You are on page 1of 34

MODUL PEMBELAJARAN

TROPICAL PLANT CURRICULUM PROJECT


Kerjasama USAID TEXAS A&M UNIVERSITY UNIVERSITAS UDAYANA

DESEMBER 2011

DISCLAIMER
This publication is made possible by the generous support of the American people through the United States Agency for International Development (USAID). The contents are the responsibility of Texas A&M University and Udayana University as the USAID Tropical Plant Curriculum Project partners and do not necessarily reect the views of USAID or the United States Government.

DAFTAR ISI
BAB I. KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN KEARIFAN LOKAL 1.1. Sejarah Singkat Konsep Biodiveresity 1.2. Nilai Penting Keanekaragaman Hayati 1.3. Keanekaragaman Hayati sebagai Konsep Konservasi Universal 1.4. Keanekaragaman Hayati dalam Perspektif Budaya Lokal 1.5. Nilai Lingkungan + Nilai Budaya = Nilai Konservasi DAFTAR PUSTAKA BAB II. INTERPRETASI TRADISI LOKAL BALI UNTUK KEANEKARAGAMAN HAYATI 2.1. Pendahuluan 2.2. THK dan Keanekaragaman Hayati 2,3, Kepercayaan dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati 2.4. Identifikasi dan Koleksi Tanaman Upakara 2.5. Nilai-Nilai Universal Tradisi Bali DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 11 15 17 20 21 3 4 7 8 3 1

1 2

8 9

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widi Wasa) modul pembelajaran terkait Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengen Kearifan Lokal dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan modul ini sangat penting bagi pembelajar agar lebih memahami serta merubah sikap untuk memberikan apresiasi yang baik terhadap keanekaragaman hayati bagi keberlanjutan kehidupan di dunia. Perubahan iklim global telah mengakibatkan berbagai bencana bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, seperti banjir, longsor, kegagalan panen, kelaparan, musim dingin berkepanjangan dengan suhu dibawah toleransi kehidupan makhluk hidup, dan lainnya, mengharuskan kita mengembangkan visi untuk merancang pembangunan berkelanjutan. Berbagai pilar kehidupan harmonis dan berkelanjutan telah didiskusikan dalam berbagai buku dan artikel. Pilar-pilar yang berkembang menitik beratkan pada aspek ekologi, ekonomis, social, budaya (culture) dan religi yang menarik dipelajari untuk memberikan visi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Aspek ekologi berkaitan dengan keanekaragaman hayati adalah salah satu pilar penting. Pada modul pembelajaran ini didiskusikan tentang konservasi keanekaragaman hayati didukung oleh nilai-nilai kearifan lokal. Secara khusus juga dijelaskan tentang ragam kearifan lokal Bali, yang dimanifestasikan ke dalam ragam tradisi yang kuat, dapat dijadikan rujukan secara universal untuk pelestarian keanekaragaman hayati dan untuk mendukung kehidupan berkelanjutan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu memberikan informasi dan referensi untuk pengembangan modul pembelajaran ini. Semoga modul pembelajaran ini memberikan manfaat bagi pembelajar.

Denpasar, Desember 2011

Ttd Penyusun

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

BAB I. KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN KEARIFAN LOKAL


1.1. Sejarah Singkat Konsep Biodiveresity Terminologi Keanekaragaman Hayati atau biodiversity merupakan istilah baru yang dimuncul dan dipopulerkan tahun 1986 pada Forum Nasional Keanekaragaman Hayati (National Forum on Biodiversity) di Amerika Seikat. Forum ini diadakan atas prakarsa National Academy of Science dan Smithsonian Institute. Istilah biodiversity sebenarnya bermula dari penggunaan istilah biological diversity. Kata biodiversity berasal dari bahasa Yunani bios yang berarti hidup dan bahasa Latin diversitas yang berarti aneka ragam. Gabungan kedua kata tersebut memunculkan pemaknaan baru, yaitu kehidupan yang beraneka ragam.

Terminologi ini dikemudian hari menjadi suatu konsep dalam konteks perlindungan dan pelestarian alam. Perhatian terhadap persoalan biodiversity muncul karena ledakan populasi manusia yang berimplikasi pada penurunan kondisi lingkungan alam. Pertumbuhan manusia di muka bumi ini menuntut ruang untuk hidup dan juga berbagai sumberdaya alam lain untuk menunjang hidup. Segala aktivitas terkait pemenuhan kebutuhan hidup manusia dapat dianggap sebagai suatu persaingan dengan mahluk hidup lain. Sekitar 12% species burung dan 23 % species mamalia berada dalam kondisi terancam punah (Sponsel, 2008). Keadaan ini tentu mengancam kehidupan manusia di masa mendatang. Pada KTT Bumi tahun 1992 yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, di Rio De Jainero Brasil, dilakukan penandatanganan Konvensi Mengenai Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity) oleh 150 negara yang menghadirinya. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut kemudian menegaskan pengakuannya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati). Penetapan UU ini

merepresentasikan pengakuan sekaligus kesadaran pemerintah atas kekayaan


Hal | 1

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

sumber daya alam Indonesia yang beraneka ragam dan ancaman ketersediaannya akibat dari kegiatan manusia. UU No.5 Tahun 1994 mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai keanekaragaman diantara mahluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam species, antara species dan ekosistem. Definisi tersebut merupakan terjemahan dari definisi biological diversity yang tercantum dalam Convention on Biological Diversity. Keanekaragaman hayati mencakup keragaman gen, species, dan proses ekologi yang membentuk sistem kehidupan di darat, perairan air tawar, dan laut yang saling mendukung dan membentuk keragaman di muka bumi. Implikasi konsep biodiversity adalah kesadaran dan kesepahaman antar negara akan nilai penting dan tanggung jawab bersama dalam menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati tersebut. 1.2. Nilai Penting Keanekaragaman Hayati Sumber daya alam merupakan suatu kekayaan yang tiada nilainya bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia pada masa kini tidak hanya terbatas pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan akan kesehatan juga menjadi hal penting dalam hidup manusia. Semua kebutuhan manusia tersebut disediakan oleh alam. Dengan kata lain, manusia tergantung pada alam. Sementara alam itu sendiri terbentuk dari susunan hubungan saling ketergantungan antara elemen satu dengan lainnya yang sangat kompleks. Ditinjau dari sudut pandang ilmu ekologi, Odum dalam bukunya Fundamentals of Ecology (1996) menyebutkan saling ketergantungan antara organisme hidup dan lingkungnnya. Hubungan yang terjalin antar elemen adalah saling mempengaruhi sehingga arus energi mengarah pada struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur material. Kehilangan atau ketidakseimbangan salah satu elemen pada mata rantai arus energi tersebut sudah tentu akan menyebabkan gangguan pada yang lain pada sistem tersebut.

Hal | 2

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

1.3.

Keanekaragaman Hayati sebagai Konsep Konservasi Universal Keanekaragaman hayati sebagai suatu konsep universal dalam perspektif

konservasi telah menjadi salah satu tujuan utama dalam Millennium Development Goals (MDGs) dan menjadi fondasi bagi beberapa poin MDGs yang lain. Perhatian negara-negara di dunia pada konservasi keanekaragaman hayati tentunya tidak berlebihan. Konsep konservasi biodiveristy tidak mengenal batas-batas administrasi negara, Mahluk hidup seperti burung tidak mengenal teritori negara seperti yang dikenal umat manusia. Sebagai contoh, burung blackburnian wabler dan scarlet tanager di benua amerika utara akan berimigrasi ke hutan-hutan tropis selama musim dingin (Wilson & Peter, 1988). Hutan-hutan tropis tersebut tentunya tidak berada di Amerika tetapi di negara Brasil,Venezuela, Peru dan lima negara lain yang dibentengi oleh kawasan hutan trois tersebut. Setiap penghuni bumi sama-sama memiliki kepentingan untuk bertahan hidup. Masing-masing negara dan bahkan kelompok komunitas masyarakat memiliki cara-cara tersendiri untuk melindungi sumber daya yang mereka miliki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep keanekaragaman hayati merupakan hal yang bersifat universal. 1.4. Keanekaragaman Hayati dalam Perspektif Budaya Lokal Sementara dari perspektif budaya, konsep biodiversity tidak dapat lepas dari faktor manusia yang memiliki tanggung jawab terhadap keberlangsungan keanekaragaman yang ada di muka bumi. UNESCO dan UNEP pada KTT Dunia mengenai Pembangunan Berkelanjutan yang diadakan di Johannesburg tahun 2002 menyatakan bahwa pembangunan yang lestari memerlukan keanekaragaman budaya dan keanekaragaman hayati sebagai komponen yang sama penting dan utama. Maksud dari pernyataan tersebut adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan sekaligus menghargai dan mengakui hak dan peran masyarakat lokal sebagai agen utama yang menjaga dan membentuk keanekaragaman hayati. UNESCO menyatakan bahwa kita tidak akan bisa memahami dan mengkonservasi lingkungan alam kita jika tidak memahami kebudayaan dari manusia yang ikut membentuk alam tersebut. UNEP bahkan menyebutkan bahwa keanekaragaman budaya merupakan pencerminan dari keanekaragaman hayati. Kedua pernyataan tersebut merupakan pengakuan bahwa masing-masing budaya
Hal | 3

