Skripsi ini membahas perilaku seksual anak tunagrahita perempuan pada masa pubertas. Tujuannya adalah mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak tunagrahita perempuan pada masa tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dan observasi terhadap subjek di SLB Dharma Bakti Putra. Hasilnya menunjukkan bentuk perilaku seksual meliputi pegangan tangan, pelukan, ciuman,
Skripsi ini membahas perilaku seksual anak tunagrahita perempuan pada masa pubertas. Tujuannya adalah mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak tunagrahita perempuan pada masa tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dan observasi terhadap subjek di SLB Dharma Bakti Putra. Hasilnya menunjukkan bentuk perilaku seksual meliputi pegangan tangan, pelukan, ciuman,
Skripsi ini membahas perilaku seksual anak tunagrahita perempuan pada masa pubertas. Tujuannya adalah mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak tunagrahita perempuan pada masa tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dan observasi terhadap subjek di SLB Dharma Bakti Putra. Hasilnya menunjukkan bentuk perilaku seksual meliputi pegangan tangan, pelukan, ciuman,
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008 Perpustakaan Unika ii PERILAKU SEKSUAL ANAK TUNAGRAHITA PEREMPUAN PADA MASA PUBERTAS
SKRIPSI
Diajukan kepada Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
Oleh : RATRI MUSTIKANING HANDOKO 04.40.0162
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008 Perpustakaan Unika iii HALAMAN PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
Pada tanggal
Mengesahkan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Dekan,
Th. Dewi Setyorini, S.Psi, M.Si.
Dewan Penguji Tanda Tangan
1. Drs. Pius Heru Priyanto, M.Si ( )
2. Dra. Lucia Hernawati, MS ( )
3. Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si ( )
Perpustakaan Unika iv
Karya ini peneliti persembahkan untuk :
Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat karunianya.. Dosen pembimbingku, Bu Ema.. Fakultas Psikologi yang tercinta.. Orang tuaku yang tercinta.. Kakakku, Mas Galih.. Para sahabatku.. Dan, Pak Ketua-ku..
Perpustakaan Unika v
SEBELUM JUJUR KEPADA ORANG LAIN, JUJURLAH TERLEBIH DAHULU KEPADA DIRIMU SENDIRI
BERPIKIRLAH POSITIF TERHADAP BERBAGAI HAL DAN PANDANGLAH SEGALA HAL DARI BERBAGAI SISI
JANGANLAH KITA MENCARI KESEMPURNAAN DALAM DIRI SESEORANG, TAPI SEMPURNAKANLAH PEMIKIRAN KITA DALAM MENERIMA KELEMAHAN ATAUPUN KEKURANGAN ORANG LAIN
Perpustakaan Unika vi UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama peneliti mengucapkan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Perilaku Seksual Anak Tunagrahita pada Masa Pubertas ini. Di samping itu, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Th. Dewi Setyorini, S.Psi, Msi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 2. Ibu Emmanuela Hadriami, Msi selaku dosen pembimbing satu-satunya peneliti. Terima kasih atas semua dukungan, perhatian, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan untuk peneliti. 3. Ibu Christine Wibowo, S.Psi, Msi selaku dosen pembimbing peneliti ketika mata kuliah Bimbingan Menulis Skripsi. 4. Ibu Erna Agustina Y., S.Psi, Msi selaku dosen wali peneliti. 5. Karyawan Tata Usaha dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah membantu peneliti dalam proses skripsi. 6. Subjek penelitian, guru-guru dan kepala sekolah di SLB Dharma Bakti Putra, dan keluarga subjek penelitian. 7. Orang tua tercinta yang selalu mendukung dan menemani peneliti dalam keadaan apapun juga. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk ibuku tersayang yang selalu dapat menjadi motivasi dan penyemangat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Aku sayang mami. 8. Mas Galih selaku kakak kandungku dan satu-satunya saudara yang aku punya yang selalu ada ketika aku sedang merasa lemah meskipun tidak bisa hadir secara fisik. Makasih J o..Walau kadang aku jail atau nakal sama kamu tapi sebenarnya aku sayang banget sama kamu J o.. Perpustakaan Unika vii 9. Para sahabat-sahabatku di kampus yang selalu menemani aku dari awal kuliah sampai sekarang yaitu Iyut(Tahu), Synthia(Bundo), Didut(Tempe), J oseph(Puppy), Bebek(Krupuk), Ika(Oneng), dan Rieva yang selalu mau menemani aku di kala susah ataupun senang.Makasih sudah mau jadi tong sampah sampai jadi orang tua ketika aku melakukan kesalahan.aku merasa jadi orang yang beruntung karena aku punya kalian semua. Dari kalian, aku belajar banyak hal tentang bentuk kasih sayang dari sahabat dan untuk sahabat.Makasih banyak ya atas dukungan, perhatian, dan bantuan yang tulus dari kalian 10. Adi, makasih sudah mau jadi supir buat aku dan selalu siap ketika aku butuh bantuan.makasih ya DiAku harap kamu bisa berubah jadi cowok yang lebih baik lagi.Dan, kita tetap bisa selalu menjadi sahabat 11. Plen-ku, Andi.Walau kita sudah lama banget nggak ketemu tapi berkat dukungan dan kegilaan kita via HP, itu semua bisa membuat aku jadi semangat lagi..Semoga persahabatan kita yang dari SMA ini selalu bisa terjaga. 12. Pikachu. Teman baikku sejak SMA. Makasih motivasinya walau kita jarang bertemu. 13. Adek Danu. Terima kasih sudah mau membantu peneliti dalam segala hal. 14. Mas Dimas dan Wisnu yang sudah aku anggap sebagai kakakku. Makasih atas semua nasihat, kesabaran, dan kata-kata bijak yang bisa membuat aku merasa lebih baik dan mampu memandang situasi lebih jauh lagi 15. Seseorang yang spesial untuk peneliti hingga saat ini, Pak Kethu-ku di Beswan Djarum periode 2006/2007. Makasih sudah menjadikan aku sebagai wanita yang lebih bisa sabar, lebih berpikir positif, dan lebih bisa mandiriMakasih sudah mau membantu dan menguatkan aku. 16. Teman-teman di Beswan Djarum terutama di DSO Semarang. Makasih ya sudah mau menemani aku kumpul-kumpul nggak jelas. Perpustakaan Unika viii 17. Pak Rudy, Pak Budi, Brot Pazia, dan semua keluarga besar P.T. Djarum yang peneliti sayangi. Terima kasih atas doa dan dukungannya. 18. Banyak pihak ataupun orang yang terkait dengan peneliti yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu karena keterbatasan peneliti.
Demikian ucapan terima kasih ini peneliti buat. Apabila ada kekurangan ataupun kesalahan peneliti dalam ataupun selama penelitian, peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semarang, 6 J uni 2008 Hormat kami,
Peneliti
Perpustakaan Unika ix ABSTRAK
Keberadaan anak tunagrahita di tengah-tengah masyarakat masih belum banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Mereka lebih mengenal anak tunagrahita sebagai anak idiot atau bodoh. Mereka kurang mampu mengerti atau memahami karakteristik anak tersebut, termasuk perilaku seksualnya. Perilaku seksual anak tunagrahita, terutama pada masa pubertas, akan cenderung nampak. Hal ini disebabkan karena pada masa ini, hormon- hormon akan meningkat jumlahnya dan akan mulai nampak ciri-ciri sekunder dari anak tersebut. Ditambah lagi, perkembangan otak mereka mengalami gangguan. Dalam penelitian yang berjudul Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas ini, peneliti ingin mengetahui bentuk-bentuk dari perilaku seksual yang dilakukan oleh anak tunagrahita, perempuan pada khususnya. Anak tunagrahita perempuan dianggap lebih ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan observasi. Dari hasil yang diperoleh, bentuk perilaku seksual anak tunagrahita meliputi berpegangan tangan, ingin bersentuhan dan berdekatan, pelukan, mencium, dan rabaan pada daerah vital. Selain itu, diketahui juga bahwa pihak sekolah dapat dikatakan lebih mengetahui interaksi anak tunagrahita dengan lawan jenis bila dibandingkan dengan pihak keluarga.
Kata kunci : anak tunagrahita perempuan, perilaku seksual, masa pubertas
Perpustakaan Unika x DAFTAR ISI
HALAMAN J UDUL ................................................................................. i HALAMAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJ ANA ................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv HALAMAN MOTTO ................................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Tujuan Penelitian .................................................................. 5 C. Manfaat Penelitian ................................................................ 6 BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ......................................................... 7 A. Perilaku Seksual ............................................................... 7 1. Pengertian Perilaku Seksual ........................................ 7 2. Tahap-tahap Terjadinya Perilaku Seksual ................... 8 3. Bentuk Perilaku Seksual .............................................. 9 B. Anak Tunagrahita Perempuan .............................................. 10 1. Pengertian Anak Tunagrahita Perempuan ...................... 10 2. Karakteristik Anak Tunagrahita .................................. 13 Perpustakaan Unika xi C. Masa Pubertas ....................................................................... 14 D. Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas .................................................................................... 16 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 19 A. Metode Penelitian Kualitatif ................................................. 19 B. Subjek Penelitian .................................................................. 22 1. Populasi ........................................................................... 22 2. Teknik Pengambilan Sampel ....................................... 22 C. Metode Pengumpulan Data .................................................. 22 D. Analisis Data .................................................................... 24 E. Uji Kesahihan dan Keandalan .............................................. 26 BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN ............. 27 A. Persiapan Penelitian .............................................................. 27 B. Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 30 C. Kancah Penelitian ................................................................. 38 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 41 A. Hasil Penelitian ..................................................................... 41 B. Pembahasan .......................................................................... 68 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 77 A. Kesimpulan ........................................................................... 77 B. Saran ..................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 81 LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 82 Perpustakaan Unika xii DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Tabel Kegiatan Penelitian ............................................... 37 Tabel 2 Tabel Matriks Subjek L .............................................................. 47 Tabel 3 Tabel Matriks Subjek W............................................................. 58 Tabel 4 Tabel Matriks Subjek N.............................................................. 66 Tabel 5 Intensitas Perilaku Seksual Berdasar Data yang Diperoleh ..... 74 Tabel 6 Tabel Matriks Antar Subjek ....................................................... 75 Perpustakaan Unika xiii DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Bagan Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas ............................................................................ 18 Bagan 2 Bagan Perilaku Seksual Subjek L.............................................. 48 Bagan 3 Bagan Perilaku Seksual Subjek W ........................................... 59 Bagan 4 Bagan Perilaku Seksual Subjek N ............................................ 66 Bagan 5 Bagan Perilaku Seksual Antar Subjek ...................................... 76
Perpustakaan Unika 1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk hidup yang ada di dunia pasti memiliki tugas perkembangannya masing-masing. Namun untuk hasil dari pencapaian tugas tersebut bisa berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor genetik maupun faktor lingkungan. Salah satu contoh tugas perkembangan yaitu dalam hal perkembangan seksual. Perkembangan seksual dapat dikatakan sebagai sesuatu yang akan terjadi secara alamiah(Hurlock, 1980). Hal tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk perilaku seksual, yaitu dapat berupa sentuhan fisik maupun hanya imajinasi saja, misalnya mencium. memeluk ataupun membayangkan hal- hal yang bersifat porno atau dapat dikatakan dapat menimbulkan rangsangan seksual(Conger dalam Trisminuratri, 2007). Beberapa pakar juga telah menarik kesimpulan bahwa perilaku seksual adalah hubungan khusus antara pria dan wanita yang sifatnya erotis. Menurut Sarwono (1981, h.137) sendiri, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Kebanyakan manusia normal akan dapat menyeimbangkan antara perilaku seksual yang merupakan kebutuhan individu dengan tuntutan Perpustakaan Unika
2 masyarakat. Namun lain halnya dengan mereka yang bergangguan. Salah satu contohnya adalah anak tunagrahita. Anak tunagrahita merupakan anak yang sulit beradaptasi dengan lingkungan di sekitar mereka. Anak- anak tunagrahita pada umumnya memiliki tingkat intelektual di bawah rata-rata dari batasan anak yang normal. Selain faktor inteligensi, penyesuaian diri mereka terhadap hal-hal yang ada di sekitar mereka, dapat dikategorikan sebagai penyesuaian diri yang belum sesuai dengan lingkungan di sekitar mereka. Penjelasan ini diperkuat oleh adanya pendapat dari AAMR (American Assosiation of Mental Retardation) mengenai batasan anak keterbelakangan mental. Dalam kehidupan nyata bermasyarakat, kebanyakan orang mengharapkan orang lain untuk bertingkah laku seperti yang mereka harapkan, tidak terkecuali untuk anak-anak. Bahkan untuk anak tunagrahita sekalipun. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat pada umumnya mengenai kondisi anak tunagrahita. Salah satu pengalaman dari peneliti sendiri yaitu anak tunagrahita mampu didik yang bernama Fany. Dia merupakan anak tunggal dan sekarang bertempat tinggal di Lumajang, J awa Timur. Usianya kurang lebih 13 tahun. Dia bersekolah di sekolah regular namun dengan pengawasan yang ketat oleh guru di sekolah tersebut. Apapun keinginan dari Fany harus dipenuhi, jika tidak, maka dia akan sangat kecewa dan itu dapat menyebabkan kondisi fisiknya menurun Dia sangat menyukai kegiatan berenang. Setiap hari Minggu, dia pasti meminta untuk berenang bersama teman-temannya tersebut. Suatu ketika. pada saat peneliti sedang bermain ke rumahnya, dia mengajak Perpustakaan Unika
3 peneliti, orang tua dan teman-temannya untuk pergi berenang. Pada waktu itu, dia menginginkan peneliti yang menemani mereka berenang, bukan orang tuanya, sehingga orang tuanya hanya menunggu di luar dan peneliti yang masuk sekaligus menjaga Fany dan teman-temannya. Karena peneliti tidak dapat berenang, maka peneliti hanya menunggu sambil mengawasi mereka berenang melalui beranda yang ada di sana. Pada awalnya, Fany masih berada dalam kolam renang yang sama dengan teman-temannya. Namun beberapa menit kemudian, dia sudah tidak bersama teman-temannya lagi. Fany berada dalam kolam renang yang lebih besar. Di sana terdapat banyak anak laki-laki yang seusia dengan dia. Fany terlihat melakukan kontak mata dan mendekati gerombolan anak laki-laki tersebut. Dia lalu terlibat suatu pembicaraan dengan salah seorang anak laki-laki di kolam tersebut. Tidak lama kemudian, mereka terlihat begitu akrab. Bahkan Fany sudah berani memulai melakukan kontak fisik dengan anak laki-laki tersebut seperti memegang lengan dan badan anak laki-laki tadi. Ada juga pernyataan dari salah seorang dosen di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang sedang melakukan pembinaan di salah satu SLB yang berada di Temanggung, yaitu menyatakan bahwa disana beliau melihat anak SLB laki-laki yang sedang berlomba terpanjang dalam ejakulasi. Sedang anak perempuan disana cenderung mengejar-ngejar untuk berpacaran dan mengajak kawin. Selain itu, terdapat juga pernyataan dari mahasiswa Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata yang saat itu sedang mengambil mata Perpustakaan Unika
4 kuliah Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Mereka mengadakan kunjungan ke salah satu SLB yang ada di kota Semarang untuk melakukan pengamatan terhadap anak tunagrahita mampu didik. Menurut pernyataan dari mereka, anak-anak tunagrahita yang ada di sana langsung melakukan kontak mata yang membuat para mahasiswa menjadi takut. Anak-anak tersebut juga langsung meminta berkenalan dan meminta nomor HP. Mereka juga berusaha untuk memegang badan dari para mahasiswa tersebut. Kebetulan anak-anak yang ada di sana berusia antara 11-17 tahun. Hal tersebut merupakan tahap yang paling awal dalam perilaku seksual(Conger dalam Trisminuratri, 2007). Pada usia itu, merupakan masa pubertas (Monks, 1989). Remaja cenderung memproduksi hormon dalam jumlah yang relatif besar, bahkan terkadang berlebihan. Hal ini membuat perilaku ataupun emosi mereka terjadi secara berlebihan. Mereka cenderung sensitif, ingin mencoba- coba hal yang baru, ingin mengetahui lebih banyak hal dan masih banyak lagi. Mereka juga sangat tertarik untuk mempelajari perubahan fisik yang terjadi pada tubuh mereka ataupun lawan jenis mereka. Ditambah lagi, hormon yang memicu rangsang seksual mereka juga sedang berkembang (Hurlock, 1980). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa masa pubertas mempengaruhi perilaku seksual seseorang. Hal ini diperkuat oleh adanya teori dari Mussen (1989, h.501) yang mengungkapkan bahwa perubahan hormonal pada masa puber mempengaruhi munculnya perilaku seksual. Perpustakaan Unika
5 Di samping itu terdapat pernyataan dari Sri Purnamawati, Dosen Psikologi di J urusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), bahwa kejujuran menjadi "harta" tunagrahita. Tanpa malu-malu Dini Anggraini (18) mengatakan ia sedang naksir lelaki tetangganya yang sering duduk di tangga depan rumahnya. Menurut Sri, karena kejujuran tersebut, mudah bagi orang tua mengetahui perkembangan anak tunagrahita. Anak normal sudah muncul egonya pada usia tiga tahun, sedangkan ego anak tunagrahita baru muncul saat remaja. Saat itu mereka mau segala keinginannya dipenuhi. Pada masa puber, libido orang tunagrahita sangat tinggi. Karena nalarnya rendah, mereka tidak mengenali norma. Bisa jadi, kata Sri, anak perempuan pergi ke tempat ramai sekedar ingin digoda lawan jenisnya. Di masa demikian, biasanya keluarga menjadi stres. Masa-masa ini menjadi melelahkan. Diperlukan pendampingan yang penuh kasih sayang dari keluarga. "Untuk menghentikan konsentrasi pada hasrat seksualnya, orangtua bisa membawa anak-anaknya untuk jalan-jalan,". Dari penjelasan dan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak tunagrahita perempuan terutama pada masa pubertas.
