You are on page 1of 19

ACARA III LIPIDA

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organik kedua yang menjadi sumber makanan, merupakan kira-kira 40% dari makanan yang dimakan setiap hari. Lipida mempunyai sifat umum sebagai berikut: tidak larut dalam air larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan karbontetraklorida mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, kadangkadang juga mengandung nitrogen dan fosfor bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu polimer, tidak mempunyai satuan yang berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil hidrolisisnya, lipida digolongkan menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan sterol. Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin, fosfatida lainnya, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk. Lipida majemuk jika dihidrolisis akan menghasilkan gliserol, asam lemak dan zat lain. Secara umum lipida komplekss dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfolipida dan glikolipida. Fosfolipida adalah suatu

lipida yang jika dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak, gliserol, asam fosfat serta senyawa nitrogen. Contoh senyawa yang termasuk alam golongan ini adalah lesitin dan sephalin. Sterol sering ditemukan bersama-sama dengan lemak. Sterol dapat dipisahkan dari lemak setelah penyabunan. Oleh karena sterol tidak tersabunkan maka senyawa ini terdapat dalam residu. 2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum Acara III Lipida adalah : a. Mengetahui kelarutan lemak dan terjadinya emulsi terhadap bahan pelarut yang dipergunakan. b. Mengetahui tingkat ketidakjenuhan minyak dan asam-asam lemak. c. Mengetahui adanya kolesterol dalam bahan yang diuji. B. TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan adalah lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik, misalnya eter, aseton, kloroform, benzena yang sering juga disebut sebagai pelarut lemak. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar yakni, lipid sederhana, ipid gabungan dan derivat lipid (Poedjiadi, 2009). Kolesterol adalah salah satu sterol yang penting dan terdapat banyak di alam. Kolesterol terdapat pada hampir semua sel hewan dan semua manusia. Pada tubuh manusia, kolesterol terdapat dalam darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar (ardenal cortex) dan jaringan syaraf. Mula-mula kolesterol diisolasi dari batu empedu karena kolesterol ini merupakan komponen utama batu empedu tersebut. kolesterol dapat larut dalam pelarut lemak, misalnya eter, kloroform, benzena dan alkohol panas. Apabila terdapat dalam konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal dalam bentuk kristal yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, dan mempunyai titik lebur 150-1510C. Endapan kolesterol apabila terdapat dalam pembuluh darah dapat

menyebabkan penyempitan pembuluh darah karena dinding pembuluh darah menjadi makin tebal. Adanya kolesterol dapat ditentukan dengan

menggunakan beberapa reaksi warna. Salah satu diantaranya adalah reaksi Salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan dalam kloroform dan larutan ini dituangkan di atas larutan asam sulfat pekat dengan hati-hati, maka bagian asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform akan berwarna biru dan yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam kloroform bila ditambah anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan tersebut mula-mula akan berwarna merah, kemudian biru dan hijau. Ini disebut reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ini ternyata sebanding dengan konsentrasi kolesterol. Karenanya reaksi Lieberman Burchard dapat digunakan untuk menentukan kolesterol secara kuantitatif (Poedjiadi, 2009). Istilah lipida menunjuk ke zat-zat yang dapat diekstraksi dari materi dengan menggunakan pelarut hidrokarbon seperti ligoin, benzena, etil eter, atau kloroform. Protein, karbohidrat dan asam nukleat pada dasarnya tidak larut dalam pelarut-pelarut non polar ini. Kesimpulan bahwa lipida larut dalam lemak barangkali merupakan satu-satunya penyamarataan tentang lipida yang dapat ditarik, karena mereka menunjukkan keanekaragaman baik fungsional maupun struktural dalam batas-batas yang besar. Fungsi lipida adalah sebagai penyimpan energi dan trasnpor, sebagai struktur membran, kulit pelindung, komponen dinding sel dan penyampai kimia (Page, 1981). Kolesterol merupakan steroida penting, bukan saja merupakan komponen membran tetapi juga karena merupakan pelopor biosintetik umum untuk steroida lain termasuk hormon steroida dan garam empedu. Kolesterol berlimpah dalam otak dan jaringan saraf lainnya, dengan mencerminkan pentingnya fungsi membran di dalam jaringan-jaringan ini. Sebagai lipia membran kolesterol terdapat di dalam membran sel organisme tingkat tinggi, tetapi tiak terdapat di dalam membran-membran bakteri dan mitokondria. Struktur kolesterol adalah:

Gambar 3.1 Struktur Kimia Kolesterol Pada manusia, kolesterol diperoleh secara langsung dari makanan dan juga dibiosintesa dari asetat melalui skualena di dalam limpa. Jumah seluruh kolesterol di dalam darah tergantung pada sebagian besar makanan, umur dan kelamin. Nilai normal adalah kira-kira 1,7 gram per liter darah, tetapi pada orang tua dapat naik sampai 2,5g/liter atau lebih (Page, 1981). Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayursayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan sumsum tulang. Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan asam lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya trigliserida dapat dipandang sebagai hasil kondensasi ester dari satu molekul gliseril dengan tiga molekul asam lemak, sehingga senyawa ini sering juga disebut sebagai triasilgliserol (Budimarwanti, 2000). Persenyawaan sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan fitostrerol. Senyawa kolesterol umumnya terdapat dalam lemak hewani, sedangkan fitosterol terdapat dalam minyak nabati. Kolesterol merupakan penyusun utama batu empedu. Kolesterol berfungsi membantu absorbsi asam lemak dari usus kecil, juga merupakan prazat (precursor) bagi pembentukan asam empedu, hormon steroid, dan vitamin D. Kolesterol di dalam darah beredar tidak dalam keadaan bebas, akan tetapi berada dalam partikel-partikel lipoprotein. Lipoprotein merupakan senyawa kompleks ntara lemak dan protein. Dalam serum darah lipoprotein terdiri atas 4 jenis, yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Anhidrid asetat bereaksi dengan kolesterol dalam larutan kloroform menghasilkan suatu larutan berwarna hijau kebiruan yang karakteristik. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti gugus kromofor yang menimbulkan warna tersebut, namun diduga melibatkan reaksi esterifikasi gugus hidroksi pada posisi ketiga seperti terlihat pada susunan molekulnya (Budimarwanti, 2000). Secara kimia, fisik dan organoleptik, minyak hasil regenerasi yang diperoleh mempunyai kualitas mendekati minyak segarnya dan tetap stabil selama disimpan hingga tiga bulan (Rukmini, 2007). Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Widayat, 2006). Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jaringan adiposa. Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi. Lemak juga dapat memiliki sifat plastis, yaitu mudah dibentuk atau dicetak atau dapat diempukkan (cream), yaitu dilunakkan dengan pencampuran dengan udara. Bila suatu lemak didinginkan, hilangnya paas akan memperlambat gerakan molekul-molekul dalam lemak, sehingga jarak antara molekul-molekul lebih kecil. Jika jarak antar molekul tersebut mencapai 5, maka akan timbul gaya tarik menarik antarmolekul yang disebut gaya Van der Walls (Winarno, 2004). Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan. Lemak dan minyak yang baik

digunakan untuk minyak goreng adalah oleo stearin, oleo oil, lemak babi (lard), atau lemak nabati yang dihidrogenasi dengan titik cair 35-400C. Yang disebut emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Banyak jenis emulsi yang dapat ditemukan dalam makanan, tetapi yang terkenal adalah mayonaisse, french dressing, cheese cream, kuning telur, serta susu. Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai continous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air. Senyawa ini molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut. Daya afinitasnya harus parsial dan tidak sama terhadap kedua cairan itu (Winarno, 2004). Berbeda dengan emulsi sementara, emulsi yang mantap (permanent emulsion), memerlukan bahan ketiga yang mampu membentuk sebuah selaput (film) di sekeliling butiran yang terdispersi, sehingga mencegah bersatunya kembali butir-butir tersebut. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk bahan ktiga diantaranya adalah emulsifier, stabilizer atau emulsifying agent. Beberapa bahan yang dapat berungsi sebagai emulsifier adalah kuning telur, telur utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, kasein, albumin atau beberapa tepung yang sangat halus seperti tepung paprika. Daya kerja emulsifier dipengaruhi oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak ataupun air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat dalam air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w) (Winarno, 2004). Minyak digunakan dalam proses pengolahan pangan yang berbeda termasuk margarin, penggorengan daging, pengeringan dan lain-lain. Penggorengan pangan menambah sering permasalahan konsumsi lemak. Minyak kelapa adalah salah satu minyak mendunia yang digunakan dalam industri penggorengan karena daya tahannya yang baik terhadap oksidasi,

