang (Hurlock, 1980). Dari penjelasan tersebut dapat
diketahui bahwa masa pubertas mempengaruhi perilaku seksual
seseorang. Hal ini diperkuat oleh adanya teori dari Mussen (1989,
h.501) yang mengungkapkan bahwa perubahan hormonal pada masa puber
mempengaruhi munculnya perilaku seksual.
Perpustakaan Unika


5
Di samping itu terdapat pernyataan dari Sri Purnamawati, Dosen
Psikologi di J urusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI), bahwa kejujuran menjadi "harta" tunagrahita. Tanpa
malu-malu Dini Anggraini (18) mengatakan ia sedang naksir lelaki
tetangganya yang sering duduk di tangga depan rumahnya. Menurut Sri,
karena kejujuran tersebut, mudah bagi orang tua mengetahui
perkembangan anak tunagrahita. Anak normal sudah muncul egonya pada
usia tiga tahun, sedangkan ego anak tunagrahita baru muncul saat remaja.
Saat itu mereka mau segala keinginannya dipenuhi. Pada masa puber,
libido orang tunagrahita sangat tinggi. Karena nalarnya rendah, mereka
tidak mengenali norma. Bisa jadi, kata Sri, anak perempuan pergi ke
tempat ramai sekedar ingin digoda lawan jenisnya. Di masa demikian,
biasanya keluarga menjadi stres. Masa-masa ini menjadi melelahkan.
Diperlukan pendampingan yang penuh kasih sayang dari keluarga. "Untuk
menghentikan konsentrasi pada hasrat seksualnya, orangtua bisa membawa
anak-anaknya untuk jalan-jalan,".
Dari penjelasan dan uraian di atas, peneliti ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui bentuk perilaku seksual yang dilakukan
oleh anak tunagrahita perempuan terutama pada masa pubertas.

B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bentuk perilaku seksual baik yang dilakukan
dengan diri sendiri maupun dengan orang lain oleh anak tunagrahita
perempuan pada masa pubertas.

Perpustakaan Unika


6

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan yang lebih mendalam terutama
untuk bidang ilmu psikologi perkembangan anak mengenai anak
tunagrahita.
2. Manfaat praktis
Menambah wawasan bagi masyarakat luas khususnya bagi
para orang tua yang memiliki anak tunagrahita.
Perpustakaan Unika
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Perilaku Seksual
1. Pengertian Perilaku Seksual
Menurut Sarwono (1981, h.137) perilaku seksual adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuknya bisa
bermacam-macam, seperti perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Thornburg (1982, h.43)
menyatakan bahwa perilaku seksual dapat terlihat dari adanya
dorongan seksual yang termanifestasikan dalam tingkah laku.
Perilaku seksual adalah manifestasi dari perasaan seksual yang
sangat kuat sebagai akibat perubahan hormonal yang mengiringi
masa puber (Mussen, 1989, h.501). Ini berarti bahwa perubahan
hormonal pada masa puber mempengaruhi munculnya perilaku
seksual.
Bourne dan Ekstrand (1976, h.267) mengatakan bahwa
perilaku seksual merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri
maupun dari luar diri individu dan mempengaruhi untuk
mencobanya. Ada juga rangsangan-rangsangan yang bersifat
cepat. Perilaku seksual berakar dari fisiologi sistem cairan
kelenjar dan naluri biologis serta hasrat untuk mempunyai
keturunan.
Perpustakaan Unika


8
Perilaku seksual adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai kepuasan diri atau kenikmatan seksual. Perubahan
hormonal yang terjadi pada masa puber mengakibatkan kematangan
organ kelamin, yang menyebabkan munculnya hasrat seksual. Hasrat
seksual meningkat sebagai akibat rangsangan-rangsangan seksual
yang semakin mudah diterima, akibatnya peningkatan dorongan atau
hasrat seksual membutuhkan cara atau sarana untuk disalurkan.
Penyaluran hasrat seksual memberikan kenikmatan bagi individu
yang melakukannya, baik dilakukan dengan orang lain maupun
dilakukan sendiri (Saringendyanti dalam Trisminuratri, 2007, h.16).
Dari berbagai pengertian mengenai perilaku seksual di atas,
maka tindakan/tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual akibat
dari adanya perubahan hormonal pada masa puber yang timbul dari
dalam maupun dari luar diri individu untuk mencapai kepuasan
diri atau kenikmatan seksual.
2. Tahap-tahap Terjadinya Perilaku Seksual
Menurut Hurlock (dalam Trisminuratri, 2007, h 25), tahap
perilaku seksual adalah berciuman, kemudian bercumbu ringan,
bercumbu berat, lalu berakhir pada hubungan seksual atau
bersenggama. Thornburg (1982, h.404) berpendapat bahwa perilaku
seksual tercermin dalam tahapan sebagai berikut:
a. berpegangan tangan
b. berpelukan
c. berciuman
d. bercumbu
Perpustakaan Unika


9
e. bersenggama
f. bersenggama dengan berganti-ganti pasangan
Conger (dalam Trisminuratri, 2007, h.24) menguraikan secara
rinci gambaran mengenai tahapan perilaku heteroseksual yaitu perilaku-
perilaku seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah, mulai dari
tahap yang paling awal atau rendah sampai dengan terjadinya
hubungan senggama. Tahapan tersebut yaitu :
a. rnemandang tubuh lawan bicara
b. mengadakan kontak mata
c. berbincang-hincang dan membandingkan gagasan (jika ada
kecocokan maka hubungan akan berjalan terus, namun jika tidak,
akan terputus)
d. berpegangan tangan
e. memeluk bahu, tubuh lebih dekat
f. memeluk pinggang, tubuh dalam kontak yang rapat
g. cium bibir
h. berciuman bibir sampai berpelukan
i. rabaan, elusan, dan eksplorasi pasangannya
j. dalam kondisi pakaian terbuka menicum daerah erogen
pasangannya
k. saling meraba daerah erogen
l. bersenggama atau bersetubuh
3. Bentuk Perilaku Seksual
Bentuk perilaku seksual dibedakan menjadi 2 kategori
(PKBI dalam Trisminuratri, 2007, h.26), yaitu :
Perpustakaan Unika


10
a. Perilaku seksual yang dilakukan sendiri, misalnya : masturbasi,
fantasi seksual, membaca atau melihat hal yang berbau pornografi.
b. Perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain, misalnya
berpelukan, berpegangan tangan, berciuman, petting atau bercumbu
berat hingga berhubungan intim.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku seksual
dapat berupa perilaku seksual yang dilakukan sendiri ataupun
yang dilakukan dengan orang lain.

B. Anak Tunagrahita
1. Pengertian Anak Tunagrahita
Peristilahan Tunagrahita(B3PTKSM dalam www.ditplb.or.id, h.19) :
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental
retardation).
Tuna berarti merugi.
Grahita berarti pikiran.
Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti
terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah fikiran ( feeble-minded);
2. Terbelakang mental (Mentally Retarded);
3. Bodoh atau dungu (Idiot);
4. Pandir (Imbecile);
5. Tolol (moron);
Perpustakaan Unika


11
6. Oligofrenia (Oligophrenia);
7. Mampu Didik (Educable);
8. Mampu Latih (Trainable);
9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat;
10. Mental Subnormal;
11. Defisit Mental;
12. Defisit Kognitif;
13. Cacat Mental;
14. Defisiensi Mental;
15. Gangguan Intelektual
Selain itu, dinyatakan juga bahwa perkembangan anak tunagrahita
berkembang pada jenjang yang sama dengan anak normal tetapi tidak
jarang lebih lambat.(http//www.ditplb.or.id)
AAMR (American Association of Mental Retardation)
mengemukakan suatu batasan yang menjelaskan bahwa
keterbelakangun mental menunjukkan adanya keterbatasan dalam
.
fungsi intelektual
.
yang di bawah rata-rata, dimana berkaitan dengan
keterbatasan pada dua atau lebih dari ketrampilan adaptif seperti
komunikasi, merawat diri sendiri, ketrampilan sosial, kesehatan dan
keamanan, fungsi akademis, waktu luang, dll. Keadaan ini tampak
sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffan dalam Mangunsong,
dkk, 1998, h. 102). Karena itulah para ahli perlu melakukan assesmen
pada dua bidang tersebut, yaitu fungsi intelektual dan fungsi adaptif,
sebelum melakukan pengklasilikasian.
Perpustakaan Unika


12
Sedangkan anak tunagrahita perempuan yaitu anak yang memiliki
keterbatasan dalam
.
fungsi intelektual
.
yang di bawah rata-rata, dimana
berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari ketrampilan adaptif
yang berjenis kelamin perempuan.
Kaum profesional (sebelum 1992) juga telah mengklasifikasikan anak
tunagrahita berdasarkan tingkat keparahan masalahnya, yaitu
a. mild; yaitu anak dengan rentangan IQ 52-67
b. moderate, yaitu anak dengan rentangan IQ 36-51
c. severe. yaitu anak dengan rentangan IQ 20-35
d. profound, yaitu anak dengan rentangan IQ di hawah 20
Bahkan ada juga ahli yang menggolongkan anak dengan IQ 68-
85 (borderline) sehagai anak tunagrahita. Namun, pada tahun 1992,
AAMR telah membuat pembaharuan klasifikasi mengenai anak
tunagrahita walaupun penggolongan anak tunagrahita berdasarkan IQ
masih tetap digunakan sampai saat ini. Klasifikasi tersebut yaitu :
a. intermittent, yaitu anak tidak selalu memerlukan bimbingan,
bimbingan hanya bersifat jangka pendek, diperlukan selama masa
transisi kehidupannya misalnya krisis dalam masalah medis atau
kehilangan pekerjaan.
b. limited, yaitu bimbingan diperlukan secara konsisten hanya pada
saat-saat tertentu saja tetapi tidak seperti intermittent.
Membutuhkan beberapa anggota staf dan biaya yang tidak
terlalu besar karena bimbingan tidak terlalu intensif seperti
pelatihan untuk pekerja, bimbingan transisional menjelang anak
memasuki masa dewasa.
Perpustakaan Unika


13
c. Extensive, yaitu bimbingan diperlukan dengan adanya
keterlibatan secara regular dalam suatu lingkungan (seperti
pekerjaan atau rumah) dan waktunya tidak terbatas.
d. Pervasive, yaitu bimbingan sangat diperlukan, intensitasnya
sangat tinggi dan banyak anggota staf yang terlibat.
Makin rendah tingkat kecerdasan anak tunagrahita, bimbingan
yang diperlukan juga makin besar.
2. Karakteristik Anak Tunagrahita
a. Mild (ringan), yaitu anak tunagrahita yang mampu didik bila
dilihat dari segi pendidikan. Mereka tidak memperlihatkan
kelainan fisik yang mencolok walau perkembangan fisik mereka
sedikit agak terlambat daripada anak rata-rata. Mereka masih bisa
dididik di sekolah umum namun membutuhkan perhatian khusus
dan guru khusus. Terkadang mereka memperlihatkan rasa malu
atau pendiam namun dapat berubah. Beberapa ketrampilan dapat
mereka lakukan tanpa selalu mendapat pengawasan, seperti
ketrampilan mengurus diri sendiri (makan, mandi, berpakaian)
dan sebagainya.
b. Moderate (menengah), merupakan anak tunagrahita yang mampu
latih, dalam hal ini latihan beberapa ketrampilan tertentu. Mereka
manampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala bawaan
(namun tidak separah anak pada kategori severe dan profound)
dan menampakkan adanya gangguan pada fungsi bicaranya.
c. Severe, yaitu anak tunagrahita yang memperlihatkan banyak
masalah, membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan
Perpustakaan Unika


14
yang teliti. Mereka membutuhkan pelayanan dan pemelihjaraann
yang terus menerus (tidak mampu mengurus dirinya sendiri).
mereka juga mengalami gangguan bicara dan beberapa kelainan
fisik yaitu lidah seringkali menjulur yang disertai keluarnya air
liur, kepala sedikit lebih besar dari biasanya, kondisi fisik
mereka lemah. Mereka hanya bisa dilatih keterampilan khusus
selama kondisi fisiknya memungkinkan.
d. Profound, yaitu anak tunagrahita yang mempunyai problem
serius baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi, serta program
pendidikan yang tepat bagi mereka. Umumnya, mereka
memperlihatkan kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang
nyata, seperti hydrocephalus, mongolism dan sebagainya.
Kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah.
Kelainan fisik lainnya dapat dilihat pada kepala yang lebih besar
dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya juga sangat
kurang dan bahkan sering kali tanpa bantuan orang lain, mereka
tidak dapat berdiri sendiri. Mereka sepertinya membutuhkan
pelayanan medis yang baik.
(Mangunsong, dkk, 1998, h.102 110)
Anak tunagrahita laki-laki memiliki kekurangan berupa tidak
matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat
dipercaya, impulsive, lancang dan merusak. Sedangkan anak
tunagrahita wanita lebih mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh,
kurang dapat menahan diri dan cenderung melanggar
ketentuan(Somantri, 2006, hal.116).
Perpustakaan Unika


