You are on page 1of 9

Abstrak

Pendahuluan
Autsim disebabkan oleh perkembangan otak yabg berlebihan dan disfungsi, yang kebanyakan
melibatkan korteks prefrontal. Penilaian analisis patologis dilakukan untuk menilai neuron
pada korteks prefrontal diantara anak dengan gangguan sinyal austim dalam perkembangan
prenatal dan dapat menyebabkan sel tipe abnormal dalam perkembangan laminar
Metode
Untuk memeriksa secara sistematis dari arsitektur neurocortical saat tahun awal setelah onset
dari autsim, peneliti menggunakan RNA in situ Hybridization dengan panel lapisan dan
marker spesifik molekuar sel untuk menilai mikrostruktur fenotip kortikal. Peneliti menilai
marker untuk neuron dan glia, serta gen yang menjadi faktor esiko autsim, pada sampel
postmortem prefrontal, temporal, occipital yang didapatkan dari anak dengan autsim dan
anak normal dengan usia berkisar antar 2-15 tahun
Hasil
Peneliti menemukan adanya focal patch dengan kelainan cytoarchitecture dari laminar dan
disorganisasi neuron cortical, namun bukan disorganisasi glia, pada jaringan kortikal
prefrontal dan temporal pada 10 dari total 11 anak dengan austim dan pada 1 dari total 11
anak normal. Peneliti memantau adanya heterogenitas diantara kasus berdasarkan tipe sel
yang kebanyakan mempunyai patch abnormal dan lapisan yang terkena berdasarkan gambran
patologis. Tidak ada lapisan kortikal yang utuh, dengan tanda yang paling jelas yaitu
kelainanekspresi pada layer 4 dan 5. Rekonstruksi tiga dimensi dari layer marker dapat
memastikan geometry focal dan ukuran dari patch
Kesimpulan
Pada penelitian eksploratif ini, peneliti menemukan adanya gangguan focal dari arsitektur
laminar kortikal korteks pada kebanyakan anak-anak dengan autsim. Data ini dapat
mendukung kemungkinan terjadinya disregulasi dari pembentuka layer (lapisan) dan layer
spesific neuronal diffrentiation (diferensiasi neuronal pada lapisan otak) dalam fase
perkembangan neuron prenatal.
Autsim merupakan bagian dari gangguan perkembangan heritable yang melibatkan
pertumbuhan makroskopik otak yang berlebihan disertai disfungsi yang melibatkan area
cortical dan subcortical sehingga menyebabkan gejala autistic termasuk pada bagian korteks
prefrontal dan forntal. Defek cortical yang mendasari penyakit ini masih belum diketahui.
Terkait dengan diagosa awal sejak onset, pada 40 penelitian lebih, usia rata-rata pasien
dengan autism berdaarkan analisis postmortem adalah 22 tahun.
Tiga penelitian kasus sebelumnya yang mengevaluasi seksi Nissl-stained pada otak yang
didapatkan dari pasien autism dengan usia berkisar dari 4-60 tahun untuk menentukan
heteropias inidivudal, disorganisasi focal laminar, dan dysplasia subependyman, namun
defect neuropatologis yang paling sering berkembang tidak pernah dilaporkan. Selain itu,
pada dewasa muda, otak dari pasien autistik tidak lagi membesar dan malah menunjukkan
tanda dari penebalan kortikal dan kehilangan neuron, yang menyebabkan penelitian pada
orang dewasa dengan autis tidak menunjukkan abnormalitas pada perkembangan neuron yang
terjadi di otak anak dengan autsim. Anomali molekuker, seluler, dan organisasi terjadi pada
otak anak yang mengamali autsim, namun hal ini masih belum diteliti, dan berdasarkan hal
ini, mekanisme pembesaran otak dan disfungsi yang terjadi masih diperdebatkan.