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

memiliki pengetahuan, praktik-praktik, maupun representasi budaya lain dalam memanfaatkan dan menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Hal-hal tersebut terefleksikan dalam keseharian hidup dan tradisi lokal setempat yang sering disebut dengan kearifan lokal. Berbagai contoh dari praktik-praktik masyarakat lokal yang menerapkan aktivitas konservasi biodiversity dapat dijumpai di seluruh belahan dunia. Seperti di negara Zimbabwe Afrika Selatan, masyarakat yang tinggal di dekat hutan di sepanjang aliran sungai Musengezi percaya bahwa hutan yang ada di dekat pemukiman mereka adalah hutan keramat. Penduduk dilarang mengambil hasil hutan tanpa meminta ijin melalui seorang pawang yang merupakan medium dari roh-roh yang tinggal di dalam hutan. Masyarakat setempat yakin bahwa roh leluhur mereka tinggal dalam hutan. Roh-roh penduduk yang meninggal juga akan bergabung dengan leluhur mereka di hutan dalam wujud satwa liar, misal: para kepala suku akan mengambil wujud hewan singa. Kearifan lokal dalam menjaga keanekaragaman hayati ini tidak saja dilakukan oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam yang ada di darat. Masyarakat pesisir pun memiliki kebajikan setempat dalam menkonservasi ekosistemnya. Sebagai contoh di negara Tanzania, penduduk pesisir memiliki kepercayaan bahwa gugusan terumbu karang dijaga oleh roh-roh jahat sehingga mereka tidak berani sembarangan menangkap ikan di area tersebut. Kepercayaan ini tentu sangat membantu mengkonservasi habitat terbaik untuk pemijahan biota-biota laut. 1.5. Nilai Lingkungan + Nilai Budaya = Nilai Konservasi Masing-masing budaya lokal memperlihatkan ketergantungannya pada alam untuk hidup. Ketergantungan ini secara otomatis menghasilkan perilaku penghargaan terhadap alam beserta segala isinya yang terwujud dalam berbagai bentuk tradisi, ritual, ataupun aturan-aturan adat sebagai produk budaya dari manusia yang tinggaldi lingkungan tersebut. Wujud budaya yang muncul bersifat fisik maupun non-fisik, literal maupun simbolisasi. Bentuk-bentuk fisik yang terlihat seperti persawahan terasering dan adanya alokasi hutan penyangga seperti sawah terasering Banaue-Filipina dan juga di Bali-Indonesia. Bentuk non-fisik dapat berupa manajemen pengaturan jenis tanaman dan siklus tanam hingga
Hal | 4

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

organisasi adat yang mengelola lanskap alam tersebut, contoh organisasi subak di Bali. Sementara bentuk literal muncul seperti pada pemberian kain berwarna pada pohon besar yang dapat dijumpai di Thailand dan juga di Bali untuk menegaskan bahwa pohon tersebut tidak dapat ditebang dengan sembarangan.

Gambar 1. Pohon Besar dengan Lilitan Kain Merah-Kuning di Thailand Sumber: Sponsel (2008)

Gambar 2. Pohon Besar dengan Lilitan Kain Belang HitamPutih di Bali-Indonesia Media ritual adat juga banyak dipakai oleh masyarakat lokal untuk mengapresiasi keanekaragaman hayati. Masyarakat di Bali menggunakan sarana ritual sebagai wujud rasa syukur atas pemanfaatan sumber daya alam hayati yang dapat mereka peroleh. Beberapa ritual dikhususkan oleh masyarakat Bali untuk menghormati/menghargai alam, seperti tumpek wariga/tumpek uduh. Dalam
Hal | 5

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

kesempatan tersebut masyarakat Bali memuliakan Tuhan dalam manifestasinya sebagai pencipta segala tumbuhan yang memberikan kehidupan bagi manusia. Ritual ini biasanya dilakukan di sawah dan kebun milik penduduk. Makna ritual ini adalah untuk memohon kepada Tuhan agar melimpahkan berkah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur dan memberikan hasil panen yang baik untuk kesejahteraan manusia. Makna filosofi yang terkandung dalam ritual ini adalah bahwa manusia diingatkan untuk selalu menghargai tumbuhan yang menjadi sumber pangan dan manusia tergantung pada tumbuhan untuk hidup. Masyarakat Bali juga mengenal upaya menjaga ekosistem hutan melalui suatu upacara yang disebut Wanakerti, yaitu suatu upacara yang diadakan di kawasan hutan pura Batukaru. Salah satu bagian dari upacara ini adalah pelepasan satwa ke hutan. Makna filosofi konservasi ekosistem hutan melalui ritual diiringi dengan tindakan melepas satwa kembali ke hutan sebagai pengingat bahwa satwa liar juga memiliki hak hidup di hutan. Manusia bukanlah satu-satunya mahluk hidup yang memerlukan hutan dan produk hutan untuk hidup. Kearifan tradisi yang terkandung pada masing-masing budaya memang bersifat lokal, namun makna inti dari produk budaya tersebut memiliki benang merah yang sama, yaitu konservasi keanekaragaman hayati sebagai suatu nilai yang bersifat univesal. Bahasa dan pendekatan yang dipergunakan sangat mungkin berbeda, walaupun demikian, tradisi maupun pengetahuan yang lokal yang disampaikan mempunyai tujuan yang sama untuk melindungi lingkungan alam (Jopela, 2011; Garrett, 2007; Byers, Cunliffe & Hudak, 2001) Nilai-nilai lingkungan yang tercermin dari praktek-praktek kearifan lokal meliputi perlindungan, pemanfaatan secara lestari, dan pemeliharaan. Nilai tersebut berhubungan secara langsung, saling terkait, dengan sistem kemasyarakatan dan sosial suatu komunitas. Semua kegiatan diterapkan untuk dilaksanakan semua anggota komunitas dan ditujukan untuk kepentingan dabn kebaikan bersama.

Hal | 6

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

DAFTAR PUSTAKA Byers, B.A., R.N. Cunliffe, and A.T. Hudak. 2001. Linking Conservation of Culture and Nature: A Case Study of Sacred Forest in Zimbabwe. Human Ecology, Vol. 29, No. 2, p.187-218. Garett, L. 2007. Attitudinal Values Towards Sacred Groves, Southwest Sichuan, China. Thesis. Faculty of Natural Science, Impreial College London. Isager, L. and S. Ivarsson. 2002. Contesting Landscapes in Thailand: Tree Ordination as Counter-territorialization. Critical Asian Studies, Vol.34, No.3, p395-417. Jopela, A. 2011. Traditional Custodianship: a useful framework for heritage management in southern Africa? Special issue of Conservation and Management of Archaeological Sites on Archaeological site management in sub-Saharan Africa. Sponsel, L.E. 2008. Sacred places and biodiversity conservation. D. Casagrande (ed.) URL: http://www.eoearth.org/article/Sacred_places_and_biodiversity_conservatio n Masalu, D.C.P., M.S. Shalli, and R.A. Kitula. 2010. Customs nd Tanoos: The Role of Indigenous of Fish Stocks and Coral Reefs in Tanzania. Coral Reef Targeted Research and Capacity Building for Management Program, Melbourne. Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar Ekologi, ed.3 (terjemahan). Samingan, T. (penterjemah). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sardiana, I K. et al. 2010. Taman Gumi Banten: ensiklopedia tanaman upakara. Udayana University Press, Bali. Secretariat of the Convention on Biological Diversity. 2005. Handbook of the Convention on Biological Diversity Including its Cartagena Protocol on Biosafety, 3rd edition. Montreal, Canada. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati). UNEP. 2003. Cultural Diversity and Biodiversity for Sustainable Development. A jointly convened UNESCO and UNEP high-level Roundtable held on 3 September 2002 in Johannesburg during the World Summit on Sustainable Development. United Nations. 1992. Convention on Biological Diversity. Wilson, E.O. and F.M. Peter (eds.) 1988. Biodiversity. National Academy Press, Washington, D.C.

