You are on page 1of 15

ACARA I KOEFISIEN DISTRIBUSI

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Mengekstrak iod ke dalam pelarut organik b. Menghitung harga KD. 2. Waktu Praktikum Jumat, 19 April 2013 3. Tempat Praktikum Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI Ekstraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelaruta berbeda-beda dalam berbagai pelarut. Sering kali senyawa yangh hendak diekstraksi diubah secara kimia terlebih dahulu agar larut dalam air dan pelarut organik. Sebagai contoh, pada ekstraksi cair-cair yang digunakan dua zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti larutan dalam air dan pelarut organik ( Kloroform, etil asetat ), untuk melakukan ekstraksi. Corong pisah beserta kerannya sangat berguna untuk memisahkan dua zat cair yang tidak saling melarutkan tersebut ( Bresnick,2003: 95 ). Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau diebut juga ekstraksi cair merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzene, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar, 2010 : 90). Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan
2

terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu.Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisisen sdistribusi yang dinyatakan dengan rumus : KD = atau KD =

Dengan KD = Koefisien distrribusi, dan Co, dan Ca adalah konsentrasi solute pada pelarut organik dan air.Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di atas dan konsentrasi solute dalam pelarut dituliskan di bawah.KD hanya berlaku bila : solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarut, solute tidak berasosiasi dengan salah satu pelarut (Soebagio ,2002 : 54). Limbah cair pabrik asam sitrat pada umumnya mengandung asam sitrat, asam oksalat, cukup tinggi akibat proses pengendapan calsium sitrat yang kurang sempurna. Proses ekstraksi cair-cair adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pengambilan kembali asam sitrat dan asam oksalat, baik pada proses pemisahan produk yang keluar dari fermentor maupun pada proses pengolahan limbah cairnya. Pada penelitian ini telah dilakukan pengkajian tentang ekstraksi asam sitrat dan asam oksalat dengan menggunakan trioctylamine sebagai extracting power dengan pelarut dodecane dan hexanol, dengan perbandingan berat 15 : 70 : 15 (Kasmiyatun,2010). Telah dilakukan proses re-ekstraksi larutan uranium hasil ekstrkasi limbah

uranium cair. Tujuan percobaan adalah untuk menentukan perbandingan volume fase air dan organik serta jumlah tingkat re-ekstraksi yang terbaik dengan harapan akan diperoleh koefisien distribusi yang maksimal. Umpan yang digunakan adalah larutan uranium fase organik hasil ekstraksi limbah radioaktif cair yang ada di laboratorium kendali kualitas Bidang Bahan Bakar Nuklir. Dari percobaan diperoleh hasil perbandingan dengan jumlah tingkat re-ekstraksi 2

terbaik fase air dan organik adalah = 1 : 1

tingkat. Dengan menggunakan kedua parameter tersebut diperoleh koefisien distribusi rerata sebesar (0,82 0,02) (Torowati,2008). Harga K mengalami kenaikan seiring dekenaikan rasio solven dan diluen, sampai mencapaimaksimum pada rasio 2,5:1; selanjutnya K mengalampenurunan apabila rasio dibesarkan. Kecenderungan sama juga terjadi pada persentase asam sitrat yang terpisah
3

di mana mengalami maksimum juga pada rasio 2,5:1.

