mulai akrab dengan rokok. Pemandangan ini jelas terlihat di warung-warung internet dan rental PlayStation (PS) yang sehari-hari banyak dimanfaatkan remaja bermain games, di luar waktu sekolah, di Banda Aceh.
Agus, seorang siswa sebuah SMA di Banda Aceh, mengaku, merokok bisa membuat terlihat lebih gagah dan gaul. Meski belum diizinkan orang tua, dia tetap merokok secara sembunyi ketika berkumpul dengan teman-temannya. Bencong saja merokok, masak kita nggak, celotehnya sambil tertawa saat ditemui Okezone, belum lama ini.
Angka perokok di provinsi Serambi Mekkah itu memang tinggi, dengan mayoritas pelakunya laki-laki. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI, pada 2010 perokok aktif di Provinsi Aceh mencapai 37,1 persen, berada di atas rata-rata nasional yang hanya 34,7 persen. Rata-rata mereka mengisap 10 hingga 30 batang rokok per hari.
Kepala Dinas Kesehatan Banda Aceh, Media Yulizar, mengatakan, angka itu meningkat tajam dibanding data riset 2007 yang rata-rata menghabiskan 19 batang rokok per hari. Delapan dari 10 laki-laki di Aceh adalah perokok, katanya.
Secara global, Indonesia memang menduduki peringkat empat sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia, setelah China, Amerika Serikat, dan Rusia. Tobacco Atlas pada tahun lalu merilis, masyarakat Indonesia menghisap hingga 260,8 miliar batang rokok pada 2009, meningkat tajam dari 2001 yang hanya 182 miliar batang.
Konsultan Kesehatan Anak di RSU Zainal Abidin Banda Aceh yang aktif mengampanyekan bahaya rokok, Teuku Muhammad Thaib, mengatakan, bayi atau anak yang orang tuanya merokok sangat rentan terkena penyakit. Bukan hanya akibat terkena asap rokok secara langsung, residu beracun dari asap yang tertempel di baju orang tuanya juga bermasalah bagi kesehatan si anak.
Biasanya kita para orang tua habis pulang entah dari mana, langsung menggendong anak. Kita tidak sadar kalau baju kadang sudah tertempel residu beracun yang bisa terhirup anak kita. Itu sangat bahaya bagi kesehatan si anak, jelas Thaib.
Tak ada satu pun organ dalam tubuh yang tak terpengaruh asap rokok. Dalam satu batang rokok setidaknya mengandung 4.000 senyawa kimia, 40 di antaranya termasuk racun (toksin) dan zat yang bisa menyebabkan kanker (karsinogenik). Zat itu bisa menyebabkan kanker paru-paru, di mana asap rokok bisa masuk secara langsung ke organ vital pernapasan manusia dan merangsang sel di paru- paru hingga rusak.
Saya tidak memiliki persentasenya, tapi stroke, penyakit jantung, hipertensi, diabetes itu sangat tinggi di Aceh. Salah satu penyebabnya adalah rokok, sebutnya.
Kematian akibat merokok di Indonesia, kini menempati urutan ketiga terbesar di dunia, setelah China dan India, dengan rata-rata mencapai 239 ribu jiwa per tahun. Angka ini diyakini mengalahkan kematian akibat persalinan yang kini menjadi perhatian dunia international.
Bukan hanya Indonesia, kebiasaan buruk merokok juga diprediksi menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat secara global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, rokok akan membunuh lebih dari 6,4 juta orang setiap tahun mulai 2015 atau berperan 10 persen kematian di seluruh dunia. Jumlah ini bahkan bisa mengungguli kematian akibat virus Human Immunodeficiency Virus (HIV), penyebab AIDS.
Di Aceh, merokok bukan hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga berpengaruh buruk terhadap sosial ekonomi masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rokok ikut menyumbang andil besar terhadap kemiskinan. Pendapatan per kapita setiap bulan masyarakat Aceh pada 2012 sebesar Rp320 ribu.
Untuk masyarakat di perkotaan 12,99 persen dari pendapatan itu dikeluarkan untuk rokok setiap bulan, sedangkan bagi masyarakat yang hidup di perdesaan 11,39 persen saja, kata Ramlan, Kepala Bidang Satistik Sosial BPS Aceh.