B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bentuk perilaku seksual baik yang dilakukan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain oleh anak tunagrahita perempuan pada masa pubertas.
Perpustakaan Unika
6
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Menambah pengetahuan yang lebih mendalam terutama untuk bidang ilmu psikologi perkembangan anak mengenai anak tunagrahita. 2. Manfaat praktis Menambah wawasan bagi masyarakat luas khususnya bagi para orang tua yang memiliki anak tunagrahita. Perpustakaan Unika 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Seksual 1. Pengertian Perilaku Seksual Menurut Sarwono (1981, h.137) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuknya bisa bermacam-macam, seperti perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Thornburg (1982, h.43) menyatakan bahwa perilaku seksual dapat terlihat dari adanya dorongan seksual yang termanifestasikan dalam tingkah laku. Perilaku seksual adalah manifestasi dari perasaan seksual yang sangat kuat sebagai akibat perubahan hormonal yang mengiringi masa puber (Mussen, 1989, h.501). Ini berarti bahwa perubahan hormonal pada masa puber mempengaruhi munculnya perilaku seksual. Bourne dan Ekstrand (1976, h.267) mengatakan bahwa perilaku seksual merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri maupun dari luar diri individu dan mempengaruhi untuk mencobanya. Ada juga rangsangan-rangsangan yang bersifat cepat. Perilaku seksual berakar dari fisiologi sistem cairan kelenjar dan naluri biologis serta hasrat untuk mempunyai keturunan. Perpustakaan Unika
8 Perilaku seksual adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan diri atau kenikmatan seksual. Perubahan hormonal yang terjadi pada masa puber mengakibatkan kematangan organ kelamin, yang menyebabkan munculnya hasrat seksual. Hasrat seksual meningkat sebagai akibat rangsangan-rangsangan seksual yang semakin mudah diterima, akibatnya peningkatan dorongan atau hasrat seksual membutuhkan cara atau sarana untuk disalurkan. Penyaluran hasrat seksual memberikan kenikmatan bagi individu yang melakukannya, baik dilakukan dengan orang lain maupun dilakukan sendiri (Saringendyanti dalam Trisminuratri, 2007, h.16). Dari berbagai pengertian mengenai perilaku seksual di atas, maka tindakan/tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual akibat dari adanya perubahan hormonal pada masa puber yang timbul dari dalam maupun dari luar diri individu untuk mencapai kepuasan diri atau kenikmatan seksual. 2. Tahap-tahap Terjadinya Perilaku Seksual Menurut Hurlock (dalam Trisminuratri, 2007, h 25), tahap perilaku seksual adalah berciuman, kemudian bercumbu ringan, bercumbu berat, lalu berakhir pada hubungan seksual atau bersenggama. Thornburg (1982, h.404) berpendapat bahwa perilaku seksual tercermin dalam tahapan sebagai berikut: a. berpegangan tangan b. berpelukan c. berciuman d. bercumbu Perpustakaan Unika
9 e. bersenggama f. bersenggama dengan berganti-ganti pasangan Conger (dalam Trisminuratri, 2007, h.24) menguraikan secara rinci gambaran mengenai tahapan perilaku heteroseksual yaitu perilaku- perilaku seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah, mulai dari tahap yang paling awal atau rendah sampai dengan terjadinya hubungan senggama. Tahapan tersebut yaitu : a. rnemandang tubuh lawan bicara b. mengadakan kontak mata c. berbincang-hincang dan membandingkan gagasan (jika ada kecocokan maka hubungan akan berjalan terus, namun jika tidak, akan terputus) d. berpegangan tangan e. memeluk bahu, tubuh lebih dekat f. memeluk pinggang, tubuh dalam kontak yang rapat g. cium bibir h. berciuman bibir sampai berpelukan i. rabaan, elusan, dan eksplorasi pasangannya j. dalam kondisi pakaian terbuka menicum daerah erogen pasangannya k. saling meraba daerah erogen l. bersenggama atau bersetubuh 3. Bentuk Perilaku Seksual Bentuk perilaku seksual dibedakan menjadi 2 kategori (PKBI dalam Trisminuratri, 2007, h.26), yaitu : Perpustakaan Unika
10 a. Perilaku seksual yang dilakukan sendiri, misalnya : masturbasi, fantasi seksual, membaca atau melihat hal yang berbau pornografi. b. Perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain, misalnya berpelukan, berpegangan tangan, berciuman, petting atau bercumbu berat hingga berhubungan intim. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku seksual dapat berupa perilaku seksual yang dilakukan sendiri ataupun yang dilakukan dengan orang lain.
B. Anak Tunagrahita 1. Pengertian Anak Tunagrahita Peristilahan Tunagrahita(B3PTKSM dalam www.ditplb.or.id, h.19) : Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi. Grahita berarti pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental. Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut: 1. Lemah fikiran ( feeble-minded); 2. Terbelakang mental (Mentally Retarded); 3. Bodoh atau dungu (Idiot); 4. Pandir (Imbecile); 5. Tolol (moron); Perpustakaan Unika
11 6. Oligofrenia (Oligophrenia); 7. Mampu Didik (Educable); 8. Mampu Latih (Trainable); 9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat; 10. Mental Subnormal; 11. Defisit Mental; 12. Defisit Kognitif; 13. Cacat Mental; 14. Defisiensi Mental; 15. Gangguan Intelektual Selain itu, dinyatakan juga bahwa perkembangan anak tunagrahita berkembang pada jenjang yang sama dengan anak normal tetapi tidak jarang lebih lambat.(http//www.ditplb.or.id) AAMR (American Association of Mental Retardation) mengemukakan suatu batasan yang menjelaskan bahwa keterbelakangun mental menunjukkan adanya keterbatasan dalam . fungsi intelektual . yang di bawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari ketrampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, ketrampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang, dll. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffan dalam Mangunsong, dkk, 1998, h. 102). Karena itulah para ahli perlu melakukan assesmen pada dua bidang tersebut, yaitu fungsi intelektual dan fungsi adaptif, sebelum melakukan pengklasilikasian. Perpustakaan Unika
12 Sedangkan anak tunagrahita perempuan yaitu anak yang memiliki keterbatasan dalam . fungsi intelektual . yang di bawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari ketrampilan adaptif yang berjenis kelamin perempuan. Kaum profesional (sebelum 1992) juga telah mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan tingkat keparahan masalahnya, yaitu a. mild; yaitu anak dengan rentangan IQ 52-67 b. moderate, yaitu anak dengan rentangan IQ 36-51 c. severe. yaitu anak dengan rentangan IQ 20-35 d. profound, yaitu anak dengan rentangan IQ di hawah 20 Bahkan ada juga ahli yang menggolongkan anak dengan IQ 68- 85 (borderline) sehagai anak tunagrahita. Namun, pada tahun 1992, AAMR telah membuat pembaharuan klasifikasi mengenai anak tunagrahita walaupun penggolongan anak tunagrahita berdasarkan IQ masih tetap digunakan sampai saat ini. Klasifikasi tersebut yaitu : a. intermittent, yaitu anak tidak selalu memerlukan bimbingan, bimbingan hanya bersifat jangka pendek, diperlukan selama masa transisi kehidupannya misalnya krisis dalam masalah medis atau kehilangan pekerjaan. b. limited, yaitu bimbingan diperlukan secara konsisten hanya pada saat-saat tertentu saja tetapi tidak seperti intermittent. Membutuhkan beberapa anggota staf dan biaya yang tidak terlalu besar karena bimbingan tidak terlalu intensif seperti pelatihan untuk pekerja, bimbingan transisional menjelang anak memasuki masa dewasa. Perpustakaan Unika
13 c. Extensive, yaitu bimbingan diperlukan dengan adanya keterlibatan secara regular dalam suatu lingkungan (seperti pekerjaan atau rumah) dan waktunya tidak terbatas. d. Pervasive, yaitu bimbingan sangat diperlukan, intensitasnya sangat tinggi dan banyak anggota staf yang terlibat. Makin rendah tingkat kecerdasan anak tunagrahita, bimbingan yang diperlukan juga makin besar. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita a. Mild (ringan), yaitu anak tunagrahita yang mampu didik bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok walau perkembangan fisik mereka sedikit agak terlambat daripada anak rata-rata. Mereka masih bisa dididik di sekolah umum namun membutuhkan perhatian khusus dan guru khusus. Terkadang mereka memperlihatkan rasa malu atau pendiam namun dapat berubah. Beberapa ketrampilan dapat mereka lakukan tanpa selalu mendapat pengawasan, seperti ketrampilan mengurus diri sendiri (makan, mandi, berpakaian) dan sebagainya. b. Moderate (menengah), merupakan anak tunagrahita yang mampu latih, dalam hal ini latihan beberapa ketrampilan tertentu. Mereka manampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala bawaan (namun tidak separah anak pada kategori severe dan profound) dan menampakkan adanya gangguan pada fungsi bicaranya. c. Severe, yaitu anak tunagrahita yang memperlihatkan banyak masalah, membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan Perpustakaan Unika
14 yang teliti. Mereka membutuhkan pelayanan dan pemelihjaraann yang terus menerus (tidak mampu mengurus dirinya sendiri). mereka juga mengalami gangguan bicara dan beberapa kelainan fisik yaitu lidah seringkali menjulur yang disertai keluarnya air liur, kepala sedikit lebih besar dari biasanya, kondisi fisik mereka lemah. Mereka hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama kondisi fisiknya memungkinkan. d. Profound, yaitu anak tunagrahita yang mempunyai problem serius baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi, serta program pendidikan yang tepat bagi mereka. Umumnya, mereka memperlihatkan kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata, seperti hydrocephalus, mongolism dan sebagainya. Kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat pada kepala yang lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya juga sangat kurang dan bahkan sering kali tanpa bantuan orang lain, mereka tidak dapat berdiri sendiri. Mereka sepertinya membutuhkan pelayanan medis yang baik. (Mangunsong, dkk, 1998, h.102 110) Anak tunagrahita laki-laki memiliki kekurangan berupa tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsive, lancang dan merusak. Sedangkan anak tunagrahita wanita lebih mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri dan cenderung melanggar ketentuan(Somantri, 2006, hal.116). Perpustakaan Unika
15
C. Masa Pubertas Istilah pubertas datang dari kata puber (yaitu pubescent). Kata Latin pubescent berarti mendapatkan pubes atau rambut kemaluan. yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang mcnunjukkan perkembangan seksual. Masa ini adalah masa remaja sekitar masa pemasakan seksual yang pada umumnya terjadi antara usia 12-16 tahun pada anak laki-laki dan 11-15
tahun pada anak wanita. Pubertas umumnya hanya dipakai dalam hubungan dengan perkembangan bioseksualnya. (Monks,dkk, 1989, h.219) Dalam masa puber, perubahan yang terjadi sangat menyolok dan jelas sehingga mengganggu keseimbangan yang sebelumnya telah terbentuk. Perilaku mereka mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu. masa ini seringkali dinamakan sebagai tahap negatif. Pada saat irama pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah sempurna, maka akan terjadi keseimbangan kembali. Periode pertumbuhan yang paling cepat dan merupakan bagian tahap yang paling negatif adalah pada akhir masa kanak-kanak. Meskipun beberapa dari pengaruhnya masih berlanjut sampai awal remaja, namun hal itu akan segera sirna. Pada anak perempuan, bagian yang paling negatif itu biasanya berakhir setelah ia mengalami haid yang pertama(Hurlock, 1978, h. 130). Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak- anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Perpustakaan Unika
16 Seperti diterangkan oleh Root, "Masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan- perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis". (Hurlock, 1980, h.184) Di antara orang-orang Yunani Kuno, masa puber dikenal sebagai saat terjadinya perubahan-perubahan fisik dan perilaku. Masa puber dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap prapuber, tahap puber, dan tahap pascapuber. (Hurlock, 1980, h.184). Fase negative masa puber lebih menonjol pada anak perempuan daripada anak laki-laki(Hurlock, 1980, h.185 ).
D. Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas Anak tunagrahita perempuan merupakan anak yang memiliki gangguan dalam fungsi intelektual maupun fungsi adaptifnya yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini didukung oleh pernyataan dari AAMR (American Association on Mental Retardation) yang mengemukakan suatu batasan yang menjelaskan bahwa keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan dalarn fungsi intelektual yang di bawah rata-rata. Bilamana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari ketrampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri. ketrampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang, ataupun kemampuan adaptif yang lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffman dalam Mangunsong, dkk, 1998, h.102). Berdasar penjelasan di atas yang mengatakan bahwa anak Perpustakaan Unika
17 tunagrahita memiliki keterbatasan dalam fungsi intelektual dan adaptifnya yang terjadi sebelum usia 18 tahun, maka Peneliti dalam hal ini lebih menekankan pada perilaku seksual anak tunagrahita yang terjadi pada masa pubertas. Masa puber merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Pada masa ini, anak-anak mengalami perubahan fisik dan perspektif psikologis (Hurlock. 1980). Tubuh mereka memproduksi jumlah hormon yang sangat banyak, bahkan berlebihan. Karena hormon yang berlebihan inilah yang menyebabkan anak-anak dapat berperilaku seksual. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Mussen (1989, h.501) yang menyatakan bahwa perubahan hormonal pada masa puber mempengaruhi munculnya perilaku seksual. Selain itu, Bourne & Ekstrand (1976, h.267) juga menjelaskan bahwa perilaku seksual berakar dari fisiologi sistem cairan kelenjar dan naluri biologis serta hasrat untuk mempunyai keturunan. Perubahan hormonal yang terjadi pada masa puber mengakibatkan kematangan organ kelamin, yang menyebabkan, munculnya hasrat seksual (Saringendyanti dalam Trisminuratri, 2007. h.16). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa pubertas, hormon yang diproduksi dalam tubuh individu cenderung berlebihan. Hal ini dapat merangsang perilaku seksual pada anak, tidak terkecuali anak tunagrahita.
Perpustakaan Unika
18 Bagan Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Perempuan pada Masa Pubertas
Masa Pubertas : tahap dimana alat- alat seksual, matang Perkembangan seksual yaitu munculnya hasrat seksual Bentuk-bentuk perilaku seksual yaitu : - dilakukan sendiri - dengan orang lain Anak tunagrahita Karakteristik tunagrahita: - mild - moderate - severe - profound Perilaku Seksual Anak Tunagrahita pada Masa Pubertas Perpustakaan Unika 19 BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Kualitatif Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1993, h.3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai suatu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan kepada individu dan lingkungannya secara holistik (menyeluruh). Nawawi (1995, h.31) menyebutkan bahwa dalam metode kualitatif terdapat usaha untuk mengungkapkan masalah atau peristiwa sebagaimana adanya. Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan adalah fenomenologi dengan paradigma naturalistik. Menurut Poerwandari (1998, h.30-31). paradigma tersebut memiliki ciri-ciri : 1. Studi dalam situasi alamiah (natural inquiry). Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian melainkan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi dimana fenomena tersebut ada. 2. Analisis Induktif Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksakan diri untuk hanya membatasi pada menerima atau menolak dugaan- dugaan melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri.
Perpustakaan Unika
20 3. Kontak personal langsung : Peneliti di lapangan Pemahaman situasi nyata sehari-hari merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut akan memungkinkan adanya pengertian tentang laku yang tampak maupun kondisi-kondisi internal manusia seperti pandangan hidupnya, nilai-nilai yang dipegang, pemahaman tentang diri dan lingkungan, bagaimana ia mengembangkan pemahaman itu dan sebagainya. 4. Perspektif holistik Pendekatan holistik mengasumsikan bahwa keseluruhan fenomena perlu dimengerti sebagai suatu sistem yang kompleks dan bahwa yang menyeluruh tersebut lebih bermakna daripada penjumlahan bagian-bagian. 5. Perspektif dinamis, perspektif perkembangan Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang bukan sebagai sesuatu yang statis dan tidak berubah dalam perkembangan kondisi dan waktu. 6. Orientasi pada kasus unik Studi kasus sangat bermanfaat ketika peneliti merasa perlu memahami suatu kasus spesifik, orang-orang tertentu ataupun situasi unik secara mendalam. 7. Netralitas empatik Netralitas di sini mengacu sikap peneliti terhadap subjek penelitian. Peneliti dengan netralitas empatik akan memasuki arena penelitian apa adanya tanpa teori yang harus dibuktikan dan dugaan- dugaan tentang hasil yang harus didukung atau ditolak. Namun di sisi Perpustakaan Unika
21 lain perlu diadakannya pendekatan secara empatik dengan subjek agar diperoleh data yang akurat. 8. Fleksibilitas desain Sifat alamiah dan induktif dari penelitian kualitatif tidak memungkinkan peneliti menentukan secara tegas variabel-variabel operasional, menetapkan hipotesis, maupun menyelesaikan skema pengambilan sampel. Desain kualitatif memiliki sifat luwes dan akan berkembang sesuai dengan berkembangnya pekerjaan. 9. Peneliti sebagai instrumen kunci Peneliti kualitatif tidak memiliki formula baku untuk menjalankan penelitiannya, namun haruslah peneliti yang berkompeten. Peneliti di sini memiliki peran yang cukup besar dalam proses penelitian.
B. Subjek Penelitian 1. Populasi a. Tiga orang anak tunagrahita perempuan mampu didik. b. Usia antara 11-15 tahun. c. Memiliki IQ 52-67 untuk Skala Binet. 2. Teknik Pengambilan Sampel Subjek diambil berdasarkan purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. (Hadi, 1995, h.226) Perpustakaan Unika
22
C. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif ini akan digunakan beberapa metode yang meliputi: 1. Wawancara Menurut Nasution (dalam Poewandari, 1998, h.60), wawancara merupakan metode pengumpulan data yang bersifat verbal untuk memperoleh perspektif emik dari responden terhadap dunianya sendiri. Sedangkan Patton (1980, h.197) mengemukakan bahwa pola wawancara mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar yang akan ditanyakan dalam proses wawancara dan penyusunan pokok-pokok wawancara dilakukan sebelum wawancara berlangsung. Selain itu, kualitas sebuah wawancara sangat ditentukan dari apakah interaksi peneliti dengan subjek penelitian dapat terjadi dengan baik sehingga orang yang diteliti bersedia menceritakan hal-hal yang sebenarnya terjadi, bukan yang seharusnya terjadi (Abdullah dalam Poerwandari, 1998, h.61). Dalam penelitian ini, wawancara yang akan diajukan adalah pertanyaan mengenai bentuk dari perilaku seksual anak tunagrahita. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi hal-hal apa saja yang dilakukan subjek dalam berinteraksi dengan lawan jenis dan hal-hal apa saja yang mereka lakukan bila memasuki masa pubertas dimana hasrat seksual mulai muncul bahkan terkadang berlebihan.
Perpustakaan Unika
23 2. Observasi Metode pengamatan menurut Cuba dan Lincoln adalah metode yang dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar dan kebiasaan (Moleong, 2002, h.126). Pengamatan dapat dilakukan dengan mengarahkan pertanyaan pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana. Selain itu, peneliti juga diharapkan dapat ikut merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek (Abdullah dalam Poerwandari, 1998, h.61). Dalam penelitian ini, peneliti ingin melakukan pengamatan terhadap perilaku subjek terkait dengan perilaku seksual subjek, baik itu dilakukan sendiri ataupun dilakukan dengan orang lain. Pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pengamatan ketika di SLB karena anak tunagrahita paling banyak melakukan aktivitas bersama dengan teman-temannya di tempat ia bersekolah.
D. Analisis Data Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang ingin diungkap peneliti melalui pengamatan yang dilakukan, scsuai dengan tujuan penelitian. Patton (dalam Poerwandari, 1998, h.87) mengatakan bahwa satu hal yang harus diingat oleh peneliti adalah kewajiban untuk memonitor dan melaporkan proses serta prosedur-prosedur analisisnya sejujurnya dan selengkap mungkin. Selanjutnya. Patton (dalam Poerwandari, 1998, h.105) mcngungkapkan hal-hal penting untuk analisis kualitatif : Perpustakaan Unika
24 1. Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang diamati, mulai dari awal hingga akhir. 2. Mempresentasikan insiden-insiden kritis atau peristiwa kunci berdasarkan urutan kepentingan insiden tersebut. 3. Mendeskripsikan setiap tempat, setting, dan lokasi yang berbeda sebelum mempresentasikan gambaran dan pola umumnya. 4. Memfokus analisis dan presentasi pada individu-individu atau kelompok-kelompok bila memang individu atau kelompok tersebut menjadi unit analisis primer. 5. Mengorganisasi data dengan menjelaskan proses-proses yang terjadi (seleksi, pengambilan keputusan, komunikasi. dll). 6. Memfokus pengamatan pada isu-isu kunci yang diperkirakan akan sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan primer Penelitian. Dalam penelitian kualitatif, dapat menggunakan analisis induktif: Analisis induktif ini digunakan dengan alasan : 1) proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana yang terdapat dalam data: 2) analisis induktif dapat lebih membuat hubungan antara Peneliti dan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan dikontrol: 3) analisis induktif lebih dapat menguraikan latar secara lebih penuh dan dapat menemukan keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya: 4) analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan- hubungan: 5) analisis induktif dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analisis (Moleong, 2000, h.5).
Perpustakaan Unika
25
E. Uji Kesahihan dan Keandalan Uji kesahihan dan keandalan dapat dilakukan pada penelitian kualitatif dan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ketekunan pengamatan. metode triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi analisis kasus negatif, kecukupan referensial, pengecekan anggota, acuan rinci, dan auditing (Moleong, 2000, h.184-187). Pada penelitian ini, kesahihan dan keandalan akan diuji melalui : 1. Ketekunan pengamatan Bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat rentan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian pemusatan pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain akan menghasilkan kedalaman pemahaman terhadap permasalahan. Dalam penelitian ini, ketekunan pengamatan dilakukan di sekolah dan di rumah subjek. 2. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Digunakan dengan cara mengekspose hasil sementara maupun hasil akhir penelitian yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan beberapa teman atau informan, subjek penelitian, dan dosen pembimbing yang membantu peneliti. Diskusi dilakukan untuk mendapatkan kebenaran hasil dari penelitian. Dengan begitu, validitas dari penelitian ini dapat diandalkan. Perpustakaan Unika 27 BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian Penelitian ini dilakukan di SLB RCC Dharma Bakti Putra yang beralamat di J alan Kagok Dalam III/38 Semarang. Peneliti mendapat rekomendasi tempat dari dosen pembimbing skripsi peneliti setelah melalui pembicaraan yang cukup lama. Sebelum melakukan survey awal, peneliti melakukan survey tempat terlebih dahulu karena peneliti belum mengetahui dimana SLB tersebut berada. Survey tempat dilakukan pada tanggal 4 J anuari 2008. Kebetulan waktu itu kepala sekolah SLB tersebut masih ada disana walaupun ternyata para murid disana sedang libur sekolah sampai tanggal 21 J anuari 2008. Peneliti hanya menyapa kepala sekolah tersebut sebentar saja dan mengatakan bahwa peneliti akan datang lagi nanti ketika para murid sudah masuk sekolah dengan membawa serta surat ijin penelitian dari dosen pembimbing peneliti maupun surat ijin dari Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Pada tanggal 28 J anuari 2008, peneliti berkunjung lagi ke SLB tersebut dengan membawa surat ijin dari dosen pembimbing skripsi peneliti. Surat ijin dari Fakultas Psikologi, pada saat itu, baru saja dimasukkan ke Tata Usaha Fakultas Psikologi sehingga baru dapat diambil 2 hari setelah itu. Disana, peneliti pertama kali menemui kepala sekolah SLB tersebut. Oleh beliau, peneliti diajak berkeliling melihat kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung saat itu. Perpustakaan Unika
28 Peneliti langsung diajak naik ke lantai 2, tempat dimana murid SMP dan SMA berada. Ketika peneliti masuk, para murid terlihat berbisik-bisik sambil berusaha melihat peneliti. Kemudian peneliti dibawa ke tempat murid SMA berada dan ternyata murid yang ada disana adalah laki-laki semua. Pada saat itu mereka sedang diajarkan untuk membuat beberapa anyaman dari kain bekas. Pelajaran tersebut dihentikan sementara karena kedatangan kami. Setelah diberi ijin oleh guru kelas dan kepala sekolah, peneliti pun memperkenalkan diri. Mereka berinteraksi dengan cukup baik. Mereka selalu aktif bertanya tentang peneliti. Setelah itu, peneliti berpamitan dan diajak ke ruang di sebelahnya, yaitu ruang dimana murid SMP berada dan pada saat yang bersamaan, kepala sekolah di tempat tersebut sudah pergi meninggalkan peneliti disana bersama dengan guru kelas tersebut. Murid SMPLB ini jumlahnya lebih banyak dan terdiri dari murid laki-laki dan perempuan. Sekali lagi peneliti berkenalan dengan mereka. Disana, ada 1 murid perempuan yang terlihat begitu menonjol. Siswi tersebut merupakan siswi mampu latih. Ketika peneliti akan berpamitan, siswi tersebut meminta nomor HP peneliti. Peneliti pun kembali lagi ke ruangan depan di SLB tersebut. Peneliti juga memperkenalkan diri kepada guru-guru ataupun beberapa pihak yang ada disana. Orang-orang yang ada disana terlihat ramah dan menyatakan kesanggupannya untuk membantu peneliti memperoleh data yang dibutuhkan. Sebelum berpamitan pulang, peneliti juga tidak lupa untuk meminta data murid-murid yang ada di SLB tersebut berkaitan untuk pemilihan 3 orang subjek penelitian. Perpustakaan Unika
29 Kemudian pada tanggal 1 Februari 2008, peneliti kembali lagi kesana dengan membawa surat ijin dari Fakultas Psikologi. Namun pada saat itu, peneliti mengajak seorang teman pria yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perhatian murid-murid wanita yang ada disana terhadap lawan jenis. Peneliti juga ingin mengetahui reaksi mereka ketika peneliti membawa teman pria. Ketika itu sedang berlangsung kegiatan Pramuka yang bertempat di lantai 2 SLB tersebut. Peneliti dan teman peneliti dipersilahkan untuk naik keatas. Kami pun naik. Ternyata mereka sedang berada di salah satu ruangan yang cukup besar disana. Para murid duduk di bawah dengan rapi sambil menghadap ke satu arah yaitu tempat dimana guru mereka berdiri. Setelah tiba disana, mereka langsung ramai melihat kedatangan kami. Para murid wanita pun berbisik-bisik sambil melihat ke arah teman pria peneliti. Kemudian, kami pun berjabat tangan dengan guru yang sedang ada disana. Karena ada murid yang belum sempat berkenalan dengan peneliti, maka peneliti pun memperkenalkan diri sekali lagi. Kemudian setelah itu, teman pria peneliti juga memperkenalkan diri. Karena peneliti juga ingin mengenal mereka, maka peneliti meminta mereka untuk memperkenalkan diri kepada kami. Hal ini juga sekaligus dimanfaatkan peneliti untuk mengenal murid mana yang akan dijadikan subjek penelitian, setelah sebelumnya, peneliti sudah memilih berdasarkan biodata murid yang diberikan oleh kepala SLB tersebut pada tanggal 28 Februari 2008. Setelah selesai berkenalan, peneliti dan teman peneliti pun turun kembali ke bawah. Namun, kami tidak kembali ke ruangan tempat kami Perpustakaan Unika
30 pertama kali datang. Kami duduk di ruang tamu SLB tersebut. Tiba-tiba bunyi bel istirahat berbunyi. Setelah itu, murid-murid berhamburan keluar kelas. Mereka langsung menyapa kami, dan beberapa murid perempuan langsung memeluk peneliti serta mengobrol bersama. Tidak lama setelah itu, mereka pun meminta nomor HP teman pria peneliti, baru kemudian meminta nomor HP peneliti. Peneliti juga sempat merekam kejadian tersebut di HP milik peneliti. Namun karena mereka menyadari kamera HP peneliti, mereka justru bergaya seolah-olah akan difoto dan saling berebut untuk difoto. Dan ketika peneliti keesokan harinya sedang bermain kesana, mereka sedang acara menyanyi dan peneliti melihat bahwa mereka justru saling berebut untuk menyanyi.