Harga maksimum koefisien

distribusi dan persentase asam sitrat yang terpisah pada perbandingan solven dan diluen 2,5:1 sebesar masing-masing 0,41 dan 50,90% ( Kasmiyatun dan Jos,2008). Terlihat bahwa ekstraksi bunga mawar pada pelarut heksan dengan perbandingan bunga dan pelarut 1:1; 1:2; dan 1:3 pada penelitian ini diperoleh rendemeen concret dan rendemen absolut berkisar antara 0,21-0,36% dan 0,07-0,18%. Rendemen concrete dan rendemen absolut tertinggi hasil ekstraksi pada pelarut keksan dengan perbandingan bunga dan pelarut 1:3 masing-masing 0,36% dan 0,18%. Pada pelarut petrelium eter dengan perbandingan bunga dan pelarut 1:1, 1:2, dan 1:3, diperoleh rendemen concret dan rendemen absolut berkisar antara 0,32-0,89% dan 0,09-0,31% (Amiarsi,dkk,2006). Ada beberapa peralatan utama yang diperlukan untuk memproduksi zat warna alam dalam bentuk powder, diantaranya: grinder, ekstraktor, decantor, evaporator, dryer dan miling. Karena bahan baku zat warna yang digunakan berupa simplisa tanaman (kulit, batang, akar, daun) maka tahap awal proses yang dilakukan adalah size reduction dengan menggunakan grinder, diikuti dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut air (Murbantan,2012).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM 1. Alat alat Praktikum a. Gelas kimia 250 ml b. Corong pisah c. Erlenmeyer 250 ml d. Erlenmeyer 100 ml e. Gelas ukur 50 ml f. Labu ukur 250 mL g. pipet volum 10 ml h. timbangan analitik i. Gelas arloji j. Pipet tetes k. Rubber bulb l. Hot plate m. Tiang statif
4

n. Klem o. Burret 50 mL 2. Bahan bahan Praktikum a. Aquades b. Larutan iod 0,01 M c. Larutan kanji 2 % d. Kloroform e. Asam sulfat 2 M f. Natrium tiosulfat 0,01 M

D. SKEMA KERJA

25 ml larutan iod Dimasukkan dalam labu ukur 250 mL Diencerkan dengan aquades hingga 250 mL

Hasil Diambil 50 ml Dimasukkan dalam corong pisah + 10 ml chloroform, dikocok Didiamkan kedua larutan Dipisahkan

Lapisan organik

Lapisan air

Lapisan Air Hasil Hasil E. HASIL PENGAMATAN Perlakuan Larutan iod diencerkan 50 ml iod diekstrak dengan Kloroform Hasil Warnanya menjadi orange Terbentuk 2 fase, yaitu fase air bewarna bening pada lapisan atas dan Fase air + larutan kanji Titrasi dengan Na2S2O3 (1) Titrasi dengan Na2S2O3 (2) Titrasi dengan Na2S2O3 (3) fase organik bewarna Ditentukan konsentrasi iod awal Dihitug KD iod Dimasukkan dalam erlenmeyer +4 mL larutan H2SO4 2 M 1 mL larutan kanji 2% Dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M(hingga larutan berwarna biru)

keunguan pada lapisan bawah. Dari biru menjadi agak abu Volume Na2S2O3 = 1,9 mL Volume Na2S2O3 = 2,1 mL Volume Na2S2O3 = 2,4 mL

F. ANALISA DATA 1. Persamaan reaksi a. Proses Pengenceran Larutan iod 0,01 M 25 mL I2 (s) + H2O (l) HIO H+ + OIH2O (l)
6

2I- (aq) + H+ (aq) + OH- (aq)

I2 + H2O HIO + H+ + IH+ (aq) + OH- (aq)

2I- (aq) OI- + I- + H+ I2 (org)

I2 (aq) I2 + H2O I2 (air)

b. Proses penambahan 10 ml kloroform ( CHCl3 ) dalam larutan iod encer

c. Proses titrasi fase air Kanji + H2O (l) I2 (aq) + 2 S2O32-(aq) I2 (aq) + I- (aq) I3- (aq) kompleks iodin amilosa 2NaI + Na2S4O6 I3- (aq) + amilosa 2Na2S2O3 + I2 2. Perhitungan a. Pengenceran larutan iod Diketahui : M1 = 0,01 M V1 = 25 ml V2 = 250 ml Ditanya : Jawab : M1 x V1 = M2 x V2 M2 = ? amilopektin + amilosa 2I- (aq) + S4O62-(aq)