15

C. Masa Pubertas
Istilah pubertas datang dari kata puber (yaitu pubescent). Kata Latin
pubescent berarti mendapatkan pubes atau rambut kemaluan. yaitu suatu
tanda kelamin sekunder yang mcnunjukkan perkembangan seksual. Masa
ini adalah masa remaja sekitar masa pemasakan seksual yang pada
umumnya terjadi antara usia 12-16 tahun pada anak laki-laki dan 11-15

tahun pada anak wanita. Pubertas umumnya hanya dipakai dalam
hubungan dengan perkembangan bioseksualnya. (Monks,dkk, 1989,
h.219)
Dalam masa puber, perubahan yang terjadi sangat menyolok dan
jelas sehingga mengganggu keseimbangan yang sebelumnya telah
terbentuk. Perilaku mereka mendadak menjadi sulit diduga dan
seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu.
masa ini seringkali dinamakan sebagai tahap negatif. Pada saat irama
pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah
sempurna, maka akan terjadi keseimbangan kembali. Periode
pertumbuhan yang paling cepat dan merupakan bagian tahap yang
paling negatif adalah pada akhir masa kanak-kanak. Meskipun
beberapa dari pengaruhnya masih berlanjut sampai awal remaja,
namun hal itu akan segera sirna. Pada anak perempuan, bagian yang
paling negatif itu biasanya berakhir setelah ia mengalami haid yang
pertama(Hurlock, 1978, h. 130).
Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-
anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual.
Perpustakaan Unika


16
Seperti diterangkan oleh Root, "Masa puber adalah suatu tahap dalam
perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan
tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan-
perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis".
(Hurlock, 1980, h.184)
Di antara orang-orang Yunani Kuno, masa puber dikenal sebagai saat
terjadinya perubahan-perubahan fisik dan perilaku. Masa puber dibagi
menjadi 3 tahap yaitu tahap prapuber, tahap puber, dan tahap pascapuber.
(Hurlock, 1980, h.184). Fase negative masa puber lebih menonjol pada
anak perempuan daripada anak laki-laki(Hurlock, 1980, h.185 ).

D. Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas
Anak tunagrahita perempuan merupakan anak yang memiliki
gangguan dalam fungsi intelektual maupun fungsi adaptifnya yang berjenis
kelamin perempuan. Hal ini didukung oleh pernyataan dari AAMR
(American Association on Mental Retardation) yang mengemukakan
suatu batasan yang menjelaskan bahwa keterbelakangan mental
menunjukkan adanya keterbatasan dalarn fungsi intelektual yang di
bawah rata-rata. Bilamana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau
lebih dari ketrampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri.
ketrampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu
luang, ataupun kemampuan adaptif yang lain. Keadaan ini tampak
sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffman dalam Mangunsong,
dkk, 1998, h.102).
Berdasar penjelasan di atas yang mengatakan bahwa anak
Perpustakaan Unika


17
tunagrahita memiliki keterbatasan dalam fungsi intelektual dan
adaptifnya yang terjadi sebelum usia 18 tahun, maka Peneliti dalam hal
ini lebih menekankan pada perilaku seksual anak tunagrahita yang terjadi
pada masa pubertas. Masa puber merupakan masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa remaja. Pada masa ini, anak-anak mengalami
perubahan fisik dan perspektif psikologis (Hurlock. 1980). Tubuh mereka
memproduksi jumlah hormon yang sangat banyak, bahkan berlebihan.
Karena hormon yang berlebihan inilah yang menyebabkan anak-anak
dapat berperilaku seksual. Hal ini didukung oleh pernyataan dari
Mussen (1989, h.501) yang menyatakan bahwa perubahan hormonal pada
masa puber mempengaruhi munculnya perilaku seksual. Selain itu, Bourne
& Ekstrand (1976, h.267) juga menjelaskan bahwa perilaku seksual
berakar dari fisiologi sistem cairan kelenjar dan naluri biologis serta
hasrat untuk mempunyai keturunan. Perubahan hormonal yang terjadi
pada masa puber mengakibatkan kematangan organ kelamin, yang
menyebabkan, munculnya hasrat seksual (Saringendyanti dalam
Trisminuratri, 2007. h.16).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa pubertas,
hormon yang diproduksi dalam tubuh individu cenderung berlebihan.
Hal ini dapat merangsang perilaku seksual pada anak, tidak terkecuali
anak tunagrahita.




Perpustakaan Unika


18
Bagan Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas
























Masa Pubertas :
tahap dimana alat-
alat seksual, matang
Perkembangan
seksual yaitu
munculnya
hasrat seksual
Bentuk-bentuk
perilaku
seksual yaitu :
- dilakukan
sendiri
- dengan
orang lain
Anak tunagrahita
Karakteristik tunagrahita:
- mild
- moderate
- severe
- profound
Perilaku Seksual Anak
Tunagrahita pada Masa
Pubertas
Perpustakaan Unika
19
BAB III
METODE PENELITIAN


A. Metode Penelitian Kualitatif
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1993, h.3) mendefinisikan
metode kualitatif sebagai suatu metode penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan kepada individu dan
lingkungannya secara holistik (menyeluruh). Nawawi (1995, h.31)
menyebutkan bahwa dalam metode kualitatif terdapat usaha untuk
mengungkapkan masalah atau peristiwa sebagaimana adanya.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan adalah
fenomenologi dengan paradigma naturalistik. Menurut Poerwandari (1998,
h.30-31). paradigma tersebut memiliki ciri-ciri :
1. Studi dalam situasi alamiah (natural inquiry).
Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian
melainkan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi dimana
fenomena tersebut ada.
2. Analisis Induktif
Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksakan diri
untuk hanya membatasi pada menerima atau menolak dugaan-
dugaan melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan
bagaimana situasi tersebut menampilkan diri.

Perpustakaan Unika


20
3. Kontak personal langsung : Peneliti di lapangan
Pemahaman situasi nyata sehari-hari merupakan hal yang sangat
penting. Hal tersebut akan memungkinkan adanya pengertian tentang
laku yang tampak maupun kondisi-kondisi internal manusia seperti
pandangan hidupnya, nilai-nilai yang dipegang, pemahaman tentang
diri dan lingkungan, bagaimana ia mengembangkan pemahaman itu
dan sebagainya.
4. Perspektif holistik
Pendekatan holistik mengasumsikan bahwa keseluruhan
fenomena perlu dimengerti sebagai suatu sistem yang kompleks
dan bahwa yang menyeluruh tersebut lebih bermakna daripada
penjumlahan bagian-bagian.
5. Perspektif dinamis, perspektif perkembangan
Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang
dinamis dan berkembang bukan sebagai sesuatu yang statis dan
tidak berubah dalam perkembangan kondisi dan waktu.
6. Orientasi pada kasus unik
Studi kasus sangat bermanfaat ketika peneliti merasa perlu
memahami suatu kasus spesifik, orang-orang tertentu ataupun situasi
unik secara mendalam.
7. Netralitas empatik
Netralitas di sini mengacu sikap peneliti terhadap subjek
penelitian. Peneliti dengan netralitas empatik akan memasuki arena
penelitian apa adanya tanpa teori yang harus dibuktikan dan dugaan-
dugaan tentang hasil yang harus didukung atau ditolak. Namun di sisi
Perpustakaan Unika


21
lain perlu diadakannya pendekatan secara empatik dengan subjek agar
diperoleh data yang akurat.
8. Fleksibilitas desain
Sifat alamiah dan induktif dari penelitian kualitatif tidak
memungkinkan peneliti menentukan secara tegas variabel-variabel
operasional, menetapkan hipotesis, maupun menyelesaikan skema
pengambilan sampel. Desain kualitatif memiliki sifat luwes dan akan
berkembang sesuai dengan berkembangnya pekerjaan.
9. Peneliti sebagai instrumen kunci
Peneliti kualitatif tidak memiliki formula baku untuk
menjalankan penelitiannya, namun haruslah peneliti yang
berkompeten. Peneliti di sini memiliki peran yang cukup besar dalam
proses penelitian.

B. Subjek Penelitian
1. Populasi
a. Tiga orang anak tunagrahita perempuan mampu didik.
b. Usia antara 11-15 tahun.
c. Memiliki IQ 52-67 untuk Skala Binet.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Subjek diambil berdasarkan purposive sampling, yaitu pemilihan
sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. (Hadi, 1995,
h.226)
Perpustakaan Unika


22

C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif ini akan digunakan beberapa metode yang
meliputi:
1. Wawancara
Menurut Nasution (dalam Poewandari, 1998, h.60), wawancara
merupakan metode pengumpulan data yang bersifat verbal untuk
memperoleh perspektif emik dari responden terhadap dunianya sendiri.
Sedangkan Patton (1980, h.197) mengemukakan bahwa pola
wawancara mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis
besar yang akan ditanyakan dalam proses wawancara dan
penyusunan pokok-pokok wawancara dilakukan sebelum
wawancara berlangsung.
Selain itu, kualitas sebuah wawancara sangat ditentukan dari
apakah interaksi peneliti dengan subjek penelitian dapat terjadi dengan
baik sehingga orang yang diteliti bersedia menceritakan hal-hal yang
sebenarnya terjadi, bukan yang seharusnya terjadi (Abdullah dalam
Poerwandari, 1998, h.61).
Dalam penelitian ini, wawancara yang akan diajukan adalah
pertanyaan mengenai bentuk dari perilaku seksual anak tunagrahita.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi hal-hal apa saja yang
dilakukan subjek dalam berinteraksi dengan lawan jenis dan hal-hal
apa saja yang mereka lakukan bila memasuki masa pubertas dimana
hasrat seksual mulai muncul bahkan terkadang berlebihan.

Perpustakaan Unika


23
2. Observasi
Metode pengamatan menurut Cuba dan Lincoln adalah
metode yang dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi
motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar dan kebiasaan
(Moleong, 2002, h.126).
Pengamatan dapat dilakukan dengan mengarahkan pertanyaan
pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana. Selain itu, peneliti
juga diharapkan dapat ikut merasakan apa yang dirasakan dan dihayati
oleh subjek (Abdullah dalam Poerwandari, 1998, h.61).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melakukan pengamatan
terhadap perilaku subjek terkait dengan perilaku seksual subjek, baik
itu dilakukan sendiri ataupun dilakukan dengan orang lain. Pengamatan
yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pengamatan ketika di SLB
karena anak tunagrahita paling banyak melakukan aktivitas bersama
dengan teman-temannya di tempat ia bersekolah.

D. Analisis Data
Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan
mengenai apa yang ingin diungkap peneliti melalui pengamatan yang
dilakukan, scsuai dengan tujuan penelitian. Patton (dalam Poerwandari,
1998, h.87) mengatakan bahwa satu hal yang harus diingat oleh peneliti
adalah kewajiban untuk memonitor dan melaporkan proses serta
prosedur-prosedur analisisnya sejujurnya dan selengkap mungkin.
Selanjutnya. Patton (dalam Poerwandari, 1998, h.105)
mcngungkapkan hal-hal penting untuk analisis kualitatif :
Perpustakaan Unika


24
1. Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang diamati,
mulai dari awal hingga akhir.
2. Mempresentasikan insiden-insiden kritis atau peristiwa kunci
berdasarkan urutan kepentingan insiden tersebut.
3. Mendeskripsikan setiap tempat, setting, dan lokasi yang berbeda
sebelum mempresentasikan gambaran dan pola umumnya.
4. Memfokus analisis dan presentasi pada individu-individu atau
kelompok-kelompok bila memang individu atau kelompok
tersebut menjadi unit analisis primer.
5. Mengorganisasi data dengan menjelaskan proses-proses yang
terjadi (seleksi, pengambilan keputusan, komunikasi. dll).
6. Memfokus pengamatan pada isu-isu kunci yang diperkirakan akan
sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan primer Penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, dapat menggunakan analisis induktif:
Analisis induktif ini digunakan dengan alasan : 1) proses induktif
lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana yang
terdapat dalam data: 2) analisis induktif dapat lebih membuat hubungan
antara Peneliti dan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan
dikontrol: 3) analisis induktif lebih dapat menguraikan latar secara
lebih penuh dan dapat menemukan keputusan-keputusan tentang dapat
tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya: 4) analisis induktif lebih
dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-
hubungan: 5) analisis induktif dapat memperhitungkan nilai-nilai secara
eksplisit sebagai bagian dari struktur analisis (Moleong, 2000, h.5).

