You are on page 1of 2

Laboratorium Metalurgi Proses

Departemen Metalurgi dan Material


Fakultas Teknik Universitas Indonesia
LAPORAN AWAL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM
NPM / KELOMPOK : 1106016273 / 02
TGL. DIKUMPULKAN : 28 APRIL 2014
TGL. DITERIMA : 28 APRIL 2014
KETERANGAN :
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum pada modul ini, diharapkan:
1. Memahami perancangan sistem saluran dan penambah
yang sesuai dengan dimensi logam yang akan dicor
2. Memahami cara-cara pembuatan cetakan pasir yang baik
yang sesuai dengan rancangan pola yang ada
3. Memahami cara-cara pembuatan inti sesuai dengan
bentuk benda cor
4. Memahami tahap-tahap persiapan dapur peleburan
5. Memahami tahap-tahap peleburan logam
6. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan
pasir yang telah dibuat
7. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada
logam hasil penuangan serta cara-cara pencegahannya
8. Memahami sifat-sifat logam hasil coran sesuai dengan
komposisi paduan yang digunakan

II. DASAR TEORI
II.1. Peleburan Aluminium
Aluminium merupakan logam ketiga terbanyak yang
terdapat pada permukaan bumi, yaitu sekitar 8%. Berat jenis
dari aluminium adalah 2.7 gr/cm
3
, hanya 1/3 berat jenis baja,
sehingga merupakan logam yang ringan. Titik lebur (Tm) dari
Aluminium adalah 660
o
C. Aluminium memiliki koefisien muai
2 kali koefisien muai baja, sedangkan daya hantar panasnya
adalah 2.5 kali daya hantar panas bajan-
Aluminium merupakan salah satu logam yang paling
banyak dan umum digunakan dalam proses pengecoran karena
memiliki karakteristik berat yang ringan, konduktifitas termal
yang tinggi, tahan terhadap korosi, konduktifitas listrik yang
tinggi, serta mudah dicor dengan permukaan akhir yang baik.
Selain memiliki karakteristik yang cukup baik, aluminium juga
memiliki kelemahan, antara lain :
a. Ketika bereaksi dengan udara, aluminium cair akan
membentuk dross (pengotor) oksida yang berat jenisnya
hampir sama dengan aluminium. Oleh karena itu, logam
aluminium cair akan dengan mudah tercampur dengan
pengotor (dross) oksida, misalnya Al2O3.
b. Sangat mudah mengikat gas hidrogen dalam kondisi cair
dengan reaksi:
3H2O + 2 [Al] ---- 6 [H] + (Al2O3)
Untuk mengatasinya dapat menggunakan proses
degassing atau GBF (Gas Bubble Flotation), contohnya
adalah Argon Treatment.
c. Rentan mengalami penyusutan (shrinkage) yang cukup
tinggi, yaitu 3.5 8.5 % (rata-rata 6 %).
Unsur paduan diberikan pada proses pengecoran aluminium
dengan tujuan untuk memperbaiki sifat mampu cor tanpa
menghilangkan sifat aslinya. Penambahan paduan yang berbeda
akan memberikan sifat yang berbeda-beda pada benda hasil
pengecoran.
Penambahan unsur Si dapat meningkatkan sifat castability
sehingga menghasilkan permukaan benda cor yang baik. Unsur
Si juga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya shrinkage.
Sedangkan, unsur Mg memberikan efek ketahanan korosi yang
baik serta meningkatkan kekuatan dan kekerasan dalam
perlakuan panas melalui mekanisme penguatan precipitation
hardening. Unsur Mn akan memperkuat aluminium dan unsur
Cu menghasilkan produk coran dengan sifat mampu mesin
(machinability) yang baik.
Peleburan logam aluminium dapat menggunakan dapur
krusibel maupun dapur induksi. Dapur krusibel biasa digunakan
dalam pengecoran skala kecil. Dapur ini menggunakan sumber
energi berupa minyak, gas, briket atau batu bara. Dapur krusibel
membutuhkan biaya yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan dapur
induksi bekerja dengan menggunakan induksi dari kumparan
(coil) sehingga dapat menghasilkan aluminium cair yang bersih,
dan homogen namun prosesnya lebih mahal. Dapur induksi