Hal | 7

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

BAB II INTERPRETASI TRADISI LOKAL BALI UNTUK KEANEKARAGAMAN HAYATI


2.1. Pendahuluan Kegiatan keseharian masyarakat Bali yang dilandasi oleh Agama Hindhu memberikan makna yang sangat berarti dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Kepercayaan bahwa untuk mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan lahir dan batin, keselarasan atau keharmonisan interaksi dengan lingkungan social dan ekosistemnya serta dengan Tuhan sebagai pencipta alam semesta (Ida Sanghyang Widhi Wasa) telah menjadi landasan kepribadian serta prilaku dan secara luas menjadi tradisi atau budaya masyarakat Bali. Pilosofi kehidupan ini dituangkan dengan nama Tri Hita Karana (THK) yang berasal dari bahasa sansekerta, di mana Tri berarti Tiga, Hita berarti Sejahtera, dan Karana berarti Penyebab. Tri Hita Karana dapat dimaknai sebagai tiga hubungan harmonis yang menyebabkan kebahagiaan yang dalam hal ini adalah 1) hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan), 2) hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya, dan 3) hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Dalam terminology masyarakat Hindhu-Bali diwujudkan dalam tiga pilar berkehidupan yang harmonis dan sejahtera, yaitu parahyangan, pawongan, dan palemahan. Parahyangan adalah merupakan kewajiban setiap manusia (baca : Hindu) untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta (aspek religius) yang secara umum diaktualisasi dalam bentuk tempat suci, pawongan merupakan pengejawantahan dari sebuah pengakuan yang tulus dari manusia itu sendiri, bahwa manusia tak dapat hidup menyendiri tanpa bersama-sama dengan manusia lainnya (aspek sosial). Sedangkan palemahan adalah bentuk kesadaran manusia bahwa manusia hidup dan berkembang di alam, bahkan merupakan bagian dari alam itu sendiri (aspek ekologi). Di dalam implementasinya, tiga pilar THK ini dituangkan ke dalam ajaranajaran agama hindu yang secara principal mengatur kehidupan manusia Bali agar harmonis. Implementasi ajaran-ajaran tersebut terkait dengan aspek religi, social

Hal | 8

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

dan ekologi yang saling berinteraksi telah menumbuhkembangkan ragam tradisi atau budaya Bali (Gambar 3).

Gambar 3. THK dengan pilar yang saling terkait merupakan filosofi kehidupan harmonis dan berkelanjutan 2.2. THK dan Keanekaragaman Hayati Secara sepintas aspek Palemahan dalam THK yang mengatur

keharmonisan manusia dengan lingkungannya, termasuk lingkungan hayati, sepertinya terpisah. Namun secara filosofis aspek ini saling berkaitan dengan aspek parahyangan (religius) dan pawongan (social masyarakat), dan telah menjadi tradisi komunal yang dimanifestasikan berbagai kegiatan religious. Tradisi-tradisi ini sedemikian kuatnya karena adanya kelembagaan-kelembagaan tradisonal yang mewadahi dan mengaturnya mulai dari tingkat provinsi, desa, banjar dan bahkan sampai tingkat komunitas kecil atau dadia. Tradisi-tradisi religious masih tetap bertahan walaupun arus globalisasi sedemikan derasnya. Arus globalisasi yang dicirikan oleh perubahan-perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya, meningkatnya pergerakan migrasi manusia, proses globalisasi, informasi berbasis digital dan teknologi komunikasi, knowledge-based economy, dan sebagainya (Delors, 1999) adalah tantangan terhadap nilai-nilai dan tradisi THK untuk tetap dapat dipertahankan, terlebih lagi
Hal | 9

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

Bali adalah tujuan wisata nasional maupun internasional. Tantangan ini terlihat dengan kadang terjadi pertentangan antara lembagat adat sebagai pengawal nilainilai THK dan tradisinya dengan lembaga formal birokrasi pemerintahan terkait dengan mengalirnya investasi komersial di sector pariwisata dan pendukungnya. Di pihak Lembaga Adat dan masyarakatnya tetap ingin mempertahankan tradisi dengan segala aktivitasnya yang dilandasi oleh nilai-nilai THK , sedangkan di pihak lembaga formal pemerintahan menginginkan masuknya investasi intuk meningkatkan secara sgnifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai wujud keberhasilan pimpinan pemerintahan. Pertentangan dan tensi antara modernisasi dan tradisi telah pula ditulis di dalam bukunya Delors (2010) Learning: the Tresure Within yang menggambarkan perubahan-perubahan akibat globalisasi memasuki abad ke 21. Secara tersirat di jelaskan bagaimana nilai-nilai tradisi atau budaya suatu daerah yang mengusung nilai-nilai pengembangan berkelanjutan dapat terdektruksi oleh arus modernisasi/globalisasi. Nilai-nilai THK mesti tetap dipertahankan walaupun tradisi atau budaya sedikit mengalami perubahan dalam penyesuaiannya dengan globalisasi. Atau dengan kata lain, perubahan tradisi

dalam mengadopsi nilai-nilai positif globalisasi mesti tetap berlandaskan nilai-nilai THK. Modernisasi atau dapat dikatakan globalisasi cenderung meningkatkan konsumsi energi sebagai akibat dari investasi komersial di berbagai sector, seperti di Bali erat kaitannya dengan investasi di bidang pariwisata. Kebutuhan energi adalah untuk memenuhi suplai fasilitas pariwisata demi kenyamanan wisatawan (hotel, restoran dan industry pendukungnnya), maka eksplorasi energi yang dapat berpengaruh destruktif dan bertentangan dengan nlai-nilai THK akan mengalami pertentangan. Nurse (2006) menyebutkan bahwa ekonomi untuk kebanyakan small island developing states (SIDS) untuk pariwisata tergantung pada eklpoitasi biosystems seperti perikanan dan terumbu karang. SIDS juga sangat rentan terhadap degradasi lingkungan, sehingga berakibat ganda yaitu di samping merusak ecological sub-system juga mengurangi kapabilitas ekonomi dan social daerah tersebut. Perkembangan pariwisata yang dinamis mengikuti perkembangan global, telah berakibat pada peningkatan standard dan kebutuhan hidup masyarakat Bali, sedangkan kapasitas ekonomi dan social terjadi kecenderungan menurun. Hal ini
Hal | 10

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

memberikan tantangan hebat terhadap eksistensi tradisi dengan dengan landasan nilai-nilai THK. Tantangan terlihat dengan jelas pada tradisi di sektor pertanian sejalan dengan banyaknya alih fungsi lahan ke sector non-pertanian terutama untuk pengembangan infrastruktur pariwisata. Sehingga perlu batasan yang jelas sampai di mana pengembangan infrastruktur tersebut mesti dilakukan dikaitkan dengan carrying capacity Bali sebagai daerah wisata, dan tidak merusak tradisi dengan nilai-nilai THK. Nilai-nilai luhur THK semestinya selalu dijadikan landasan pengembangan kebijakan pemerintah daerah Bali untuk kepentingan masyarakatnya dengan tradisi dan budayanya. Atau dengan kata lain, segala investasi atau pengembangan di berbagai sektor mesti mempertimbangkan dan memenuhi nilai-nilai THK dengan salah satu tujuannya adalah melindungi keanekaragaman hayati untuk kehidupan berkelanjutan. 2.3. Kepercayaan dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati Ajaran-ajaran agama Hindu dituangkan ke dalam upacara atau yadnya adalah berlandaskan pada filsafat THK. Ada lima kategori yadnya yang disebut Panca Yadnya. Panca Yadnya terdiri atas Dewa Yadnya. Pitra Yadnya, Resi Yadnya,
Manusia Yadnya dan Buhta Yadnya. Dewa Yadnya adalah suatu korban suci yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan para Dewa-dewa, Pitra Yadnya adalah suatu penyaluran tenaga (sikap, tingkah laku dan perbuatan) atas dasar suci yang ditujukan kepada leluhur untuk keselamatan bersama. Resi Yadnya adalah upacara keagamaan yang ditujukan kepada Rsi atau orang suci. seperti upacara penobatan calon sulinggih (mediksa), mengaturkan punia kepada para sulinggi, mentaiti dan mengamalkan ajaran-ajaran para sulinggih, membantu pendidikan calon sulinggih dan membuat tempat pemujaan beliau. Manusia Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk membersihkan lahir bathin dan memelihara hidup manusia dari terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir hidup manusia, dan Bhuta Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk membersihkan alam beserta isinya. Pembersihan tersebut ditujukan pada dua sasaran yaitu pembersihan alam dari gangguan pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh para bhuta kala dan makluk yang dianggap lebih rendah dari manusia, dan pembersihan terhadap sifat bhuta kala dan