Perpustakaan Unika


25

E. Uji Kesahihan dan Keandalan
Uji kesahihan dan keandalan dapat dilakukan pada penelitian
kualitatif dan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ketekunan
pengamatan. metode triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi
analisis kasus negatif, kecukupan referensial, pengecekan anggota,
acuan rinci, dan auditing (Moleong, 2000, h.184-187). Pada penelitian ini,
kesahihan dan keandalan akan diuji melalui :
1. Ketekunan pengamatan
Bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi
yang sangat rentan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari,
kemudian pemusatan pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata
lain akan menghasilkan kedalaman pemahaman terhadap permasalahan.
Dalam penelitian ini, ketekunan pengamatan dilakukan di sekolah dan di
rumah subjek.
2. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Digunakan dengan cara mengekspose hasil sementara maupun hasil
akhir penelitian yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan
beberapa teman atau informan, subjek penelitian, dan dosen
pembimbing yang membantu peneliti. Diskusi dilakukan untuk
mendapatkan kebenaran hasil dari penelitian. Dengan begitu, validitas
dari penelitian ini dapat diandalkan.
Perpustakaan Unika
27
BAB IV
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN


A. Persiapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB RCC Dharma Bakti Putra yang
beralamat di J alan Kagok Dalam III/38 Semarang. Peneliti mendapat
rekomendasi tempat dari dosen pembimbing skripsi peneliti setelah melalui
pembicaraan yang cukup lama. Sebelum melakukan survey awal, peneliti
melakukan survey tempat terlebih dahulu karena peneliti belum
mengetahui dimana SLB tersebut berada.
Survey tempat dilakukan pada tanggal 4 J anuari 2008. Kebetulan
waktu itu kepala sekolah SLB tersebut masih ada disana walaupun ternyata
para murid disana sedang libur sekolah sampai tanggal 21 J anuari 2008.
Peneliti hanya menyapa kepala sekolah tersebut sebentar saja dan
mengatakan bahwa peneliti akan datang lagi nanti ketika para murid sudah
masuk sekolah dengan membawa serta surat ijin penelitian dari dosen
pembimbing peneliti maupun surat ijin dari Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang. Pada tanggal 28 J anuari 2008, peneliti
berkunjung lagi ke SLB tersebut dengan membawa surat ijin dari dosen
pembimbing skripsi peneliti. Surat ijin dari Fakultas Psikologi, pada saat
itu, baru saja dimasukkan ke Tata Usaha Fakultas Psikologi sehingga baru
dapat diambil 2 hari setelah itu. Disana, peneliti pertama kali menemui
kepala sekolah SLB tersebut. Oleh beliau, peneliti diajak berkeliling
melihat kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung saat itu.
Perpustakaan Unika


28
Peneliti langsung diajak naik ke lantai 2, tempat dimana murid SMP dan
SMA berada. Ketika peneliti masuk, para murid terlihat berbisik-bisik
sambil berusaha melihat peneliti.
Kemudian peneliti dibawa ke tempat murid SMA berada dan
ternyata murid yang ada disana adalah laki-laki semua. Pada saat itu
mereka sedang diajarkan untuk membuat beberapa anyaman dari kain
bekas. Pelajaran tersebut dihentikan sementara karena kedatangan kami.
Setelah diberi ijin oleh guru kelas dan kepala sekolah, peneliti pun
memperkenalkan diri. Mereka berinteraksi dengan cukup baik. Mereka
selalu aktif bertanya tentang peneliti.
Setelah itu, peneliti berpamitan dan diajak ke ruang di sebelahnya,
yaitu ruang dimana murid SMP berada dan pada saat yang bersamaan,
kepala sekolah di tempat tersebut sudah pergi meninggalkan peneliti disana
bersama dengan guru kelas tersebut. Murid SMPLB ini jumlahnya lebih
banyak dan terdiri dari murid laki-laki dan perempuan. Sekali lagi peneliti
berkenalan dengan mereka. Disana, ada 1 murid perempuan yang terlihat
begitu menonjol. Siswi tersebut merupakan siswi mampu latih. Ketika
peneliti akan berpamitan, siswi tersebut meminta nomor HP peneliti.
Peneliti pun kembali lagi ke ruangan depan di SLB tersebut. Peneliti
juga memperkenalkan diri kepada guru-guru ataupun beberapa pihak yang
ada disana. Orang-orang yang ada disana terlihat ramah dan menyatakan
kesanggupannya untuk membantu peneliti memperoleh data yang
dibutuhkan. Sebelum berpamitan pulang, peneliti juga tidak lupa untuk
meminta data murid-murid yang ada di SLB tersebut berkaitan untuk
pemilihan 3 orang subjek penelitian.
Perpustakaan Unika


29
Kemudian pada tanggal 1 Februari 2008, peneliti kembali lagi
kesana dengan membawa surat ijin dari Fakultas Psikologi. Namun pada
saat itu, peneliti mengajak seorang teman pria yang dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana perhatian murid-murid wanita yang ada disana
terhadap lawan jenis. Peneliti juga ingin mengetahui reaksi mereka ketika
peneliti membawa teman pria. Ketika itu sedang berlangsung kegiatan
Pramuka yang bertempat di lantai 2 SLB tersebut. Peneliti dan teman
peneliti dipersilahkan untuk naik keatas. Kami pun naik. Ternyata mereka
sedang berada di salah satu ruangan yang cukup besar disana. Para murid
duduk di bawah dengan rapi sambil menghadap ke satu arah yaitu tempat
dimana guru mereka berdiri. Setelah tiba disana, mereka langsung ramai
melihat kedatangan kami. Para murid wanita pun berbisik-bisik sambil
melihat ke arah teman pria peneliti. Kemudian, kami pun berjabat tangan
dengan guru yang sedang ada disana. Karena ada murid yang belum
sempat berkenalan dengan peneliti, maka peneliti pun memperkenalkan
diri sekali lagi. Kemudian setelah itu, teman pria peneliti juga
memperkenalkan diri.
Karena peneliti juga ingin mengenal mereka, maka peneliti meminta
mereka untuk memperkenalkan diri kepada kami. Hal ini juga sekaligus
dimanfaatkan peneliti untuk mengenal murid mana yang akan dijadikan
subjek penelitian, setelah sebelumnya, peneliti sudah memilih berdasarkan
biodata murid yang diberikan oleh kepala SLB tersebut pada tanggal 28
Februari 2008.
Setelah selesai berkenalan, peneliti dan teman peneliti pun turun
kembali ke bawah. Namun, kami tidak kembali ke ruangan tempat kami
Perpustakaan Unika


30
pertama kali datang. Kami duduk di ruang tamu SLB tersebut. Tiba-tiba
bunyi bel istirahat berbunyi. Setelah itu, murid-murid berhamburan keluar
kelas. Mereka langsung menyapa kami, dan beberapa murid perempuan
langsung memeluk peneliti serta mengobrol bersama. Tidak lama setelah
itu, mereka pun meminta nomor HP teman pria peneliti, baru kemudian
meminta nomor HP peneliti. Peneliti juga sempat merekam kejadian
tersebut di HP milik peneliti. Namun karena mereka menyadari kamera HP
peneliti, mereka justru bergaya seolah-olah akan difoto dan saling berebut
untuk difoto. Dan ketika peneliti keesokan harinya sedang bermain kesana,
mereka sedang acara menyanyi dan peneliti melihat bahwa mereka justru
saling berebut untuk menyanyi.

B. Pelaksanaan Penelitian
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti memakai subjek wanita
yang sedang menginjak usia puber yaitu sekitar usia 11-15 tahun. Peneliti
memakai subjek anak tunagrahita wanita karena menurut Somantri(2006,
hal.116), anak tunagrahita wanita cenderung kurang dapat menahan diri, di
samping keingintahuan peneliti tentang perilaku seksual anak tunagrahita
wanita. Sedang untuk masa puber sendiri, merupakan masa dimana anak-
anak sedang mengalami perubahan hormon, atau dapat dikatakan, sesuai
dengan pendapat Hurlock(1980, hal.184), merupakan masa peralihan dari
makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Anak tunagrahita disini
merupakan anak tunagrahita mampu didik.
Data yang dipakai peneliti diambil dari hasil observasi dan
wawancara. Wawancara sendiri dilakukan dengan subjek, guru kelas
Perpustakaan Unika


31
subjek, kepala sekolah subjek, dan keluarga subjek. Peneliti melakukan
wawancara dengan 3 orang subjek secara bersama-sama(sekaligus) karena
untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Peneliti sudah mencoba
melakukan wawancara hanya berdua dengan salah seorang anak
tunagrahita. Tetapi anak tersebut justru cenderung menjadi diam padahal
sebelumnya, ia merupakan anak yang tergolong ramai. Suasana cenderung
menjadi kaku dan tidak dapat santai. Oleh karena itu, peneliti
mewawancara subjek secara sekaligus dalam satu waktu agar mereka bisa
lebih santai dan dapat menjawab semua pertanyaan peneliti. Dan ternyata,
para subjek pun dapat bercerita lebih santai dan leluasa. Waktu yang
digunakan pun pada saat jam pelajaran berlangsung. Hal ini dikarenakan
untuk menghindari banyak gangguan dari anak-anak yang lain.
Pada tanggal 2 Februari 2008, peneliti melakukan kunjungan ke
SLB lagi. Peneliti datang sendirian. Ketika itu, murid-murid disana sedang
acara santai yaitu menyanyi. Begitu melihat kehadiran peneliti, beberapa
murid wanita langsung memeluk peneliti dan berebut untuk berbicara
dengan peneliti. Tidak lama setelah itu, peneliti menemui guru yang
sedang mengajar disana dan duduk di sebelahnya. Tiba-tiba beberapa
murid laki-laki maupun perempuan, meminta nomor HP peneliti. Peneliti
sendiri merasa tidak nyaman berada disana karena beberapa murid laki-laki
duduk berdekatan dengan peneliti dan cenderung ingin bersentuhan.
Setelah acara selesai, peneliti pun berpamitan untuk pulang. Kemudian,
pada waktu sore harinya, ada murid SLB yang bernama D menelepon HP
peneliti dan menyatakan bahwa dia kangen, suka, dan sayang dengan
peneliti. Dan yang membuat peneliti merasa sangat tidak nyaman adalah
Perpustakaan Unika


32
ketika ia mengungkapkan bahwa ia ingin datang ke kamar peneliti dan
mengajak bermain. Awalnya peneliti tidak mengetahui maksud dari kata
main yang disebutkan, tetapi akhirnya peneliti mengetahui bahwa
maksud dari kata itu adalah seks. Hal itu membuat peneliti merasa takut
dan menunda kedatangan peneliti untuk datang kesana lagi disamping
peneliti juga sedang disibukkan oleh kegiatan di luar kampus. Namun
ketika kegiatan di luar kampus peneliti selesai dan peneliti merasa lebih
baik, peneliti segera melakukan wawancara walaupun pada saat itu peneliti
meminta teman peneliti untuk menemani.
Dalam wawancara dengan subjek dan guru serta kepala sekolah
SLB tersebut, dapat diperoleh beberapa data yang dibutuhkan. Namun,
ketika dilakukan wawancara dengan keluarga subjek, data yang diperoleh
sangat sedikit. Mereka cenderung tidak mengetahui interaksi subjek
dengan lawan jenisnya.
Peneliti pertama kali melakukan wawancara dengan murid yang
bernama DH pada tanggal 9 Februari 2008. Meskipun murid ini bukanlah
subjek peneliti karena dia merupakan anak tunagrahita mampu latih, tapi
peneliti merasa bahwa perilaku seksual anak tersebut cukup tinggi
sehingga peneliti ingin mengetahui sejauh mana perilaku seksual anak
tersebut. Peneliti pernah melihat dia dipeluk oleh teman SLBnya yang
bernama R. Selain itu, anak tersebut juga cukup sering sms-an dengan
peneliti, menceritakan aktivitasnya sendiri ataupun dengan lawan jenisnya.
Di samping itu, peneliti juga ingin melakukan uji coba wawancara terlebih
dahulu sebelum melakukan wawancara langsung kepada subjek penelitian
untuk mengetahui metode seperti apa yang cocok digunakan untuk
Perpustakaan Unika


33
mewawancara anak tunagrahita. Sebenarnya, anak tersebut ber-IQ
61(berdasar data dari SLB tersebut). Namun, menurut kepala SLB tersebut,
perilaku ataupun interaksi sosialnya, merupakan anak tunagrahita mampu
latih. Maka dari itu, anak tersebut diklasifikasikan ke dalam anak
tunagrahita mampu latih di SLB tersebut. Hal ini juga pernah diungkapkan
oleh kepala SLB tersebut bahwa terkadang data yang dihasilkan oleh tes
IQ kurang valid sehingga dibutuhkan data berdasarkan kemampuan anak
tunagrahita tersebut.
Kemudian pada tanggal 21 Februari 2008, peneliti melakukan
wawancara dengan subjek penelitian secara langsung yaitu 3 orang
sekaligus. Murid yang dipilih menjadi subjek penelitian yaitu L, W, dan N.
Wawancara pun berjalan dengan lancar. Meskipun banyak obrolan yang
kurang dibutuhkan untuk data penelitian, namun ada beberapa data yang
dapat digunakan untuk melengkapi data penelitian.
Pada tanggal 18 Maret 2008, peneliti melakukan wawancara dengan
guru kelas mereka. Dari beliau, diperoleh beberapa data yang dibutuhkan
untuk penelitian. Sebenarnya, sebelum mewawancara guru kelas subjek,
peneliti pernah melakukan pembicaraan singkat atau wawancara dengan
salah satu murid laki-laki di SLB tersebut yaitu A. Pembicaraan tersebut
hanya dilakukan berdua oleh peneliti dan A. Peneliti melakukan
pembicaraan dengan A karena A merupakan salah satu anak laki-laki yang
sering disebut oleh para subjek peneliti. Namun hasil yang diperoleh dari
pembicaraan tersebut kurang bermanfaat. A terlihat diam dan selalu
menundukkan kepala padahal sebelum pembicaraan tersebut dilakukan, A
sempat meminta nomor HP peneliti dan terlihat ramai ketika mengobrol
Perpustakaan Unika