Saat ini, peneliti menemukan adanya ekspresi abnormal dari gen dan jalur gen oleh regulasi
siklus sel govern (terutama jumlah dari neuron), Integritas DNA, diferensiasi sel, dan pola
kortikal ada korteks prefrontal pada anak-anak dengan autsim. Peneliti juga menemukan
bahwa diantara anak yang berusia 2 dan 16 tahun yang mengalami autsim, dibandingkan
dengan anak yang sehat, mempunyai otak dengan berat abnormal dan biasanya meningkat
hingga 67% pada keseluruhan jumlah neuron di korteks prefrontal. Walaupun terjadi
peningkatan neuron kortikal sementara juga terjadi pada trimester kedua saat kehamilan,
peningkatan ini biasanya akan hilang setelah bayi lahir atau beberapa bulan setelah kelahiran,
karena terjadi pematangan dari laminar cortical dan cortico-cortical serta sirkuit cortico-
subcortical. Walaupun penyebab dari peningkatan jumlah neuron di korteks prefrontal pada
pasien autism masih belum diketahui, abnormlitas ini tampaknya terjadi pada saat prenatal
dan dapat menyebabkan gangguan dari perkembangan kortikal awal yang serupa pada
beberapa gangguan lainnya seperti lissencephaly, polymicrogyria, schizencephaly, dan
beberapa cortical heteropias yang terjadi akibat defect dalam prsoes siklus sel, migrasi
neuronal, pruning, dan apoptosis, serta spesifikasi sel. Peneliti menyimpulkan bahwa
gangguan terjadi pada neurocorteks anak yang mengalami autsim dan terdeteksi pada korteks
prefrontal dan temporal, dan sesuai dengan yang dilaporkan penelitian sebelumnya pada anak
yang mengalami autsim dan dipastikan dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging
(MRI), MRI fungsional, genes expression, dan hitung jumlah neuron
Untuk menguji hipotesis ini, peneliti menggunakan colorimetri RNA in situ hybridization
platfor standar untuk memeriksa kesimetrisan dari gen dengan menggunakan panel luas
terhadap marker molekuer selektif pada sampel otak postmortem yang didapatkan pada anak
yang mengalami autsim dan tnormal. Marker (penanda) ini merupakan eksitatori subtipe
spesifik (berdasarkan lapisan) dan inhibitor neuron, microglia dan astrogila, dan sediaan dari
gen kandidat autsim
Metode
Pemilihan Marker
Dengan menggunakan in situ hybridazation, peneliti menganalisa pola ekspresi dari 63 gen,
termasuk penanda cortical layer-spesific, genes yang berperan dalam patgenesis autism, dan
marker putative cell-type (interneurons releasing y-aminobutyric acid, glia, dan
oligodendrocytes) dalam sampel dorsolateral prefrontal cortex yang didapatkan dari dua anak
yang berusia 10 dan 16 tahun (Tabel S1 dalam Supplementary Appendix, tersedia dalam
tulisan lengkap pada NEJM.org). Berdasarkan hasil dari analisis ini, peneliti memilih 25 dari
63 gen untuk analisis lebih lanjut terkait anak dengan autism, karena gen ini bersifat kuat,
konsisten, dan mempunyai pola ekspresi spesifik pada korteks. Persiapan akhir dari 25
marker termasuk penyidikan secara selektif dari marker yang ada dan lapisan cortical atau
lebih sesuai pada kelompok cell-type spesific.
Pengambilan Jaringan Postmortem
Peneliti menerima 42 blok jaringan cortical post-mortem beku yang masih segar (1-2 cm)
dari girus superior atau midle frontal dari korteks prefrontal dorsolateral, korteks posterior
superior temporal, atau korteks occipital (Braoadmanns area 17) dari anak berusia 2-15
tahun yang mengalami autism (sampel kasus) atau anak tanpa austism (sampel kontrol)
(Tabel 1, dan Tabel S2 dalam Suplementary Appendix dengan kelengkapan data termasuk
penyebab kematian anak). Tidak ada pemilihan awal dari sampel kasus atau kontrol dengan
endophenotype klinis spesifik. Sampel kasus yang dipilih menunjukkan keseluruhan jaringan
yang cocok untuk penelitian berdasarkan Brain and Tissue Bank for Developmental Disorder
di National Institute of Child Health and Human Development dan Harvard Brain Tissue
Resource Center (Lihat Supplementaory Appendix untuk deskripsi kriteria ekslusi
selengkapnya). Sampel yang melewati pengukuran kualitas termasuk 22 blok dari korteks
prefrontal dorsolateral (Dari 8 anak laki-laki dan 3 anak perempuan, pada masing-masing
kelompok), 5 blok dari korteks posterior superior temporal (2 sampel kasus dari anak laki-
laki dan 3 sampel kontrol dari anak laki-laki), dan 6 blok dari korteks occipital (3 sampel
kasus dari anak laki-laki dan 3 sampel kontrol dari anak laki-laki) (mean [SD] jumlah
integritas RNA 7.101.74 untuk sampel kasus; 7.0417.1 untuk sampel kontrol) (Gambar
1A).
Marker-Based Phenotyping (Penyesuaian fenotip berdasarkan marker)
Penelitian I
Setiap sampel dari korteks prefrontal dorsolateral (8 sampel kasus dan 8 sampel kontrol dari
anak laki-laki) di-cryosectioned [dibekukan] (ketebalan 20-um) dengan seksi yang
mengandung semua jaringa cortical (Gambar 1B). Section [seksi/bagian] dikelompokkan
menjadi 10 seri dengan 30 bagian per seri; 24 bagian dilabel dengan menggunakan marker
untuk hybridisasi in situ, 2 bagian Nissl-stained untuk analisis anatomis kasar dan
cytoarchitectural seluler, dan 4 bagian ditinggalkan tanpa pewarnaan untuk penggunaan
nantinya. Peneliti memodifikasi metode untuk automated hight-throughput in situ
hybridization dan pengambilan dari pencitraan digital pada seluruh slide dalam proses
pengerjaan sampel postmortem dari jaringan otak anak-anak postnatal yang masih segar.