dengan estimasi penggunaan mencapai 5 sampai 10 juta ton per tahun (Moussa, 2012). Lemak dan minyak yang sangat penting dalam diet karena tinggi asam lemak esensial , yang tepat diperlukan untuk pengembangan jaringan manusia ( Moya Moreno dkk. , 1999). Virgin Coconut Oil (VCO), relatif merupakan pendatang baru dalam industri lemak dan minyak, yang berkembang pesat di bidang ilmiah (Manaf et al. , 2007). VCO mengandung sejumlah besar asam lemak rantai sedang seperti kaprat, asam kaprilat dan kaproat yang juga diselidiki memiliki antimikroba dan efek antivirus (Villarino et al. , 2007). Telah banyak yang menyatakan bahwa VCO memiliki beberapa efek kesehatan yang menguntungkan. Nevin dan Rajamohan (2004) melaporkan bahwa VCO menurunkan jumlah kolesterol, trigliserida, fosfolipid, kepadatan rendah lipoprotein (LDL) dan lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) kadar kolesterol dan meningkatkan kepadatan tinggi lipoprotein (HDL) kolesterol dalam serum dan jaringan. Secara umum diketahui bahwa lemak dan minyak dapat memburuk selama penyimpanan dalam suasana pengoksidasi, yang dikenal sebagai oksidasi lipid (Rohman dkk, 2011). Asam lemak memainkan peran penting dalam metabolisme: sebagai bahan bakar metabolisme, sebagai komponen penting dari semua membran, dan sebagai regulator gen . Selain itu, asam lemak memiliki sejumlah nilai penting dalam indutri. Asam lemak jenuh yang ' diisi ' ( jenuh ) dengan hidrogen. Asam lemak jenuh Kebanyakan adalah rantai hidrokarbon lurus dengan bahkan jumlah atom karbon. Yang paling umum asam lemak mengandung 12-22 atom karbon. Asam lemak tak jenuh tunggal memiliki satu karbon-karbon ikatan ganda , yang dapat terjadi pada posisi yang berbeda. Asam lemak merupakan 30-35 % dari banyak asupan energi total negara industri dan yang paling penting yang bersumber asam lemak adalah minyak nabati, produk susu, produk daging, biji-bijian dan minyak ikan atau ikan berlemak. Yang paling umum asam lemak jenuh pada hewan, tanaman dan mikroorganisme adalah asam palmitat ( 16:00 ). Asam stearat ( 18:00 ) merupakan asam lemak utama pada hewan dan beberapa jamur, dan

komponen kecil dalam kebanyakan tanaman. Asam miristat ( 14:00 ) tersebar luas , kadang-kadang sebagai komponen utama. Asam jenuh rantai pendek dengan 8-10 atom karbon ditemukan dalam susu dan kelapa trigliserida. Asam oleat ( 18:01 o - 9 ) adalah yang paling umum monoenoic asam lemak pada tumbuhan dan hewan. Hal ini juga ditemukan dalam mikroorganisme (Rustan & Arild, 2005). Virgin coconut oil ( VCO ) didefinisikan sebagai minyak yang dihasilkan dari kernel segar dan kelapa matang ( Cocos nucifera L. ) melalui cara mekanis dan alami, baik dengan penggunaan panas atau asalkan tidak menyebabkan perubahan atau transformasi minyak (APCC, 2003). VCO memiliki banyak keuntungan, yang meliputi manfaat kesehatan dari vitamin dan antioksidan ditahan, aktivitas antimikroba dan antivirus dari komponen asam laurat dan melalui kecernaan mudah dari asam lemak rantai menengah (MCFA). Selain di atas, VCO dan minyak kelapa secara tradisional digunakan untuk meningkatkan kecantikan dan mempromosikan