34
dengan peneliti dan teman-teman SLBnya. Hal ini mungkin disebabkan
karena A cenderung merasa malu dan tidak nyaman ketika dihadapkan
hanya berdua dengan peneliti dan terlibat suatu pembicaraan.
Setelah melakukan wawancara dengan guru kelas subjek, pada
tanggal 24 Maret 2008, peneliti mewawancarai kepala SLB tersebut yang
bernama S. Dari beliau juga didapatkan data yang dapat menambah
informasi atau data yang dibutuhkan. Awalnya, peneliti sempat merasa
kesulitan menemui kepala SLB tersebut karena beliau sedang disibukkan
untuk membuat soal ujian untuk anak-anak SLB sehingga beliau sering
tidak berada di SLB.
Kemudian, pada tanggal 29 Maret 2008, peneliti mencari alamat
tempat tinggal subjek penelitian yang bernama subjek W. Karena peneliti
bukan orang Semarang atau mungkin bukan termasuk orang yang
mengenal daerah di kota Semarang, peneliti sempat merasa kesulitan
mencari alamat tempat tinggal tersebut disamping juga tidak ada nomor
tempat tinggal di data yang dimiliki oleh peneliti. Namun akhirnya peneliti
dapat menemukan alamat tempat tinggal tersebut. Disana peneliti bertemu
dengan ibu subjek. Sekitar 3 menit kemudian, ayah subjek datang bersama
subjek. Sebenarnya peneliti ingin mewawancara orang tua ataupun
keluarga subjek tanpa ada subjek di tempat tinggal. Tetapi karena peneliti
terlalu lama mencari alamat tempat tinggal tersebut sehingga waktu yang
digunakan ketika wawancara orang tua W bertepatan dengan ketika W
sudah pulang ke rumah. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena
W juga sibuk bebenah diri ketika sampai di rumahnya. Wawancara
berjalan cukup lancar walaupun data yang diperoleh kurang memuaskan.
Perpustakaan Unika


35
Kemudian pada tanggal 1 April 2008, peneliti berencana untuk
menyelesaikan wawancara dengan keluarga 2 orang subjek penelitian yaitu
keluarga L dan N. Berdasar dari pengalaman sebelumnya, peneliti
berangkat mencari tempat tinggal keluarga subjek lebih pagi. Tempat
tinggal pertama yang dituju hari itu adalah tempat tinggal subjek yang
bernama L. Dengan beberapa kali bertanya pada orang dan melewati jalan
yang sempit, peneliti berhasil menemukan tempat tinggal keluarga L.
Disana, peneliti bertemu dengan kakak sepupu subjek. Akhirnya, peneliti
mewawancara kakak sepupu subjek karena ternyata subjek tidak tinggal
dengan orang tua kandungnya. Data yang diperolehpun kurang begitu
sesuai dengan data yang diharapkan oleh peneliti. Setelah itu, peneliti
melanjutkan untuk mencari tempat tinggal subjek yang terakhir yaitu N.
Alamat tempat tinggal subjek ini tergolong sulit dicari karena melewati
jalan yang sangat sempit dan naik turun. Hal ini menyebabkan peneliti
tidak melanjutkan mewawancarai keluarga N pada hari itu, tetapi peneliti
menunda sampai besok.
Keesokan harinya, yaitu pada tanggal 2 April 2008, peneliti mencari
kembali alamat tempat tinggal N. Hari itu peneliti mengajak teman peneliti
yang bernama T untuk menemani peneliti mencari alamat tempat tinggal N
karena T ini tergolong orang yang mengenal beberapa daerah di kota
Semarang. Akhirnya tempat tinggal subjek pun kami temukan. Ternyata
tempat tinggal subjek cukup sulit dijangkau dengan kendaraan sehingga
kami pun berjalan kaki untuk dapat sampai ke tempat tinggal subjek.
Disana kami bertemu dengan nenek, tante, dan om subjek. Subjek inipun
tidak tinggal dengan orang tua kandungnya. Dari hasil wawancara dengan
Perpustakaan Unika


36
nenek, tante, ataupun om subjek, peneliti tidak memperoleh data yang
cukup untuk mendukung penelitian.























Perpustakaan Unika


37
Daftar Tabel Kegiatan Penelitian

Tanggal Kegiatan/Kunjungan
18 J anuari 2008 Survey tempat
28 J anuari 2008 Mengambil blanko surat ijin penelitian dari
Fakultas Psikologi untuk ditandatangani dosen
pembimbing skripsi peneliti, memberikan surat
ijin dari dosen pembimbing skripsi peneliti ke
SLB, dan observasi awal serta perkenalan
dengan orang-orang di SLB
29 J anuari 2008 Mengantar blanko surat ijin penelitian ke
Fakultas Psikologi yang telah ditandatangani
dosen pembimbing skripsi peneliti
31 J anuari 2008 Mengambil surat ijin penelitian dari Fakultas
Psikologi
1 Februari 2008 Mengantar surat ijin dari Fakultas Psikologi ke
SLB dan mencoba lebih mendekatkan diri
dengan anak-anak disana
2 Februari 2008 Berkunjung ke SLB hanya untuk sekedar
bermain kesana sekaligus mengenal situasi
disana
9 Februari 2008 Wawancara dengan DH, murid SLB yang
mampu latih
21 Februari 2008 Wawancara dengan 3 orang subjek sekaligus
25 Februari 2008 Wawancara dengan anak SLB laki-laki yang
bernama A yang cenderung disebutkan dalam
wawancara dengan subjek
18 Maret 2008 Wawancara dengan guru kelas subjek
24 Maret 2008 Wawancara dengan kepala SLB
29 Maret 2008 Mencari alamat tempat tinggal W dan
melakukan wawancara dengan orang tuanya
1 April 2008 Mencari alamat tempat tinggal L dan N, serta
melakukan wawancara dengan anggota keluarga
L
2 April 2008 Mencari alamat tempat tinggal N untuk yang
kedua kalinya, serta melakukan wawancara
dengan anggota keluarga N


Perpustakaan Unika


38
C. Kancah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa milik Hj. Soemiyati
Himawan. Dulunya, SLB ini bertempat di garasi mobil rumah Ibu Hj.
Soemiyati, namun sekarang sudah dapat berkembang menjadi lebih luas
meskipun tempatnya tergolong terpencil. Untuk dapat sampai di SLB
tersebut, harus melalui jalan yang sempit terlebih dahulu sehingga
mobilpun sulit untuk bisa mencapai depan SLB tersebut. Di SLB tersebut
tidak mempunyai halaman yang cukup luas. Bangunannyapun tidak
seluruhnya berasal dari campuran batu bata dan semen, tetapi ada juga
yang terbuat dari kayu. Untuk ruang kelasnyapun tergolong sempit karena
jumlah muridnya sedikit, sekitar 6-8 orang per kelas, dan ruangan tersebut
sudah terlihat sempit, tidak banyak tempat yang kosong.
Selain disana ada 5 tempat yang digunakan untuk kegiatan belajar-
mengajar yang rutin dilakukan, juga terdapat ruang tamu, ruang komputer,
ruang penyimpanan data/berkas penting, kantin, dan sebuah ruangan yang
cukup besar yang sering digunakan untuk acara santai murid-murid disana.
Tidak ada ruangan pasti untuk berkumpulnya guru-guru yang mengajar
disana ketika jam istirahat. SLB tersebut lebih mirip sebuah rumah
dibandingkan dengan sebuah sekolah kebanyakan. Meskipun demikian,
guru-guru disana tergolong ramah dan bersahabat. Mereka mampu
menangani maupun membimbing anak-anak tersebut dengan penuh
kesabaran.
J adwal belajar murid-murid disana, bervariasi, tergantung dari
kelasnya. Untuk anak SD, waktu pulang sekolahnya yaitu pukul 11.30
WIB; sedangkan untuk anak SMP dan SMA yaitu pukul 12.00 WIB.
Perpustakaan Unika


39
Kegiatan belajar-mengajar disana sedikit berbeda dengan sekolah-sekolah
kebanyakan. Untuk hari J umat dan Sabtu adalah acara santai bagi murid-
murid disana, tidak ada mata pelajaran wajib yang harus mereka kerjakan.
Biasanya hari J umat diisi dengan kegiatan Pramuka yang sering dilakukan
di dalam ruangan. Berbeda dengan kegiatan Pramuka sekolah-sekolah
biasa yang lain yang kegiatan Pramukanya dilakukan di luar ruangan dan
biasanya pada sore hari serta dibimbing oleh anak-anak yang kelasnya
lebih tinggi. Namun disini, yang mengajarkan adalah guru SLB dan
materinyapun tergolong sangat sederhana. Kegiatannyapun dilakukan di
dalam ruangan di lantai 2 SLB tersebut serta pada waktu pagi hari. Acara
selanjutnya setelah itu biasanya bervariatif, tidak tentu, tergantung dari
guru-guru yang mengajar disana. Begitu pula untuk hari Sabtu, hanya
bedanya di hari ini tidak ada kegiatan Pramuka. Dalam hal ini, untuk
subjek N sampai sekarang masih kelas 4 SDLB dan subjek L serta W
masih kelas 5 SDLB.
J umlah murid di SLB tersebut tergolong sedikit, yaitu antara 6-8
orang per kelasnya. Meskipun jumlahnya tergolong sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah murid di sekolah-sekolah biasa, namun justru
lebih sulit mengajar anak tunagrahita dalam jumlah yang sedikit
dibandingkan dengan mengajar anak-anak biasa dalam jumlah yang lebih
banyak. Mengajar yang dimaksud bukan hanya mengajar mata pelajaran
wajib, tetapi juga mengajarkan tentang semua hal baik itu mata pelajaran
wajib ataupun pelajaran tentang perilaku. Disamping karena IQ mereka
yang tergolong rendah, interaksi dengan lingkungan sekitarnyapun cukup
sulit untuk mereka lakukan dengan baik. Guru-guru yang ada disana
Perpustakaan Unika


40
dituntut untuk dapat lebih bersabar dalam menyampaikan sesuatu karena
anak-anak tersebut tidak mudah untuk menangkap suatu pembelajaran.
Sehingga untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak tersebut harus
dilakukan secara berulang kali.
Perpustakaan Unika
41
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
1. Subjek 1
a. Identitas Subjek
Nama : L
Umur : 14 Tahun
Tempat, tanggal lahir : Semarang, 20 September 1993
J enis kelamin : Perempuan
b. Hasil Observasi
Subjek merupakan anak yang tergolong kurus, berkulit
putih, memiliki potongan rambut pendek seperti laki-laki.
Dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, subjek juga
tergolong anak yang cukup tinggi. Namun, subjek tergolong
anak yang pendiam. Hal ini dapat dilihat pada awal peneliti
bertemu dengan subjek yaitu pada tanggal 1 Februari 2008,
subjek hanya memandang peneliti. Ketika itu peneliti sedang
mengobrol bersama teman-teman subjek sedangkan subjek
hanya diam saja. Peneliti pun kurang memperhatikan subjek.
Namun ternyata ketika peneliti sedang melihat rekaman video di
HP peneliti, peneliti melihat subjek sedang ikut bersama teman-
temannya yang meminta nomor HP teman pria peneliti
meskipun subjek sendiri tidak ikut meminta(menyerahkan kertas
Perpustakaan Unika


42
untuk diisi nomor HP teman pria peneliti). Di hari selanjutnya
yaitu tanggal 2 Februari 2008 ketika peneliti sedang berkunjung
kesana pada saat acara santai menyanyi, subjek sudah dapat
mengobrol bersama peneliti dan teman-temannya meskipun
hanya obrolan singkat saja. Disana, subjek cenderung duduk
diam diantara teman-teman wanitanya. Ketika bermain dengan
teman-temannya, subjek tergolong hanya mengikuti kemana
teman-temannya pergi dan tertawa ketika temannya tertawa.
Ketika peneliti mewawancara subjek, subjek pun terlihat
lebih banyak diam. J awaban yang diberikan pun tergolong
singkat dan wajah subjek ketika diwawancara cenderung lebih
banyak menunduk. Dia cenderung hanya mengikuti obrolan
teman-temannya dibanding berinisiatif untuk memulai suatu
pembicaraan/obrolan.
Di rumah, subjek juga dikenal sebagai anak yang
pendiam. Hal ini didukung oleh pernyataan dari kakak sepupu
subjek yang tinggal bersama subjek. Di lingkungan rumahnya,
subjek jarang bermain dengan teman-teman seusianya namun
tergolong sering bermain dengan teman-teman SLBnya. Hal ini
biasa dilakukan subjek ketika sore hari setelah pulang dari
sekolah. Biasanya, mulai jam 7 pagi sampai jam setengah 12,
subjek bersekolah seperti biasa. Kemudian subjek langsung
pulang ke rumah dan pada sore harinya, subjek kembali lagi ke
SLB karena ada Paket A. J adi, subjek lebih sering menghabiskan
waktu bermainnya di sekolahan bersama teman-teman SLBnya.
Perpustakaan Unika