biasanya digunakan untuk peleburan logam-logam dengan
temperatur lebur yang tinggi. Sedangkan pada praktikum ini
dapur yang kita gunakan adalah dapur krusibel karena aluminium
memiliki titik lebur yang rendah.
Peleburan logam aluminium dapat menggunakan dapur
krusibel maupun dapur induksi. Dapur krusibel biasa digunakan
dalam pengecoran skala kecil. Dapur ini menggunakan sumber
energi berupa minyak, gas, briket atau batu bara. Dapur krusibel
membutuhkan biaya yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan dapur
induksi bekerja dengan menggunakan induksi dari kumparan
(coil) sehingga dapat menghasilkan aluminium cair yang bersih,
dan homogen namun prosesnya lebih mahal. Dapur induksi
biasanya digunakan untuk peleburan logam-logam dengan
temperatur lebur yang tinggi. Sedangkan pada praktikum ini
dapur yang kita gunakan adalah dapur krusibel karena aluminium
memiliki titik lebur yang rendah.
Bahan baku dalam peleburan aluminium dapat berupa
aluminium batangan dan atau scrap. Bahan baku tersebut harus
bersih dan kering pada pengumpanan agar tidak merusak dapur
dan memperbaiki hasil coran. Scrap Aluminium dapat dicuci
dengan air dan dikeringkan. Return scrap juga diharapkan
memiliki komposisi yang sama dengan ingot. Hal ini
dimaksudkan agar tidak perlu ada lagi penyesuaian komposisi.
Dalam proses peleburan aluminium, terdapat beberapa
treatment pada saat peleburan. Treatment itu antara lain melting,
alloying, fluxing, degassing, modifikasi dan grain refining.
Proses peleburan aluminium pada dapur krusibel memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Charging material saat furnace dingin atau panas secara
bertahap.
2. Saat mulai pencairan, taburkan cover flux yang bertujuan
untuk mencegah gas H2 masuk kedalam aluminium cair.
3. Lakukan treatment pada aluminium cair, modifier atau
grain refiner.
4. Taburkan bubuk degasser atau semprot dengan gas inert.
5. Tutup dengan cover flux.
Setelah proses peleburan, akan segera dilakukan proses
penuangan. Temperatur saat penuangan (pouring) juga harus
diperhatikan. Temperatur ruang yang tidak terkontrol dengan
baik pada saat aluminium cair kontak dengan atmosfer akan
menyebabkan inklusi-inklusi oksida dan porositas yang
disebabkan oleh gas terlarut dan cacat lainnya. Proses penuangan
logam cair ke cetakan tergantung pada titik beku dan ketebalan
produk casting yang akan dibuat. Secara umum temperatur
peleburan dibuat 100-150
o
C di atas temperatur lebur logam.
Sedangkan untuk aluminium, temperature penuangan dilakukan
25
o
C di atas temperatur lebur.
Pada peleburan aluminium diperlukan adanya pemberian
fluks. Jenis-jenis fluks yang akan digunakan tergantung dari
tujuan penggunaannya. Macam-macam fluks adalah sebagai
berikut :
1. Cover Flux
Digunakan untuk melindungi permukaan logam cair dan
meminimalisasi oksidasi serta larutnya gas hidrogen.
2. Cleaning Flux
Digunakan untuk membersihkan pengotor oksida dan
senyawa intermetalik lain dari logam cair. Fluks jenis ini
membutuhkan kontak yang baik dengan logam.
Contohnya adalah fluks jenis chlorine yang dapat
membersihkan gas hidrogen dari logam cair.
3. Exothermic Flux
Fluks jenis ini digunakan untuk mengambil logam dari
dross sehingga dihasilkan dross yang kering. Proses ini
akan meningkatkan efisiensi dari logam yang digunakan
sehingga tidak terbuang.
Penaburan cover flux pada aluminium cair tidak menjamin
aluminium cair bebas dari udara sehingga perlu dilakukan proses
degassing. Proses degassing dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain:
a. Menggunakan tablet (chlorine atau nitrogen)
b. Gas bubble flotation (gas nitrogen atau argon)