Hal | 11

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

makluk itu sehingga sifat baik dan kekuatanya dapat berguna bagi kesejahteraan umat manusia dan alam (Darma, 2008) Kaitan Panca Yadnya dengan tiga pilar THK adalah sebagai berikut: a) Hubungan antara manusia dengan Tuhan (palemahan) diwujudkan dengan Dewa Yadnya. b) Hubungan antara manusia dengan sesamanya (Pawongan) diwujudkan dengan Pitra Yadnya, Resi Yadnya dan Manusia Yadnya, dan c) Hubungan manusia dengan alam lingkungan (Palemahan) diwujudkan dengan Buhta Yadnya (Darma, 2008). Terlihat bahwa yadnya yang terkait pemujaan keragaman hayati adalah pada yadnya ke lima (Butha Yadnya). Namun demikian, seluruh kegiatan yadnya

berkontribusi terhadap pelestarian keanekaragaman hayati karena kebutuhan ragam bahan tanaman untuk sarana pemujaan, baik sebagai pelambang atau symbol, maupun sebagai sarana perlengkapan upakara (Tabel 1). Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan dalam upacara memberi amanat atau pesan tanggungjawab atas pelestarian tumbuhtumbuhan, agar pelaksanaan upacara bisa terus berlangsung. Tabel 1. Tenis bahan tanaman yang digunakan sebagai pelengkan upakara Hindu Bali. (Darma, 2008)
Pemanfaatan dalam Jenis Bahan Tanaman dan Maknanya Upakara Sebagai pelambang atau symbol Pada pembuatan prosan daun sirih melambangkan Dewa Wisnu, Dewa kapur melambangkan Dewa Siwa dan buah pinang melambangkan Dewa Brahma Sukma serira (badan Kelapa(Cocos nucifera Linn. )melambangkan kepala, kemiri ( Aleuritesmolucana ) mata, daun delem (Pogostemon bortensis) halus) telinga, bunga pudak (Pandanus sp) hidung, buah durian (Durio zibethinus L.) muka, bambu buluh (Bambusa sp) leher, Tebu (Saccharum officinarum L.f.) tangan, pisang kayu (Musa paradisiaca)tubuh, Tebu (Saccharum officinarum L.f.) kaki, dan rimpang jahe (Zingiber officinalis ) jari kaki, Pelawa pada pembuatan Canang Genten sebagai symbol Ketenangan ketenangan Bunga pada pembuatan Canang Genten sebagai symbol Ketulusan/kesucian ketulusan/kesucian hati Sebagai Sarana Perlengkapan Upakara Daun kelapa dan enau muda yang dijarit Rerampen( jejahitan ron busung) Eteh-eteh banten serana dari upakara yang berasal dari bahan tumbuhantumbuhan (daun, bunga, buah, batang) untuk pengisi banten, pembuatan tirta dan persebahyangan ( pemuspan).

Sistem pengairan yang berkembang untuk pengaturan pengairan lahan persawahan di Bali, dikenal sebagai Subak, dalam implementasinya
Hal | 12

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

menggambarkan ketiga pilar THK untuk menjaga keberlangsungan kehidupan yang harmonis. Pura Subak yang umumnya berada pada atau dekat hamparan

persawahan merupakan cerminan aspek parahyangan, organisasi subak dengan anggotanya serta peraturan-peraturan atau awig-awig mensimbolkan pawongan. Sedangkan jaringan irigasi serta hamparan persawahan termasuk fauna dan floranya menyiratkan aspek palemahan (Sutawan, 2004). Pada sistem pengairan Subak ini terdapat ragam kegiatan petani seperti kegiatan-kegiatan ritual sebagai ucapan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Para petani membangun pura-pura (tempat pemujaan) dengan hirarkinya mulai dari tempat pemujaan terendah oleh individu petani berupa Sanggah Catu yang ditempatkan di dekat masuknya air pada lahan persawahannya. Tempat pemujaan untuk sekelompok kecil petani disebut pura Ulun Carik. untuk keseluruhan petani pada satu Subak disebut pura Bedugul. Pemujaan Sedangkan

tempat pemujaan yang berlokasi dekat dam untuk petani anggota subak disebut pura Ulun Empelan atau Ulun Suwi. Tempat pemujaan bagi kelompok petani dari subak berbeda disebut pura Masceti. Tempat pemujaan yang paling besar untuk keseluruhan subak di Bali disebut pura Ulun Danu. Sistem pengairan Subak lebih mengutamakan keseimbangan alam untuk pertanian berkelanjutan. Dengan

kegiatan ritual, dikenal sebagai Nangluk Merana (pengendalian hama dan penyakit), para petani mengucapkan rasa terima kasih kepada Tuhan dan memohon agar proses produksi tanaman padi tidak mendapatkan gangguan hama dan penyakit.

Gambar 4. Pura Subak Ulun Suwi (sebelah kiri) dan Pura Ulun Danu (sebelah kanan)

Hal | 13

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

Tradisi perayaan hari Tumpek Wariga (disebut juga Tumpek Pengatag, Tumpek Bubuh dan Tumpek Uduh) mencerminkan bahwa manusia Bali menyadari betapa pentingnya peranan tumbuhan untuk menjaga keseimbangan alam semesta demi kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan. Pada perayaan Tumpek tersebut secara tradisi-religius masyarakat Hindu-Bali menyampaikan rasa terima kasih kepada Tuhan telah memberikan alam flora untuk menopang kehidupan manusia ciptaannya. Perayaan tumpek ini bermakna pula bahwa manusia berkewajiban menjaga alam tumbuh-tumbuhan atau flora dengan baik agar tidak terjadi bencana seperti kekurangan pangan, banjir, longsor, dan sebagainya. Kegiatan ritual ini digelar umat Hindu pada pepohonan di pekarangan, sawah dan ladang masingmasing merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap aneka jenis tumbuhtumbuhan, yang selama ini mampu memberikan manfaat terhadap kehidupan umat manusia serta aneka jenis satwa lainnya. Tumpek Wariga dirayakan setiap hari Sabtu uku Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali.

Gambar 5. Upakara tumpek pengatag

Kepercayaan orang Bali yang dilandasi oleh Agama Hindu dapat memberikan konsekwensi positif terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Menempatkan Pura Kahyangan sebagai pura sakral dengan tidak mengijinkan investasi komersial di sector pariwisata dan pendukungnya di areal dengan radius tertentu dari pura (kawasan sempadan tempat suci) dapat membantu kelestarian keanekaragaman hayati yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu adanya kawasan sempadan pantai, sempadan jurang, sempadan danau, dan hutan sangat mendukung pula kelestarian keanekaragaman hayati. Tentunya hal
Hal | 14

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

tersebut akan selalu mendapat tantangan di dalam mempertahankannya akibat tekanan pertumbuhan populasi penduduk dan globalisasi yang semestinya dicarikan solusinya. 2.4. Identifikasi dan Koleksi Tanaman Upakara Kegiatan upacara keagamaan di Bali yang menggunakan ragam buah, bunga dan material tanaman lainnya sebagai persembahan ke hadapan Tuhan secara jelas memberikan kontribusi terhadap kelestarian hayati. Lembaga