43
c. Hasil Wawancara
Latar Belakang Subjek menurut data dan informasi dari
keluarga
Subjek lahir di Semarang pada tanggal 20 September
1993. Menurut data yang ada di SLB, subjek memiliki IQ 61 dan
masuk ke kategori siswi yang mampu didik. Di Semarang,
subjek tinggal bersama keluarga ibunya yang beralamat di J alan
J omblang Perbalan 703 Semarang. Namun, subjek tidak tinggal
bersama dengan ibunya karena ibu subjek bekerja di daerah
Tegalsari dan jarang pulang ke rumah. Kalaupun pulang, sekitar
1 bulan sekali. Dan sampai saat ini subjek tinggal bersama
nenek, kakak ibunya dan suami, kakak sepupu subjek dan suami
beserta anaknya.
Orang tua subjek sudah lama tidak tinggal serumah.
Subjek sering berselisih ketika tinggal bersama dan kebetulan
subjek sering melihat perselisihan tersebut hingga beberapa
tahun yang lalu, orang tua subjek tidak tinggal bersama namun
sampai sekarangpun orang tua subjek belum resmi bercerai.
Meskipun demikian, ibu subjek juga belum menikah lagi
sedangkan ayah subjek juga sudah tidak pernah berkunjung ke
rumah keluarga subjek lagi. Subjek merupakan anak satu-
satunya.
Menurut pernyataan kakak sepupu subjek, subjek menjadi
tergolong anak tunagrahita karena sering melihat orang tuanya
berselisih dan karena subjek jarang bermain dengan teman-
Perpustakaan Unika


44
teman di sekitar rumahnya. Tidak ada gejala apapun yang
menunjukkan bahwa subjek akan mengalami cacat mental.
Subjek merupakan anak yang pendiam. Dulunya, subjek pernah
sekolah di SD biasa, bukan SDLB, namun hampir setiap tahun
tidak naik kelas. Guru di SD tersebut juga mengatakan agar
subjek disekolahkan di SLB saja. Lalu kakak sepupu subjek
membawa subjek untuk diperiksa IQ-nya di rumah sakit
Karyadi. Dan ternyata hasilnya sekitar 63%. Dari sini dokter di
sana pun merekomendasikan agar subjek disekolahkan di SLB
saja. Hingga akhirnya subjek dimasukkan ke SLB pada saat
subjek menginjak kelas 5. Sampai sekarang, subjek sudah 1
tahun di SLB tersebut. Dan menurut pengakuan dari kakak
sepupu subjek, subjek sudah menunjukkan kemajuan. Sekarang,
subjek sudah dapat sedikit menguasai hitung-hitungan.

Perilaku terhadap Lawan Jenis
Dengan Subjek
Ketika Peneliti mewawancara subjek, subjek mengaku
bahwa ia belum pernah mempunyai rasa suka kepada teman laki-
laki subjek walaupun teman subjek mengatakan bahwa subjek
sudah pernah mempunyai rasa suka terhadap lawan jenis.
Menurut pernyataan subjek N, subjek L sudah pernah berpacaran
dengan teman laki-laki di SLB tersebut namun subjek L
membantahnya. Meskipun demikian, subjek L pernah
berpegangan tangan dengan lawan jenis.
Perpustakaan Unika


45

Dengan Guru Kelas
Menurut guru kelas subjek, subjek merupakan anak yang
penurut dan lebih mudah diberi nasihat bila dibandingkan
dengan 2 orang subjek penelitian yang lain.

Dengan Keluarga Subjek
Menurut kakak sepupu subjek, subjek tergolong anak
yang pendiam dan jarang bermain dengan anak-anak seusianya
ketika berada di lingkungan rumahnya. Subjek hanya bermain
dengan teman-teman SLBnya saja baik laki-laki maupun
perempuan dan tidak pernah berkomunikasi dengan teman-
temannya itu melalui telepon ataupun sms. Kakak sepupu subjek
ini juga mengatakan bahwa ia kurang mengetahui tentang
interaksi subjek dengan lawan jenis karena kakak sepupu subjek
juga terkadang pergi untuk bekerja.
d. Analisa Kasus
Subjek merupakan anak yang pendiam bila dibandingkan
dengan teman-teman SLBnya yang lain. Ketika diwawancarapun
subjek cenderung kurang banyak berbicara bila dibandingkan
dengan 2 orang subjek yang lain. Subjek juga belum pernah
menyukai lawan jenisnya namun sudah pernah berpegangan
tangan dengan lawan jenis. Diantara teman-temannya, subjek
cenderung lebih mudah diberi nasihat. Di lingkungan rumahpun
Perpustakaan Unika


46
subjek juga merupakan anak yang pendiam dan jarang bermain
dengan teman-teman seusianya.
Keluarga subjek yang tinggal dengan subjek juga kurang
mengetahui interaksi subjek dengan lawan jenisnya. Dan
menurut penuturan kakak sepupu subjek, subjek tidak memiliki
teman laki-laki selain teman laki-laki di SLB tempat subjek
bersekolah.


















Perpustakaan Unika


47
TABEL MATRIKS SUBJEK L

Spontan IQ rendah Agresif
Spontan -

++


++
IQ rendah -

++
Agresif -


Keterangan :
+ : Intensitas lemah
++ : Intensitas sedang
+++ : Intensitas kuat
Perpustakaan Unika


48
BAGAN PERILAKU SEKSUAL SUBJEK L













































Orang tua kurang memberi
pemantauan(ayah dan ibu
berpisah rumah sejak
subjek masih kecil)
Anggota keluarga(pihak
ibu)yang serumah, sibuk
Subjek cenderung banyak
diam
Keluarga
Guru sering memberikan
pengarahan
Subjek jarang berinteraksi
dengan teman laki-laki di
SLB

Sekolah
Dinamika Perilaku Seksual
Pegangan tangan

Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Perpustakaan Unika


49
2. Subjek 2
a. Identitas Subjek
Nama : W
Umur : 12 Tahun
Tempat, tanggal lahir : Semarang, 9 September 1995
J enis kelamin : Perempuan
b. Hasil Observasi
Pada awal pertemuan yaitu pada tanggal 1 Februari 2008,
rambut subjek masih tergolong panjang(sekitar 10 cm dari bahu)
dan lurus. Namun pada saat diwawancara, rambut subjek sudah
dipotong menjadi sebahu. Kulit subjek berwarna coklat dan
badan subjek cukup proporsional(tidak gemuk atapun tidak
kurus). Diantara subjek penelitian yang lain, subjek W ini
terlihat sering memakai aksesoris seperti anting-anting, gelang,
kalung, bando ataupun jepitan rambut. Terkadang, subjek tidak
hanya memakai 1 gelang saja, tetapi memakai cukup banyak
gelang. Aksesoris yang dipakai subjek juga kebanyakan terbuat
dari bahan plastik dan berwarna-warni.
Ketika peneliti pertama kali bertemu dengan subjek yaitu
pada tanggal 1 Februari 2008, subjek bersama subjek N, pada
saat acara Pramuka sudah selesai, menemui peneliti di lantai
bawah dan mengajak peneliti mengobrol. Ketika itu peneliti
sedang berdiri di sebelah ruangan dekat ruang tamu sedangkan
teman pria peneliti duduk di ruang tamu SLB tersebut. Disana
tidak hanya subjek saja, tetapi juga ada beberapa teman-teman
Perpustakaan Unika


50
subjek yang ikut mengobrol dengan kami(peneliti dan subjek).
Tidak selang berapa lama, subjek menengok ke arah teman pria
peneliti dan menanyakan ulang namanya. Subjek cukup sering
melihat ke arah teman pria peneliti. Setelah itu, subjek bertanya
nomor HP teman pria peneliti kepada peneliti. Penelitipun
tersenyum dan mengatakan agar subjek meminta sendiri kepada
teman pria peneliti. Tiba-tiba saja subjek langsung ke kelas
masing-masing dan menyobek kertas dari buku subjek, lalu
mendatangi teman pria peneliti dan mengatakan bahwa subjek
ingin meminta nomor HPnya, dalam hal ini, subjek W termasuk
di dalamnya.
Pada hari berikutnya ketika peneliti sedang bermain
kesana, yaitu tanggal 2 Februari 2008, subjek bersama teman-
temannya sedang melakukan aktivitas santai yaitu menyanyi.
Begitu melihat peneliti, subjek langsung mendekati peneliti dan
mengajak mengobrol bersama teman-temannya. Ketika itu
peneliti melihat bahwa subjek ternyata sedang berebut untuk
menyanyikan lagu(berkaraoke) dengan teman-temannya. Ketika
subjek selesai menyanyi, subjek lebih cenderung duduk diantara
teman laki-lakinya. Dalam interaksinya dengan teman-temannya,
subjek juga lebih cenderung mengikuti temannya, dalam hal ini
subjek N, namun subjek bukan tergolong anak yang pendiam.
Subjek dapat mengobrol ataupun memulai obrolan dengan orang
lain.
Perpustakaan Unika


51
Pada saat diwawancara, pada awalnya subjek cukup
sering menundukkan wajahnya dan diam ketika sedang diajak
mengobrol oleh peneliti. Namun lama-kelamaan, subjek sudah
dapat mengobrol seperti yang biasa dilakukan subjek pada saat-
saat sebelum sesi wawancara dengan peneliti.
Di lingkungan rumahnya, subjek hanya memiliki 1 teman
bermain yaitu anak kecil. Menurut orang tua subjek, teman-
teman SLB subjek termasuk cukup sering bermain ke rumah
subjek terlebih lagi kalau jam pulang sekolah menjadi lebih
awal, sedangkan subjek sendiri tidak pernah bermain di sekitar
rumahnya. Di rumah, subjek juga cukup sering sms-an dengan
teman laki-laki di SLBnya. Kebetulan pada saat peneliti ke
rumah subjek untuk mewawancara orang tua subjek, bertepatan
dengan waktu kepulangan subjek. Pada hari itu, subjek sedang
menstruasi namun dia tidak memakai pembalut. Baru setelah
ibunya memintanya untuk memakai pembalut dan mengganti
celananya yang terkena banyak noda darah, subjek baru
mengganti celananya dan memakai pembalut.
Ketika peneliti mewawancara orang tua subjek, subjek
cenderung diam saja dan lebih banyak tersenyum. Namun
setelah orang tua subjek pergi sebentar, subjek bercerita banyak
hal dengan peneliti seputar aktifitasnya di sekolah hari itu. Salah
satunya subjek menceritakan bahwa pada hari itu subjek N tidak
langsung pulang ke rumah karena akan pergi ke tempat teman
Perpustakaan Unika


52
laki-lakinya(bukan teman SLB) yang berada di dekat simpang
lima.
c. Hasil Wawancara
Latar Belakang Subjek menurut data dan informasi dari
keluarga
Subjek lahir di Semarang pada tanggal 9 September 1995.
Menurut data yang ada di SLB, IQ subjek antara 55-56 dan
subjek tergolong siswi mampu didik. Subjek tinggal bersama
orang tua dan kakak-kakaknya yang beralamat di J angli Perbalan
RT 6 RW 6 Semarang. Ayah subjek bekerja sebagai supir ojek
dan ibu subjek mempunyai sebuah warung kecil di dekat
pangkalan ojek suaminya.
Subjek mempunyai 1 orang kakak laki-laki dan 1 orang
kakak perempuan. Sekarang, kakak laki-laki subjek bekerja di
sebuah pabrik di Kabupaten Semarang, sedangkan kakak
perempuan subjek menjadi seorang pelayan di sebuah rumah
makan yang cukup besar di kota Semarang. Semua kakak subjek
bersekolah di sekolah untuk anak-anak normal.
Menurut pernyataan ibu subjek, beliau kesulitan
mengeluarkan subjek ketika proses melahirkan sehingga
akhirnya subjek terpaksa divacum. Berat badan subjek pada saat
dilahirkan sekitar 4 kilogram. Sebenarnya kakak-kakak subjek
juga lahir dengan berat badan yang hampir sama, yaitu sekitar
3,9 kilogram dan 4 kilogram.
Perpustakaan Unika


53
Sekitar umur 8 bulan, subjek sering kejang-kejang.
Terkadang sampai 3 kali dalam sehari. Hal ini berlangsung
sampai usia subjek menginjak 1 tahun. Kemudian orang tua
subjek membawa subjek ke LPT milik Unika Soegijapranata di
jalan Imam Bonjol. Namun karena dinilai terlalu mahal oleh
orang tua subjek, maka orang tua subjek membawa subjek ke
rumah sakit Elisabeth untuk diperiksa. Dari hasil USG, dokter
mendiagnosa bahwa subjek terserang virus sejenis Ephilepsi.
Mulai dari hal ini, subjek rutin meminum obat selama hampir 3
bulan. Kemudian karena ibu subjek merasa kasian apabila subjek
meminum obat terlalu banyak, maka ibunya menghentikan
pemakaian obat subjek. Namun ternyata, walaupun obat
dihentikan, subjek tetap baik-baik saja dan tidak kejang-kejang
lagi sampai saat ini.
Awalnya, subjek bersekolah di sekolah biasa. Namun ibu
subjek merasa bahwa anaknya tidak cukup pintar untuk
bersekolah di SD tersebut dan juga subjek sering bercerita
bahwa ia tidak memiliki teman di sekolah tersebut. Sehingga hal
ini menyebabkan subjek sering malas-malasan untuk pergi
sekolah dan hampir dapat dikatakan tidak pernah bahagia ketika
bersekolah di SD tersebut. Ketika ayah subjek ingin
memindahkan subjek, guru di SD tersebut menahan agar tidak
dipindahkan dengan alasan bahwa subjek masih dapat mengikuti
pelajaran disana hanya agak lama mengertinya dan gurunya
harus sabar dalam menerangkannya.
Perpustakaan Unika


54
Namun subjek hanya sekolah di SD tersebut sampai kelas
3 saja. Setelah itu, subjek pindah ke SLB. Di SLB ini, subjek
menjadi lebih ceria dan susah apabila diajak membolos oleh
orang tuanya. Teman-teman subjek kebanyakan adalah teman-
teman dari SLB, sedangkan teman di sekitar rumahnya hanya 1
orang dan itupun adalah seorang anak kecil.

