You are on page 1of 36

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM

MODUL II PENGUJIAN HEAT TREATMENT

Disusun oleh : Nama NIM Kelompok : Franacitra Harta Surya :113132502 : II ( DUA )

Tanggal Praktikum : 16 Februari 2014

Anggota kelompok : 1. Bertha Simorangkir 2. Ahmad Afandi NIM : 113062509 NIM : 113102501

LABORATORIUM MATERIAL TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa : Nama NIM : Franacitra Harta Surya : 113132502

Jurusan : Teknik Industri Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri telah menyelesaikan praktikum di Laboratorium Material Teknik Modul Pengujian Heat Treatment.

Dengan nilai :.......................(dengan angka)

Demikian surat pengesahan ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya

Serpong, 23 Februari 2014

Asisten

Koord. Lab. Material Teknik

(..............................)

(.............................)

LEMBAR ASISTENSI

No

Keterangan

Paraf

Asisten

(...................................................)

DAFTAR ISI

1. Lembar Pengesahan ................................................................................... 2. Lembar Asistensi ........................................................................................ 3. Daftar Isi ..................................................................................................... 4. Kata Pengantar ............................................................................................ 5. BAB I Pendahuluan ...................................................................................

1 2 3 4 5

6. BAB II Maksud dan Tujuan ........................................................................ 15 7. BAB III Alat dan Bahan ............................................................................. 16 8. BAB IV Prosedur Percobaan ..................................................................... 18 9. BAB V Tugas dan Pertanyaan .................................................................... 19 10. BAB VI Data Percobaan ............................................................................ 28 11. BAB VII Data Perhitungan ......................................................................... 29 7.1. BHN (Brinell Hardness Number)......................................................... 29 7.2. % BHN (Brinell Hardness Number) .................................................... 30 7.3. Tabel BHN dan % BHN ....................................................................... 31 7.4. Grafik BHN .......................................................................................... 32 7.5. Grafik % BHN...................................................................................... 32 12. BAB VIII Analisa ....................................................................................... 33 13. Kesimpulan ................................................................................................ 34 14. Daftar Pustaka ............................................................................................. 35

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Berkat, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul heat treatment. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan dari Koordinator Laboratorium Material Teknik, para Asisten Laboratorium Material Teknik dan pihak lain yang tidak disebutkan di sini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan ini masih dari jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima masukan, saran dan kritik guna penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Serpong, Februari 2014

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Sejak zaman dulu metode heat treatment telah digunakan oleh orang-orang untuk mengubah sifat-sifat mekanik logam sesuai dengan keinginannya, contohnya dalam pembuatan alat-alat perang seperti ujung tombak pedang serta tameng. Ini menunjukan bahwa heat treatment adalah metode paling mudah dan baik yang dapat digunakan mengubah sifat-sifat mekanik dari suatu material. Pada zaman dahulu logam yang baik dianggap adalah logam yang keras dan kuat karena penggunannya hanya semata-mata untuk peralatan-peralatan yang sederhana seperti pedang, ujung tombak dan yang lainnya. Oleh karena itu metode perlakuan panas yang digunakan belum bervariasi, nanti kemudian di zaman modern ketika Kualitas logam tidak hanya diukur dari kekuatan dan kekerasaanya tetapi dari terpenuhinya sifatsifat mekanik lain yang sesuai dengan kebutuhan, baru kemudian berkembang metodemetode Heat treatment untuk menghasilkan sifat-sifat mekanik yang dibutuhkan. Sekarang metode heat treatment masih merupakan metode yang paling baik yang dapat digunakan untuk mengubah sifat-sifat mekanik suatu material logam. Dengan heat treatment kita dapat meningkatkan ataupun menurunkan sifat-sifat dari logam sesuai dengan kebutuhan akan sifat mekanik logam tersebut yang kita butuhkan. Pesatnya laju pembangunan dan teknologi yang semakin modern sekarang ini mendorong naiknya tingkat kebutuhan akan logam dengan berbagai macam karakteristik yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal ini juga mendorong berkembangnnya variasi metode-metode Heat treatment untuk menghasilkan sifat-sifat dari logam yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri modern saat ini. Heat treatment adalah proses memanaskan dan mendinginkan suatu bahan untuk mendapatkan perubahan fasa (struktur) guna meningkatkan kemampuan bahan tersebut sehingga bertambah daya guna teknik dari bahan tersebut. Perubahan sifat yang dihasilkan merupakan akibat dari perubahan mikro yang terjadi sesuai dengan kecepatan/ laju pendinganan. Heat treatment (Perlakuan panas) merupakan suatu proses untuk merubah sifatsifat dari logam sampai suhu tertentu kemudian didinginkan dengan media pendingin tertentu pula. Baja merupakan jenis logam yang banyak mendapatkan perlakuan panas