1 x 10-3 M

b. Konsentrasi I2 fase air dan fase organik setelah diekstrak Diketahui : V I2 = 25 ml V Na2S2O3 (1) = 1,9 mL V Na2S2O3 (2) = 2,2 mL V Na2S2O3 (3) = 2,4 mL [Na2S2O3] = 0,01 M [ I2 ] mula mula = 0,01 M

Ekstraksi pertama 2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6 Menghitung mmol I2 mol I2 = ( ( = 9,5 x 10-3 mmol [ ) ])

Menghitung [ I2]air [ I2] = = 1,9 x 10-4 M Penentuan [ I2 ] organik setelah diekstrak mol I2 mula mula = VI2 x [I2] = 50 mL x 0,01 M = 0,5 mmol mol I2 organik = mol I2 mula mula mol I2 air = (0,5 9,5 x 10-3) mmol = 0,4905 mmol [ I2 ] organik =

= 0,04905 M

Menghitung Nilai KD dan % E


[ [ ] ]

KD

= 258,1579

KD ~ D %E =

= 100 %

Ekstraksi kedua 2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6 Menghitung mmol I2 ( ( = 0,011 mmol [ ) ])

mol I2 =

Menghitung [ I2]air [ I2] = = 2,2 x 10-4 M

Menghitung [ I2 ] organik setelah diekstrak mol I2 mula mula = VI2 x [I2] = 50 mL x 0,01 M = 0,5 mmol
9

mol I2 organik = mol I2 mula mula mol I2 air = (0,5 0,011) mmol = 0,489 mmol

[ I2 ] organik =

= 0,0489 M

Menghitung Nilai KD dan % E


[ [ ] ]

KD

= 222,2727

KD ~ D %E =

= 97,7999 %

Ekstraksi ketiga 2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6 Menghitung mmol I2 mol I2 = ( [ ])

10

( = 0,012 mmol

Menghitung [ I2]air

[ I2] =

= 2,4 x 10-4 M

Menghitung [ I2 ] organik setelah diekstrak mol I2 mula mula = VI2 x [I2] = 50 mL x 0,01 M = 0,5 mmol

mol I2 organik

= mol I2 mula mula mol I2 air = (0,5 0,012) mmol = 0,488 mmol

[ I2 ] organik =

= 0,0488 M

Menghitung Nilai KD dan % E KD =


[ [ ] ]

11

= 203,3333 KD ~ D %E =

= 97,5999 %

G. PEMBAHASAN Praktikum ini bertujuan untuk mengekstrak iod ke dalam pelarut organik dan menghitung nilai KD. Ekstraksi iod yang dilakukan ini termasuk dalam ekstraksi caircair, yaitu ekstraksi zat cair dari satu fase ke fase cair yang lain. Ekstraksi cair-cair merupakan teknik dasar dalam kimia laboratorium, di mana proses ini dilakukan dengan menggunakan corong pisah ( Rivai, 2001:78 ). Tahap pertama, larutan iod atau iodium diencerkan dengan aquades terlebih dahulu, warna yang awalnya orange berubah menjadi orange lebih pudar. Pengenceran ini dilakukan untuk mengurangi kepekaan iod. Sifat iod yang non polar atau semi polar menyebabkan kelarutannya dalam air yang bersifat polar sangat kecil (0,00134 mol/Liter pada 25C). Tetapi kelarutan iod ini dapat diperbesar dengan adanya ion iodida. Perubahan warna larutan yang terjadi ini disebabkan karena terbentuknya ion tri-iodida, I3-. Namun ion ini menyalahi aturan octet, tampaknya atom iod, mungkin karena ukurannya yang besar mampu mengakomodasi lebih dari 8 elektron pada kulit terluar. Iodium ini cenderung untuk terhidrolisa dalam air, dengan membentuk asam-asam hidroiodat dan hipoiodit( Day, 1981 : 295). I2 + H2O HIO + H+ + ISelanjutnya dilakukan ekstraksi larutan iod yang telah diencerkan tersebut dengan kloroform (CHCl3). Digunakan kloroform sebagai pelarut organik karena dalam struktur kimianya, kloroform mengandung senyawa halida yang dapat
12

