You are on page 1of 4

Avian influenza merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1

(H=hemaglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Penyakit ini menular dari unggas ke unggas tetapi dapat juga menular ke manusia (zoonosis). Sebagian besar kasus infeksi pada manusia berhubungan dengan adanya riwayat kontak dengan peternakan unggas atau benda yang terkontaminasi. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. Kejadian avian influenza menyebar di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan negara-negara yang terjangkit avian influenza adalah: Hongkong, Cina, Belanda, Vietnam dan Thailand. Di Hongkong avian influenza menyerang ayam dan manusia (tahun 1997). Jumlah penderita sebanyak 18 orang dengan 6 kematian. Kejadian ini merupakan pertama kali dilaporkan adanya penularan langsung dari unggas ke manusia. Sejak pertengahan tahun 2003 peternakan unggas di Indonesia mengalami kejadian luar biasa untuk avian influenza, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun kasus avian influenza pada manusia baru didapatkan pada bulan Juli 2005. WHO menyatakan bahwa di Indonesia hingga tanggal 4 Juli 2006 telah didapatkan 52 kasus avian influenza pada manusia dan 40 diantaranya fatal. ETIOLOGI Avian influenza merupakan infeksi akibat virus influenza tipe A.Virus influenza tipe A merupakan golongan orthomyxoviridae.Virus influenza terdiri dari tiga tipe, yaitu: A,B dan C. Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan gejala penyakit yang ringan pada manusia dan biasanya tidak fatal. Virus influenza pada unggas dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22o C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00 C. Didalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit virus influenza dapat hidup lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 600 selama 30 menit, 56oC selama 3 jam dan pemanasan 80oC selama 1 menit. Virus akan mati dengan deterjen, desinfektan misalnya: formalin cairan yang mengandung iodine atau alkohol 70% . PATOFISIOLOGI Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring (Peiris JS,et.al. 2004), dan di dalam sel gastrointestinal (de Jong MD, 2005, Uiprasertkul M,et.al. 2005). Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005). Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida yang mengandung N-acethylneuraminic

acid -2,3-galactose (SA -2,3- Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia. Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA - 2,6-galactose (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat membuat varianvarian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia (Russel CJ and Webster RG.2005, Stevens J. et. al. 2006). GEJALA KLINIS Masa inkubasi avian influenza sangat pendek, yaitu: 3 hari, dengan rentang 2-4 hari. Virus avian influenza dapat menyerang berbagai organ pada manusia, yaitu: paru-paru, mata, saluran pencernaan, dan sistem syaraf pusat. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terdiri dari: Gejala penyakit seperti influenza tipikal, yaitu: demam, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri otot, sakit kepala, malaise Infeksi mata (konjungtivitis) Pneumonia Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Gangguan pada saluran cerna, yaitu: diare Kejang dan koma Manifestasi klinis saluran nafas bagian bawah biasanya timbul pada awal penyakit. Dispnu timbul pada hari ke-5 setelah awal penyakit. Distress pernafasan dan takipnu sering dijumpai. Produksi sputum bervariasi dan kadang-kadang disertai darah. Hampir pada semua pasien menunjukkan gejala klinis pneumonia. LABORATORIUM Kelainan laboratorium yang sering dijumpai adalah: leukopeni, limfopeni, trombositopeni dan peningkatan kadar aminotransferase. Di Thailand peningkatan resiko kematian berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit, limfosit dan trombosit. RADIOLOGI Kelainan radiologi pada avian influenza berlangsung sangat progresif dan terdiri dari infiltrat yang difus dan multifokal, infiltrat pada interstisial dan konsolidasi pada segmen atau lobus paru dengan air bronchogram. Kelainan radiologis biasanya dijumpai 7 hari setelah demam. Efusi pleura jarang dijumpai, data mikrobiologi yang terbatas menyatakan bahwa efusi pleura terjadi apabila terdapat infeksi skunder bakteri ketika di rawat di RS. DIAGNOSIS Diagnosis pasti avian influenza dapat dilakukan dengan biakan virus avian influenza. Pemeriksaan definitif lainnya adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan lain adalah imunofluoresen menggunakan H5N1 antibodi monoklonal, serta uji serologi menggunakan ELISA atau IFAT untuk mendeteksi antibodi spesifik. Tetapi berbagai pemeriksaan tersebut belum dapat dilakukan secara luas di Indonesia dan hanya dapat dilakukan di laboratorium Balitbang Depkes dan laboratorium NAMRU, serta masih memerlukan konfirmasi laboratorium WHO di Hongkong. Panduan klasifikasi avian influenza menurut Departemen Kesehatan RI mengacu pada WHO adalah:

1. Kasus observasi, yaitu: pasien dengan demam > 38oC DAN salah satu gejala berikut: batuk, radang tenggorokan, sesak nafas yang pemeriksaan laboratoriumnya masih berlangsung. 2. Kasus tersangka, yaitu: kasus observasi DAN salah satu di bawah ini: Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtipenya Kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan pasien flu burung yang confirmed Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic Avian Influenza. 3. Kasus kemungkinan (probable case) adalah kasus tersangka DAN hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum. 4. Kasus terbukti (confirmed case) adalah kasus tersangka yang menunjukkan salah satu positif dari berikut ini: Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) ATAU Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 ATAU Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4x Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5 PENATALAKSANAAN Tiga prinsip penatalaksanaan pasien dengan avian influenza adalah: 1. Implementasi dini dalam mengontrol infeksi untuk meminimalisasi penyebaran nosokomial. 2. Penatalaksanaan secara tepat untuk mencegah semakin beratnya penyakit danmencegah kematian. 3. Identifikasi dini dan pemantauan terhadap resiko infeksi untuk mempermudah intervensi dini dengan terapi antiviral untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta membatasi penyebaran penyakit. Medikamentosa yang digunakan sebagai terapi avian influenza adalah obat yang selama ini bermanfaat dan telah dibuktikan berhasil mengatasi virus influenza lainnya dan diekstrapolasikan untuk avian influenza. Obat-obatan anti viral tersebut adalah: oseltamivir, zanamivir, amantadin dan rimantadin. Tetapi dilaporkan bahwa resistensi cepat terjadi pada obat tersebut, kecuali terhadap obat penghambat neuroamidase, yaitu: oseltamivir dan zanamivir. Saat ini antiviral yang direkomendasikan penggunaannya pada avian influenza adalah oseltamivir. Oseltamivir harus diberikan 48 jam setelah awitan gejala. Menurut American Academy of Pediatrics, oseltamivir dapat diberikan pada anak dengan usia 1 tahun ke atas dan tidak direkomendasikan untuk anak yang berumur kurang dari 1 tahun. Dosis untuk terapi oseltamivir adalah: 2mg/kgBB/kali, diberikan dua kali sehari selama 5 hari. Sedangkan untuk profilaksis diberikan pada anak dengan usia 12 tahun ke atas, diberikan sekali sehari selama 7 hari. Oseltamivir tersedia dengan merek dagang Tamiflu. Walaupun oseltamivir dan zanamivir dinyatakan berkhasiat untuk mengobati avian influenza tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan efektifitasnya. Pada tahun 2005 de Jong MD dkk, melaporkan 2 kasus resistensi terhadap oseltamivir meskipun resistensi pada oseltamivir jarang terjadi , tetapi resistensi telah di deteksi pada 18% anak yang mendapat terapi oseltamivir. Resistensi pada oseltamivir lebih sering terjadi pada anak di bandingkan orang dewasa. Selain pemberian terapi anti viral, pasien dengan infeksi avian influenza juga diberi terapi berupa anti biotik. PENCEGAHAN Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, secara umum prinsip-prinsip kerja yang higienis dalam pencegahan penularan virus flu burung mencakup hal-hal berikut ini:

Mencuci tangan sehabis menyentuh unggas / burung, meski tidak terinfeksi. Untuk unggas / burung yang terinfeksi atau sudah mati, jika terpaksa harus memegangnya, wajib menggunakan sarung tangan karet. Karena telur juga dapat tertular, maka penanganan kulit telur dan telur mentah perlu mendapat perhatian pula. Daging unggas harus dimasak sampai suhu 70 80 derajat Celcius selama sedikitnya satu menit. Kalau kita menggoreng atau merebus ayam di dapur, tentu suhunya lebih panas dan juga lebih lama. Insya Allah aman. Membiasakan pola hidup sehat. Secara umum pencegahan flu adalah menjaga daya tahan tubuh dengan makan seimbang dan bergizi, istirahat cukup, olahraga teratur, dan selalu rajin mencuci tangan setiap bersentuhan dengan sesuatu yang barangkali mengandung kotoran (terutama kandang, sangkar, dan aksesorisnya). Tindakan jika melihat unggas mati bersamaan: Jangan disentuh dengan tangan secara langsung. Harus menggunakan sarung tangan dari karet. Jangan panik, cukup menjauhi saja. Segera melapor ke petugas kesehatan untuk segera ditangani EPIDEMIOLOGI Sampai tanggal 30 Desember 2005, sebanyak 142 kasus infeksi influensa unggas pada manusia telah dilaporkan dari berbagai wilayah. Pada saat itu penularan pada manusia masih terbatas di Kamboja, Indonesia, Thailand, dengan episenter di Vietnam (65,5% dari seluruh kasus), Sebanyak 72 orang (50,7%) telah meninggal. Jumlah tersebut kini sudah bertambah lagi terutama dengan meluasnya penyebaran dan bertambahnya kematian di Indonesia. Juga dari beberapa negara lain (Turki, Irak) sudah ada laporan tentang kasus influensa unggas ini pada manusia. Di bawah ini disajikan tabel (Tabel 4) jumlah kasus dan kematian manusia akibat influensa unggas A (H5N1) yang dilaporkan ke WHO sampai tanggal 24 Maret 2006. Hanya kasus yang secara laboratorik sudah dikonfirmasi yang dimuat dalam tabel ini.

You might also like