II.2. Pembekuan (Solidification)
Apabila material (logam atau bukan logam) dalam kondisi
cair diturunkan temperaturnya, maka energi kinetik rata-ratanya
turun dan molekul lebih banyak yang bersatu sehingga
menyebabkan membekunya material tersebut. Setelah dilakukan
peleburan pada dapur lebur dan penuangan aluminium cair ke
dalam cetakan, maka proses selanjutnya ialah pembekuan
(solidifikasi). Ketika mulai membeku, kristal-kristal mulai
tumbuh dalam fasa liquid dan polycrystalline (lebih dari satu
kristal) padat terbentuk. Waktu saat kristal mulai tumbuh dikenal
dengan nama nukleasi dan titik terjadinya disebut titik nukleasi.
Proses solidifikasi ini sangat penting untuk mendapatkan produk
tanpa cacat (reject), tidak ada penyusutan (shrinkage) dan
menghasilkan butir-butir yang halus sehingga dihasilkan produk
cor dengan sifat mekanis yang baik.
Pembekuan benda cor dimulai dari bagian logam yang
bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair
diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan
dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku. Pada proses ini,
inti-inti kristal akan tumbuh. Bagian dalam coran mendingin
lebih lambat daripada bagian luarnya sehingga kristal-kristal
tumbuh dari mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir
kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom
(columnar).


Gambar 1. Skema Pembekuan Logam

II.3. Cacat Pada Hasil Pengecoran
Pada proses pengecoran, cacat tidak dapat dihindari seratus
persen karena dalam memproduksi benda cor harus melalui
banyak proses sehingga banyak faktor yang dapat menyebabkan
cacat. Oleh karena itu, cacat hanya bisa diminimalisasi. Cacat
pada pengecoran ini dapat ditoleransi apabila tidak mengganggu
fungsi benda coran. Berbagai jenis cacat yang dapat terjadi pada
coran aluminium ialah sebagai berikut:
1. Shrinkage
Shrinkage adalah cacat pengecoran yang terjadi akibat
penyusutan pada saat pembekuan dengan bentuk tak
beraturan. Cacat ini terjadi pada bagian yang lebih tebal
atau pada bagian persimpangan. Penyebab cacat
shrinkage antara lain:
a. Adanya perbedaan ketebalan pada benda cor
b. Adanya bagian tebal yang tidak dapat dialiri logam
jjcair secara utuh
c. Saluran riser dan penambahnya yang kurang
banyak.
d. Penambah (riser) terlalu kecil.


Gambar 2. Cacat Shrinkage

2. Misrun
Misrun adalah cacat yang terjadi karena logam cair tidak
mengisi seluruh rongga cetakan sehingga benda cor
menjadi tidak lengkap atau ada bagian yang hilang.
Penyebab cacat misrun antara lain:
a. Ketidakseragaman bagian dari benda cor sehingga
mengganggu aliran dari logam cair
b. Benda cor terlalu tipis dan temperatur rendah
c. Kecepatan tuang terlalu lambat
d. Lubang angin pada cetakan kurang
e. Penambah yang tidak sempurna
f. Ukuran gating system yang tidak sempurna
g. Penempatan saluran masuk yang tidak tepat
h. Penyebaran saluran masuk yang tidak merata.

Gambar 3. Cacat Misrun

3. Porositas
Porositas adalah cacat yang terjadi karena adanya gas
yang terperangkap dalam logam cair atau cetakan pada
waktu penuangan. Akibat dari terjadinya cacat ini adalah
timbulnya lubang-lubang pada benda cor. Lubang
porositas ini dapat terjadi baik pada permukaan cor,
maupun pada bagian dalam benda cor. Porositas dapat
disebabkan oleh:
a. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan
b. Gas terserap dalam logam cair dari cetakan
c. Reaksi logam induk dengan uap cair dari cetakan
d. Temperatur tuang yang terlalu tinggi.
Proses pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
cacat porositas akibat gas antara lain:
a. Mengontrol atau mencegah logam cair kontak
langsung dengan atmosfer yang terlalu lama
b. Memberikan gas inert (nitrogen atau argon) ke
dalam cairan logam melalui proses gas bubble
flotation
c. Perencanaan cetakan yang tidak menyebabkan
turbulen pada aliran logam cair
d. Mengatur pemakaian jumlah resin pada pasir agar
sesuai (tidak kurang atau lebih)
e. Mengatur sistem ventilasi dari cetakan yang baik


Laboratorium Metalurgi Proses
Departemen Metalurgi dan Material
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
LAPORAN AWAL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM
NPM / KELOMPOK : 1106016273 / 02
TGL. DIKUMPULKAN : 28 APRIL 2014
TGL. DITERIMA : 28 APRIL 2014
KETERANGAN :
4. Cacat Inklusi
Penyebab cacat ini adalah logam cair dari paduan
aluminium yang mudah teroksidasi. Oksida dalam
logam cair atau yang dihasilkan pada waktu
penuangan akan terkumpul sebagai dross. Penyebab
cacat inklusi antara lain:
a. Pemakaian scrap yang terlalu banyak
b. Transfer ladle yang tidak dijaga terhadap
pembentukan oksida
c. Pengaruh kelembaban udara.