B. Pelaksanaan Penelitian Untuk mendukung penelitian ini, peneliti memakai subjek wanita yang sedang menginjak usia puber yaitu sekitar usia 11-15 tahun. Peneliti memakai subjek anak tunagrahita wanita karena menurut Somantri(2006, hal.116), anak tunagrahita wanita cenderung kurang dapat menahan diri, di samping keingintahuan peneliti tentang perilaku seksual anak tunagrahita wanita. Sedang untuk masa puber sendiri, merupakan masa dimana anak- anak sedang mengalami perubahan hormon, atau dapat dikatakan, sesuai dengan pendapat Hurlock(1980, hal.184), merupakan masa peralihan dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Anak tunagrahita disini merupakan anak tunagrahita mampu didik. Data yang dipakai peneliti diambil dari hasil observasi dan wawancara. Wawancara sendiri dilakukan dengan subjek, guru kelas Perpustakaan Unika
31 subjek, kepala sekolah subjek, dan keluarga subjek. Peneliti melakukan wawancara dengan 3 orang subjek secara bersama-sama(sekaligus) karena untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Peneliti sudah mencoba melakukan wawancara hanya berdua dengan salah seorang anak tunagrahita. Tetapi anak tersebut justru cenderung menjadi diam padahal sebelumnya, ia merupakan anak yang tergolong ramai. Suasana cenderung menjadi kaku dan tidak dapat santai. Oleh karena itu, peneliti mewawancara subjek secara sekaligus dalam satu waktu agar mereka bisa lebih santai dan dapat menjawab semua pertanyaan peneliti. Dan ternyata, para subjek pun dapat bercerita lebih santai dan leluasa. Waktu yang digunakan pun pada saat jam pelajaran berlangsung. Hal ini dikarenakan untuk menghindari banyak gangguan dari anak-anak yang lain. Pada tanggal 2 Februari 2008, peneliti melakukan kunjungan ke SLB lagi. Peneliti datang sendirian. Ketika itu, murid-murid disana sedang acara santai yaitu menyanyi. Begitu melihat kehadiran peneliti, beberapa murid wanita langsung memeluk peneliti dan berebut untuk berbicara dengan peneliti. Tidak lama setelah itu, peneliti menemui guru yang sedang mengajar disana dan duduk di sebelahnya. Tiba-tiba beberapa murid laki-laki maupun perempuan, meminta nomor HP peneliti. Peneliti sendiri merasa tidak nyaman berada disana karena beberapa murid laki-laki duduk berdekatan dengan peneliti dan cenderung ingin bersentuhan. Setelah acara selesai, peneliti pun berpamitan untuk pulang. Kemudian, pada waktu sore harinya, ada murid SLB yang bernama D menelepon HP peneliti dan menyatakan bahwa dia kangen, suka, dan sayang dengan peneliti. Dan yang membuat peneliti merasa sangat tidak nyaman adalah Perpustakaan Unika
32 ketika ia mengungkapkan bahwa ia ingin datang ke kamar peneliti dan mengajak bermain. Awalnya peneliti tidak mengetahui maksud dari kata main yang disebutkan, tetapi akhirnya peneliti mengetahui bahwa maksud dari kata itu adalah seks. Hal itu membuat peneliti merasa takut dan menunda kedatangan peneliti untuk datang kesana lagi disamping peneliti juga sedang disibukkan oleh kegiatan di luar kampus. Namun ketika kegiatan di luar kampus peneliti selesai dan peneliti merasa lebih baik, peneliti segera melakukan wawancara walaupun pada saat itu peneliti meminta teman peneliti untuk menemani. Dalam wawancara dengan subjek dan guru serta kepala sekolah SLB tersebut, dapat diperoleh beberapa data yang dibutuhkan. Namun, ketika dilakukan wawancara dengan keluarga subjek, data yang diperoleh sangat sedikit. Mereka cenderung tidak mengetahui interaksi subjek dengan lawan jenisnya. Peneliti pertama kali melakukan wawancara dengan murid yang bernama DH pada tanggal 9 Februari 2008. Meskipun murid ini bukanlah subjek peneliti karena dia merupakan anak tunagrahita mampu latih, tapi peneliti merasa bahwa perilaku seksual anak tersebut cukup tinggi sehingga peneliti ingin mengetahui sejauh mana perilaku seksual anak tersebut. Peneliti pernah melihat dia dipeluk oleh teman SLBnya yang bernama R. Selain itu, anak tersebut juga cukup sering sms-an dengan peneliti, menceritakan aktivitasnya sendiri ataupun dengan lawan jenisnya. Di samping itu, peneliti juga ingin melakukan uji coba wawancara terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara langsung kepada subjek penelitian untuk mengetahui metode seperti apa yang cocok digunakan untuk Perpustakaan Unika
33 mewawancara anak tunagrahita. Sebenarnya, anak tersebut ber-IQ 61(berdasar data dari SLB tersebut). Namun, menurut kepala SLB tersebut, perilaku ataupun interaksi sosialnya, merupakan anak tunagrahita mampu latih. Maka dari itu, anak tersebut diklasifikasikan ke dalam anak tunagrahita mampu latih di SLB tersebut. Hal ini juga pernah diungkapkan oleh kepala SLB tersebut bahwa terkadang data yang dihasilkan oleh tes IQ kurang valid sehingga dibutuhkan data berdasarkan kemampuan anak tunagrahita tersebut. Kemudian pada tanggal 21 Februari 2008, peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian secara langsung yaitu 3 orang sekaligus. Murid yang dipilih menjadi subjek penelitian yaitu L, W, dan N. Wawancara pun berjalan dengan lancar. Meskipun banyak obrolan yang kurang dibutuhkan untuk data penelitian, namun ada beberapa data yang dapat digunakan untuk melengkapi data penelitian. Pada tanggal 18 Maret 2008, peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas mereka. Dari beliau, diperoleh beberapa data yang dibutuhkan untuk penelitian. Sebenarnya, sebelum mewawancara guru kelas subjek, peneliti pernah melakukan pembicaraan singkat atau wawancara dengan salah satu murid laki-laki di SLB tersebut yaitu A. Pembicaraan tersebut hanya dilakukan berdua oleh peneliti dan A. Peneliti melakukan pembicaraan dengan A karena A merupakan salah satu anak laki-laki yang sering disebut oleh para subjek peneliti. Namun hasil yang diperoleh dari pembicaraan tersebut kurang bermanfaat. A terlihat diam dan selalu menundukkan kepala padahal sebelum pembicaraan tersebut dilakukan, A sempat meminta nomor HP peneliti dan terlihat ramai ketika mengobrol Perpustakaan Unika
34 dengan peneliti dan teman-teman SLBnya. Hal ini mungkin disebabkan karena A cenderung merasa malu dan tidak nyaman ketika dihadapkan hanya berdua dengan peneliti dan terlibat suatu pembicaraan. Setelah melakukan wawancara dengan guru kelas subjek, pada tanggal 24 Maret 2008, peneliti mewawancarai kepala SLB tersebut yang bernama S. Dari beliau juga didapatkan data yang dapat menambah informasi atau data yang dibutuhkan. Awalnya, peneliti sempat merasa kesulitan menemui kepala SLB tersebut karena beliau sedang disibukkan untuk membuat soal ujian untuk anak-anak SLB sehingga beliau sering tidak berada di SLB. Kemudian, pada tanggal 29 Maret 2008, peneliti mencari alamat tempat tinggal subjek penelitian yang bernama subjek W. Karena peneliti bukan orang Semarang atau mungkin bukan termasuk orang yang mengenal daerah di kota Semarang, peneliti sempat merasa kesulitan mencari alamat tempat tinggal tersebut disamping juga tidak ada nomor tempat tinggal di data yang dimiliki oleh peneliti. Namun akhirnya peneliti dapat menemukan alamat tempat tinggal tersebut. Disana peneliti bertemu dengan ibu subjek. Sekitar 3 menit kemudian, ayah subjek datang bersama subjek. Sebenarnya peneliti ingin mewawancara orang tua ataupun keluarga subjek tanpa ada subjek di tempat tinggal. Tetapi karena peneliti terlalu lama mencari alamat tempat tinggal tersebut sehingga waktu yang digunakan ketika wawancara orang tua W bertepatan dengan ketika W sudah pulang ke rumah. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena W juga sibuk bebenah diri ketika sampai di rumahnya. Wawancara berjalan cukup lancar walaupun data yang diperoleh kurang memuaskan. Perpustakaan Unika
35 Kemudian pada tanggal 1 April 2008, peneliti berencana untuk menyelesaikan wawancara dengan keluarga 2 orang subjek penelitian yaitu keluarga L dan N. Berdasar dari pengalaman sebelumnya, peneliti berangkat mencari tempat tinggal keluarga subjek lebih pagi. Tempat tinggal pertama yang dituju hari itu adalah tempat tinggal subjek yang bernama L. Dengan beberapa kali bertanya pada orang dan melewati jalan yang sempit, peneliti berhasil menemukan tempat tinggal keluarga L. Disana, peneliti bertemu dengan kakak sepupu subjek. Akhirnya, peneliti mewawancara kakak sepupu subjek karena ternyata subjek tidak tinggal dengan orang tua kandungnya. Data yang diperolehpun kurang begitu sesuai dengan data yang diharapkan oleh peneliti. Setelah itu, peneliti melanjutkan untuk mencari tempat tinggal subjek yang terakhir yaitu N. Alamat tempat tinggal subjek ini tergolong sulit dicari karena melewati jalan yang sangat sempit dan naik turun. Hal ini menyebabkan peneliti tidak melanjutkan mewawancarai keluarga N pada hari itu, tetapi peneliti menunda sampai besok. Keesokan harinya, yaitu pada tanggal 2 April 2008, peneliti mencari kembali alamat tempat tinggal N. Hari itu peneliti mengajak teman peneliti yang bernama T untuk menemani peneliti mencari alamat tempat tinggal N karena T ini tergolong orang yang mengenal beberapa daerah di kota Semarang. Akhirnya tempat tinggal subjek pun kami temukan. Ternyata tempat tinggal subjek cukup sulit dijangkau dengan kendaraan sehingga kami pun berjalan kaki untuk dapat sampai ke tempat tinggal subjek. Disana kami bertemu dengan nenek, tante, dan om subjek. Subjek inipun tidak tinggal dengan orang tua kandungnya. Dari hasil wawancara dengan Perpustakaan Unika
36 nenek, tante, ataupun om subjek, peneliti tidak memperoleh data yang cukup untuk mendukung penelitian.