berinteraksi dengan iodin (dimana iodium mengandung senyawa halida), sehingga iodin akan tertarik oleh kloroform yang akan terpisah dengan air. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya 2 fase, yaitu fase air bewarna bening (lapisan atas) dan fase organik bewarna keunguan pada lapisan bawah. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis klorofom sebagai pelarut organik dengan berat jenis air. Menurut teori, kloroform memiliki berat jenis 1,49 g cm-3 dan air memiliki berat jenis 1,00 g cm-3(Daintith, 1997 :84). Sehingga pada lapisan bawah yang terbentuk, dapat diketahui bahwa lapisan bawah merupakan lapisan iod dalam kloroform sedangkan lapisan atas adalah iod dalam air. Secara teknik, faktor pengocokan atau ekstraksi ini sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Pada proses ekstraksi yang berlangsung, larutan iodin akan terdistribusi ke dalam fase organiknya (kloroform). Besarnya perbandingan iodin yang diekstrak ke fase organik dengan konsentrasi iodin yang masih tertinggal dalam fase airnya merupakan nilai koefisien distribusi dari larutan iodin tersebut. Ekstraksi atau pengocokan dilakukan secara berulang kali dengan tujuan untuk memperbesar jumlah dari konsentrasi iod yang tertarik ke dalam fase organik atau untuk memperkecil massa iod yang tertinggal dalam fase air (Sudjadi, 1988 : 62). Pemisahan fase organik dan fase air ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena apabila pada pemisahannya terdapat fase organik yang tertinggal ataupun fase air yang ikut keluar dan tercampur dengan fase organik, maka akan mempengaruhi nilai koefisien distribusi (KD). Dimana besarnya nilai KD sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut pada fase organik dan fase air. Lapisan air (fase air) ditambahkan dengan larutan asam sulfat 2M, dengan tujuan untuk memberikan suasana asam dalam reaksi tersebut, suasana asam ini berperan penting untuk membebaskan iodin dari larutan hipoiodit yang terbentuk sebelumnya. Selain itu, suasana asam ini berguna bagi larutan indikator kanji atau amilum yang digunakan sebagai suatu uji sangat peka terhadap iodium.

Kepekaannya lebih tinggi atau besar dalam larutan yang sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Reaksi oksidasi ion iodida juga membutuhkan suasana asam karena ion iodida lebih mudah dan lebih cepat dioksidasi dalam larutan asam menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksidasi.
13

Selain adanya penambahan H2SO4, dilakukan pula penambahan larutan amilum 2% pada lapisan air tersebut sebelum dititrasi, tujuannya adalah sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna larutan yang awalnya berwarna bening keunguan menjadi bening. Amilum juga bertindak sebagai suatu uji yang sangat peka untuk iodium dengan membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Terbentuknya senyawa kompleks berwarna, karena amilum yang digunakan telah dipanaskan. Amilum merupakan polimer glukosa yang terdiri dari 2 macam polisakarida, yakni amilosa dan amilopektin. Pemanasan amilum berfungsi untuk memutuskan ikatan glikosidik, sehingga terbentuk amilum dengan struktur yang lebih sederhana. Karena struktur sederhana ini akan memudahkan proses pembentukan kompleks berwarna, kompleks iodin-amilum yang berwarna ungu. Iod bebas yang dihasilkan dari proses oksidasi inilah yang bisa diidentifikasi dari pewarnaan biru tua atau ungu yang dihasilkan dengan larutan amilum. Iod atau iodium yang telah dibebaskan tersebut dititrasi dengan Na2SO3. Pada proses ini, Na2SO3 akan terurai menjadi ion Na+ dan S2O3-. Kemudian iodium mengoksidasi S2O3- (tiosulfat) menjadi ion S4O62- (tetrationat), dengan persamaan reaksi: I2 + 2S2O32- 2 I- + S4O62Proses titrasi ini termasuk titrasi iodometri karena analit yang digunakan adalah I2 yang bertindak sebagai oksidator. Reaksinya cepat berlangsung dengan sempurna, yakni tidak ada reaksi sampingannya karena berat ekivalen Na2SO3 sama dengan berat molekulnya, dimana satu elektron hilang per molekulnya. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh volume Na2SO3 yang dibutuhkan untuk titrasi 3 kali secara berturut-turut adalah 1,9 ml; 2,2 ml ; 2,4 ml. Dari hasil volume Na2SO3 yang diperoleh, maka konsentrasi I2 pada fase organik dan fase air dapat ditentukan. Dengan hasil konsentrasi tersebut, nilai KD untuk setiap ekstraksi yang dilakukan dapat diketahui. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai KD secara berturut-turut adalah 24,05; 23,9; dan 23,8, dengan % E masing-masing adalah 90,58%; 90,53%; dan 90,49%. Seharusnya, nilai KD yang diperoleh ini konstan (tetap), karena nilai KD adalah suatu tetapan keseimbangan yang merupakan
14

kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Perbedaan nilai KD yang diperoleh ini disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam melakukan titrasi, dimana volume titrasi yang digunakan seharusnya sama untuk setiap ekstraksi yang dilakukan. Pada praktikum ini, nilai KD dianggap sama dengan D (angka banding distribusi) karena dalam percobaan ini tidak terjadi asosiasi, disosiasi, atau polimerisasi pada fase organik maupun fase air dan keadaan yang dimiliki adalah ideal. Dari nilai KD dan % E yang diperoleh, menunjukkan bahwa dengan KD yang besar maka solut cenderung terdistribusi ke dalam pelarut organik dibanding dalam air. Hal ini disebabkan oleh sifat kloroform yang hampir sama dengan sifat I2 dibanding sifat air. Air bersifat polar, I2 semipolar dan kloroform semipolar yang hampir nonpolar, dimana nonpolar merupakan sifat transisi antara semipolar dengan polar. Oleh karena itu, I2 lebih cenderung terdistribusi ke dalam kloroform dibanding air.

H. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, dapat disimpulkan bahwa larutan iod diekstraksi dengan kloroform untuk menarik suatu senyawa iodium ke fasa organik, sehingga terbentuk 2 fasa dalam corong pisah yaitu fasa air dan fasa organik, ekstraksi dilakukan selama 3 kali dan diperoleh nilai KD secara berturut-turut adalah 24,05; 23,9; dan 23,8.

15

DAFTAR PUSTAKA Amiarsi,dkk.2006.Pengaruh Jenis dan Perbandingan Pelarut Terhadaap Hasil Ekstraksi Minyak Atsiri Mawar.Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Bresnick, Stephen.2003.Intisari Kimia Organik.Jakarta: Hipokrates. Day, R.A. dan Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif (edisi ke-enam). Jakarta: Erlangga. Kamiyatun, Mega.2010.Ekstraki Asam Sitrat dan Asam Oksalat: Pengaruh Konsentrasi Solut Terhadap Koefisien Distribusi.Semarang:UNTAG. Kasmiyatu, Mega dan Bakti Jos.2008.Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat: Pengaruh Trioctylamine Sebagai Ekstraction Power dalam Berbagai Solven Campuran Terhadap Koefisien Distribusi.Semarang: UNTAG. Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Manbatan,dkk.2012.Proses Ekstraksi dan Powderisasi Zat Warna Alam.Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Soebagio, dkk. 2002. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang. Torowati.2008.Pengaruh Perbandingan Volume Fase Air dan Organik serta Jumlah Tingkat Re-ekstraksi dalam Proses Re-ekstraksi Larutan Uranium.Serpong: PTBN-BATAN. Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Bagian II. Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka.

16

You might also like