Gambar 4. Grafik Pengaruh Inklusi terhadap Fluiditas

II.4 Pembuatan Core
Inti atau core digunakan saat membuat suatu cetakan
yang berongga. Biasanya menggunakan pasir baru ataupun
menggunakan pasir reklamasi (sangat sedikit) yang
kemudian dilapisi dengan resin 2-3 % dan dikeringkan. Hal
ini dapat dilihat dari gambar 5 di bawah ini:

Gambar 5. Skematis Penggunaan Core dalam Pengecoran

III. ALAT DAN BAHAN
III.1. ALAT
1. Dapur induksi 14. Gerinda
2. Dapur krusibel 15. Kuas
3. Ladel 16. Helm
4. Gelas ukur 17. Kacamata
5. Rammer 18. Tools cor
6. Flask 19. Masker
7. Kape 20. Mangkok kecil
8. Cangkul 21. Burner
9. Linggis 22. Timbangan
10. Mixer 23. Baskom
11. Sarung tangan
12. Kompresor
13. Gergaji besi

III.2. BAHAN
1. Pasir silika 8. Logam Al
2. Pasir resin 9. Fluks
3. Bentonit/clay 10. Degasser
4. Air 11. Thermal coating
5. Gula tetes 12. Gas Elpiji
6. Serbuk arang
7. Solar

IV. FLOWCHART
IV.1. Persiapan Cetakan

Start
Periksa
alat
Kondisi baik?
perbaiki
Periksa
pola
Periksa
bahan
Timbang
pasir
muka
Buat
back
sand
Siapkan
kotak inti
Masukkan
pasir
resin
Panaskan kotak
inti dalam oven
Keluarkan
inti
Bersihkan
inti
Lapisi
inti
Selesai
tidak
ya



IV.2. Persiapan Dapur

Periksa
dapur
Kondisi baik?
Perbaiki
Periksa
bahan
bakar
Periksa
alat
Periksa
bahan
baku
Kalibrasi
timbang
an
ya
tidak




IV.3. Pembuatan Cetakan

Siapkan
flask
Bagi pasir
muka jadi 2
bagian
Pasir
1
Pasir
2
Atur drag Pasang kup
Tutup pola
dengan
pasir muka
Tutup pola
dengan pasir
muka
Padatkan dengan
rammer
Padatkan dengan
rammer
Buat
gurat
an
Buat
guratan
Isi penuh Isi penuh
Pisahkan
kup dan
drag
Lepas
pola
Buat pouring
basin
coating
Panaskan cetakan
Letakkan
inti
Pasang
kup
dan
drag


IV.4. Peleburan dengan Dapur Krusibel

Pelapisan
ladel
Nyalakan dapur
sambil
memanaskan batu
bara
Masukkan kowi
yang sudah terisi
umpan ke dalam
dapur
Pre-heating
Masukkan umpan
sisa
Pemaduan
Aduk agar
homogen
Super
heating
Matikan
dapur
Degassing dan
Fluxing
Angkat
slag
Panaskan dapur tapping



IV.5. Penuangan Dapur Krusibel


IV.5. Pembongkaran Cetakan



IV.6. Pemeriksaan Benda Cor
Amati bentuk
Timbang benda
cor + gating sistem
Potong gating
sistem
Timbang kembali
tanpa gating
sistem
Hitung yield


V. DAFTAR PUSTAKA
1. Modul Praktikum Pasir Cetak. 2014. Laboratorium
Metalurgi Proses. Departemen Teknik Metalurgi dan
Material FTUI.
2. Suharno, Bambang. 2014. Diktat Kuliah
Pengecoran Logam 2014. Departemen Metalurgi
dan Mateeial FTUI: Depok.
3. ASM Metals Handbook, Volume: 15 Casting. 1998.
ASM International.

You might also like