Pengabdian kepada masyarakat Universitas Udayana (2002) telah mendata ragam tanaman upakara dan telah menuangkannya ke dalam buku Taman Gumi Banten: Ensiklopedia Tanaman Upakara. Sebanyak 159 jenis tanaman upakara dideskripsikan dan diuraikan penggunaannya dalam upakara Hindhu. Selain itu, Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, juga mengkoleksikan ragam tumbuhan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan di Bali. Tanaman tersebut ditempatkan pada satu lokasi areal 5 ha yang dinamakan Taman Panca Yadnya. Pada tahun 2003 tercatat 462 jenis koleksi tanaman upakara (Sumantera dan Siregar, 2003). Usaha eksplorasi dan mengkoleksikan tanaman upakara juga dilakukan staff peneliti Kebun Raya Eka Karya lainnya (Sudi, dkk. 2005). Dari hasil eksplorasinya di Kabupaten Bangli didapatkan 79 jenis tanaman yang digunakan pada kegiatan upakara. Disebutkan bahwa ada beberapa jenis tanaman yang keberadaannya sangat sulit dijumpai seperti bun sungsang (Gloriosa superb L.), ratu megelung (Ipomoea sp.) dan gatep (inocarpus edulis J.R. & G. Frost) sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman berkasiat obat dan tanaman hias di samping sebagai bahan untuk upakara Hindu. Pengobatan tradisional Bali (usada) yang dikenalkan oleh para leluhur juga menggunakan berbagai jenis tanaman dan merupakan ilmu pengetahuan penyembuhan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu. Usada adalah ilmu pengobatan tradisional Bali, yang ajarannya bersumber dari lontar. Lontar terkait pengobatan di Bali dapat dibagi menjadi dua golongan yakni lontar usadha dan lontar tutur (Nala, 1993). Di dalam lontar tutur (tatwa) berisikan ajaran aksara gaib atau wijaksara, ajaran anatomi, phisiologi, falsafah sehat-sakit, hari baik (padewasaan) mengobati orang sakit. Sedangkan di dalam Lontar Usada berisi

Hal | 15

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

tatacara memeriksa pasien, mendiagnosa penyakit, meramu obat, mengobati (terapi), memperkirakan jalannya penyakit (prognosis), upacara untuk pencegahan (preventif), dan pengobatan (kuratif). Selanjutnya di dalam Lontar Usada Taru Pramana berisikan penjelasan bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Di dalam usada ini secara mitologi tumbuh-tumbuhan dikatakan dapat berbicara serta menceritrakan khasiatnya. Pelaksana pengobatan tradisional Bali yang betul-betul mempelajari usada dikenal sebagai Balian Usada. Beberapa jenis penyakit dan bahan tumbuhan yang digunakan untuk penyembuhan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1) (Prastika, 2009). Ragam tanaman umbi-umbian telah pula dimanfaatkan secara tradisional baik untuk pangan, obat dan upakara di Kabupaten Bangli dan Kelungkung telah pula diidentifikasi oleh Peneng, dkk. (2010). Daftar tumbuhan umbi yang telah diidentifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. Dilaporkan bahwa pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah sering digunakan namun minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kandungan bahan aktif pada tumbuhan tersebut mengakibatkan jumlah yang digunakan masih beragam sesuai dengan kebiasaan di masing-masing daerah. Sehingga masyarakat lebih memilih mengkonsumsi obat jadi yang menurut mereka lebih tepat dosis dan komposisinya dan mulai melupakan untuk menanam tumbuhan yang sebenarnya sangat bermanfaat dan mereka butuhkan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan usaha untuk mengkonservasi dan membudidayakannya secara intensif dari berbagai pihak mengingat tumbuhan tersebut sangat bermanfaat secara natural untuk kesehatan. Tirta (2010) secara khusus melaporkan bahwa tanaman Pranajiwa (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.) termasuk dalam suku Fabaceae, merupakan salah satu tumbuhan hutan yang berpotensi sebagai sumber obat tradisional Indonesia. Khasiat bijinya hanya dikenal terbatas di kalangan keluarga maupun masyarakat tertentu, yaitu sebagai penyegar tubuh dan sebagai obat perangsang. Selama ini telah diketahui bahwa sebagian besar tumbuhan obat penghasil bahan baku masih diperoleh dari alam yang merupakan tumbuhan liar dan hanya sebagian kecil saja yang diperoleh dari hasil budidaya. Saat ini populasi pranajiwa sudah berkurang bahkan termasuk dalam kategori dua ratus tumbuhan langka Indonesia. Tempat tumbuhnya terbatas pada wilayah hutan dengan lereng-lereng gunung yang tinggi, pengambilan yang terus menerus dari alam tanpa adanya usaha untuk
Hal | 16

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

membudidayakannya menyebabkan populasinya terus menurun sehingga pada akhirnya akan mengalami kelangkaan. Berdasarkan hal di atas perlu kajian tentang ekologi, fenologi dan etnobotaninya. Pada daerah sakral hutan lindung dan merupakan tempat hidup monyet yang disucikan, yaitu Monkey Gorest, Desa Ubud, Bali, tumbuh aneka ragam tumbuh-tumbuhan yang secara tidak langsung juga melestarikan keanekaragaman plasma nuftah penting untuk kehidupan masyarakat Bali. I Made Dana sebagai local informan memberikan list 163 species tanaman yang bermanfaat yang tumbuh pada hutan lindung tersebut. Ragam spesies tersebut bermanfaat untuk anyaman (handcraft), pangan, tanaman dekorasi, obat-obatan, makanan bagi binatang, dan sebagainya. Bahkan pelaku pengobatan tradisional Bali menjadikan hutan lindung ini untuk mencari tanaman obat karena tanaman yang dibutuhkan sudah langka dan sulit dicari. Hal ini menunjukkan kesakralan hutan lindung sebagai local genius sangat mendukung pelestarian keanekaragaman hayati.

Gambar 6. Monkey Forest di daerah Ubud-Bali sebagai sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati

2.5. Nilai-Nilai Universal Tradisi Bali Nilai-nilai tradisi yang berlandaskan pada Tri Hita Karana adalah merupakan nilai-nilai yang dapat diadopsi secara universal. Nilai-nilai THK yaitu

keterikatan manusia dengan penciptanya, dengan sesamanya serta dengan lingkungannya yang pada intinya menjaga keharmonisan kehidupan secara luas dapat dijadikan dasar dari pembangunan berkelanjutan bagi Negara di seluruh belahan dunia. Di Bali, nilai-nilai THK telah dijadikan kriteria penilaian hotelHal | 17

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

hotel yang berwawasan pembangunan berkelanjutan dengan cara memberikan penghargaan/award yang dikenal sebagai THK award. Pemberian THK award telah pula diperluas diberikan kepada instansi-instansi pemerintah dan tentunya hal ini merupakan praktik-praktik baik untuk pelestarian lingkungan dan keharmonisan interaksi sosial. THK juga sejalan dengan konsep reliable prosperity yang terdiri dari tiga elemen yaitu Equity, Ecology dan Economy (Gambar 7) yang mengklaim bahwa secara bersama ketiga elemen tersebut dari kerangka visual dan konseptualnya dapat digunakan oleh individu, bisnis, pemerintah dan organisasi nirlaba untuk menumbuhkan benih inovasi serta inspirasi (Jacobs, 2009). Konsep The Nature of Economis dicanangkan oleh Jane Jacobs, the founder dari Eco Trust, bahwa Working along with natural principles of development, expansion, sustainability, and correction, people can create economies that are more reliably prosperous than those we have now, and that are more harmonious with the rest of nature." Perbedaan antara THK dengan Reliable Prosperity dari Ecotrust adalah; pada Reliable Prosperity, ekonomi sebagai salah satu elemen atau pilar utama dan tidak menempatkan religi sebagai pilar penting, sedangkan THK menempatkan aspek ekonomi sebagai aktivitas yang mesti berlandaskan pada ketiga pilar yaitu parahyangan, pawongan dan palemahan. Sehingga konsep Reliable Prosperity dapat dikatakan cenderung sebagai konsep Barat dan THK sebagai konsep Timur. Interaksi ketiga pilar THK telah menumbuhkan tradisi atau budaya kuat dalam melestarikan keanekaragaman hayati. Konsep lain dari pengembangan berkelanjutan disampaikan pula oleh Nurse (2006) yang menempatkan Culture atau Budaya sebagai pilar penting. Disebutkan bahwa dengan menempatkan Culture sebagai pilar penting memungkinkan pilihan kebijakan berpihak terhadap pembangunan berkelanjutan. Pilar lainnya adalah

keseimbangan ekologi, keadilan social dan integritas/kepercayaan individu. Kalau dibandingkan dengan THK, maka THK adalah nilai-nilai kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan yang telah menumbuhkan ragam tradisi atau budaya dan menjadi way of life orang Bali yang bergantung pada biodiversity.. UNESCO-UNEP (2003) menyebutkan bahwa cultural diversity sebagai penghubung atau pengikat krusial antara dimensi pembangunan/pengembangan
Hal | 18

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

yang intangible dan tangible.