untuk mengubah sifat mekanik sesuai dengan keinginan namun terlebih dahulu diketahui instalasi dari baja tersebut. Untuk mengetahui suhu yang digunakan dapat dilihatpada gambar Fe-C dan aturan kerja perlakuan panas pada baja: Setiap jenis baja mempunyai daerah suhu yang optimal untuk pencelupanyang terbentang dari suhu awal yang tinggi ke suhu akhir yang rendah Bahan campuran baja dengan keadaan kadar karbon yang tinggi 0,3 %, beroksidasi dengan intensif oleh karenanya harus dipanaskan sampai suhu awal. Baja karbon yang tinggi dan campuran merupakan penghantar panas yang buruk sehingga haru dipanaskan secara perlahan-lahan dan menyeluruh hingga di atas suhu kritis. Jika pemanasan dilakukan melampaui batas suhu yang diperbolehkan akan terjadi gosong pada baja dan setelah dingin akan mengalami kerapuhan.

Perlakuan panas meliputi : 1. Proses anil (annealing). 2. Proses hardening (sepuhan). 3. Proses normalisasi. 4. Tempering (peredaan). 5. Proses stress relief. 6. Proses spheroidizing. 7. Proses rekristalisasi. 8. Proses homogenisasi.

Metode pemanasan dan pendinginan dalam proses perlakuan panas ini tergantung pada perubahan sifat yang dikehendaki serta bergantung pula jenis logam atau paduannya.

Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu : 1. Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan didalam tungku ( annealing ) atau mendinginkan dalam udara terbuka ( normalizing ).

2. Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara celup cepat ( quenching ) material yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam, maupun oli. Pada praktikum perlakuan panas ini diberikan pengujian kekerasan terhadap baja yang sudah diberikan perlakuan panas, pengujian struktur mikro dan ukuran besar butir yang terbentuk setelah diproses perlakuan panas.

Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada kadar karbon pada suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses manufacturing yang berbeda-beda pada baja kadar karbon sama. Sehingga, kita perlu mempelajari fenomenafenomena pengerasan baja karbon agar kita bisa mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kitainginkan. Pada logam lain juga dapat mengeras jika diberi suatu perlakuan tertentu. Suatu logam dapat berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu kekerasan logam itu juga sehingga kita perlu memahami faktor penentu kekerasan logam tersebut. Praktikan juga dituntut untuk memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu untuk mengetahui perubahan kekerasan pada logam tersebut apabila diberiheat treatment. Pengujian kekerasan pada brinell biasa disebut BHN (brinell hardness number). Pada pengujian brinnel akan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: 1. Kehalusan permukaan. 2. Letak benda uji pada identor. 3. Adanya pengotor pada permukaan. Pendinginan. Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon, maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasanya meningkat. a. efek pada struktur mikro dan ukuran butiran Pada proses pembuatannya, komposisi kimia yang dibutuhkan diperoleh ketika baja dalam bentuk fasa cair pada suhu yang tinggi.