Perpustakaan Unika
37 Daftar Tabel Kegiatan Penelitian
Tanggal Kegiatan/Kunjungan 18 J anuari 2008 Survey tempat 28 J anuari 2008 Mengambil blanko surat ijin penelitian dari Fakultas Psikologi untuk ditandatangani dosen pembimbing skripsi peneliti, memberikan surat ijin dari dosen pembimbing skripsi peneliti ke SLB, dan observasi awal serta perkenalan dengan orang-orang di SLB 29 J anuari 2008 Mengantar blanko surat ijin penelitian ke Fakultas Psikologi yang telah ditandatangani dosen pembimbing skripsi peneliti 31 J anuari 2008 Mengambil surat ijin penelitian dari Fakultas Psikologi 1 Februari 2008 Mengantar surat ijin dari Fakultas Psikologi ke SLB dan mencoba lebih mendekatkan diri dengan anak-anak disana 2 Februari 2008 Berkunjung ke SLB hanya untuk sekedar bermain kesana sekaligus mengenal situasi disana 9 Februari 2008 Wawancara dengan DH, murid SLB yang mampu latih 21 Februari 2008 Wawancara dengan 3 orang subjek sekaligus 25 Februari 2008 Wawancara dengan anak SLB laki-laki yang bernama A yang cenderung disebutkan dalam wawancara dengan subjek 18 Maret 2008 Wawancara dengan guru kelas subjek 24 Maret 2008 Wawancara dengan kepala SLB 29 Maret 2008 Mencari alamat tempat tinggal W dan melakukan wawancara dengan orang tuanya 1 April 2008 Mencari alamat tempat tinggal L dan N, serta melakukan wawancara dengan anggota keluarga L 2 April 2008 Mencari alamat tempat tinggal N untuk yang kedua kalinya, serta melakukan wawancara dengan anggota keluarga N
Perpustakaan Unika
38 C. Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa milik Hj. Soemiyati Himawan. Dulunya, SLB ini bertempat di garasi mobil rumah Ibu Hj. Soemiyati, namun sekarang sudah dapat berkembang menjadi lebih luas meskipun tempatnya tergolong terpencil. Untuk dapat sampai di SLB tersebut, harus melalui jalan yang sempit terlebih dahulu sehingga mobilpun sulit untuk bisa mencapai depan SLB tersebut. Di SLB tersebut tidak mempunyai halaman yang cukup luas. Bangunannyapun tidak seluruhnya berasal dari campuran batu bata dan semen, tetapi ada juga yang terbuat dari kayu. Untuk ruang kelasnyapun tergolong sempit karena jumlah muridnya sedikit, sekitar 6-8 orang per kelas, dan ruangan tersebut sudah terlihat sempit, tidak banyak tempat yang kosong. Selain disana ada 5 tempat yang digunakan untuk kegiatan belajar- mengajar yang rutin dilakukan, juga terdapat ruang tamu, ruang komputer, ruang penyimpanan data/berkas penting, kantin, dan sebuah ruangan yang cukup besar yang sering digunakan untuk acara santai murid-murid disana. Tidak ada ruangan pasti untuk berkumpulnya guru-guru yang mengajar disana ketika jam istirahat. SLB tersebut lebih mirip sebuah rumah dibandingkan dengan sebuah sekolah kebanyakan. Meskipun demikian, guru-guru disana tergolong ramah dan bersahabat. Mereka mampu menangani maupun membimbing anak-anak tersebut dengan penuh kesabaran. J adwal belajar murid-murid disana, bervariasi, tergantung dari kelasnya. Untuk anak SD, waktu pulang sekolahnya yaitu pukul 11.30 WIB; sedangkan untuk anak SMP dan SMA yaitu pukul 12.00 WIB. Perpustakaan Unika
39 Kegiatan belajar-mengajar disana sedikit berbeda dengan sekolah-sekolah kebanyakan. Untuk hari J umat dan Sabtu adalah acara santai bagi murid- murid disana, tidak ada mata pelajaran wajib yang harus mereka kerjakan. Biasanya hari J umat diisi dengan kegiatan Pramuka yang sering dilakukan di dalam ruangan. Berbeda dengan kegiatan Pramuka sekolah-sekolah biasa yang lain yang kegiatan Pramukanya dilakukan di luar ruangan dan biasanya pada sore hari serta dibimbing oleh anak-anak yang kelasnya lebih tinggi. Namun disini, yang mengajarkan adalah guru SLB dan materinyapun tergolong sangat sederhana. Kegiatannyapun dilakukan di dalam ruangan di lantai 2 SLB tersebut serta pada waktu pagi hari. Acara selanjutnya setelah itu biasanya bervariatif, tidak tentu, tergantung dari guru-guru yang mengajar disana. Begitu pula untuk hari Sabtu, hanya bedanya di hari ini tidak ada kegiatan Pramuka. Dalam hal ini, untuk subjek N sampai sekarang masih kelas 4 SDLB dan subjek L serta W masih kelas 5 SDLB. J umlah murid di SLB tersebut tergolong sedikit, yaitu antara 6-8 orang per kelasnya. Meskipun jumlahnya tergolong sedikit bila dibandingkan dengan jumlah murid di sekolah-sekolah biasa, namun justru lebih sulit mengajar anak tunagrahita dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan mengajar anak-anak biasa dalam jumlah yang lebih banyak. Mengajar yang dimaksud bukan hanya mengajar mata pelajaran wajib, tetapi juga mengajarkan tentang semua hal baik itu mata pelajaran wajib ataupun pelajaran tentang perilaku. Disamping karena IQ mereka yang tergolong rendah, interaksi dengan lingkungan sekitarnyapun cukup sulit untuk mereka lakukan dengan baik. Guru-guru yang ada disana Perpustakaan Unika
40 dituntut untuk dapat lebih bersabar dalam menyampaikan sesuatu karena anak-anak tersebut tidak mudah untuk menangkap suatu pembelajaran. Sehingga untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak tersebut harus dilakukan secara berulang kali. Perpustakaan Unika 41 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Subjek 1 a. Identitas Subjek Nama : L Umur : 14 Tahun Tempat, tanggal lahir : Semarang, 20 September 1993 J enis kelamin : Perempuan b. Hasil Observasi Subjek merupakan anak yang tergolong kurus, berkulit putih, memiliki potongan rambut pendek seperti laki-laki. Dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, subjek juga tergolong anak yang cukup tinggi. Namun, subjek tergolong anak yang pendiam. Hal ini dapat dilihat pada awal peneliti bertemu dengan subjek yaitu pada tanggal 1 Februari 2008, subjek hanya memandang peneliti. Ketika itu peneliti sedang mengobrol bersama teman-teman subjek sedangkan subjek hanya diam saja. Peneliti pun kurang memperhatikan subjek. Namun ternyata ketika peneliti sedang melihat rekaman video di HP peneliti, peneliti melihat subjek sedang ikut bersama teman- temannya yang meminta nomor HP teman pria peneliti meskipun subjek sendiri tidak ikut meminta(menyerahkan kertas Perpustakaan Unika
42 untuk diisi nomor HP teman pria peneliti). Di hari selanjutnya yaitu tanggal 2 Februari 2008 ketika peneliti sedang berkunjung kesana pada saat acara santai menyanyi, subjek sudah dapat mengobrol bersama peneliti dan teman-temannya meskipun hanya obrolan singkat saja. Disana, subjek cenderung duduk diam diantara teman-teman wanitanya. Ketika bermain dengan teman-temannya, subjek tergolong hanya mengikuti kemana teman-temannya pergi dan tertawa ketika temannya tertawa. Ketika peneliti mewawancara subjek, subjek pun terlihat lebih banyak diam. J awaban yang diberikan pun tergolong singkat dan wajah subjek ketika diwawancara cenderung lebih banyak menunduk. Dia cenderung hanya mengikuti obrolan teman-temannya dibanding berinisiatif untuk memulai suatu pembicaraan/obrolan. Di rumah, subjek juga dikenal sebagai anak yang pendiam. Hal ini didukung oleh pernyataan dari kakak sepupu subjek yang tinggal bersama subjek. Di lingkungan rumahnya, subjek jarang bermain dengan teman-teman seusianya namun tergolong sering bermain dengan teman-teman SLBnya. Hal ini biasa dilakukan subjek ketika sore hari setelah pulang dari sekolah. Biasanya, mulai jam 7 pagi sampai jam setengah 12, subjek bersekolah seperti biasa. Kemudian subjek langsung pulang ke rumah dan pada sore harinya, subjek kembali lagi ke SLB karena ada Paket A. J adi, subjek lebih sering menghabiskan waktu bermainnya di sekolahan bersama teman-teman SLBnya. Perpustakaan Unika
43 c. Hasil Wawancara Latar Belakang Subjek menurut data dan informasi dari keluarga Subjek lahir di Semarang pada tanggal 20 September 1993. Menurut data yang ada di SLB, subjek memiliki IQ 61 dan masuk ke kategori siswi yang mampu didik. Di Semarang, subjek tinggal bersama keluarga ibunya yang beralamat di J alan J omblang Perbalan 703 Semarang. Namun, subjek tidak tinggal bersama dengan ibunya karena ibu subjek bekerja di daerah Tegalsari dan jarang pulang ke rumah. Kalaupun pulang, sekitar 1 bulan sekali. Dan sampai saat ini subjek tinggal bersama nenek, kakak ibunya dan suami, kakak sepupu subjek dan suami beserta anaknya. Orang tua subjek sudah lama tidak tinggal serumah. Subjek sering berselisih ketika tinggal bersama dan kebetulan subjek sering melihat perselisihan tersebut hingga beberapa tahun yang lalu, orang tua subjek tidak tinggal bersama namun sampai sekarangpun orang tua subjek belum resmi bercerai. Meskipun demikian, ibu subjek juga belum menikah lagi sedangkan ayah subjek juga sudah tidak pernah berkunjung ke rumah keluarga subjek lagi. Subjek merupakan anak satu- satunya. Menurut pernyataan kakak sepupu subjek, subjek menjadi tergolong anak tunagrahita karena sering melihat orang tuanya berselisih dan karena subjek jarang bermain dengan teman- Perpustakaan Unika
44 teman di sekitar rumahnya. Tidak ada gejala apapun yang menunjukkan bahwa subjek akan mengalami cacat mental. Subjek merupakan anak yang pendiam. Dulunya, subjek pernah sekolah di SD biasa, bukan SDLB, namun hampir setiap tahun tidak naik kelas. Guru di SD tersebut juga mengatakan agar subjek disekolahkan di SLB saja. Lalu kakak sepupu subjek membawa subjek untuk diperiksa IQ-nya di rumah sakit Karyadi. Dan ternyata hasilnya sekitar 63%. Dari sini dokter di sana pun merekomendasikan agar subjek disekolahkan di SLB saja. Hingga akhirnya subjek dimasukkan ke SLB pada saat subjek menginjak kelas 5. Sampai sekarang, subjek sudah 1 tahun di SLB tersebut. Dan menurut pengakuan dari kakak sepupu subjek, subjek sudah menunjukkan kemajuan. Sekarang, subjek sudah dapat sedikit menguasai hitung-hitungan.
Perilaku terhadap Lawan Jenis Dengan Subjek Ketika Peneliti mewawancara subjek, subjek mengaku bahwa ia belum pernah mempunyai rasa suka kepada teman laki- laki subjek walaupun teman subjek mengatakan bahwa subjek sudah pernah mempunyai rasa suka terhadap lawan jenis. Menurut pernyataan subjek N, subjek L sudah pernah berpacaran dengan teman laki-laki di SLB tersebut namun subjek L membantahnya. Meskipun demikian, subjek L pernah berpegangan tangan dengan lawan jenis. Perpustakaan Unika
45
Dengan Guru Kelas Menurut guru kelas subjek, subjek merupakan anak yang penurut dan lebih mudah diberi nasihat bila dibandingkan dengan 2 orang subjek penelitian yang lain.
Dengan Keluarga Subjek Menurut kakak sepupu subjek, subjek tergolong anak yang pendiam dan jarang bermain dengan anak-anak seusianya ketika berada di lingkungan rumahnya. Subjek hanya bermain dengan teman-teman SLBnya saja baik laki-laki maupun perempuan dan tidak pernah berkomunikasi dengan teman- temannya itu melalui telepon ataupun sms. Kakak sepupu subjek ini juga mengatakan bahwa ia kurang mengetahui tentang interaksi subjek dengan lawan jenis karena kakak sepupu subjek juga terkadang pergi untuk bekerja. d. Analisa Kasus Subjek merupakan anak yang pendiam bila dibandingkan dengan teman-teman SLBnya yang lain. Ketika diwawancarapun subjek cenderung kurang banyak berbicara bila dibandingkan dengan 2 orang subjek yang lain. Subjek juga belum pernah menyukai lawan jenisnya namun sudah pernah berpegangan tangan dengan lawan jenis. Diantara teman-temannya, subjek cenderung lebih mudah diberi nasihat. Di lingkungan rumahpun Perpustakaan Unika
46 subjek juga merupakan anak yang pendiam dan jarang bermain dengan teman-teman seusianya. Keluarga subjek yang tinggal dengan subjek juga kurang mengetahui interaksi subjek dengan lawan jenisnya. Dan menurut penuturan kakak sepupu subjek, subjek tidak memiliki teman laki-laki selain teman laki-laki di SLB tempat subjek bersekolah.