Pembangunan tangible dapat diukur kaitannya

dengan kesehatan manusia, kamampuan ekonomi, aliran komoditi, jaminan fisik terhadap keamanan dan produktivitas (dimensi materialistic). Sedangkan

pembangunan intangible terdiri atas semangat partisipasi, antusiasme penguatan, apresiasi pengakuan dan aspirasi (dimensi moral). Disebutkan bahwa banyak

projek pembangunan gagal karena kegagalan mengkaitkan kedua dimensi tersebut secara persuasive. Secara jelas bahwa nilai-nilai THK merupakan nilai-nilai universal yang dapat diimplementasikan untuk pembangunan berkelanjutan khususnya bagi Negara-negara sedang berkembang.

Gambar 7. Visual frame work dari Reliable Prosperity (Jacobs, 2009)

Hal | 19

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

DAFTAR PUSTAKA
Darma, I D. P. 2008. Upacara agama hindu di bali dalam perspektif pendidikan konservasi tumbuhan ( suatu kajian pustaka). UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali LIPI Candikuning, Baturiti, Tabanan Bali. Published on http://online.unud.ac.id. Delors, J. 1999. Learning: the treasure within. Report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century. UESCO Publishing. Lembaga Pengabdian kepada masyarakat Universitas Udayana (2002). Taman Gumi Banten: Ensiklopedia Tanaman Upakara. Udayana University Press. Nala, N. 2002. Usada Bali. Diternitkan oleh Upada Sastra, Denpasar, Bali. Nurse, K. 2006. Culture as the Fourth Pillar of Sustainable Development. Institute of International Relations, University of the West Indies, Trinidad and Tobago. Peneng, I N., Wibawa, I P.A.H., Warseno, T., Hendriyani, E., Kurniawan, A. dan Adjie, B. 2010. Etnobotani Umbi-Umbian Di Kabupaten Bangli dan Klungkung, Bali. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura Indonesia 2010 Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai, Denpasar 25-26 Nov 2010. Prastika, I N. 2009. Usada Pengobatan Tradisional Bali. Universitas Hindu Indonesia. Diunduh pada http://www.unhi.ac.id/?t=2&no=16 tanggal 20 Feb. 2012. Sudi, I M., Puja Antara, I G.N. dan Terus I N. 2005. Eksplorasi Tumbuhan Upacara Agama Hindu di Kabupaten Bangli, Bali. Laporan Teknik Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam, Kebun Raya Eka Karya Bali. Sumantera, I.W. dan Siregar, M. 2003. The conservation of ceremonial plants in Bali Botanical Garden. International Congress Botanical Gardens. Bali Botanical Garden BGCI. Candikuning, Bali. Sutawan, N. 2004. Tri Hita Karana and Subak: In Search for Alternative Concept of Sustainable Irrigated Rice Culture. Uploaded from www.maff.go.jp/j/.../i.../sympo_sutawan.pdf on 20 Feb. 2012 Tirta, I G. 2010. Studi Ekologi, Fenologi dan Etnobotani Pranajiwa (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.). Prosiding Seminar Nasional Hortikultura Indonesia 2010 Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai, Denpasar 25-26 Nov 2010. UNESCO-UNEP (2003). Cultural Diversity and Biodiversity for Sustainable Development. A jointly convened UNESCO and UNEP high-level Roundtable held on 3 September 2002 in Johannesburg during the World Summit on Sustainable Development.

Hal | 20

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

Tabel Lampiran 1. Ragam spesies tanaman umbi-umbian yang dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit dalam pengobatan tradisional Bali (Usada) ( Prastika, 2009).
No 1

Nama Penyakit Tilas Naga

Bahan Usada Obat Luar: Kules lelipi (kulit ular), Daun NasiNasi, Injin, Kunyit, Hati ayam Bihing (merah) dibakar Obat Dalam: Lunak (asem), Gula Bali, Kunyit (kunir), Madu.
Obat luar: Jahe, Kunyit (kunir), Kencur, kerikan pohon cempaka, jajan begina matah dibakar, air cuka. Obat dalam: Padang Sendok, Lamongan, Temutemu, madu, jeruk Nipis. Hong taen sapi, hong tiing, hong telagi, hong dedalu, hong bulan,buni selem, umbi game, lunak tanek selem, cuka belanda, wiski.

Tilas Bunga

Penyakit Lepra

kusta, bulenan (kurap), dan Lepra

Obat dalam:Buah jebug + Kakap Sedah + Buah Base + Gambir

Obat Luar : Kakap sedah + Jahe + Isen Kapur + Kesune Jangu + Akah Paku Dukut + Inan Kunyit.

Cara Meramu Semua bahan obat tersebut di gerus (Ulig) ditambah air panas, setelah itu disaring. Air saringannya ditambahkan bedak. Dipakai sebagai bedak pada kulit yang sakit. Kunyit (kunir) dikikih (diparut), lunak, gula bali, dan madu di gerus dan ditambahkan air angat satu gelas kemudian disaring. Air saringannya diminum 3 X sehari (Pagi, Sore, dan Malam). Jahe, Kunir, Kencur, Kerikan Pohon Cempaka, Jajan begina digerus (ulig) ditambah air cuka kemudia disaring. Air saringan dipakai obat Oles pada kulit yang sakit. Padang Sendok, Lamongan digerus ditambahkan air angat satu gelas kemudian airnya diperas. Air perasan ditambahkan air jeruk nipis dan madu, diminum 3 kali. Hong taen sapi, hong tiing, hong telagi, hong dedalu, hong bulan, buni selem, umbi game, lunak tanek selem, semua bahan tersebut digerus sampai halus kemudian disaring dan ditambahkan cuka belanda, dan wiski. Catatan: Dilakukan pembersihan (lukat) di Pemuhun (tempat Pembakaran jenazah; dan disertai dengan mengaturkan caru. Buah jebug + Kakap Sedah + Buah Base + Gambir digerus sampai alus kemudian ditambahkan air panas secukupnya disaring; airnya diminum satu sendok makan setiap hari 3 kali (Pagi, Siang, dan Sore). Kakap sedah + Jahe + Isen Kapur + Kesune Jangu + Akah Paku Dukut + Inan Kunyit semuanya digerus dipakai boreh.

Hal | 21

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No 6 7

Nama Penyakit Alergi Kulit


Bengek (Sulingan)

Bahan Usada Kakap Base + Inan Kunyit + Dakep-dakep


Air Bungkak (kelapa Muda), Daun Kesimbukan, Daun Pancar Sona,Sari Kuning, Air Damuh. Obat Dalam : Bunga belimbing Buluh, Daun Pancar Sona, Bawang Metambus, Daun Sulasih mihik, Kencur. Jeruk nipis. Obat Luar : Biji Nangka, Mesui, Jebuharum, jahe Obat Dalam: Daun Belimbing Besi, Kunir, Kulit Kelapa Ditambus, Bawang ditambus, Lunak. Obat Luar: Bungkil Biu dang saba, Bawang metambus, kepik Waru, minyak kelapa bali.

Batuk Kering

Kohkohan (Batuk Berdahak)

Cara Meramu Kakap Base + Inan Kunyit + Dakep-dakep digerus kemudian ditambahkan air panas disaring diminum sebagai loloh. Air Bungkak (kelapa Muda), Daun Kesimbukan, Daun Pancar Sona, Sari Kuning direbus. Airnya disaring ditambahkan air Danuh dipakai Tutuh (obat masuk melalui hidung). Bunga belimbing Buluh, Daun Pancar Sona, Bawang Metambus,Daun Sulasih mihik, Kencur ditumbuk dimasukkan dalam kantong plastic kemudian dikukus setelah itu diperas. Air perasannya ditambahkan jeruk nipis diminum 3 X dalam sehari. Biji Nangka, Mesui, Jebuharum, jahe digerus (ulig) ditempelkan pada dada (ulu hati). Daun Belimbing Besi, Kunir, Kulit Kelapa Ditambus, Bawang ditambus, Lunak. Digerus (ulig) ditambahkan air Panas, kemudian disaring. Air saringannya diminum.
Bungkil Biu dang saba, Bawang metambus, kepik Waru digerus kemudian ditambahkan minyak kelapa bali dipakai obat tempel pada tulang Gihing. Liligundi Sekemulan + Kesuna Jangu + Kencur + Beras digerus sampai alus ditambahkan air panas secukupnya.