Perilaku terhadap Lawan Jenis
Dengan Subjek
Dari ketiga orang subjek, subjek W termasuk anak yang
banyak memiliki pacar, bahkan terkadang subjek berpacaran
dengan lebih dari 1 anak dalam satu waktu. Subjek juga sudah
pernah dibelikan beberapa barang oleh para pacarnya. Selain itu,
subjek juga pernah memberikan bunga untuk teman laki-lakinya
di SLB. Dalam hal ini, subjek mengakui bahwa ia sudah pernah
mempunyai perasaan suka terhadap lawan jenis. Menurut
pernyataan subjek L(subjek W tidak membantah), subjek W
pernah memegang tangan teman laki-laki di SLB ketika teman
laki-lakinya tersebut sedang sakit sambil menanyakan
penyakitnya, bahkan subjek sampai menangis. Subjek ketika
berpacaran, biasanya di lantai 2 atau kalau tidak di tempat
berenang.
Subjek juga pernah pergi bersama teman-teman SLBnya
ke Indomaret dan Hero sambil dipegang tangannya oleh teman
laki-lakinya yang lain. Selain itu, subjek L(subjek W juga tidak
Perpustakaan Unika


55
membantah) juga mengatakan bahwa subjek W pernah ketika
berpacaran di lantai atas, diajak njot-njotan oleh teman prianya
tersebut dan alat kelamin serta payudara subjek dipegang-
pegang. Ternyata yang melakukan hal tersebut kepada subjek
bukan hanya teman prianya tersebut saja, tetapi juga teman laki-
laki subjek yang lain.

Dengan Guru Kelas
Menurut guru kelas subjek, subjek tergolong anak yang
over jika mengenai lawan jenis. Hal ini menurut guru kelas
subjek mungkin disebabkan karena pengaruh dari sinetron.
Subjek juga pernah mengatakan bahwa ia disayang dan dicium.

Dengan Keluarga Subjek
Menurut orang tua subjek, subjek hanya memiliki 1
teman bermain di lingkungan rumahnya dan itupun anak yang
masih kecil. Orang tua subjek juga mengatakan bahwa subjek
kurang mengetahui masalah interaksi anaknya dengan teman
laki-lakinya ketika berada di sekolah. Tetapi kalau di rumah,
subjek merupakan anak yang biasa dan baik-baik saja.
Pada awalnya, orang tua subjek justru bertanya kepada
Peneliti mengenai hubungan anak perempuan dengan anak laki-
laki ketika berada di sekolahan. Dan orang tua subjek pun
mengatakan bahwa subjek pernah mengatakan rasa
kekhawatiran subjek terhadap anaknya ketika bersama dengan
Perpustakaan Unika


56
anak laki-laki di SLB kepada guru kelas subjek. Di samping itu,
menurut penuturan dari orang tua subjek, subjek juga pernah
saling ber-sms dan ber-telepon dengan teman laki-lakinya di
SLB namun hanya sebatas pertanyaan biasa, tidak macam-
macam.
Ketika di rumah, subjek tidak pernah bermain apalagi
dengan anak laki-laki. Subjek biasanya bermain dengan teman-
teman SLBnya. Terkadang bila subjek pulang lebih awal, subjek
bermain ke rumah subjek.

d. Analisa Kasus
Ketika pertama kali bertemu peneliti, subjek sudah
banyak mengajukan pertanyaan baik itu berkaitan dengan diri
peneliti ataupun teman pria peneliti yang datang bersama
peneliti. Bahkan sampai ketika wawancara dilakukan, subjek
juga masih menanyakan tentang teman pria peneliti tersebut.
Subjek mengakui bahwa ia sudah pernah menyukai lawan
jenisnya. Subjek juga tidak membantah ketika subjek L
mengatakan bahwa subjek pernah berpegangan tangan serta
payudara dan alat kelamin subjek dipegang oleh teman laki-laki
di tempat subjek bersekolah. Namun ketika peneliti mengajukan
pertanyaan tentang apakah subjek pernah pergi berdua dengan
teman laki-lakinya, subjek membantahnya namun kemudian
subjek L mengingatkan bahwa subjek pernah pergi bersama-
sama dengan teman laki-laki subjek dan disana subjek juga
Perpustakaan Unika


57
bergandengan tangan dengan teman laki-lakinya tersebut.
Menurut pernyataan kepala sekolah subjek, hal tersebut dapat
terjadi karena subjek lupa akan peristiwa tersebut. Beliau
mengatakan bahwa anak-anak SLB terkadang dapat mengingat
apa yang pernah terjadi pada diri subjek namun terkadang juga
mudah untuk lupa. Lokasi yang biasa dipakai untuk berpacaran
ketika di sekolahan adalah di lantai atas ketika situasi disana
sedang kosong atau tidak ada guru yang berjaga disana.
Di lingkungan sekolah, subjek tergolong anak yang lebih
over bila dibandingkan dengan beberapa teman yang lain bila
berinteraksi dengan lawan jenisnya. Guru kelas subjek juga
selalu berkonsultasi(bertukar cerita) dengan orang tua subjek
mengenai perilaku subjek di sekolah namun ketika Peneliti
menanyakan hal tersebut, orang tua subjek mengatakan bahwa
subjek kurang mengetahui interaksi anaknya dengan lawan jenis
ketika di sekolahan padahal ibu subjek mengatakan kepada
Peneliti bahwa beliau mengkhawatirkan interaksi anaknya
dengan anak laki-laki dan hal tersebut sudah disampaikan
kepada guru kelas subjek. Orang tua subjek juga mengatakan
bahwa subjek biasa-biasa saja ketika di rumah dan tidak
mempunyai teman laki-laki selain teman laki-laki di SLB tempat
subjek bersekolah.



Perpustakaan Unika


58
TABEL MATRIKS SUBJEK W


A B C D E F G
A -

+++


+++


++
-

+


+++
B -

++


++
- -

++
C -

++
- -

+++
D -

++


++


+++
E -

++
-
F - -
G -

Keterangan :
A : Tidak punya rasa malu
B : Spontan
C : Agresif
D : IQ rendah
E : Mudah lupa
F : Bohong
G : Nafsu besar

+ : Intensitas lemah
++ : Intensitas sedang
+++ : Intensitas kuat
Perpustakaan Unika


59
BAGAN PERILAKU SEKSUAL SUBJEK W












































Orang tua memberikan
pemantauan
Kakak-kakak subjek
memperhatikan subjek
Hanya mempunyai teman 1
orang anak kecil
Para tetangga sering
mengatakan bahwa subjek
adalah anak yang
bodoh/idiot
Keluarga
Guru sering memberikan
pengarahan
Subjek sering berinteraksi
dengan teman laki-laki di
SLB

Sekolah
Dinamika Perilaku Seksual
Pegangan tangan
Ingin berdekatan dan bersentuhan
secara fisik
Pelukan
Rabaan daerah vital
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Perpustakaan Unika


60
3. Subjek 3
a. Identitas Subjek
Nama : N
Umur : 12 Tahun
Tempat, tanggal lahir : Semarang, 24 Mei 1996
J enis kelamin : Perempuan
b. Hasil Observasi
Subjek N memiliki kulit yang berwarna coklat cenderung
hitam, beralis tebal, dan berambut keriting sebahu. Subjek N
merupakan anak yang tergolong kecil bila dibandingkan dengan
subjek penelitian yang lain. Badan subjek N, kecil dan kurus.
Diantara ketiga subjek, subjek N tergolong anak yang
suka mengobrol dan ramai. Ketika Peneliti pertama kali bertemu
dengan subjek pada tanggal 1 Februari 2008, setelah acara
Pramuka selesai, subjek merupakan anak yang tiba-tiba saja
memeluk peneliti. Subjek pun terlihat sering mengajukan
beberapa pertanyaan kepada peneliti dan cukup sering melihat
ke arah teman pria peneliti.
Subjek merupakan anak yang pertama kali meminta
nomor HP teman pria peneliti. Dan ketika peneliti datang
berkunjung ke SLB lagi yaitu pada tanggal 2 Februari 2008,
subjek juga tiba-tiba memeluk peneliti begitu melihat peneliti
berada di dekatnya dan langsung mengajukan beberapa
pertanyaan juga.
Perpustakaan Unika


61
Pada saat diwawancara, subjek adalah anak yang sering
menjawab pertanyaan walaupun terkadang pertanyaan tersebut
ditujukan untuk teman subjek (subjek penelitian yang lain).
Ketika ditanya suatu hal, subjek menjawabnya dengan cukup
panjang, bahkan terkadang kurang sesuai dengan pertanyaan
yang diajukan. Nada bicara subjek tergolong keras. Selama
diwawancara, subjek terkadang pergi keluar dan terkadang juga
menggoda teman subjek. Salah satu contohnya pada saat
wawancara, subjek menyembunyikan bando milik subjek W.
Ketika wawancarapun subjek juga menceritakan sedikit keadaan
atau kondisi di rumah ataupun keluarga subjek. Dan di akhir
wawancara, Peneliti melihat bahwa subjek N mencium subjek
W. Dalam berinteraksi dengan teman-teman SLBnya, subjek
cenderung menjadi penggerak atau dapat dianggap sebagai anak
yang mencetuskan sebuah ide.
Di rumah, subjek tidak tinggal dengan orang tua
kandungnya. Dan menurut pernyataan dari tantenya, subjek N
tidak mempunyai interaksi dengan teman-teman di sekitar
rumahnya. Interaksinya hanya dengan teman-teman SLB dan
gerejanya. Subjek N juga sering terlambat pulang ke rumah.
Terkadang sampai rumah baru jam 1, bahkan pernah sampai jam
3 sore.



Perpustakaan Unika


62
c. Hasil Wawancara
Latar Belakang Subjek menurut data dan informasi dari
keluarga
Subjek lahir di Semarang pada tanggal 24 Mei 1996.
Menurut data yang terdapat di SLB, IQ subjek yaitu sekitar 63
dan subjek tergolong siswi yang mampu didik. Subjek tidak
tinggal bersama orang tua kandungnya melainkan tinggal
bersama keluarga dari ibunya yang beralamat di J alan Kawi
III/52 RT 3/IV Tegalsari Semarang. Disini, subjek tinggal
bersama nenek, kakak ibunya dan keluarga, serta tantenya dan
keluarga.
Ayah subjek berasal dari Irian J aya sedangkan ibunya
merupakan orang Semarang. Semenjak subjek berusia 1 tahun,
ayah subjek sudah tidak pernah lagi menjalin komunikasi
dengan pihak keluarga ibu subjek sehingga keluarga ibu subjek
tidak mengetahui kabar berita mengenai ayah subjek. Sedangkan
ibu subjek sekarang sudah menikah dengan seorang pria dan
memiliki 3 orang anak serta tinggal di Cepu. Ketiga adik subjek
tumbuh secara normal. Subjek sendiri tidak dimasukkan ke
dalam Kartu Keluarga(KK) milik ibu kandungnya melainkan
dimasukkan ke dalam KK milik anak pertama dari neneknya
sebagai anak bungsu.
Subjek merupakan anak yang dilahirkan tanpa adanya
sebuah ikatan pernikahan yang resmi. Dan oleh ibunya, ketika
subjek masih berada di dalam kandungan, subjek berusaha
Perpustakaan Unika


63
digugurkan oleh ibunya dengan berbagai upaya namun tidak
berhasil.
Dulunya, subjek pernah bersekolah di sekolah biasa
namun ternyata disana subjek sempat 2 kali tidak naik kelas.
Karena itu kemudian subjek dikeluarkan oleh pihak sekolah dan
oleh keluarganya, subjek diajak untuk mengikuti tes psikologi di
gereja yang biasa subjek datangi. Dari hasil tes tersebut, IQ
subjek sekitar 65. Dan karena itulah subjek dimasukkan ke SLB.
Di lingkungan tempat tinggal subjek, subjek sangat jarang
memiliki teman bermain. Yang biasa bermain hanya anak-anak
kecil dari gerejanya dan itupun juga hanya 1 minggu sekali.
Selain itu teman subjek adalah teman-teman di SLBnya saja.