Perpustakaan Unika
47 TABEL MATRIKS SUBJEK L
Spontan IQ rendah Agresif Spontan -
++
++ IQ rendah -
++ Agresif -
Keterangan : + : Intensitas lemah ++ : Intensitas sedang +++ : Intensitas kuat Perpustakaan Unika
48 BAGAN PERILAKU SEKSUAL SUBJEK L
Orang tua kurang memberi pemantauan(ayah dan ibu berpisah rumah sejak subjek masih kecil) Anggota keluarga(pihak ibu)yang serumah, sibuk Subjek cenderung banyak diam Keluarga Guru sering memberikan pengarahan Subjek jarang berinteraksi dengan teman laki-laki di SLB
Sekolah Dinamika Perilaku Seksual Pegangan tangan
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Perpustakaan Unika
49 2. Subjek 2 a. Identitas Subjek Nama : W Umur : 12 Tahun Tempat, tanggal lahir : Semarang, 9 September 1995 J enis kelamin : Perempuan b. Hasil Observasi Pada awal pertemuan yaitu pada tanggal 1 Februari 2008, rambut subjek masih tergolong panjang(sekitar 10 cm dari bahu) dan lurus. Namun pada saat diwawancara, rambut subjek sudah dipotong menjadi sebahu. Kulit subjek berwarna coklat dan badan subjek cukup proporsional(tidak gemuk atapun tidak kurus). Diantara subjek penelitian yang lain, subjek W ini terlihat sering memakai aksesoris seperti anting-anting, gelang, kalung, bando ataupun jepitan rambut. Terkadang, subjek tidak hanya memakai 1 gelang saja, tetapi memakai cukup banyak gelang. Aksesoris yang dipakai subjek juga kebanyakan terbuat dari bahan plastik dan berwarna-warni. Ketika peneliti pertama kali bertemu dengan subjek yaitu pada tanggal 1 Februari 2008, subjek bersama subjek N, pada saat acara Pramuka sudah selesai, menemui peneliti di lantai bawah dan mengajak peneliti mengobrol. Ketika itu peneliti sedang berdiri di sebelah ruangan dekat ruang tamu sedangkan teman pria peneliti duduk di ruang tamu SLB tersebut. Disana tidak hanya subjek saja, tetapi juga ada beberapa teman-teman Perpustakaan Unika
50 subjek yang ikut mengobrol dengan kami(peneliti dan subjek). Tidak selang berapa lama, subjek menengok ke arah teman pria peneliti dan menanyakan ulang namanya. Subjek cukup sering melihat ke arah teman pria peneliti. Setelah itu, subjek bertanya nomor HP teman pria peneliti kepada peneliti. Penelitipun tersenyum dan mengatakan agar subjek meminta sendiri kepada teman pria peneliti. Tiba-tiba saja subjek langsung ke kelas masing-masing dan menyobek kertas dari buku subjek, lalu mendatangi teman pria peneliti dan mengatakan bahwa subjek ingin meminta nomor HPnya, dalam hal ini, subjek W termasuk di dalamnya. Pada hari berikutnya ketika peneliti sedang bermain kesana, yaitu tanggal 2 Februari 2008, subjek bersama teman- temannya sedang melakukan aktivitas santai yaitu menyanyi. Begitu melihat peneliti, subjek langsung mendekati peneliti dan mengajak mengobrol bersama teman-temannya. Ketika itu peneliti melihat bahwa subjek ternyata sedang berebut untuk menyanyikan lagu(berkaraoke) dengan teman-temannya. Ketika subjek selesai menyanyi, subjek lebih cenderung duduk diantara teman laki-lakinya. Dalam interaksinya dengan teman-temannya, subjek juga lebih cenderung mengikuti temannya, dalam hal ini subjek N, namun subjek bukan tergolong anak yang pendiam. Subjek dapat mengobrol ataupun memulai obrolan dengan orang lain. Perpustakaan Unika
51 Pada saat diwawancara, pada awalnya subjek cukup sering menundukkan wajahnya dan diam ketika sedang diajak mengobrol oleh peneliti. Namun lama-kelamaan, subjek sudah dapat mengobrol seperti yang biasa dilakukan subjek pada saat- saat sebelum sesi wawancara dengan peneliti. Di lingkungan rumahnya, subjek hanya memiliki 1 teman bermain yaitu anak kecil. Menurut orang tua subjek, teman- teman SLB subjek termasuk cukup sering bermain ke rumah subjek terlebih lagi kalau jam pulang sekolah menjadi lebih awal, sedangkan subjek sendiri tidak pernah bermain di sekitar rumahnya. Di rumah, subjek juga cukup sering sms-an dengan teman laki-laki di SLBnya. Kebetulan pada saat peneliti ke rumah subjek untuk mewawancara orang tua subjek, bertepatan dengan waktu kepulangan subjek. Pada hari itu, subjek sedang menstruasi namun dia tidak memakai pembalut. Baru setelah ibunya memintanya untuk memakai pembalut dan mengganti celananya yang terkena banyak noda darah, subjek baru mengganti celananya dan memakai pembalut. Ketika peneliti mewawancara orang tua subjek, subjek cenderung diam saja dan lebih banyak tersenyum. Namun setelah orang tua subjek pergi sebentar, subjek bercerita banyak hal dengan peneliti seputar aktifitasnya di sekolah hari itu. Salah satunya subjek menceritakan bahwa pada hari itu subjek N tidak langsung pulang ke rumah karena akan pergi ke tempat teman Perpustakaan Unika
52 laki-lakinya(bukan teman SLB) yang berada di dekat simpang lima. c. Hasil Wawancara Latar Belakang Subjek menurut data dan informasi dari keluarga Subjek lahir di Semarang pada tanggal 9 September 1995. Menurut data yang ada di SLB, IQ subjek antara 55-56 dan subjek tergolong siswi mampu didik. Subjek tinggal bersama orang tua dan kakak-kakaknya yang beralamat di J angli Perbalan RT 6 RW 6 Semarang. Ayah subjek bekerja sebagai supir ojek dan ibu subjek mempunyai sebuah warung kecil di dekat pangkalan ojek suaminya. Subjek mempunyai 1 orang kakak laki-laki dan 1 orang kakak perempuan. Sekarang, kakak laki-laki subjek bekerja di sebuah pabrik di Kabupaten Semarang, sedangkan kakak perempuan subjek menjadi seorang pelayan di sebuah rumah makan yang cukup besar di kota Semarang. Semua kakak subjek bersekolah di sekolah untuk anak-anak normal. Menurut pernyataan ibu subjek, beliau kesulitan mengeluarkan subjek ketika proses melahirkan sehingga akhirnya subjek terpaksa divacum. Berat badan subjek pada saat dilahirkan sekitar 4 kilogram. Sebenarnya kakak-kakak subjek juga lahir dengan berat badan yang hampir sama, yaitu sekitar 3,9 kilogram dan 4 kilogram. Perpustakaan Unika
53 Sekitar umur 8 bulan, subjek sering kejang-kejang. Terkadang sampai 3 kali dalam sehari. Hal ini berlangsung sampai usia subjek menginjak 1 tahun. Kemudian orang tua subjek membawa subjek ke LPT milik Unika Soegijapranata di jalan Imam Bonjol. Namun karena dinilai terlalu mahal oleh orang tua subjek, maka orang tua subjek membawa subjek ke rumah sakit Elisabeth untuk diperiksa. Dari hasil USG, dokter mendiagnosa bahwa subjek terserang virus sejenis Ephilepsi. Mulai dari hal ini, subjek rutin meminum obat selama hampir 3 bulan. Kemudian karena ibu subjek merasa kasian apabila subjek meminum obat terlalu banyak, maka ibunya menghentikan pemakaian obat subjek. Namun ternyata, walaupun obat dihentikan, subjek tetap baik-baik saja dan tidak kejang-kejang lagi sampai saat ini. Awalnya, subjek bersekolah di sekolah biasa. Namun ibu subjek merasa bahwa anaknya tidak cukup pintar untuk bersekolah di SD tersebut dan juga subjek sering bercerita bahwa ia tidak memiliki teman di sekolah tersebut. Sehingga hal ini menyebabkan subjek sering malas-malasan untuk pergi sekolah dan hampir dapat dikatakan tidak pernah bahagia ketika bersekolah di SD tersebut. Ketika ayah subjek ingin memindahkan subjek, guru di SD tersebut menahan agar tidak dipindahkan dengan alasan bahwa subjek masih dapat mengikuti pelajaran disana hanya agak lama mengertinya dan gurunya harus sabar dalam menerangkannya. Perpustakaan Unika
54 Namun subjek hanya sekolah di SD tersebut sampai kelas 3 saja. Setelah itu, subjek pindah ke SLB. Di SLB ini, subjek menjadi lebih ceria dan susah apabila diajak membolos oleh orang tuanya. Teman-teman subjek kebanyakan adalah teman- teman dari SLB, sedangkan teman di sekitar rumahnya hanya 1 orang dan itupun adalah seorang anak kecil.
Perilaku terhadap Lawan Jenis Dengan Subjek Dari ketiga orang subjek, subjek W termasuk anak yang banyak memiliki pacar, bahkan terkadang subjek berpacaran dengan lebih dari 1 anak dalam satu waktu. Subjek juga sudah pernah dibelikan beberapa barang oleh para pacarnya. Selain itu, subjek juga pernah memberikan bunga untuk teman laki-lakinya di SLB. Dalam hal ini, subjek mengakui bahwa ia sudah pernah mempunyai perasaan suka terhadap lawan jenis. Menurut pernyataan subjek L(subjek W tidak membantah), subjek W pernah memegang tangan teman laki-laki di SLB ketika teman laki-lakinya tersebut sedang sakit sambil menanyakan penyakitnya, bahkan subjek sampai menangis. Subjek ketika berpacaran, biasanya di lantai 2 atau kalau tidak di tempat berenang. Subjek juga pernah pergi bersama teman-teman SLBnya ke Indomaret dan Hero sambil dipegang tangannya oleh teman laki-lakinya yang lain. Selain itu, subjek L(subjek W juga tidak Perpustakaan Unika
55 membantah) juga mengatakan bahwa subjek W pernah ketika berpacaran di lantai atas, diajak njot-njotan oleh teman prianya tersebut dan alat kelamin serta payudara subjek dipegang- pegang. Ternyata yang melakukan hal tersebut kepada subjek bukan hanya teman prianya tersebut saja, tetapi juga teman laki- laki subjek yang lain.
Dengan Guru Kelas Menurut guru kelas subjek, subjek tergolong anak yang over jika mengenai lawan jenis. Hal ini menurut guru kelas subjek mungkin disebabkan karena pengaruh dari sinetron. Subjek juga pernah mengatakan bahwa ia disayang dan dicium.
Dengan Keluarga Subjek Menurut orang tua subjek, subjek hanya memiliki 1 teman bermain di lingkungan rumahnya dan itupun anak yang masih kecil. Orang tua subjek juga mengatakan bahwa subjek kurang mengetahui masalah interaksi anaknya dengan teman laki-lakinya ketika berada di sekolah. Tetapi kalau di rumah, subjek merupakan anak yang biasa dan baik-baik saja. Pada awalnya, orang tua subjek justru bertanya kepada Peneliti mengenai hubungan anak perempuan dengan anak laki- laki ketika berada di sekolahan. Dan orang tua subjek pun mengatakan bahwa subjek pernah mengatakan rasa kekhawatiran subjek terhadap anaknya ketika bersama dengan Perpustakaan Unika
56 anak laki-laki di SLB kepada guru kelas subjek. Di samping itu, menurut penuturan dari orang tua subjek, subjek juga pernah saling ber-sms dan ber-telepon dengan teman laki-lakinya di SLB namun hanya sebatas pertanyaan biasa, tidak macam- macam. Ketika di rumah, subjek tidak pernah bermain apalagi dengan anak laki-laki. Subjek biasanya bermain dengan teman- teman SLBnya. Terkadang bila subjek pulang lebih awal, subjek bermain ke rumah subjek.
d. Analisa Kasus Ketika pertama kali bertemu peneliti, subjek sudah banyak mengajukan pertanyaan baik itu berkaitan dengan diri peneliti ataupun teman pria peneliti yang datang bersama peneliti. Bahkan sampai ketika wawancara dilakukan, subjek juga masih menanyakan tentang teman pria peneliti tersebut. Subjek mengakui bahwa ia sudah pernah menyukai lawan jenisnya. Subjek juga tidak membantah ketika subjek L mengatakan bahwa subjek pernah berpegangan tangan serta payudara dan alat kelamin subjek dipegang oleh teman laki-laki di tempat subjek bersekolah. Namun ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang apakah subjek pernah pergi berdua dengan teman laki-lakinya, subjek membantahnya namun kemudian subjek L mengingatkan bahwa subjek pernah pergi bersama- sama dengan teman laki-laki subjek dan disana subjek juga Perpustakaan Unika
57 bergandengan tangan dengan teman laki-lakinya tersebut. Menurut pernyataan kepala sekolah subjek, hal tersebut dapat terjadi karena subjek lupa akan peristiwa tersebut. Beliau mengatakan bahwa anak-anak SLB terkadang dapat mengingat apa yang pernah terjadi pada diri subjek namun terkadang juga mudah untuk lupa. Lokasi yang biasa dipakai untuk berpacaran ketika di sekolahan adalah di lantai atas ketika situasi disana sedang kosong atau tidak ada guru yang berjaga disana. Di lingkungan sekolah, subjek tergolong anak yang lebih over bila dibandingkan dengan beberapa teman yang lain bila berinteraksi dengan lawan jenisnya. Guru kelas subjek juga selalu berkonsultasi(bertukar cerita) dengan orang tua subjek mengenai perilaku subjek di sekolah namun ketika Peneliti menanyakan hal tersebut, orang tua subjek mengatakan bahwa subjek kurang mengetahui interaksi anaknya dengan lawan jenis ketika di sekolahan padahal ibu subjek mengatakan kepada Peneliti bahwa beliau mengkhawatirkan interaksi anaknya dengan anak laki-laki dan hal tersebut sudah disampaikan kepada guru kelas subjek. Orang tua subjek juga mengatakan bahwa subjek biasa-biasa saja ketika di rumah dan tidak mempunyai teman laki-laki selain teman laki-laki di SLB tempat subjek bersekolah.