pertumbuhan tresses, menghaluskan dan melembabkan kondisi kulit kita serta digunakan sebagai penyakit untuk penyakit ringan seperti diare dan kulit radang. Nevin dan Rajamohan ( 2010 ) menemukan bahwa tingkat penyembuhan luka meningkat pada kulit tikus yang diobati dengan VCO topikal. Lans ( 2007 ) melaporkan bahwa Cocos nucifera juga digunakan sebagai " ethonomedicine " untuk mengobati masalah pencernaan dan luka ringan, luka dan pembengkakan. Asam laurat, komponen asam lemak rantai menengah dalam VCO menunjukkan potensi digunakan sebagai pengobatan anti - obesitas ( St - Onge dan Jones, 2002; . Assuno et al, 2009 ) karena meningkatkan pengeluaran energi, langsung diserap dan dibakar sebagai energi dalam hati, mengakibatkan kenyang dan dengan demikian

menyebabkan penurunan berat badan (Mansor dkk, 2012). Biji dan minyak wijen telah lama dikategorikan sebagai makanan kesehatan tradisional di India dan negara-negara Asia Timur. Minyak wijen telah ditemukan mengandung jumlah yang cukup dari lignan wijen : sesamin, episesamin, dan sesamolin. Minyak wijen juga mengandung vitamin E (40

mg/100 g minyak), 43% asam lemak tak jenuh ganda, dan 40% asam lemak tak jenuh tunggal (Sankar, 2006). C. METODOLOGI 1. Alat a. tabung reaksi dan rak tabung reaksi b. pipet tetes c. pipet ukur d. balep 2. Bahan a. kloroform d. eter e. aquades f. Na2CO3 1% g. pereaksi Hubl Iodine h. asam asetat anhidrida i. asam sulfat pekat j. minyak sawit k. minyak wijen l. minyak jelantah m. minyak sapi

3. Cara Kerja a. Percobaan 1: Kelarutan Lemak dan Terjadinya Emulsi Disediakan 4 tabung reaksi, masing-masing tabung diisi : 2 ml kloroform 2 ml eter 2 ml aquadest 2 ml Na2CO3

II

III

IV

Ditambahkan 1 tetes minyak sawit

Tutup mulut tabung dengan ibu jari dan dihomogenkan

Didiamkan di rak selama 5 menit

Diamati perubahan yang terjadi

b. Percobaan 2 : Uji Ketidakjenuhan Disiapkan 5 tabung reaksi

10 ml kloroform + 10 tetes Hubl Iod

Dimasukkan ke dalam masingmasing tabung sebanyak 2 ml

Masing-masing tabung ditetesi :

1 tetes Hubl Iod Hubl

1 tetes

1 tetes

1 tetes

1 tetes

M. Sawit M. Wijen As. Palmitat As. Stearat As. Oleat

III

Dihomogenkan, dibiarkan selama 5 menit

Diamati perubahan warna merah muda pada larutan (bila warna merah muda belum hilang ditambahkan Hubl Iod tetes demi setetes)

Dicatat jumlah tetes yang digunakan

IV

II

c. Percobaan 3 : Reaksi Liebermann-Burchard (L.B test untuk kolesterol) Disiapkan 4 tabung reaksi, masing-masing tabung ditetesi sebanyak 3 tetes 2 ml kloroform dimasukkan ke dalam masing-masing tabung 3 tetes Minyak Wijen 3 tetes Minyak Sawit 3 tetes Minyak Jelantah 3 tetes Minyak Sapi

II

III

IV

Ditetesi 10 tetes asam asetat anhidrida sebanyak dan 3 tetes H2SO4 pekat

Diamati perubahan warna (bila larutan berwarna merah kemudian menjadi biru dan hijau menunjukkan adanya kolesterol).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3.1 Pengamatan Kelarutan Lemak dan Pembentukan Emulsi Kelompok Sampel Kelarutan Larut 1 dan 5 2 dan 6 3 dan 7 Kloroform + minyak sawit Eter + minyak sawit Tidak larut Pembentukan Emulsi Ada emulsi Tidak ada emulsi Tidak ada emulsi Ada emulsi