Menurutnya, pengeluaran untuk rokok itu merupakan terbesar kedua setelah beras. Kebutuhan penduduk miskin pertama adalah beras dengan pengeluaran setiap bulan sekira 32,16 persen untuk yang hidup di perkotaan dan 40,74 persen bagi warga perdesaan. Rokok kretek filter berada di peringkat kedua, ujar Ramlan.
Sebenarnya rokok bukanlah bahan makanan, namun BPS terpaksa memasukkan komoditas itu ke dalam survei persentase komoditas kebutuhan dasar makanan, karena besarnya pengeluaran masyarakat terhadap rokok. Bahkan pengeluaran untuk rokok ini jauh melampaui pengeluaran untuk membeli daging yang hanya 0,61 persen, tukas Ramlan.
Menurutnya, ini fakta yang mengkhawatirkan, karena rokok bukanlah komoditas yang mengandung kalori bagi masyarakat, tapi kini seakan dijadikan kebutuhan yang harus ada setiap hari.
Malah rokok itu bisa memengaruhi kesehatan. Omong kosong sekarang kalau pajak rokok dibilang menyumbang pajak terbesar, karena sebenarnya pengeluaran untuk pengobatan bagi penyakit yang diakibatkan oleh rokok itu jauh lebih besar, sebutnya.
SUNGGUH mengejutkan mendengar penjelasan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Media Yulizar, bahwa 80 persen lelaki dewasa di Aceh adalah perokok.Mereka rata-rata menghabiskan rokok 18 batang per hari, ujar Yulizar. Angka perokok di provinsi Serambi Mekkah itu memang tinggi, dengan mayoritas pelakunya laki-laki. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI, pada 2010 perokok aktif di Provinsi Aceh mencapai 37,1 persen, berada di atas rata-rata Nasional yang hanya 34,7 persen. [tempo.com] Dengan jumlah persentase perokok yang tinggi, Aceh masuk dalam 10 besar jumlah perokok di Indonesia. Selain itu, Aceh menduduki peringkat pertama di Indonesia dari 33 provinsi yang penduduknya menderita penyakit stroke dan penyakit jantung serta peringkat kedua untuk hipertensi dan penyakit diabetes melitus. Ditengah kemiskinan tinggi yang menjadi persoalan pokok lainnya, jumlah masyarakat Aceh yang merokok menunjukkan masih minimnya pengetahuan masyarakat akan relasi antara kemiskinan dan kesehatan bagi mereka. Pendapatan mereka menjadi berkurang sia-sia hanya untuk membeli rokok dan mengobati penyakit yang juga diakibatkan oleh rokok. Pengeluaran masyarakat untuk membeli rokok ini bahkan lebih tinggi daripada untuk membeli daging. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rokok ikut menyumbang andil besar terhadap kemiskinan. Pendapatan per kapita setiap bulan masyarakat Aceh pada 2012 sebesar Rp320 ribu. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hairul Basri pada Seminar Desk Aceh Kemenko Polhukam Tahun 2013 yang bertema Kepedulian Bersama Mendukung Kemajuan Pembangunan Aceh, Kamis (30/5) di Hotel Hermes, Banda Aceh. Indeks kedalaman kemiskinan sebesar 3,48 dan indeks keparahan kemiskinan sebesar 0,94. Sebaran penduduk miskin Aceh lebih dominan di desa yaitu 80,14 persen, sedangkan di perkotaan hanya 19,86 persen, ungkap Hairul Basri. Itu belum lagi tingginya jumlah pengangguran yang makin membuat persoalan di Aceh makin kompleks. Tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 7,43 persen, sementara angka pengangguran terbuka untuk nasional hanya sebesar 6,80 persen, sambung Hairul. Kepungan asap rokok di Aceh menjadi problem yang sulit untuk diberantas jika masyarakat tidak diberi pemahaman lebih mendalam bahwa rokok tidak hanya akan berdampak bagi kesehatan mereka. Tapi, juga akan mengurangi pendapatan mereka secara sia-sia bila terus mengonsumsi racun tersebut.