Perpustakaan Unika
58 TABEL MATRIKS SUBJEK W
A B C D E F G A -
+++
+++
++ -
+
+++ B -
++
++ - -
++ C -
++ - -
+++ D -
++
++
+++ E -
++ - F - - G -
Keterangan : A : Tidak punya rasa malu B : Spontan C : Agresif D : IQ rendah E : Mudah lupa F : Bohong G : Nafsu besar
+ : Intensitas lemah ++ : Intensitas sedang +++ : Intensitas kuat Perpustakaan Unika
59 BAGAN PERILAKU SEKSUAL SUBJEK W
Orang tua memberikan pemantauan Kakak-kakak subjek memperhatikan subjek Hanya mempunyai teman 1 orang anak kecil Para tetangga sering mengatakan bahwa subjek adalah anak yang bodoh/idiot Keluarga Guru sering memberikan pengarahan Subjek sering berinteraksi dengan teman laki-laki di SLB
Sekolah Dinamika Perilaku Seksual Pegangan tangan Ingin berdekatan dan bersentuhan secara fisik Pelukan Rabaan daerah vital Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Perpustakaan Unika
60 3. Subjek 3 a. Identitas Subjek Nama : N Umur : 12 Tahun Tempat, tanggal lahir : Semarang, 24 Mei 1996 J enis kelamin : Perempuan b. Hasil Observasi Subjek N memiliki kulit yang berwarna coklat cenderung hitam, beralis tebal, dan berambut keriting sebahu. Subjek N merupakan anak yang tergolong kecil bila dibandingkan dengan subjek penelitian yang lain. Badan subjek N, kecil dan kurus. Diantara ketiga subjek, subjek N tergolong anak yang suka mengobrol dan ramai. Ketika Peneliti pertama kali bertemu dengan subjek pada tanggal 1 Februari 2008, setelah acara Pramuka selesai, subjek merupakan anak yang tiba-tiba saja memeluk peneliti. Subjek pun terlihat sering mengajukan beberapa pertanyaan kepada peneliti dan cukup sering melihat ke arah teman pria peneliti. Subjek merupakan anak yang pertama kali meminta nomor HP teman pria peneliti. Dan ketika peneliti datang berkunjung ke SLB lagi yaitu pada tanggal 2 Februari 2008, subjek juga tiba-tiba memeluk peneliti begitu melihat peneliti berada di dekatnya dan langsung mengajukan beberapa pertanyaan juga. Perpustakaan Unika
61 Pada saat diwawancara, subjek adalah anak yang sering menjawab pertanyaan walaupun terkadang pertanyaan tersebut ditujukan untuk teman subjek (subjek penelitian yang lain). Ketika ditanya suatu hal, subjek menjawabnya dengan cukup panjang, bahkan terkadang kurang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Nada bicara subjek tergolong keras. Selama diwawancara, subjek terkadang pergi keluar dan terkadang juga menggoda teman subjek. Salah satu contohnya pada saat wawancara, subjek menyembunyikan bando milik subjek W. Ketika wawancarapun subjek juga menceritakan sedikit keadaan atau kondisi di rumah ataupun keluarga subjek. Dan di akhir wawancara, Peneliti melihat bahwa subjek N mencium subjek W. Dalam berinteraksi dengan teman-teman SLBnya, subjek cenderung menjadi penggerak atau dapat dianggap sebagai anak yang mencetuskan sebuah ide. Di rumah, subjek tidak tinggal dengan orang tua kandungnya. Dan menurut pernyataan dari tantenya, subjek N tidak mempunyai interaksi dengan teman-teman di sekitar rumahnya. Interaksinya hanya dengan teman-teman SLB dan gerejanya. Subjek N juga sering terlambat pulang ke rumah. Terkadang sampai rumah baru jam 1, bahkan pernah sampai jam 3 sore.
Perpustakaan Unika
62 c. Hasil Wawancara Latar Belakang Subjek menurut data dan informasi dari keluarga Subjek lahir di Semarang pada tanggal 24 Mei 1996. Menurut data yang terdapat di SLB, IQ subjek yaitu sekitar 63 dan subjek tergolong siswi yang mampu didik. Subjek tidak tinggal bersama orang tua kandungnya melainkan tinggal bersama keluarga dari ibunya yang beralamat di J alan Kawi III/52 RT 3/IV Tegalsari Semarang. Disini, subjek tinggal bersama nenek, kakak ibunya dan keluarga, serta tantenya dan keluarga. Ayah subjek berasal dari Irian J aya sedangkan ibunya merupakan orang Semarang. Semenjak subjek berusia 1 tahun, ayah subjek sudah tidak pernah lagi menjalin komunikasi dengan pihak keluarga ibu subjek sehingga keluarga ibu subjek tidak mengetahui kabar berita mengenai ayah subjek. Sedangkan ibu subjek sekarang sudah menikah dengan seorang pria dan memiliki 3 orang anak serta tinggal di Cepu. Ketiga adik subjek tumbuh secara normal. Subjek sendiri tidak dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga(KK) milik ibu kandungnya melainkan dimasukkan ke dalam KK milik anak pertama dari neneknya sebagai anak bungsu. Subjek merupakan anak yang dilahirkan tanpa adanya sebuah ikatan pernikahan yang resmi. Dan oleh ibunya, ketika subjek masih berada di dalam kandungan, subjek berusaha Perpustakaan Unika
63 digugurkan oleh ibunya dengan berbagai upaya namun tidak berhasil. Dulunya, subjek pernah bersekolah di sekolah biasa namun ternyata disana subjek sempat 2 kali tidak naik kelas. Karena itu kemudian subjek dikeluarkan oleh pihak sekolah dan oleh keluarganya, subjek diajak untuk mengikuti tes psikologi di gereja yang biasa subjek datangi. Dari hasil tes tersebut, IQ subjek sekitar 65. Dan karena itulah subjek dimasukkan ke SLB. Di lingkungan tempat tinggal subjek, subjek sangat jarang memiliki teman bermain. Yang biasa bermain hanya anak-anak kecil dari gerejanya dan itupun juga hanya 1 minggu sekali. Selain itu teman subjek adalah teman-teman di SLBnya saja.
Perilaku dengan Lawan Jenis Dengan Subjek Pada awalnya, subjek selalu mengaku kepada peneliti bahwa ia belum pernah menyukai anak laki-laki dan mengatakan bahwa kedua subjek yang lain-lah yang pernah menyukai anak laki-laki; tetapi ketika akhir wawancara, subjek mengatakan bahwa ia menyukai salah seorang teman laki-laki subjek yang ada di SLB.
Dengan Guru Kelas Menurut guru kelas subjek, subjek tergolong anak yang over jika mengenai lawan jenis. Hal ini menurut guru kelas Perpustakaan Unika
64 subjek mungkin disebabkan karena pengaruh dari sinetron. Subjek juga pernah mengatakan bahwa ia disayang dan dicium.
Dengan Keluarga Subjek Di lingkungan rumahnya, subjek memiliki teman tetapi anak kecil. Subjek juga terkadang seminggu sekali bermain dengan teman-teman gerejanya. Subjek tidak mempunyai teman bermain laki-laki di lingkungan rumahnya. Tetapi sepengetahuan tante subjek, bila di sekolahan, subjek akrab dengan teman laki- lakinya. Menurut tante subjek, jika ketika pulang sekolah subjek tidak dijemput, subjek sering pulang terlambat bahkan bisa sampai sore. Ketika ditanya, subjek mengatakan bahwa subjek pergi ke rumah gurunya. Dan menurut tantenya, subjek sering berbohong.
d. Analisa Kasus Bila dibandingkan dengan 2 orang subjek penelitian yang lain, subjek N ini cenderung mendominasi pembicaraan baik ketika sedang dilakukan wawancara ataupun pada saat-saat santai dengan peneliti. Perkataan subjek cenderung diikuti oleh kedua subjek yang lain. Hal ini dilihat ketika subjek N ini mengatakan agar semua temannya untuk diam dan berpura-pura tidak mendengar ucapan peneliti ketika wawancara, 2 orang subjek yang lain mengikutinya. Selain itu, subjek N ini juga Perpustakaan Unika
65 cukup sering menjawab pertanyaan yang bukan ditujukan untuk dirinya. Subjek juga terkadang mengingatkan ketika subjek yang lain melupakan suatu peristiwa yang sedang ditanyakan oleh peneliti. Pada awalnya, subjek tidak mengakui bahwa subjek pernah mempunyai rasa suka terhadap lawan jenis. Ketika peneliti menanyakan untuk yang kedua kalinya, subjek tetap mengatakan bahwa ia belum pernah menyukai lawan jenisnya. Tetapi ketika wawancara hampir selesai, subjek mengatakan bahwa ia menyukai teman laki-laki subjek yang bersekolah di SLB tempat subjek bersekolah juga. Di lingkungan sekolah, subjek juga tergolong anak yang over dalam berinteraksi dengan lawan jenisnya bila dibandingkan dengan beberapa temannya yang lain. Subjek juga pernah mengatakan kepada guru kelasnya bahwa ia dicium dan disayang. Sedang menurut keluarga subjek, subjek tidak mempunyai teman laki-laki di lingkungan rumahnya. Tante subjek juga mengatakan bahwa ia kurang mengetahui pergaulan subjek dengan laki-laki ketika berada di sekolah. Yang diketahuinya hanya bahwa subjek akrab dengan anak laki-laki disana. Subjek juga cukup sering pulang terlambat bila sedang tidak dijemput oleh om subjek. Tante subjek juga mengkhawatirkan pergaulan subjek dengan anak laki-laki di SLB tempat subjek bersekolah karena tantenya beranggapan bahwa anak laki-laki disana berbahaya. Perpustakaan Unika
66 TABEL MATRIKS SUBJEK N
A B C D E F A -
+++
+++
++
+
+++ B -
++
++ -
++ C -
++ -
+++ D -
++
+++ E - -
F -
Keterangan : A : Tidak punya rasa malu B : Spontan C : Agresif D : IQ rendah E : Bohong F : Nafsu besar
+ : Intensitas lemah ++ : Intensitas sedang +++ : Intensitas kuat Perpustakaan Unika
67 BAGAN PERILAKU SEKSUAL SUBJEK N
Orang tua tidak menikah Tidak diakui dalam KK ibu kandungnya Dicoba untuk digugurkan Tidak tinggal serumah dengan orang tua kandungnya Dianggap sebagai pembohong Teman-teman subjek relatif anak kecil Tetangga subjek sering mengatakan bahwa subjek adalah anak yang bodoh Keluarga Guru sering memberikan pengarahan Subjek sering berinteraksi dengan teman laki-laki di SLB
Sekolah A E F C B D ++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++ + +++ ++ Dinamika Perilaku Seksual Pegangan tangan Ingin berdekatan dan bersentuhan secara fisik Pelukan Mencium Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Perpustakaan Unika
68 B. Pembahasan Dalam penelitian yang berbentuk eksplorasi ini, data yang diperoleh untuk hasil wawancara adalah melalui wawancara dengan subjek, guru kelas subjek, kepala sekolah subjek, dan anggota keluarga subjek. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh data dan informasi yang cukup untuk penelitian ini. Sedangkan untuk hasil observasi diperoleh dari observasi yang dilakukan oleh peneliti di sekolah subjek karena peneliti dapat melihat langsung interaksi subjek dengan lawan jenisnya. Pada awalnya, peneliti sudah melakukan wawancara dengan salah seorang anak tunagrahita sebagai bahan uji coba wawancara, namun ternyata kurang didapat informasi yang cukup mendukung penelitian ini. Anak yang diwawancara ini sebenarnya merupakan anak yang terbiasa bercerita dengan peneliti bahkan sering ber-sms juga. Tetapi pada saat situasi hanya berdua, anak ini tidak banyak bercerita, cenderung menjadi lebih diam dan yang dia ceritakan ada yang berbeda dengan cerita yang dia ceritakan sebelum diwawancara. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan 3 orang subjek sekaligus agar didapat hasil atau informasi yang lebih banyak lagi. Ternyata informasi yang didapat lebih banyak daripada wawancara dengan 1 anak saja. Dalam penelitian ini, peneliti kurang dapat masuk ke dalam kehidupan subjek lebih dalam lagi karena peneliti berusia cukup jauh diatas subjek. Kalaupun peneliti harus memasuki kehidupan subjek, waktu yang dibutuhkan untuk penelitian akan sangat lama. Di samping Perpustakaan Unika
69 itu, jika peneliti sudah menyatu dengan subjek, peneliti cenderung akan mengingatkan ataupun menegur subjek bila subjek melakukan hal yang kurang baik menurut peneliti. Hal ini justru akan menghambat penggalian informasi yang lebih dalam lagi. Dari semua subjek, hanya subjek W yang tinggal bersama orang tua kandung dan memiliki saudara kandung. Kedua subjek yang lain merupakan anak satu-satunya dari orang tua kandung subjek dan tidak tinggal serumah dengan orang tua kandungnya semenjak beberapa tahun yang lalu. Penyebab subjek bisa menjadi anak tunagrahita juga bervariasi, berbeda satu dengan yang lain. Dulunya, para subjek juga pernah, selama beberapa tahun, bersekolah di SD biasa, bukan SDLB. Dan bila dibandingkan dengan subjek penelitian yang lain, subjek L merupakan anak yang lebih pendiam dan mudah untuk diberi nasihat. Sedang 2 subjek yang lain lebih banyak berbicara, suka berdekatan dengan lawan jenis, dan kurang memiliki rasa malu. Meskipun demikian, subjek L sudah pernah berpegangan tangan dengan lawan jenis walaupun subjek L mengaku belum pernah menyukai lawan jenisnya. Semua subjek terbiasa berperilaku spontan dan cenderung agresif. Biasanya, perilaku seksual yang sering dilakukan adalah berpegangan tangan, ingin bersentuhan secara fisik, dan pelukan. Namun untuk subjek W sudah sampai pada perilaku mencium dan rabaan daerah vital wanita. Dan biasanya, hal tersebut sudah mulai nampak pada saat anak tunagrahita menginjak kelas 4 SDLB atau sekitar umur 10 tahun lebih. Perpustakaan Unika
70 Selain itu, ketika dilakukan wawancara, ada saat dimana subjek W melupakan kejadian yang pernah dialaminya dan subjek N pun mengingatkannya. Setelah hal tersebut peneliti tanyakan kepada kepala sekolah subjek, ternyata beliau mengatakan bahwa anak-anak ini memang terkadang ingat kejadian yang subjek alami namun terkadang juga lupa. Beberapa diantara subjek juga kadang mengindentikkan diri orang lain kepada dirinya sendiri. Kejadian yang terjadi pada orang lain kadang diakuinya terjadi pada dirinya sendiri. Tetapi hanya kejadian yang menarik menurut subjek yang cenderung akan diidentikkan dengan diri subjek. Hal ini menyebabkan anak-anak tersebut menjadi cenderung kurang konsisten. Anak-anak ini juga sebenarnya mengetahui bahwa ada hal-hal yang tidak baik untuk dilakukan tetapi subjek tetap melakukannya terlebih lagi ketika guru subjek tidak ada. Selain itu subjek juga terkadang mengasumsikan dan mempraktekkan beberapa hal dengan yang subjek lihat di televisi. Hal ini sama seperti yang pernah diungkapkan oleh guru kelas subjek. Ketika peneliti sedang berkunjung ke rumah subjek W, kebetulan berbarengan dengan waktu kepulangan subjek dari sekolah. Pada saat itu, ternyata subjek sedang menstruasi. Peneliti kemudian menanyakan hal tersebut kepada ibu subjek dan ternyata subjek memang sudah beberapa bulan yang lalu mengalami menstruasi. Namun, dari ketiga subjek penelitian, subjek N belum mengalami menstruasi. Sedang subjek L dan W sudah mengalami menstruasi. Meskipun demikian, subjek N sudah mulai tumbuh payudara, sudah pernah menyukai lawan jenis dan suka mengadakan kontak mata Perpustakaan Unika