Pada saat proses pendinginan dari suhu lelehnya, baja mulai berubah menjadi fasa padat pada suhu 13500, pada fasa ini lah berlangsung perubahan struktur mikro. Perubahan struktur mikro dapat juga dilakukan dengan jalan heat treatment. Bila proses pendinginan dilakukan secara perlahan, maka akan dapat dicapai tiap jenis struktur mikro yang seimbang sesuai dengan komposisi kimia dan suhu baja. Perubahan struktur mikro pada berbagai suhu dan kadar karbon dapat dilihat pada Diagram Fase Keseimbangan (Equilibrium Phase Diagram).

Gambar 1.1 Equilibrium phase diagram for iron carbide system Penjelasan diagram:

Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro dinamakan Sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical paling kanan). Sifat sifat sementit: sangat keras dan sangat getas Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.

Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.

Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titikeutectoid, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit.

Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan6.67%, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sementit.

Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah, akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi struktur mikro Austenit.

Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi Austenit. Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada proses pendinginan perubahan perubahan pada struktur kristal dan struktur mikrosangat bergantung pada komposisi kimia.

b. Heat treatment dengan pendinginan tak menerus Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram: Isothermal Tranformation Diagram.

Gambar 1.2. Isothermal transformation diagram for 0.2 C. 0.9% Mn steel Penjelasan diagram:

Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja.

Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit.

Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit).

Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).

Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser kekanan.

Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.

c. Heat Treatment dengan pendinginan menerus Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.

Gambar 1.3. Isothermal Continuos Cooling Transformation Diagram Penjelasan diagram:

Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.

Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.

Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.

10

Pengerasan Baja Karbon Baja dapat dikeraskan dengan menerapkan proses perlakuan panas (heat treatment). Prosesheat treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui pengubahan strukturmikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisisolid. Dalam heat treatment kita memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya.Temperatur austenisasi yang diberikan tergantung pada kadar karbon baja yang diproses. Setelah temperature austenisasinya tecapai, benda kerja dibiarkan pada temperature tersebut dalam jangka waktu tertentu agar temperature homogeny diseluruh benda kerja. Proses ini disebut dengan homogenisasi. Setelah itu, dengan mengatur laju pendinginan akan didapat kekerasan yang diinginkan. Kekerasan yang diperoleh bergantung pada kadar karbon baja yang diproses. Dalam praktikum ini, akan dilihat pengaruh kadar karbon terhadap baja hasil quench. Pada saat temperature austenisasinya tercapai, maka fasa yang terjadi pada baja karbon tersebut adalah austenite(). Setelah dalam fasa gamma kemudian baja tersebut di-quench sehingga akan terbentuk martensit. Martensit yang terjadi tersebut bersifat keras.Oleh karena itu, pengontrolan transformasi dari austenite menjadi martensit diperlukan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan dari aja.Proses quenching untuk meningkatkan kekerasan dari baja dikontrol dengan pemilihan media pendinginan yang tepat. Media quenching yang dipakai biasanya antara lain air, larutan natrium hidroksida, oli, dsb. Karakteristik medium yang digunakan untuk quenching antara lain:

Temperature dari medium Panas spesifik Panas penguapan Konduktifitas termal medium quenching Viskositas. Agitasi Pelunakan (Annealing) : pemanasan produk setengah jadi pada suhu 850 - 9500 C dalam waktu yang tertentu, lalu didinginkan secara perlahan (seperti garis-a

Dalam prakteknya ada 3 macam heat treatment dalam pembuatan baja:

11

diagram diatas). Proses ini berlangsung didapur (furnace). Butiran yang dihasilkan umumnya besar/kasar.

Normalizing : pemanasan produk setengah jadi pada suhu 875 9800C disusul dengan pendinginan udara terbuka (seperti garis-b diagram diatas). Butiran yang dihasilkan umumnya berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan penggilingan kondisi panas (rolling).

