You are on page 1of 5

Sejarah dan perkembangan demokrasi di dunia

Pada zaman Yunani

Pada mulanya system demokrasi berada pada zaman Yunani kuno pada abad ke 6 sampai dengan pada abad ke 3 SM, bangsa Yunani pada saat itu menganut demokrasi langsung yaitu dimana keputusan-keputusan-keputusan politik dibuat berdasarkan keputusan mayoritas dari warga Yunani dan dijalankan langsung olem seluruh warga Negara. Pada masa itu demokrasi yang diterapkan secara langsung bias berjalan dengan baik hal itu karena wilayah dan jumlah penduduknya masih terbilang kecil, hanya saja di Yunani demokrasi hanya berlaku untuk warga Negara saja sedangkan untuk budak belian dan pedagang asing tidak berlaku.

Lahirnya Magana Carta (Piagam Besar 1215)

Pada perkembangan demokrasi abad pertengahan telah menghasilkan magna carta, yang merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan raja Johan dari inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan previlagees dari bawahannya swbagai imbalan untuk menyerahkan dana untuk keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana yang feodal dan tidak berlaku pada rakyat jelata namun dianggap sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi.

Lahirnya Revolusi prancis dan revolusi Amerika pada akhir abad ke 18

Pada akrir abad ke 18 beberapa pemikiran dapat menghasilakn revolusi prancils dan amerika, pemikiran tersebut antaralain bahwa manusia mempunyai hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan menyebabkan dilontarkan kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tidak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja yang absolut didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang dikenal dengan social contract(kontrak sosial). Menurut Jhon Locke hak-hak politik mencangkup hak atas hidup, atau kebebasan dan hak untuk milik, Montesqeu mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik, yang kemudian dikenal dengan trias politica.

Demokrasi Konstitusional pada Abad ke 19 dan 20

Akibat dari keingina menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekusaan pemerintah ialah dengan suatu konstitusi. Undangundang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekusaan Negara dengan sedemikian rupa, sehingga kekusaan eksekutif di imbangi dengan kekusaan parlemen dan

lembaga hukum. Gagasan ini dinamakan onstitusionalisme (constitusionalism), sedangkan Negara yang menganut gagasan ini disebut constitutional state. Dalam abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapatkan perumusan yang yuridis, ahli hukum Eropa Barat yaitu Immanuel Kant memakai istilah Rechtsstaat sedangkan menurut A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Dalam abad ke 20 gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusa warga Negara baik dibidang social maupun ekonomi lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karenanya harus aktif menatur kehidupan ekonomi dan social. Sesudah perang Dunia II International Commission Of Jurists tahun 1965 sangat memperluas konsep mengenai Rule Of Law, bahwa disamping hak-hak politik juga hak-hak social dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa standar dasar social ekonomi. International Commission Of Jurists dalam konfrensinya di Bangkok perumusan yang paling umum mengenai system politik yang demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat suatu keputusann-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu prose pemilihan yang bebas. Ini dinamakan demokrasi berdasarkan perwakilan. Hendri B Manyo merumuskan beberapa nilai yang mendasari demokrasi yaitu : 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damaii dan secara melembaga. 2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. 3. Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur. 4. Membatasi pembatasan kekerasn sampai batsa minimum. 5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman. 6. Menjamin tegaknya keadilan.

Sejarah dan perkembangan demokrasi di indonesia Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembagalembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-

lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan system pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). B. Sejarah Perkembangan Demokrasi Isitilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. C. Perkembangan Demokrasi di Indonesia Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu. Tumbangnya Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998, adalah momentum pergantian kekuasaan yang sangat revolusioner dan bersejarah di negara ini. Dan pada tanggal 5 Juli 2004, terjadilah sebuah pergantian kekuasaan lewat Pemilu Presiden putaran pertama. Pemilu ini mewarnai sejarah baru Indonesia, karena untuk pertama kali masyarakat memilih secara langsung presidennya. Sebagai bangsa yang besar tentu kita harus banyak menggali makna dari sejarah. Hari Kamis, 21 Mei 1998, dalam pidatonya di Istana Negara Presiden Soeharto akhirnya bersedia mengundurkan diri atau lebih tepatnya dengan bahasa politis ia menyatakan berhenti sebagai presiden Indonesia. Momentum lengser keprabon-nya Raja Indonesia yang telah bertahta selama 32 tahun ini tentu sangat mengejutkan berbagai pihak. Karena sehari sebelumnya ia sudah berniat akan segera membentuk Kabinet Reformasi. Setelah melalui saat-saat yang menegangkan, akhirnya rezim yang begitu kokoh dan mengakar ini berhasil ditumbangkan. Gerakan mahasiswa sekali lagi menjadi kekuatan terpenting dalam proses perubahan ini. Sebuah perubahan yang telah memakan begitu banyak korban, baik korban harta maupun nyawa. Kontan saja mahasiswa kala itu langsung bersorak-sorai, menangis gembira, dan bersujud syukur atas keberhasilan perjuangannya menumbangkan rezim Orde Baru. Setelah tumbangnya Orde Baru tibalah detik-detik terbukanya pintu reformasi yang telah begitu lama dinanti. Secercah harapan berbaur kecemasan mengawali dibukanya jendela demokrasi yang selama tiga dasawarsa telah ditutup oleh pengapnya otoritarianisme Orde Baru. Momentum ini menjadi penanda akan dimulainya transisi demokrasi yang diharapkan mampu menata

kembali indahnya taman Indonesia. Pada hari-hari selanjutnya kata reformasi meskipun tanpa ada kesepakatan tertulis menjadi jargon utama yang menjiwai ruh para pejuang pro-demokrasi. Selang tiga tahun pasca turunnya Soeharto dari tahun 1998 sampai 2000, telah terjadi tiga kali pergantian rezim yang memunculkan nama-nama:Habibie, Gus Dur, dan Megawati sebagai presiden Republik Indonesia. Dan duduknya ketiga presiden baru tersebut, juga diwarnai dengan perjuangan yang sengit dan tak kalah revolusioner. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya mahasiswa menjadi avant guard yang Mendobrak perubahan tersebut.

You might also like