71 dengan lawan jenisnya. Lain halnya dengan subjek W, dalam berpacaran dengan lawan jenis, subjek W sudah sampai pada tingkat rabaan daerah vital pada wanita. Hal ini menunjukkan adanya hasrat/nafsu seksual yang muncul pada diri subjek namun kurang dapat terkontrol. Kebanyakan para anggota keluarga yang tinggal dengan subjek kurang mengetahui perkembangan subjek terutama dalam interaksinya dengan lawan jenisnya. Para anggota keluarga subjek kebanyakan memandang interaksi subjek dengan lawan jenisnya tergolong baik- baik saja atau biasa-biasa saja. J ustru yang lebih banyak mengetahui interaksi subjek dengan lawan jenisnya adalah guru-guru di SLB tempat subjek bersekolah. Meskipun demikian, guru-guru di SLB tersebut juga kurang terbuka secara keseluruhan untuk informasi yang diberikan dalam wawancara dengan peneliti. Ada beberapa hal yang terlihat seperti tidak dikatakan secara detail. Di samping itu, guru kelas subjek juga terkesan semakin menanamkan kepada anak didiknya bahwa subjek berbeda dengan anak-anak yang bersekolah di sekolah biasa, yang mana subjek seperti kurang baik daripada anak-anak yang bersekolah di sekolah biasa yaitu dengan melarang hubungan pacaran diantara sesama anak SLB C agar nantinya tidak menghasilkan anak seperti subjek walaupun sebenarnya niat guru kelas subjek itu baik. Setiap kali pengambilan raport, guru kelas selalu berkonsultasi atau menceritakan hal-hal yang terjadi pada subjek dengan wali ataupun orang tua subjek. Tetapi meskipun demikian, ketika peneliti menanyakan interaksi subjek dengan lawan jenis ke anggota keluarga Perpustakaan Unika
72 subjek, subjek cenderung mengatakan tidak mengetahui. Dan dari hasil wawancara dengan subjek, subjek L dan N tergolong anak yang kurang mendapat kasih sayang dari orang tua kandung subjek karena subjek tidak tinggal satu rumah dengan orang tua kandung subjek serta sangat jarang bertemu dengan orang tua kandung subjek. Bahkan pihak keluarga subjek N juga tergolong sering berkata kasar kepada subjek dan kurang dapat memahami subjek sebagai anak tunagrahita. Di SLB, tempat yang biasa untuk tempat pacaran anak-anak disana adalah di lantai atas. Guru disanapun sudah mengetahui hal tersebut sehingga guru-guru disana sering memusatkan perhatian subjek kesana terlebih lagi ketika pada jam istirahat. Selain itu, guru- guru disana juga menghimbau agar murid-murid langsung pulang ke rumah masing-masing ketika jam sekolah selesai. Selama ini, guru-guru di SLB tempat subjek bersekolah belum mengalami kesulitan yang cukup berat menurut subjek dalam menangani anak-anak tunagrahita yang bersekolah disana. Subjek biasanya mengajarkan kepada murid-murid disana hal-hal apa saja yang baik untuk dilakukan dan yang tidak baik untuk dilakukan. Namun, guru juga mengharapkan agar pihak para wali murid juga mengontrol anak-anak subjek karena sebenarnya waktu yang lebih banyak dilalui oleh para murid adalah di luar sekolah. Sebenarnya, perilaku seksual anak tunagrahita dapat dikatakan sama dengan perilaku seksual yang ditunjukkan oleh anak-anak normal pada masa pubertas. Namun yang menjadi perbedaan yaitu anak tunagrahita lebih berani dan tidak malu-malu dalam menanyakan Perpustakaan Unika
73 hal-hal yang sebenarnya bersifat pribadi bagi subjek ataupun dalam berperilaku seksual. Kemampuan penalaran(kognitif) anak tunagrahita juga tergolong rendah bila dibandingkan dengan anak normal sehingga menyebabkan subjek kurang mampu memahami norma yang berlaku di masyarakat sekitar subjek walaupun subjek sudah diberitahu bahwa hal yang subjek lakukan tidak baik. Namun hal tersebut kurang banyak bermanfaat bila anak tunagrahita hanya mengetahui hal-hal yang tidak boleh subjek lakukan tanpa subjek memahami norma yang berlaku. Sebagai contoh, subjek tidak akan berperilaku yang dilarang oleh guru kelas subjek dihadapan guru kelas subjek saja. Setelah guru kelas subjek tidak ada, subjek akan melakukan hal yang dilarang tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena anak tunagrahita kurang dapat mengontrol hasrat seksual subjek yang muncul bila dibandingkan dengan anak normal. Selain itu, subjek juga kurang memahami bahwa hal yang dilarang tersebut juga dilarang dilakukan di luar sekolah. Disinilah kesulitan dalam menghadapi anak tunagrahita, yaitu kesulitan dalam mencari pendidikan seksual yang tepat bagi subjek. Pihak sekolah kesulitan untuk mengarahkan, sedangkan pihak keluarga cenderung kurang memperdulikan perilaku anak tunagrahita. Dalam bersosialisasi, anak tunagrahita juga kebanyakan hanya mengenal dan berinteraksi dengan anak-anak tunagrahita lainnya. Subjek kurang bersosialisasi dengan anak normal. Hal ini menyebabkan subjek kurang mengetahui perilaku yang seharusnya Perpustakaan Unika
74 dilakukan, terutama dalam hal ini adalah perilaku seksual. Subjek cenderung mengetahui bahwa perilaku yang wajar untuk dilakukan adalah yang sering subjek lihat dan lakukan dalam pergaulan dengan sesama anak tunagrahita. Anak-anak tunagrahita kurang mengetahui dunia di luar dunia subjek karena kurangnya interaksi subjek dengan anak normal serta kecenderungan anak/orang normal untuk melakukan penolakan terhadap anak tunagrahita.
Daftar Tabel Intensitas Perilaku Seksual Berdasar Data yang Diperoleh Perilaku Intensitas 1. Pegangan tangan +++ 2. Ingin bersentuhan dan berdekatan +++ 3. Pelukan ++ 4. Mencium ++ 5. Rabaan daerah vital +
Keterangan : +++ : sering dilakukan ++ : kadang-kadang saja dilakukan + : jarang dilakukan
Perpustakaan Unika
75 TABEL MATRIKS ANTAR SUBJEK
A B C D E F G A -
+++
+++
++ -
+
+++ B -
++
++ - -
++ C -
++ - -
+++ D -
++
++
+++ E -
++ - F - - G -
Keterangan : A : Tidak punya rasa malu B : Spontan C : Agresif D : IQ rendah E : Mudah lupa F : Bohong G : Nafsu besar
+ : Intensitas lemah ++ : Intensitas sedang +++ : Intensitas kuat Perpustakaan Unika
76 BAGAN PERILAKU SEKSUAL ANTAR SUBJEK
Orang tua/pihak keluarga kurang memantau perilaku anak-anak mereka Hanya mempunyai teman anak kecil Para tetangga sering mengatakan bahwa subjek adalah anak yang bodoh/idiot Keluarga Guru sering memberikan pengarahan Subjek sering berinteraksi dengan teman laki-laki di SLB
Sekolah A E G C F D B ++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ + ++ ++ +++ ++ Dinamika Perilaku Seksual Pegangan tangan Ingin berdekatan dan bersentuhan secara fisik Pelukan Mencium Rabaan daerah vital Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Perpustakaan Unika 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Subjek mengakui bahwa subjek sudah pernah menyukai teman lawan jenis subjek. Subjek juga cenderung ingin selalu mengadakan kontak fisik dengan duduk satu kursi bersama dengan lawan jenis subjek dengan badan yang saling bersentuhan. Terkadang subjek juga saling menggenggam tangan lawan jenisnya ketika sedang bersamaan. Perilaku seksual yang dilakukan anak tunagrahita hampir sama dengan anak normal tetapi bedanya, anak tunagrahita cenderung lebih berani atau tidak malu-malu, spontan, dan agresif. Hal ini dikarenakan anak tunagrahita kurang mampu mengontrol hasrat atau nafsu seksual mereka yang sedang meningkat/berlebihan. Hal ini juga ditunjukkan dengan subjek yang terkadang mencium pipi dan memeluk badan teman mereka. Bahkan subjek juga sampai pada rabaan daerah vitalnya. Selain itu, perkembangan otak anak tunagrahita juga mengalami hambatan (IQ rendah) sehingga mempengaruhi fungsi kognitif ataupun fungsi pemahamannya. Subjek juga cenderung bergaul dengan sesama anak tunagrahita sehingga kurang mampu memahami norma yang berlaku di masyarakat sekitar. Terkadang subjek juga menjadi lupa akan kejadian yang telah dilakukan dan dalam beberapa hal, subjek berbohong. Anak tunagrahita lebih mudah mengingat hal-hal yang dilihat di televisi tanpa mampu menyaringnya agar sesuai dengan Perpustakaan Unika
78 norma yang berlaku di dalam masyarakat sekitar. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat sekitar subjek cenderung mengolok-olok subjek dan melakukan penolakan baik disengaja ataupun tidak disengaja. Pihak keluarga juga cukup berperan penting dalam memberikan perhatian dan pengawasan kepada anak tunagrahita. Namun hal tersebut kurang dapat dipahami oleh pihak keluarga subjek. Keluarga subjek cenderung kurang memberikan pengawasan kepada subjek. Subjek cenderung dibebaskan untuk bermain dan kurang diberi perhatian lebih. Bahkan terkadang pihak keluarga cenderung berkata kasar kepada subjek. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman pihak keluarga tentang anak tunagrahita sehingga pihak keluarga kurang dapat mengetahui dampak atau perilaku yang akan terjadi. Meskipun demikian, pihak keluarga subjek juga cukup mengkhawatirkan perilaku seksual yang mungkin akan dilakukan subjek. Di samping itu, yang cenderung lebih mengetahui perkembangan terutama perilaku seksual subjek adalah guru atau dalam hal ini pihak sekolah dibandingkan dengan pihak keluarganya. Hal ini lebih dikarenakan waktu yang dihabiskan subjek bersama teman lelakinya lebih banyak di sekolah. Di lingkungan rumah, subjek jarang bermain atau memiliki teman laki-laki yang seusia dengan subjek. Walaupun pihak sekolah sudah sering memberikan pengarahan kepada subjek, namun subjek terkadang kurang mematuhi arahan yang diberikan. Perpustakaan Unika
79 Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perilaku yang berkaitan dengan seksual yang biasanya dilakukan oleh anak tunagrahita perempuan adalah pegangan tangan, ingin bersentuhan dan berdekatan secara fisik, mencium, pelukan, dan bahkan sampai pada rabaan daerah vitalnya.
B. Saran 1. Bagi Keluarga Pihak keluarga sebaiknya rutin mengantar ataupun menjemput anak tunagrahita ketika akan beraktivitas ataupun bersekolah agar perilaku anak tunagrahita dapat terpantau. Pihak keluarga juga diharapkan mampu dekat secara emosional dengan anak tunagrahita agar mampu mengontrol perilaku anak tunagrahita. 2. Bagi Pihak Sekolah Pihak sekolah diharapkan agar menempatkan guru jaga ketika jam isrirahat untuk mengawasi anak-anak di lantai atas. Selain itu, anak- anak juga sebaiknya diberi banyak aktivitas ketika jam kosong agar perhatian mereka teralih kepada aktivitas tersebut. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan mempunyai mental yang lebih kuat lagi dalam berinteraksi dengan anak-anak tunagrahita. Dan sebaiknya peneliti selanjutnya melakukan penelitian terhadap anak tunagrahita laki- laki. Selain itu, sebelum melakukan wawancara ataupun observasi, diharapkan sudah mempunyai time schedule terlebih dahulu. Metode yang dilakukanpun sebaiknya metode observasi partisipan Perpustakaan Unika
80 dan pelaksanaan penelitiannya juga lebih lama. Selain itu, dalam mengajukan pertanyaan wawancara dengan subjek ataupun pihak yang terkait, sebaiknya menggunakan bahasa yang singkat namun merupakan pertanyaan terbuka. Peneliti selanjutnya juga diharapkan lebih mampu mengkaji lebih dalam lagi untuk setiap jawaban yang kurang jelas. Perpustakaan Unika
81 DAFTAR PUSTAKA
Bourne & Ekstrand. 1976. Psychology: Its Principles and Meanings : 3 rd
Edition. New York: Holt, Rinehart and Winston Hadi, S. 1995. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset Hurlock, E. 1978. Psikologi Perkembangan : Edisi Keempat. Alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti dan Drs. Soedjarwo, M.Sc. J akarta: Erlangga -------------. 1980. Psikologi Perkembangan : Edisi Kelima. Alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti dan Drs. Soedjarwo, M.Sc. J akarta: Erlangga Mangunsong, dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. J akarta: LPSP3 Universitas Indonesia Moleong, L. J . 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Monks, dkk. 1989. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Mussen, P. H. 1989. Perkembangan dan Kepribadian Anak: Edisi Keenam. J akarta: ARCAN Poerwandari, E.K. 1998. Pendidikan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. J akarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sarwono, S. W. 1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja: sebuah Penelitian terhadap Remaja Jakarta. J akarta: RAJ AWALI Somantri, T. S. 2006. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama Thornburg, H. D. 1982. Developmental in Adolescene: 2 nd Edition. New York: BROOKS Trisminuratri, K. 2007. Intensi Perilaku Seksual Pelajar SMA Ditinjau dari Pendidikan Seksualitas dalam Keluarga, J enis Kelamin, dan Peringkat Sekolah. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata (tidak diterbitkan) http//www.ditplb.or.id Perpustakaan Unika
82 PANDUAN WAWANCARA
1. Dengan Subjek - Apakah subjek pernah menyukai lawan jenis? - Apakah subjek pernah berpacaran ataupun pergi bersama lawan jenisnya? - Hal-hal apa saja yang dilakukan subjek ketika bersama lawan jenisnya. 2. Dengan Orang Terdekat Subjek - Kapan mulai ada tanda-tanda dan bentuk perilaku seksual? - Kesulitan yang dihadapi dalam menghadapi perilaku subjek. - Cara mengatasi perilaku subjek. - Bantuan yang diperoleh selama ini. - Kebutuhan yang dibutuhkan untuk menghadapi perilaku subjek.