10 11 12

Penyakit saluran Pernapasan Penyakit batuk Berdarah Buh (Perut Membesar)

Bahan Obat : Liligundi Sekemulan + Kesuna Jangu + Kencur + Beras (Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe digunakan sebagai loloh). Biji Tabu (waluh), Pepaya matang, Kentang, Wortel, sendok cuka, sendok brem, kecap manis. Obat Dalam : Ketela Bun (rambat), Garam sedikit, Air Titisan.

13

Mag.

Biji Tabu (waluh) dinyanyah kemudian digerus, Pepaya matang, Kentang, Wortel dikihkih kemudian dikukus airnya diambil ditambahkan sendok cuka. sendok brem, kecap manis, lalu diminum untuk obat. Ketela Bun (rambat) diparut, ditambahkan Garam sedikit, Air Titisan kemudian dimakan sehari empat kali.

Hal | 22

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No 14

Nama Penyakit

Bahan Usada Obat Luar: Kulit manggis, Kesuna Jangu, Abu (arang), minyak kelapa bali.

15

16

17 18

Bidara Upas Perut Panas dan Atau dingin karena infeksi Berak Darah Sri Kaya Masak + Es Batu sampai dingi, kemudian dimakan. . Perut Sakit Kerikan Buah + Kerikan Gedang + Bangle Tiga Iria + Uyah, Areng. Obat Luar : Akar Kayu Tulang, Akar Sambung Sakit Tulang Tulang, Akar kayu Tiwang, Akar liligundi, kelapa ental, sindrong jangkep.

Cara Meramu Kulit manggis, Kesuna Jangu, Abu (arang) digerus sampai halus kemudian ditambahkan minyak kelapa bali ditempelkan pada ulu hati. Bidara Upas Direndam Dengan Air Panas, setelah dingin diminum dengan dosis tiga gelas dalam satu hari.
Babakan Jati + Bawang Adas + asaban Cenana digerus sampai alus kemudian disaring dijadikan loloh Kerikan Buah + Kerikan Gedang + Bangle Tiga Iria + Uyah Areng dipapak disimbuhkan dibagian perut yang sakit. Akar Kayu Tulang, Akar Sambung Tulang, Akar kayu Tiwang, Akar liligundi, kelapa ental, sindrong jangkep digerus kemudian digoreng dipakai untuk boreh pada bagian yang sakit. Bata merah digambar dengan Ongkara dipanaskan dan diatasnya diisi daun liligundi secukupnya dan diinjak dengan kaki yang sakit sampai keluar air pada kaki yang sakit. Daun Paye Puuh, Kuncuk Pule, Daun Ginten Cemeng, Temukus, akah kayu angket, temu ireng, jahe pahit digerus kemudian ditambahkan air panas secukupnya dan disaring. Air saringannya diminum 3 kali dalam sehari. kulit telur ayam, daun sembung, mesui, cekuh nunggal, buah base digerus sampai halus kemudian ditempelkan pada kepala ditutup dengan daun dagdag. Catatan dalam pengobatan tidak boleh kena asap, merokok, kena air. Dan untuk obat urutnya dipergunakan bawang merah, kayu putih, limo diurut pada tulang belakang (tulang gihing). Kelabet, daun langir, daun mangkok, lidah buaya, putih semangka pusuh di lablab kemudian disaring, airnya dimasukkan

Obat Dalam : Daun Paye Puuh, Kuncuk Pule, Daun Ginten Cemeng, Temukus, akah kayu angket, temu ireng, jahe pahit
19

Puruh atau Belahan

kulit telur ayam, daun sembung, mesui, cekuh nunggal, buah base, daun dagdag.

20

Obat Rambut Rontok

Obat luar: Kelabet, daun langir, daun mangkok, lidah buaya, putih semangka

Hal | 23

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No

Nama Penyakit
pusuh.

Bahan Usada
Obat Dalam : Daun jempiring, gula bali, Obat Luar : Daun keliki, kulit manggis, bawang merah. Obat Dalam : Akah kemogan, tain yeh, umbi ikose (sejenis isen). Obat Luar : temako, lunak, minyak tandusan Obat Dalam : daun isen, gula bali, akah biu dang saba, blangsah buah, sari kuning.

21

Keputihan

22

Datang Bulan Tak Lancar.

23

Vagina Sakit

24

Sakit Gigi tidak ada ocel

25 26

Sakit Gigi Yang Berlubang Sakit Gigi

Obat Luar : untuk Mandi : daun candi late Untuk oles : jagung muda, gadung cina, buah kem, umbi ilak, daun ilak, Bahan Obat : Untuk gosok gigi : Getah kamboja ditambah odol atau garam Obat kumur : Babakan ental, garam direbus, air rebusan dipakai kumur-kumur. Obat oles : Daun kayu anyeket, daun tabia lombok, hatin bawang, air cendana Bahan Obat : arang Kau-kau, sembung, trusi.
Bahan Obat : Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe + Boton Tuwung , Kanji yang Tua.

Cara Meramu ke dalam botol ditutup kemudian didinginkan dalam air baru dipakai dikepala sampai kena kulit kepala. Daun jempiring, gula bali digerus kemudian disaring diminum. Daun keliki, kulit manggis, bawang merah digerus ditempelkan pada perut. Akah kemogan, tain yeh, umbi ikose (sejenis isen) digerus dan ditambahkan air panas secukupnya kemudian disaring dan diminum sebagai loloh. temako, lunak, minyak tandusan digerus ditempelkan pada pusar pada malam hari. daun isen, gula bali, akah biu dang saba, blangsah buah, sari kuning digerus kemudian ditambah air panas dan disaring, airnya diminum untuk obat direbus untuk air mandi. semuanya direbus disaring kemudian ditambahkan dengan perbandingan 1 : 1 air mawar. Bahan digerus sampai halus.

Arang Kau-kau, sembung, trusi digerus ditambahkan air panas dijadikan obat kumur. Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe + Botun Tuwung Kanji yang Tua di lablab, kemudian airnya disaring dipakai obat kumur. Air Lumut dipakai Kumur-Kumur

Hal | 24

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No

Nama Penyakit
Obat Pitalitas (Wandu)

Bahan Usada
Obat Dalam : Kuning Telur ayam, air kunir 1 sendok, serbuk merica, madu Kuud ental, wortel, ketela. Kelapa metunu; Buah Tibah Kelapa hijau muda+27 biji merica Mempeenak Rasa : sari bunga pudak+madu+pijer, lalu disaring Menghidupkan Penis : Lawos 3 iris+bawang Tunggal 7 iris+daun jeruju dijadikan loloh + Tuak Minyak Alu, Yeh Lunak, Yeh Jeruk Purut, Isen, Batang jepun di lablab atau ditambus airnya Bahan Obat : Air Batang Simbukan, Umbi tunjung, air kakap.

Cara Meramu
dicampur dijadikan satu dan diminum sebagai loloh. semuanya itu digerus kemudian dikukus, airnya diambil dijadikan loloh. dicocok dimasukkan garam, kemudian ditambus, kemudian diinjak tepat kena cekok kaki. minum Dioleskan pada kelamin. minum. dipakai obat oles luka. dipakai obat oles. Umbi Tunjung ditambus , ditambah air batang simbukan dan air kakap kemudian disaring; airnya dijadikan obat tetes. Air rebusan daun Kelor dipakai air mencuci mata setiap bangun pagi.

Obat Luka Mata Merah

Mata Tumbuh Daging Kencing Darah Kencing Batu

Darah Bulu ekor ayam, Darah Ekor lindung dipakai obat tetes mata. Semangka + Gula Batu

Kelungah Nyuh Mulung + Bunga Gedang Renteng + Bawang Adas + Bulih Sutra + Jeruk Nipis.