Quenching : sistem pendinginan produk baja secara cepat dengan cara penyemprotan air pada pencelupan serta perendaman produk yang masih panas kedalam media air atau oli. Sistem pendinginan ini seperti garis-c diagram diatas. Selain dari ketiga system heat treatment diatas ada juga heat treatment tahap kedua

pada rentang suhu dibawah austenit yang dinamakan Tempering. Pemanasan ulang produk baja ini biasa dilakukan untuk produk yang sebelumnya di quenching. Setelah di temper, maka diharapkan produk tersebut akan lebih ulet dan liat. Struktur mikro dan sifat karakteristik baja dapat disesuaikan dengan pemilihan heat treatment yang tepat. Keterangan tambahan:

Ferit biasa dinamakan juga Besi - Austenit dinamakan juga Besi - g Struktur mikro diatas suhu 13500C dinamakan Besi - d

Proses pendinginan sendiri memiliki dua macam proses, yaitu : 1. Proses pendinginan secara langsung Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam media pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain. Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara pendinginan untuk ujung yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench sedangkan untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara normalizing. Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada ujung yang satunya karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar terjadi di ujung benda uji yang disemprot air. 2. Proses pendinginan secara tidak langsung Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu austenite setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah

12

satu ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau temperature kamar. Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut : 1. Quenching Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung. Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa lama sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperature media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak. Hasil quench hardening :

menghasilkan produk yang keras tetapi getas Menghasilkan tegangan sisa Keuletan dan ketangguhan turun. Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur martensit, harus bersifat: Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah,

misalnya di bawah temperatur 350C agar distorsi atau retak dapat dicegah. Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan Panas (Heat Treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya dengan media pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak akan mengalami perubahan struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit dan perlit merupakan hasil transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana untuk setiap paduan bahan dapat dilihat pada diagram Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation (TTT) diagram. Masing-masing fasa di atas mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Dengan pengujian Jominy maka dapat diketahui laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan Jominy ini , mampu keras dari suatu baja yang sama akan bervariasi karena dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komposisi tersebut merupakan komposisi kimia dan terdapat ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen. Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan Jominy test ini adalah baja karbon. Pada baja, pendinginan yang cepat

13

dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit yang tinggi kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur Laju pendinginan bergantung pada media pendinginnya juga. Adapun media pendingin adalah sebagai berikut :

Air Oli Udara Dalam anil

14

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari praktikum heat treatment adalah untuk Mempelajari fenomena kekerasan pada baja karbon Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada logam perubahan sifat mekanis bahan akibat pemanasan dan pendinginan yang dikendalilkan sehingga didapat kekerasan bahan dengan kecepatan pendinginan akibat proses perlakuan panas yang dilakukan.

15

BAB III ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan :

Benda Kerja

Dapur Pemanas

Alat Penguji kekerasan Brinell

Mesin amplas (finishing).

Mikroskop mikron.

Media pendingin (air atau oli).

16

Alat

penjepit/

Ragum/

Jangka sorong.

Spidol

Tanggem

17

BAB IV PROSEDUR PERCOBAAN

1. Siapkan 4 buah benda kerja. 2. Masukkan empat benda kerja tersebut ke dalam dapur/ furnace kemudian naikkan temperaturnya sampai 9000C dan tahan selama jam. 3. Keluarkan 3 buah benda kerja dari dalam dapur/ furnace dan masing-masing dicelup ke dalam air, oli, dan sebuah lagi biarkan di udara terbuka. 4. Satu benda kerja lagi dibiarkan tetap di dalam dapur sampai temperature di dalam dapur/ furnace kembali ke temperatur kamar. 5. Benda kerja yang telah selesai didinginkan diratakan salah satu bagian permukaannya dengan menggunakan amplas sampai rata dan halus. Gunakan mesin polishing untuk meratakan permukaan tersebut yaitu dengan kertas amplas ukuran No. 320 sampai ukuran No. 800 secara berurutan dengan arah 900 setiap pergantian nomor kertas amplas. 6. Uji kekerasan benda uji dengan alat uji kekerasan Brinnel dengan 3 titik uji yang berlainan tempat. 7. Ukur diameter bekas jejak indentor yang timbul dengan mikroskop mikron.