Perilaku dengan Lawan Jenis
Dengan Subjek
Pada awalnya, subjek selalu mengaku kepada peneliti
bahwa ia belum pernah menyukai anak laki-laki dan mengatakan
bahwa kedua subjek yang lain-lah yang pernah menyukai anak
laki-laki; tetapi ketika akhir wawancara, subjek mengatakan
bahwa ia menyukai salah seorang teman laki-laki subjek yang
ada di SLB.

Dengan Guru Kelas
Menurut guru kelas subjek, subjek tergolong anak yang
over jika mengenai lawan jenis. Hal ini menurut guru kelas
Perpustakaan Unika


64
subjek mungkin disebabkan karena pengaruh dari sinetron.
Subjek juga pernah mengatakan bahwa ia disayang dan dicium.

Dengan Keluarga Subjek
Di lingkungan rumahnya, subjek memiliki teman tetapi
anak kecil. Subjek juga terkadang seminggu sekali bermain
dengan teman-teman gerejanya. Subjek tidak mempunyai teman
bermain laki-laki di lingkungan rumahnya. Tetapi sepengetahuan
tante subjek, bila di sekolahan, subjek akrab dengan teman laki-
lakinya.
Menurut tante subjek, jika ketika pulang sekolah subjek
tidak dijemput, subjek sering pulang terlambat bahkan bisa
sampai sore. Ketika ditanya, subjek mengatakan bahwa subjek
pergi ke rumah gurunya. Dan menurut tantenya, subjek sering
berbohong.

d. Analisa Kasus
Bila dibandingkan dengan 2 orang subjek penelitian yang
lain, subjek N ini cenderung mendominasi pembicaraan baik
ketika sedang dilakukan wawancara ataupun pada saat-saat
santai dengan peneliti. Perkataan subjek cenderung diikuti oleh
kedua subjek yang lain. Hal ini dilihat ketika subjek N ini
mengatakan agar semua temannya untuk diam dan berpura-pura
tidak mendengar ucapan peneliti ketika wawancara, 2 orang
subjek yang lain mengikutinya. Selain itu, subjek N ini juga
Perpustakaan Unika


65
cukup sering menjawab pertanyaan yang bukan ditujukan untuk
dirinya. Subjek juga terkadang mengingatkan ketika subjek yang
lain melupakan suatu peristiwa yang sedang ditanyakan oleh
peneliti.
Pada awalnya, subjek tidak mengakui bahwa subjek
pernah mempunyai rasa suka terhadap lawan jenis. Ketika
peneliti menanyakan untuk yang kedua kalinya, subjek tetap
mengatakan bahwa ia belum pernah menyukai lawan jenisnya.
Tetapi ketika wawancara hampir selesai, subjek mengatakan
bahwa ia menyukai teman laki-laki subjek yang bersekolah di
SLB tempat subjek bersekolah juga.
Di lingkungan sekolah, subjek juga tergolong anak yang
over dalam berinteraksi dengan lawan jenisnya bila
dibandingkan dengan beberapa temannya yang lain. Subjek juga
pernah mengatakan kepada guru kelasnya bahwa ia dicium dan
disayang. Sedang menurut keluarga subjek, subjek tidak
mempunyai teman laki-laki di lingkungan rumahnya. Tante
subjek juga mengatakan bahwa ia kurang mengetahui pergaulan
subjek dengan laki-laki ketika berada di sekolah. Yang
diketahuinya hanya bahwa subjek akrab dengan anak laki-laki
disana. Subjek juga cukup sering pulang terlambat bila sedang
tidak dijemput oleh om subjek. Tante subjek juga
mengkhawatirkan pergaulan subjek dengan anak laki-laki di
SLB tempat subjek bersekolah karena tantenya beranggapan
bahwa anak laki-laki disana berbahaya.
Perpustakaan Unika


66
TABEL MATRIKS SUBJEK N


A B C D E F
A -

+++


+++


++


+



+++
B -

++


++
-

++
C -

++
-

+++
D -

++


+++
E - -


F -

Keterangan :
A : Tidak punya rasa malu
B : Spontan
C : Agresif
D : IQ rendah
E : Bohong
F : Nafsu besar

+ : Intensitas lemah
++ : Intensitas sedang
+++ : Intensitas kuat
Perpustakaan Unika


67
BAGAN PERILAKU SEKSUAL SUBJEK N













































Orang tua tidak menikah
Tidak diakui dalam KK ibu
kandungnya
Dicoba untuk digugurkan
Tidak tinggal serumah
dengan orang tua
kandungnya
Dianggap sebagai
pembohong
Teman-teman subjek relatif
anak kecil
Tetangga subjek sering
mengatakan bahwa subjek
adalah anak yang bodoh
Keluarga
Guru sering memberikan
pengarahan
Subjek sering berinteraksi
dengan teman laki-laki di
SLB

Sekolah
A
E F
C B
D
++
++
++
++
+++
+++
+++ +++
++
+
+++
++
Dinamika Perilaku Seksual
Pegangan tangan
Ingin berdekatan dan bersentuhan
secara fisik
Pelukan
Mencium
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Perpustakaan Unika


68
B. Pembahasan
Dalam penelitian yang berbentuk eksplorasi ini, data yang
diperoleh untuk hasil wawancara adalah melalui wawancara dengan
subjek, guru kelas subjek, kepala sekolah subjek, dan anggota keluarga
subjek. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh data dan informasi
yang cukup untuk penelitian ini. Sedangkan untuk hasil observasi
diperoleh dari observasi yang dilakukan oleh peneliti di sekolah subjek
karena peneliti dapat melihat langsung interaksi subjek dengan lawan
jenisnya.
Pada awalnya, peneliti sudah melakukan wawancara dengan
salah seorang anak tunagrahita sebagai bahan uji coba wawancara,
namun ternyata kurang didapat informasi yang cukup mendukung
penelitian ini. Anak yang diwawancara ini sebenarnya merupakan anak
yang terbiasa bercerita dengan peneliti bahkan sering ber-sms juga.
Tetapi pada saat situasi hanya berdua, anak ini tidak banyak bercerita,
cenderung menjadi lebih diam dan yang dia ceritakan ada yang berbeda
dengan cerita yang dia ceritakan sebelum diwawancara. Oleh karena
itu, peneliti melakukan wawancara dengan 3 orang subjek sekaligus
agar didapat hasil atau informasi yang lebih banyak lagi. Ternyata
informasi yang didapat lebih banyak daripada wawancara dengan 1
anak saja.
Dalam penelitian ini, peneliti kurang dapat masuk ke dalam
kehidupan subjek lebih dalam lagi karena peneliti berusia cukup jauh
diatas subjek. Kalaupun peneliti harus memasuki kehidupan subjek,
waktu yang dibutuhkan untuk penelitian akan sangat lama. Di samping
Perpustakaan Unika


69
itu, jika peneliti sudah menyatu dengan subjek, peneliti cenderung akan
mengingatkan ataupun menegur subjek bila subjek melakukan hal yang
kurang baik menurut peneliti. Hal ini justru akan menghambat
penggalian informasi yang lebih dalam lagi.
Dari semua subjek, hanya subjek W yang tinggal bersama orang
tua kandung dan memiliki saudara kandung. Kedua subjek yang lain
merupakan anak satu-satunya dari orang tua kandung subjek dan tidak
tinggal serumah dengan orang tua kandungnya semenjak beberapa
tahun yang lalu. Penyebab subjek bisa menjadi anak tunagrahita juga
bervariasi, berbeda satu dengan yang lain. Dulunya, para subjek juga
pernah, selama beberapa tahun, bersekolah di SD biasa, bukan SDLB.
Dan bila dibandingkan dengan subjek penelitian yang lain, subjek L
merupakan anak yang lebih pendiam dan mudah untuk diberi nasihat.
Sedang 2 subjek yang lain lebih banyak berbicara, suka berdekatan
dengan lawan jenis, dan kurang memiliki rasa malu. Meskipun
demikian, subjek L sudah pernah berpegangan tangan dengan lawan
jenis walaupun subjek L mengaku belum pernah menyukai lawan
jenisnya.
Semua subjek terbiasa berperilaku spontan dan cenderung
agresif. Biasanya, perilaku seksual yang sering dilakukan adalah
berpegangan tangan, ingin bersentuhan secara fisik, dan pelukan.
Namun untuk subjek W sudah sampai pada perilaku mencium dan
rabaan daerah vital wanita. Dan biasanya, hal tersebut sudah mulai
nampak pada saat anak tunagrahita menginjak kelas 4 SDLB atau
sekitar umur 10 tahun lebih.
Perpustakaan Unika


70
Selain itu, ketika dilakukan wawancara, ada saat dimana subjek
W melupakan kejadian yang pernah dialaminya dan subjek N pun
mengingatkannya. Setelah hal tersebut peneliti tanyakan kepada kepala
sekolah subjek, ternyata beliau mengatakan bahwa anak-anak ini
memang terkadang ingat kejadian yang subjek alami namun terkadang
juga lupa. Beberapa diantara subjek juga kadang mengindentikkan diri
orang lain kepada dirinya sendiri. Kejadian yang terjadi pada orang
lain kadang diakuinya terjadi pada dirinya sendiri. Tetapi hanya
kejadian yang menarik menurut subjek yang cenderung akan
diidentikkan dengan diri subjek. Hal ini menyebabkan anak-anak
tersebut menjadi cenderung kurang konsisten. Anak-anak ini juga
sebenarnya mengetahui bahwa ada hal-hal yang tidak baik untuk
dilakukan tetapi subjek tetap melakukannya terlebih lagi ketika guru
subjek tidak ada. Selain itu subjek juga terkadang mengasumsikan dan
mempraktekkan beberapa hal dengan yang subjek lihat di televisi. Hal
ini sama seperti yang pernah diungkapkan oleh guru kelas subjek.
Ketika peneliti sedang berkunjung ke rumah subjek W,
kebetulan berbarengan dengan waktu kepulangan subjek dari sekolah.
Pada saat itu, ternyata subjek sedang menstruasi. Peneliti kemudian
menanyakan hal tersebut kepada ibu subjek dan ternyata subjek
memang sudah beberapa bulan yang lalu mengalami menstruasi.
Namun, dari ketiga subjek penelitian, subjek N belum mengalami
menstruasi. Sedang subjek L dan W sudah mengalami menstruasi.
Meskipun demikian, subjek N sudah mulai tumbuh payudara, sudah
pernah menyukai lawan jenis dan suka mengadakan kontak mata
Perpustakaan Unika


71
dengan lawan jenisnya. Lain halnya dengan subjek W, dalam
berpacaran dengan lawan jenis, subjek W sudah sampai pada tingkat
rabaan daerah vital pada wanita. Hal ini menunjukkan adanya
hasrat/nafsu seksual yang muncul pada diri subjek namun kurang dapat
terkontrol.
Kebanyakan para anggota keluarga yang tinggal dengan subjek
kurang mengetahui perkembangan subjek terutama dalam interaksinya
dengan lawan jenisnya. Para anggota keluarga subjek kebanyakan
memandang interaksi subjek dengan lawan jenisnya tergolong baik-
baik saja atau biasa-biasa saja. J ustru yang lebih banyak mengetahui
interaksi subjek dengan lawan jenisnya adalah guru-guru di SLB
tempat subjek bersekolah. Meskipun demikian, guru-guru di SLB
tersebut juga kurang terbuka secara keseluruhan untuk informasi yang
diberikan dalam wawancara dengan peneliti. Ada beberapa hal yang
terlihat seperti tidak dikatakan secara detail. Di samping itu, guru kelas
subjek juga terkesan semakin menanamkan kepada anak didiknya
bahwa subjek berbeda dengan anak-anak yang bersekolah di sekolah
biasa, yang mana subjek seperti kurang baik daripada anak-anak yang
bersekolah di sekolah biasa yaitu dengan melarang hubungan pacaran
diantara sesama anak SLB C agar nantinya tidak menghasilkan anak
seperti subjek walaupun sebenarnya niat guru kelas subjek itu baik.
Setiap kali pengambilan raport, guru kelas selalu berkonsultasi
atau menceritakan hal-hal yang terjadi pada subjek dengan wali
ataupun orang tua subjek. Tetapi meskipun demikian, ketika peneliti
menanyakan interaksi subjek dengan lawan jenis ke anggota keluarga
Perpustakaan Unika