Kencing Manis Asam Urat

Widara Upas + Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Sambi Roto + Bidara Upas. Babakan Juwet + Babakan Book + Babakan Jepun

Semangka dicocok sampai berlubang kemudian dimasukkan gula batu didiamkan selama satu hari, kemudian air semangka itu diminum untuk obat. Kelungah Nyuh Mulung dilobangi dan dimasukkan Bunga Gedang Renteng + Bawang Adas + Bulih Sutra + Jeruk Nipis, kemudian didadah sampai matang. Airnya diminum lebih kurang dengan dosis 2 sampai 3 kelapa dalam sehari. Widara Upas + Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Sambi Roto + Bidara Upas direbus sampai mendidih dan air tinggal sepertiganya, kemudian disaring. Air saringannya diminum sebagai obat. Babakan Juwet + Babakan Book + Babakan Jepun + Pomor

Hal | 25

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No

Nama Penyakit

Bahan Usada
+ Pomor Bubuk + Kesuna Jangu + Isen Pabuan + Air Cuka.

Cara Meramu
Bubuk + Kesuna Jangu + Isen Pabuan digerus sampai alus kemudian ditambahkan air panas secukupnya disaring kemudian + Air Cuka. abug Arum 3 Biji + Inan Kunyit + Temutis di kunyah sampai alus kemudian disimbuhkan pada tempat yang bengkak. Buah Menori (di ambil bijinya yang muda) + Pancar Sona Sekembulan di Gerus Sampai Alus ditambahkan air panas secukupnya, kemudian disaring. Diminum sebagai loloh. Kakap Tabia Bun + Kesuna Jangu + Akah Paku Jukut + Inan Kunyit di gerus sampai alus dijadikan boreh (bedak) pada Jerawat.

Obat Bengkak Darah Kotor Obat Jerawat

Jabug Arum 3 Biji + Inan Kunyit + Temutis Buah Menori (di ambil bijinya yang muda) + Pancar Sona Sekembulan. Kakap Tabia Bun + Kesuna Jangu + Akah Paku Jukut + Inan Kunyit.

Hal | 26

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

Tabel Lampiran 2. Ragam spesies tanaman umbi-umbian yang dimanfaatkan secara tradisional di Kabupaten Bangli dan Kelungkung (Peneng dkk., 2010)
No. 1 Nama Tumbuhan (Latin + Daerah) Acorus calamus L. [ND. Jangu] Potensi Obat Pangan Upacara Hias Obat Pangan Upacara Hias Upacara Pangan Upacara pangan Obat Pangan Obat Bagian yang digunakan Akar dan umbi Bunga dan daun muda Daun Tanaman Umbi Daun Umbi Tanaman Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Akar Daun Khasiat / Kegunaan Untuk ramuan obat tradisional Dapat dimakan dan daunnya dipakai untuk bumbu masak Digunakan dalam upacara Pitra Yadnya/ kematian Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah digunakan untuk obat pembersih rambut (shampo) digunakan untuk pakan ternak Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah digunakan sebagai sesajen/ banten saat upacara perkawinan pati dari umbinya bisa dimakan digunakan dalam upacara wana kretih kandungan pati dari umbi bisa dimakan parutan umbi dapat digunakan sebagai obat pembengkakan khususnya di kerongkongan Patinya dapat dikonsumsi digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak / obat batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. digunakan sebagai peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurun panas dan pereda kejan, rebusan daunnya dapat

2 3 4 5 6 7 8 9

10

Alocasia sp. [ND. Keladi hitam] Amorphophalus muelleri Bl. [ND. Kula-kula] Colocasia esculanta (L.) Schott (ND. Keladi) Dieffenbachia sp. Xanthosoma sp. [ND. Keladi tabah] Dioscorea alata L. [ND. Ubi kepit] Dioscorea alata L. Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill [ND. Ubi aung sunda] Cymbopogon nardus L. Rendle [ND. Serai bokasi]

Hal | 27

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No.

Nama Tumbuhan (Latin + Daerah) Alpinia galanga (L.) Swartz. [ND.Isen kapur] Alpinia purpurata K. Schum. [ND. Isen merah] Alpinia sp. [ND. Isen tulang] Alpinia sp. [ND. Isen merah] Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht [ND. Temu kunci] Curcuma aeruginosa Val. [ND.Temu ireng]

Potensi

Bagian yang digunakan Umbi Umbi umbi Umbi Umbi Tanaman Umbi

Khasiat / Kegunaan digunakan untuk rematik dan penghangat tubuh Untuk obat penurun panas, obat panu, rematik dan mengatasi kaki yang terasa berat, obat diare, obat batuk Digunakan sebagai bumbu dapur sebagai obat anti jamur, dapat digunakan sebagai sampo Digunakan untuk loloh/ jamu. Obat penyakit dalam Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam Untuk loloh/ jamu, obat paru-paru yang kembung Pati yang dihasilkan dapat dimakan Untuk Banten / sesajen tadah alas, digunakan dalam upacara wana kretih, upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya Untuk sakit batuk, mata, ambeyen, kepala, diare dan bisul. Obat luka dalam digunakan untuk loloh/ jamu berpotensi sebagai antikanker Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya digunakan untuk boreh bagian tengah tunas yang masih segar dan rimpang muda dapat dimakan mentah ataupun dimasak untuk lalab.

11

Obat Pangan Obat Obat Obat Hias Obat

12 13 14

15

16

Obat Pangan Upacara Obat Obat Obat Upacara Obat Pangan

Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi muda

17 18 19

Curcuma domestica Valeton [ND.Kunyit putih] Curcuma longa L. [ND. Temu agung] Curcuma mangga Val. & van zijp [ND.Temu poh] Curcuma purpurascens Bl. [ND. Temu tis]

20

Hal | 28

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No.

Nama Tumbuhan (Latin + Daerah) Curcuma xanthorrhiza Roxb. [ND. Temu lawak]

Potensi Upacara Obat Pangan

Bagian yang digunakan Umbi Umbi Umbi

Khasiat / Kegunaan Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya digunakan untuk ramuan obat tradisional Obat penghilang bau badan umbi yang masih muda kadang-kadang digunakan untuk lalab, umbi yang kering diolah menjadi minuman, Patinya dapat digunakan sebagai bahan membuat bermacam makanan. Umbi kering dapat digunakan untuk kosmetik dan obat. dimakan untuk lalab dalam keadaan mentah atau setelah dimasak terlebih dahulu. Patinya juga dapat dimakan . Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam Obat luka dalam Sebagai banten dalam Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya Obat luka dalam Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam digunakan untuk bahan jamu tradisional/ loloh digunakan untuk banten dapat digunakan sebagai pengusir serangga Digunakan untuk loloh/ jamu Obat penyakit dalam

21

22

Curcuma zedoaria (Berg.) [ND. Temu putih]

Obat Pangan Upacara Obat Obat Upacara Upacara Obat Obat Obat Obat Obat L. Obat

Umbi Umbi muda Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Tanaman utuh

23 24

Curcuma sp. [ND. Temu angin] Curcuma sp. [ND.Temu jahe] Curcuma sp. [ND. Kunyit warangan] Curcuma sp. [ ND. Temu tiing] Curcuma sp. [ ND. Temu bang] Curcuma sp. [ND. Kunyit warangan] Curcuma sp. [ND. Temu macan] Kaemfperia rotunda [ND.Temu gongseng]

25 26 27 28 29 30

Hal | 29

TPC Project, Udayana University Texas A&M University

No.

Nama Tumbuhan (Latin + Daerah)

Potensi Upacara

Bagian yang digunakan Umbi Umbi

Khasiat / Kegunaan Digunakan dalam upacara wana kretih Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya Untuk boreh, mengatasi rheumatik, mengobati reumatik, luka karena lecet, ditikam benda tajam, terkena duri, jatuh, serta gigitan ular, Penghangat tubuh, Obat batuk Untuk menambah nafsu makan dan rasa mual memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan Obat Kompres Mengobati keracunan digunakan untuk Banten/ sesajen pada upacara Mamukur Mengatasi pembengkakan Mengobati sakit pada urat gigi Obat batuk Obat batuk, Obat muntah digunakan sebagai lalapan dan untuk bumbu masak digunakan dalam upacara wana kretih , Upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya

31

Zingiber officinale Rosc. [ND. Jahe merah]

Obat

32 33 34

Zingiber officinale Rosc. [ND. Jahe pahit] Zingiber purpureum Rosc. [ND. Bangley] Zingiber zerumbet Sm. [ND. Gamongan]

Upacara Obat Obat Obat Pangan Upacara

Daun Umbi Umbi Umbi Umbi Umbi Daun Umbi

Hal | 30

You might also like