18

BAB V TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Sebutkan dan jelaskan metoda yang digunakan unyuk uji kekerasn dan bagaimana hubungannya. umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : 1. Brinnel (HB / BHN) Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :

BHN= Dimana: BHN P D d = Nilai kekerasan (kg/mm2) = Gaya tekan (kg) = Diameter bola indentor (mm) = Diameter tapak tekan (mm)

2. Rockwell (HR / RHN) Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan

menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

19

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell. HR = E e

Dimana : F0 F1 F e mm E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line = Beban Minor(Minor Load) (kgf) = Beban Mayor(Major Load) (kgf) = Total beban (kgf) = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002

yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda 1 HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

3.

Vikers (HV / VHN) Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu : (1)

.(2)

20

(3)

Dimana, HV F d = Angka kekerasan Vickers = Beban (kgf) = diagonal (mm)

4. Micro Hardness (knoop hardness) Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.

Dimana, HK F l = Angka kekerasan Knoop = Beban (kgf) = Panjang dari indentor (mm)

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan proses heat treatment, annealing, hardening, normalizing, tempering dan spheroidizing. Annealing Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan logam baja hingga di atas temperatur trasnformasi (723oC) bertujuan untuk mengubah ke fasa austenit kemudian didinginkan secara perlahan-lahan (pendinginan tungku). Tujuan utama pengerjaan ini adalah softening baja. Hardening Perlakuan baja ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga fasa menjadi austenit dan didinginkan secara cepat (lihat diagram CCT baja karbon rendah). Media pendinginan cepat seperti air, oli, garam atau media

21

pendingin lainnya. Tujuan utama perlakuan ini untuk meningkatkan kekerasan baja. Normalizing Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga menjadi fasa austenit penuh dan didinginkan di udara (pendinginan tungku) hingga mencapai suhu kamar. Fasa yang dihasilkan berstruktur ferrite dan pearlite tergantung komposisi unsur karbon. Tempering Perlakuan pemanasan kembali logam baja yang telah dikeraskan (quenching) dengan pencelupan cepat. Suhu pemanasan adalah agak rendah dibawah suhu transformasi eutectoid (lihat diagram fasa biner Fe-C). Tujuan utama yaitu mengurangi nilai kekerasan logam sehingga keuletan (ductility) logam akan naik. Beberapa variabel penting dalam perlakuan temper adalah temperatur, waktu pemanasan dan lain-lain. Spheroidzing Perlakuan pemanasan untuk menghasilkan karbida yang berbentuk bulat (globular) di dalam logam baja.

3. Dalam perlakuan panas baja dikenal diagram TTT. Gambarkan dan jelaskan fungsi dari diagram tersebut.

22

Diagram TTT (Time Temperature Transformation) adalah diagram yang menghubungkan transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur. Jika dilihat dari bentuk grafiknya diagram ini mempunyai nama lain yaitu diagram S atau diagram C. Proses perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk kondisi tidak setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini maka digunakan diagram TTT.

4. Mengapa pada umumnya proses perlakuan panas (heat treatment) pada baja dilalukan pada tempetatur austenisasi (sekitar 900 0C). Karena temperatur tersebut merupakan temperatur di atas minimal yang dibutuhkan untuk baja karbon menjadi fasa austenite.

5. Gambarkan dan jelaskan tentang diagram fasa besi-karbon.

Penjelasan diagram:

23

Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro dinamakan Sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical paling kanan).

Sifat sifat cementite: sangat keras dan sangat getas Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.

Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.

Pada

baja

dengan

kandungan

karbon

rendah

sampai

dengan

titikeutectoid, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit.

Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan6.67%, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sementit.

Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah, akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi struktur mikro Austenit.

Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi Austenit.

6. Dalam proses perlakuan panas pada baja harus selalu memperhatikan diagram fasa Fe-Fe3C, Jelaskan mengapa hal tersebut harus selalu diperhatikan. Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk memahami struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon, suatu jenis logam panduan besi (Fe) dan carbon (C). Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solid solution) hingga 0.05% berat pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki alpha ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0.05% akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallicstoichiometric compound (Fe3C) yang dikenal sebagai cementite atau carbide. Selain larutan padat

24

alpha ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu delt-ferrite dan gammaaustenite.

7. Jelaskan proses pembentukan ferit, perlit, bainit,dan martensit dalam proses heat treatment. Ferit Ferit adalah fase larutan padata yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Secara umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile) dan magnetic hingga temperatur tertentu Perlit : merupakan campuran fasa ferit dan sementid sehingga mempunyai sifat kuat. Autenit : merupakan sel satuan yang berupa Face Centered Cubic (FCC = kubus pusat muka), Austenit ini mempunyai sifat Non magnetis, dan ulet. Baja martensit Unsur pemadunya lebih dari 5 %, sangat keras dan sukar dimesin

8. Apa perbedaan baja dan besi ditinjau dari sifat mekanis dan komposisi kimianya. Perbedaan besi dan baja terletak pada kandungan panduan karbon (C) yang akan menentukan sifat-sifat lain dari besi dan baja tersebut. Panduan baja mengandung lebih banyak karbon dari nilai komersialnya dapat dinamakan besi.

9. Jelaskan proses perlakuan panas apa yang tepat dilakukan supaya alat-alat perkakas (pacul, pisau, kikir, dll) tidak cepat tumpul. Sifat mekanis dari perkakas ini dapat diperbaiki lagi dengan melakukan proses perlakuan panas Hardening dan kemudian dilanjutkan dengan Tempering yang tepat.

25

10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan martemper. (gunakan diagram TTT untuk menjelaskan jawaban saudara). Martemper adalah perlakuan panas untuk baja melibatkan austenitisation diikuti dengan langkah pendinginan , pada tingkat yang cukup cepat untuk menghindari pembentukan ferit , perlit atau bainit ke suhu sedikit di atas mulai martensit (Ms) titik. Perendaman harus cukup panjang untuk menghindari pembentukan bainit. Keuntungan dari martempering adalah penurunan tegangan termal dibandingkan normal pendinginan. Hal ini mencegah retak dan meminimalkan distorsi

11. Buatlahanalisamengenai pengaruh laju pendinginan terhadap kekerasan dari hasilpercobaan saudara (gambarkan dengan grafik dan diagram TTT) ! Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.

26

Penjelasan diagram:

Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.

Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.

Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.

12. Jelaskan hubungan antara kekerasan dengan kekuatan tarik suatu bahan. Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis lokal akibat penetrasi pada permukaan. Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada ukuran mula.

27

BAB VI DATA PERCOBAAN

28

BAB VII DATA PERHITUNGAN Pengukuran V d1 (mm) H 3,6 3,7 3,8 4,0 4,3 3,6 3,7 3,7 4,1 4,2 V d1 (mm) H 3,5 3,7 3,7 4,2 4,4 3,5 3,8 3,6 4,1 4,3 V d1 (mm) H 3,5 3,8 3,7 4,1 4,3 3,5 3,9 3,6 4,2 4,2

No 1 2 3 4 5

Media Pendinginan Air Oli Udara Anil TP

d rata-rata (mm) 3,53 3,76 3,68 4,11 4,28

Catatan: D = 10 mm P = 2000 kgf

7.1. Rumus BHN (Brinnel Hardness Number/Nomor Uji Kekerasan)

29

7.2. Rumus %BHN (Brinnel Hardness Number/Nomor Uji Kekerasan)

%BHNair %BHNoli

BHNtp BHNair BHNtp BHNtp BHNoli BHNtp

100% 100%

132.39 197.82 100% 49,42% 132.39 132.39 173.60 100% 31,12% 132.39 132.39 181.53 100% 37,11% 132.39