72
subjek, subjek cenderung mengatakan tidak mengetahui. Dan dari
hasil wawancara dengan subjek, subjek L dan N tergolong anak yang
kurang mendapat kasih sayang dari orang tua kandung subjek karena
subjek tidak tinggal satu rumah dengan orang tua kandung subjek
serta sangat jarang bertemu dengan orang tua kandung subjek. Bahkan
pihak keluarga subjek N juga tergolong sering berkata kasar kepada
subjek dan kurang dapat memahami subjek sebagai anak tunagrahita.
Di SLB, tempat yang biasa untuk tempat pacaran anak-anak
disana adalah di lantai atas. Guru disanapun sudah mengetahui hal
tersebut sehingga guru-guru disana sering memusatkan perhatian
subjek kesana terlebih lagi ketika pada jam istirahat. Selain itu, guru-
guru disana juga menghimbau agar murid-murid langsung pulang ke
rumah masing-masing ketika jam sekolah selesai.
Selama ini, guru-guru di SLB tempat subjek bersekolah belum
mengalami kesulitan yang cukup berat menurut subjek dalam
menangani anak-anak tunagrahita yang bersekolah disana. Subjek
biasanya mengajarkan kepada murid-murid disana hal-hal apa saja
yang baik untuk dilakukan dan yang tidak baik untuk dilakukan.
Namun, guru juga mengharapkan agar pihak para wali murid juga
mengontrol anak-anak subjek karena sebenarnya waktu yang lebih
banyak dilalui oleh para murid adalah di luar sekolah.
Sebenarnya, perilaku seksual anak tunagrahita dapat dikatakan
sama dengan perilaku seksual yang ditunjukkan oleh anak-anak
normal pada masa pubertas. Namun yang menjadi perbedaan yaitu
anak tunagrahita lebih berani dan tidak malu-malu dalam menanyakan
Perpustakaan Unika


73
hal-hal yang sebenarnya bersifat pribadi bagi subjek ataupun dalam
berperilaku seksual. Kemampuan penalaran(kognitif) anak tunagrahita
juga tergolong rendah bila dibandingkan dengan anak normal
sehingga menyebabkan subjek kurang mampu memahami norma yang
berlaku di masyarakat sekitar subjek walaupun subjek sudah
diberitahu bahwa hal yang subjek lakukan tidak baik. Namun hal
tersebut kurang banyak bermanfaat bila anak tunagrahita hanya
mengetahui hal-hal yang tidak boleh subjek lakukan tanpa subjek
memahami norma yang berlaku.
Sebagai contoh, subjek tidak akan berperilaku yang dilarang
oleh guru kelas subjek dihadapan guru kelas subjek saja. Setelah guru
kelas subjek tidak ada, subjek akan melakukan hal yang dilarang
tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena anak tunagrahita kurang
dapat mengontrol hasrat seksual subjek yang muncul bila
dibandingkan dengan anak normal. Selain itu, subjek juga kurang
memahami bahwa hal yang dilarang tersebut juga dilarang dilakukan
di luar sekolah. Disinilah kesulitan dalam menghadapi anak
tunagrahita, yaitu kesulitan dalam mencari pendidikan seksual yang
tepat bagi subjek. Pihak sekolah kesulitan untuk mengarahkan,
sedangkan pihak keluarga cenderung kurang memperdulikan perilaku
anak tunagrahita.
Dalam bersosialisasi, anak tunagrahita juga kebanyakan hanya
mengenal dan berinteraksi dengan anak-anak tunagrahita lainnya.
Subjek kurang bersosialisasi dengan anak normal. Hal ini
menyebabkan subjek kurang mengetahui perilaku yang seharusnya
Perpustakaan Unika


74
dilakukan, terutama dalam hal ini adalah perilaku seksual. Subjek
cenderung mengetahui bahwa perilaku yang wajar untuk dilakukan
adalah yang sering subjek lihat dan lakukan dalam pergaulan dengan
sesama anak tunagrahita. Anak-anak tunagrahita kurang mengetahui
dunia di luar dunia subjek karena kurangnya interaksi subjek dengan
anak normal serta kecenderungan anak/orang normal untuk melakukan
penolakan terhadap anak tunagrahita.



Daftar Tabel Intensitas Perilaku Seksual
Berdasar Data yang Diperoleh
Perilaku Intensitas
1. Pegangan tangan +++
2. Ingin bersentuhan dan berdekatan +++
3. Pelukan ++
4. Mencium ++
5. Rabaan daerah vital +

Keterangan :
+++ : sering dilakukan
++ : kadang-kadang saja dilakukan
+ : jarang dilakukan







Perpustakaan Unika


75
TABEL MATRIKS ANTAR SUBJEK


A B C D E F G
A -

+++


+++


++
-

+


+++
B -

++


++
- -

++
C -

++
- -

+++
D -

++


++


+++
E -

++
-
F - -
G -

Keterangan :
A : Tidak punya rasa malu
B : Spontan
C : Agresif
D : IQ rendah
E : Mudah lupa
F : Bohong
G : Nafsu besar

+ : Intensitas lemah
++ : Intensitas sedang
+++ : Intensitas kuat
Perpustakaan Unika


76
BAGAN PERILAKU SEKSUAL ANTAR SUBJEK











































Orang tua/pihak keluarga
kurang memantau perilaku
anak-anak mereka
Hanya mempunyai teman
anak kecil
Para tetangga sering
mengatakan bahwa subjek
adalah anak yang
bodoh/idiot
Keluarga
Guru sering memberikan
pengarahan
Subjek sering berinteraksi
dengan teman laki-laki di
SLB

Sekolah
A
E
G
C
F
D
B
++ ++
++
++
+++
+++
+++
+++
+
++
++
+++
++
Dinamika Perilaku Seksual
Pegangan tangan
Ingin berdekatan dan bersentuhan
secara fisik
Pelukan
Mencium
Rabaan daerah vital
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Perpustakaan Unika
77
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Subjek mengakui bahwa subjek sudah pernah menyukai teman
lawan jenis subjek. Subjek juga cenderung ingin selalu mengadakan
kontak fisik dengan duduk satu kursi bersama dengan lawan jenis
subjek dengan badan yang saling bersentuhan. Terkadang subjek juga
saling menggenggam tangan lawan jenisnya ketika sedang bersamaan.
Perilaku seksual yang dilakukan anak tunagrahita hampir sama
dengan anak normal tetapi bedanya, anak tunagrahita cenderung lebih
berani atau tidak malu-malu, spontan, dan agresif. Hal ini dikarenakan
anak tunagrahita kurang mampu mengontrol hasrat atau nafsu seksual
mereka yang sedang meningkat/berlebihan. Hal ini juga ditunjukkan
dengan subjek yang terkadang mencium pipi dan memeluk badan
teman mereka. Bahkan subjek juga sampai pada rabaan daerah vitalnya.
Selain itu, perkembangan otak anak tunagrahita juga mengalami
hambatan (IQ rendah) sehingga mempengaruhi fungsi kognitif ataupun
fungsi pemahamannya. Subjek juga cenderung bergaul dengan sesama
anak tunagrahita sehingga kurang mampu memahami norma yang
berlaku di masyarakat sekitar. Terkadang subjek juga menjadi lupa
akan kejadian yang telah dilakukan dan dalam beberapa hal, subjek
berbohong. Anak tunagrahita lebih mudah mengingat hal-hal yang
dilihat di televisi tanpa mampu menyaringnya agar sesuai dengan
Perpustakaan Unika


78
norma yang berlaku di dalam masyarakat sekitar. Hal tersebut
mengakibatkan masyarakat sekitar subjek cenderung mengolok-olok
subjek dan melakukan penolakan baik disengaja ataupun tidak
disengaja.
Pihak keluarga juga cukup berperan penting dalam memberikan
perhatian dan pengawasan kepada anak tunagrahita. Namun hal tersebut
kurang dapat dipahami oleh pihak keluarga subjek. Keluarga subjek
cenderung kurang memberikan pengawasan kepada subjek. Subjek
cenderung dibebaskan untuk bermain dan kurang diberi perhatian lebih.
Bahkan terkadang pihak keluarga cenderung berkata kasar kepada
subjek. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman pihak keluarga
tentang anak tunagrahita sehingga pihak keluarga kurang dapat
mengetahui dampak atau perilaku yang akan terjadi. Meskipun
demikian, pihak keluarga subjek juga cukup mengkhawatirkan perilaku
seksual yang mungkin akan dilakukan subjek.
Di samping itu, yang cenderung lebih mengetahui
perkembangan terutama perilaku seksual subjek adalah guru atau dalam
hal ini pihak sekolah dibandingkan dengan pihak keluarganya. Hal ini
lebih dikarenakan waktu yang dihabiskan subjek bersama teman
lelakinya lebih banyak di sekolah. Di lingkungan rumah, subjek jarang
bermain atau memiliki teman laki-laki yang seusia dengan subjek.
Walaupun pihak sekolah sudah sering memberikan pengarahan kepada
subjek, namun subjek terkadang kurang mematuhi arahan yang
diberikan.
Perpustakaan Unika


79
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perilaku yang berkaitan
dengan seksual yang biasanya dilakukan oleh anak tunagrahita
perempuan adalah pegangan tangan, ingin bersentuhan dan berdekatan
secara fisik, mencium, pelukan, dan bahkan sampai pada rabaan daerah
vitalnya.

B. Saran
1. Bagi Keluarga
Pihak keluarga sebaiknya rutin mengantar ataupun menjemput anak
tunagrahita ketika akan beraktivitas ataupun bersekolah agar
perilaku anak tunagrahita dapat terpantau. Pihak keluarga juga
diharapkan mampu dekat secara emosional dengan anak tunagrahita
agar mampu mengontrol perilaku anak tunagrahita.
2. Bagi Pihak Sekolah
Pihak sekolah diharapkan agar menempatkan guru jaga ketika jam
isrirahat untuk mengawasi anak-anak di lantai atas. Selain itu, anak-
anak juga sebaiknya diberi banyak aktivitas ketika jam kosong agar
perhatian mereka teralih kepada aktivitas tersebut.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan mempunyai mental yang lebih kuat lagi dalam
berinteraksi dengan anak-anak tunagrahita. Dan sebaiknya peneliti
selanjutnya melakukan penelitian terhadap anak tunagrahita laki-
laki. Selain itu, sebelum melakukan wawancara ataupun observasi,
diharapkan sudah mempunyai time schedule terlebih dahulu.
Metode yang dilakukanpun sebaiknya metode observasi partisipan
Perpustakaan Unika


80
dan pelaksanaan penelitiannya juga lebih lama. Selain itu, dalam
mengajukan pertanyaan wawancara dengan subjek ataupun pihak
yang terkait, sebaiknya menggunakan bahasa yang singkat namun
merupakan pertanyaan terbuka. Peneliti selanjutnya juga diharapkan
lebih mampu mengkaji lebih dalam lagi untuk setiap jawaban yang
kurang jelas.
Perpustakaan Unika

81
DAFTAR PUSTAKA

Bourne & Ekstrand. 1976. Psychology: Its Principles and Meanings : 3
rd

Edition. New York: Holt, Rinehart and Winston
Hadi, S. 1995. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset
Hurlock, E. 1978. Psikologi Perkembangan : Edisi Keempat. Alih Bahasa:
Dra. Istiwidayanti dan Drs. Soedjarwo, M.Sc. J akarta: Erlangga
-------------. 1980. Psikologi Perkembangan : Edisi Kelima. Alih Bahasa:
Dra. Istiwidayanti dan Drs. Soedjarwo, M.Sc. J akarta: Erlangga
Mangunsong, dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa.
J akarta: LPSP3 Universitas Indonesia
Moleong, L. J . 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Monks, dkk. 1989. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Mussen, P. H. 1989. Perkembangan dan Kepribadian Anak: Edisi Keenam.
J akarta: ARCAN
Poerwandari, E.K. 1998. Pendidikan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.
J akarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Sarwono, S. W. 1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja:
sebuah Penelitian terhadap Remaja Jakarta. J akarta: RAJ AWALI
Somantri, T. S. 2006. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Bandung:
PT Refika Aditama
Thornburg, H. D. 1982. Developmental in Adolescene: 2
nd
Edition. New
York: BROOKS
Trisminuratri, K. 2007. Intensi Perilaku Seksual Pelajar SMA Ditinjau dari
Pendidikan Seksualitas dalam Keluarga, J enis Kelamin, dan Peringkat
Sekolah. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Soegijapranata (tidak diterbitkan)
http//www.ditplb.or.id
Perpustakaan Unika


82
PANDUAN WAWANCARA

1. Dengan Subjek
- Apakah subjek pernah menyukai lawan jenis?
- Apakah subjek pernah berpacaran ataupun pergi bersama lawan
jenisnya?
- Hal-hal apa saja yang dilakukan subjek ketika bersama lawan
jenisnya.
2. Dengan Orang Terdekat Subjek
- Kapan mulai ada tanda-tanda dan bentuk perilaku seksual?
- Kesulitan yang dihadapi dalam menghadapi perilaku subjek.
- Cara mengatasi perilaku subjek.
- Bantuan yang diperoleh selama ini.
- Kebutuhan yang dibutuhkan untuk menghadapi perilaku subjek.








Perpustakaan Unika

You might also like