Aquades + minyak sawit 4 dan 8 Na2CO3 + minyak sawit Sumber: Laporan Sementara

Kelarutan merupakan kmampuan zuatu zat terlarut (solute) untuk larut dalam pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Kelarutan minyak berdasarkan pada polaritasnya (Setyawardhani, 2010). Asam lemak yang bersifat non polar akan terikat juga pada pelarut yang non polar. Kelarutan asam lemak lebh tinggi daripada komponen trigliseralidanya. Makin panjang rantai karbon maka kelarutannya semakin kecil sedangkan pada rantai karbon yang sama ketidakjenuhan yang semakin tinggi menyebabkan kelarutannya semakin tinggi (Setyawardhani, 2007).

Berdasarkan pengamatan didapati bahwa minyak sawit yang dilarutkan dalam pelarut kloroform menunjukan bahwa adanya kelarutan. Hal yang sama juga berlaku bagi eter serta Na2CO3. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan senyaa non polar. Menurut Herlina (2002) minyak dapat larut pada senyawa organik non polar serta tidak larut dalam air (aquades). Hal tersebut terbukti denga percobaan yang menunjukan bahwa minyak tidak dapat larut dalam aquades. Menurut Winarno (2004) emulsi merupakan suatu disperse atau suspense suatu cairan dalam cairan lain, yang kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistic emulsi teriri dari tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi biasanya terdiri dari butir-buti lemak, bagian

kedua adalah pendispersi yang biasa disebut continuous phase dan bagian ketiga adalah emulsifier yaitu molekul yang memiliki afinitas terhadap kedua cairan tersebut. . Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme : 1. 2. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas mekanik untuk penggabungan. 3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk

mendekati partikel. Berdasarkan percobaan diketahui bahwa minyak sawit yang dilarutkan dalam aquades dan eter tidak menghasilkan emulsi. Hal tersbut disebabkan pada pelarut eter minyak tercampur sempurna sedangkan aquades tidak menimbulkan kelarutan dengan minyak sawit.sedangkan pada pelarut kloroform dan Na2CO3 terjadi pembentukan emulsi. Tabel 3.2 Pengamatan Uji Ketidakjenuhan Sampel Kelompok 10 ml kloroform + 10 ml hubl iodine + minyak VCO 2 dan 7 10 ml kloroform + 10 ml hubl iodine + minyak wijen 3 dan 8 10 ml kloroform + 10 ml hubl iodine + minyak kelapa sawit 4 10 ml kloroform + 10 ml hubl iodine + asam stearat 5 10 ml kloroform + 10 ml hubl iodine + asam oleat Sumber: Laporan Sementara 1 dan 6 Jumlah Tetes Minyak 13 tetes 2 tetes 1 tetes 80 tetes 1 tetes

Percobaan kedua pada praktikum acara 1 Lipida untuk menunjukkan ketidakjenuhan pada masing-masing bahan uji yang disiapkan. Bahan yang digunakan antara lain VCO, minyak wijen, asam kelapa sawit, asam stearat, dan asam oleat. Dengan menambah 2 ml kloroform + 10 ml Hubl Iod pada masing-masing bahan uji akan dibuktikan ketidakjenuhan bahan uji. Pada uji