%BHNudara %BHNanil % BHNtp

BHNtp BHNudara BHNtp BHNtp

100%

BHNtp BHNanil

100%

132.39 144.16 100% 8,89% 132.39

BHNtp BHNtp BHNtp

100%

132.39 132.39 100% 0% 132.39

30

7.3. Tabel BHN dan % BHN No 1 2 3 4 5 Perlakuan Air Oli Udara Anil TP BHN 197.82 173.60 181.53 144.16 132.39 % BHN -49.42 -31.12 -37.11 -8.89 0
% % % % %

31

GRAFIK
7.4. Grafik BHN vs Perlakuan

250 200

Air Oli Udara Anil Tanpa perlakuan

150
100 50 0 BHN (kgf/mm2)

7.5. Grafik % BHN vs Perlakuan

0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 % BHN


Air Oli Udara Anil Tanpa perlakuan

32

BAB VIII ANALISA

Berdasarkan data BHN dan %BHN yang dapat dilihat pada point 7.3 diperoleh analisa sebagai berikut. Dari percobaan diatas dapat diketahui fase martensit terjadi pada spesimen yang terkena perlakuan air sedangkan fase ferit terjadi pada spesimen yang terkena perlakuan anil.. Berdasarkan perhitungan nilai BHN diperoleh hasil kekerasan pada spesimen yang terkena perlakuan air 197,82 kgf/mm, oli 173,6 kgf/mm, udara 181,53 kgf/mm, anil 144,16 kgf/mm dan tanpa perlakuan 132,39 kgf/mm. Proses dengan perlakuan Hardening menghasilkan kekerasan yang paling besar diantara lainnya karena ukuran butir mikrostruktur suatu bahan meningkat, menyebabkan perubahan pada sifatnya seperti kekuatan dan kekerasan. Dan dalam percobaan ini, proses perlakuan Air menghasilkan kekerasan yang paling tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai BHN yang paling tinggi. Nilai %BHN dari semua perlakuan adalah minus. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan kekerasan dari seluruh perlakuan terhadap benda uji tanpa perlakuan. Nilai %BHN dapat dilihat pada point7.3.

33

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa percobaan ini telah membuktikan proses annealing dan hardening dapat mengubah karakteristik suatu bahan.Dimana, hardening dilakukan untuk menambah kekerasan pada suatu bahan.Hal tersebut ditunjukan dengan nilai BHN perlakuan air, oli, dan udara yang relative lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai BHN dari proses anil. Selain itu, melalui percobaan ini juga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara laju pendinginan dengan tingkat kekerasan, selain itu, ada faktor lain yang mempengaruhinya, yaitu media pendingin yang digunakan, kadar karbon, bentuk struktur logam, dan unsur paduan dari logam tersebut.Semakin cepat laju pendinginan, semakin tinggi nilai kekerasan dan semakinbanyak struktur martensit yang dihasilkan atau terbentuk.

34

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/metallurgy_casting/34 71937-annealing.html 2. http://www.scribd.com/doc/40517119/Laporan-Praktikum-Heat-Treatment 3. http://blog.ub.ac.id/jefriyuristiant/2012/04/03/hardenability/
4. http://www.slideshare.net/deshanty/heat-treatment-10671155 5. http://erulmesin09.blogspot.com/2012/11/heat-treatment.html 6. http://ariffbudianto.wordpress.com/2012/04/08/heat-treatment/ 7. William D. Callister, Jr : Material Science and Engineering , Jhon Wiley & Sons, Inc. 8. Dieter, GE, Mechanical Metalografy , Mc. Graw Hill Book. 9. Ir. Tata S., MS Met E., Pengetahuan Bahan Teknik , PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

35

You might also like