ketidakjenuhan ini menggunakan larutan chloroform dan Hulb iod. Trigliserida yang mengandung asam lemak yang memiliki ikatan rangkap dapat diadisi oleh golongan halogen, pada percobaan ini golongan yang digunakan adalah iodida pada Hubl iod. Pada uji ini Hubl iod akan mengoksidasi asam lemak yang berikatan rangkap pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang menandakan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi hubl iod. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh, sehingga apabila iod ditetesi pada asam lemak tak jenuh akan membutuhkan jumlah tetes iod yang lebih besar daripada jumlah iod yang ditetesi pada asam lemak jenuh. Pada percobaan kali ini kita menggunakan beberapa sample yaitu: VCO, minyak wijen, minyak kelapa sawit, asam stearat dan asam oleat. Pada tabel 3.2 menunjukkan hasil dari uji ketidakjenuhan dari masing-masing sample. Pada tabung 1 percobaan dari kelompok 1 dan 6 dengan menggunakan VCO dibutuhkan 13 tetes VCO untuk menghilangkan warna merah muda dari hubl iodin. Hal ini menunjukkan bahwa VCO merupakan asam lemak jenuh. Pada tabung 2 dari kelompok 2 dan 7 dengan manggunakan sampel minyak wijen dibutuhkan hanya 2 tetes minyak wijen untuk menghilangkan warna merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa minyak wijen termasuk asam lemak tak jenuh. Pada tabung 3 percobaan dari kelompok 3 dan 8 dengan menggunakan sampel minyak kelapa sawit dibutuhkan hanya 1 tetes minyak kelapa sawit saja. Hal ini menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit termasuk asam lemak tak jenuh. Sedangkan pada tabung 4 percobaan dari kelompok 4 menggunakan sampel asam stearat dibutuhkan 80 tetes asam stearat untuk menghilangkan warna merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa asam stearat termasuk asam lemak jenuh. Pada tabung 5 percobaan dari kelompok 5 menggunakan sampel asam oleat dibutuhkan 1 tetes asam oleat untuk menghilangkan warna merah muda dari hubl iodin dan kloroform. Hal ini menunjukkan bahwa asam oleat termasuk asam lemak tak jenuh.

Semakin banyak jumlah tetesan minyak menunjukkan bahwa semakin tak jenuh asam lemak tersebut. Sehingga apabila iod ditetesi pada asam lemak tak jenuh akan membutuhkan jumlah tetes iod yang lebih besar daripada jumlah iod yang ditetesi pada asam lemak jenuh. Urutan tingkat kejenuhan asam lemak yaitu mulai dari yang paling jenuh adalah asam stearat- VCOminyak wijen- kelapa sawit- dan oleat. Tabel 3.3 Pengamatan Uji Kolesterol Lieberman-Burchard Kelompok 1 dan 5 Sampel Minyak jelantah Perubahan Warna Awal: bening agak keruh, diatasnya warna kuning Akhir: menjadi lebih keruh+ada cincin kuning di permukaan Awal: bening Akhir: menjadi lebih keruh Awal: kuning jernih Akhir: kunig keruh dan ada buihnya Awal: bening Akhir: keruh

2 dan 6 3 dan 7

Minyak sapi Minyak wijen

4 dan 8

Minyak kelapa sawit

Sumber: Laporan Sementara Pada praktikum uji kolesterol ini, reaksi yang digunakan adalah reaksi Lieberman Burchard. Uji ini menggunakan 4 macam sampel, yaitu minyak jelantah, minyak sapi, minyak wijen dan minyak kelapa sawit. Pertama-tama 4 macam tabung reaksi diisi dengan kloroform 2 ml. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 tetes. Setelah itu diamati belum ada terjadi perubahan warna, masih berwarna bening. Kemudian ditetesi 10 tetes asam asetat anhidrida sebanyak dan 3 tetes H2SO4 pekat. Kemudian diamati perubahan warnanya. Apabila warnanya berubah dari merah menjadi biru atau hijau, berarti minyak tersebut mengandung kolesterol. Namun, hasil dari praktikum ini tidak ada yang berwarna merah, biru ataupun hijau. Yang terjadi hanya perubahan warna yang semula bening menjadi lebih keruh dari sebelumnya. Seharusnya, minyak sapi dan minyak jelantah berwarna hijau atau biru karena mengandung kolesterol karena

berasal dari hewan. Sedangkan minyak kelapa sawit dan minyak wijen tidak berwarna hijau atau biru karena kedua minyak tersebut tidak mengandung kolesterol karena berasal dari tumbuhan. Kolesterol merupakan steroida penting, bukan saja merupakan komponen membran tetapi juga karena merupakan pelopor biosintetik umum untuk steroida lain termasuk hormon steroida dan garam empedu (Page, 1981). Kolesterol terdapat pada hampir semua sel hewan dan semua manusia. Pada tubuh manusia, kolesterol terdapat dalam darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar (ardenal cortex) dan jaringan syaraf. Mula-mula kolesterol diisolasi dari batu empedu karena kolesterol ini merupakan komponen utama batu empedu tersebut. kolesterol dapat larut dalam pelarut lemak, misalnya eter, kloroform, benzena dan alkohol panas. Apabila terdapat dalam konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal dalam bentuk kristal yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, dan mempunyai titik lebur 150-1510C (Poedjiadi, 2009). Menurut Poedjiadi (2009), apabila kolesterol dilarutkan dalam kloroform dan larutan ini dituangkan di atas larutan asam sulfat pekat dengan hati-hati, maka bagian asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform akan berwarna biru dan yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam kloroform bila ditambah anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan tersebut mula-mula akan berwarna merah, kemudian biru dan hijau. Ini disebut reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ini ternyata sebanding dengan konsentrasi kolesterol. Karenanya reaksi Lieberman Burchard dapat digunakan untuk menentukan kolesterol secara kuantitatif. Selain menggunakan kloroform, dalam pengujian kolesterol ini menggunakan larutan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Menurut Poedjiadi (2009), kloroform digunakan sebagai pelarut organik yang bersifat non polar, yang mana bisa melarutkan lemak. Penambahan asam asetat anhidrat pada praktikum ini adalah mengikat H2O atau menjamin medium bebas dari H2O dan mengekstrasikan kolesterol. Sedangakn penambahan

asam sulfat pekat bertujuan untuk membentuk ikatan rangkap terkonjungasi (warna hijau biru intens) yang terbentuk akibat polimerasi hidrokarbon tak jenuh. E. Kesimpulan Dari percobaan acara III LIPIDA dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada hasil percobaan uji kelarutan lemak dan terjadinya emulsi, larutan yang mudah larut dalam lemak yaitu kloroform, eter dan Na2CO3 1%, Sedangkan larutan yang tidak larut dalam lemak yaitu aquadest. Jika suatu larutan semakin mudah larut dalam lemak, maka larutan tersebut semakin mudah terbentuk emulsi. 2. Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar. 3. Pada hasil percobaan uji ketidakjenuhan, urutan tingkat kejenuhan asam lemak yaitu mulai dari yang paling jenuh adalah asam stearat > VCO > minyak wijen > kelapa sawit > dan oleat. 4. Semakin banyak jumlah tetes minyak yang diberikan pada minyak, maka semakin tak jenuh asam lemak pada minyak tersebut. Hal ini dikarenakan banyaknya ikatan rangkap yang harus diputuskan oleh iod. 5. Ciri karakteristik sampel minyak yang mengandung kolesterol adalah terdapatnya endapan atau tidak pada sampel uji Lieberman Buchard. 6. Dari hasil praktikum yang dilaksanakan tidak terdapat sampel yang mengandung kolesterol. 7. Ciri karakteristik sampel minyak yang mengandung kolesterol adalah adanya perubahan warna larutan menjadi merah kemudian biru dan hijau, serta terdapatnya endapan pada sampel uji Lieberman-Burchard.

DAFTAR PUSTAKA Budimarwati. 2000. Analisis Lipida Sederhana dan Lipida Kompleks. Jurnal Teknologi Pangan. Mansor dkk. 2013. Physicochemical Properties of Virgin Coconut Oil Extracted From Different Processing Methods. International Food Research Journal 19 (3): 837-845. Moussa, Farid et al. 2012. Kit Reliability for Controlling The Quality of Oils in Food Frying. Journal of Microbiology Biotechnology and Food Science. Page, David. S. 1981. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. Poedjiadi, Anna dan Titin Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Rohman dkk, 2011. Monitoring The Oxidate Stability of Virgin Coconut Oil During Oven Test Using Chemical Indexes and FTIR Spectroscopy. International Food Research Journal 18: 303-310. Rukmini, Ambar. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas Dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi. Rustan, Arild C & Christian A Drevon. 2005. Fatty Acids: Structure and Properties. Encyclopedia Of Life Science: 1-2. Sankar, D., dkk. 2006. Effect of Sesame Oil on Diuretics or -blockers in the Modulation of Blood Pressure, Anthropometry, Lipid Profile, and Redox Status. Yale Journal of Biology and Medicine 79 (2006), pp.19-20. Widayat, Suherman dan K. Haryani. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorbent Zeolit Alam: Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik Gelagah Volume 17, Nomor 01, Halaman 77-82. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan. Gramedia. Jakarta.

You might also like