Penelitian II
Peneliti membagi setiap blok dan menggunakan in situ hybridization untuk melabeli sampel
dari korteks dorsolateral prefrontal dari 3 sample kasus dan 3 sampel kontrol yang diambil
dari anak perempuan, serta jaringan dari korteks temporal pada anak laki-laki (2 sampel kasus
dan 3 sampel kontrol) dan korteks occipital dari anak laki-laki (3 sampel kasus dan 3 sampel
kontrol) untuk menilai adanya ekpsresi dari 5 gen yaitu CALB, RORB, PCP4, PDE1A, dan
NEFL. Gen ini merupakan gen yang menunjukkan perubahan kuat pada sampel kasus yang
idambil dari anak laki-laki dan diteliti di penelitian I (Lihat metode pembagian di
Supplementary Appendix untuk ditail lebih lanjut dalam pemilihan gen)
Tingkat Ekspresi Marker
Peneliti menilai semua data yang ddapatkan berdasarkan in situ hybridization pada setiap gen
dalam speismen dengan menggunakan skala 3 poin: 0 menunjukkan hasil normal, 1 untuk
abnormalitas ringan, dan 2 untuk abnormalitas berat. Spesimen dibertimbangkan abnormal
jika peneliti menemukan setidaknya satu dari tiga kriteria atau lebih dalam pembagian:
intensitas dari ekspresi gen tampak menurun atau terganggu, dibandingkan dengan sampel
kotnrol; ekspresi gen abnormal dan menunjukkan adanya perubahan kualitatif dalam jumlah
sel yang diberikan label, dibandingkan dengan jumlah pada area normal; atau adanya pola
ekspresi gen yang spesifik terhadap sel atau lapisan yang tampaknya abnormal, dan
dibandingkan dengan kontrol. Peneliti pertama memeriksa dan menilai semua bagian pada
setiap kasus dan peneliti kedua memeriksa pada lokasi yang berbeda, tanpa mengetahui nilai
dari peneliti pertama, dan diperiksa sendiri untuk penilaian semua bagian. Dua penilaian ini
kemudian dibandingkan dan dievaluasi untuk tingkat dari kecocokan penilaian (Penilaian
sleengkapnya tersedia pada bagian Metode di Supplementory Appendix)
Rekonstruksi tiga dimensi dan Expression Overlay
Untuk memperlihatkan bagian yang mempunyai abnormalitas dari gen, lapisan ultiwarna
(multicolor overlay) dibuat berdasarkan panduan dan dimasukkan secara manual berisi serial
dari gambaran in situ hybridization dengan menggunakan Adobe Photoshop CS5 (Adobe-
System). Densitas Pseudoexpression dibuat pada setiap gambar in situ hybridization dan
diurutkan untuk membentuk volume gambaran interpolated. Volume gambar disesuaikan
berdasarkan molecular isualization tool (UCSF Chimera) untuk menampilkan seluruh
mikrostruktur tiga dimensi dari lapisan kortikal pada jaringan blok secara penuh.
Hasil
Analisis Ekspresi
Untuk mendapatkan deskripsi awal dari penyakit pada korteks anak-anak dengan autsim,
peneliti melakukan analisis ekspresi in situ, dengan menggunakan rancangan exploratory
(pemantauan) yang dibuat berdasarkan penggunaan sampel pada area yang luas di bagian
korteks dorsolateral prefrontal, posterior superior temporal, dan occipital pada anak dengan
autsim atau tanpa autsim
Profil Ekspresi Laminar pada Korteks kelompok Kontrol
Pola ekspresi laminar diperiksa pada 11 sampel dari anak yang tidak mengalami autism dan
serupa pada orang dewasa normal.(Gambar 1C), dengan satu pengecualian. Sampel dari anak
perempuan sehat berusia 9 tahun (Pasien 6) menunjukkan adanya abnormalitas focal: area
patchlike (seperti tambalan) dari marker in situ hybridization ditemukan ada 10 dari 11
sampel kasus berdasarkan penilaian independen (86% keseuaian penialaian untuk deteksi dan
75% kesepakatan terkait tingkat keparahan spesifik dari 181 penilaian) (Gambar 2). Area ini,
yang kemudian disebut sebagai patch (o.e korteks yang tampaknya sangat serupa dengan
kroteks pada anak sehat). Presentasi dari label meluas ke berbagai bagian dan sering
memperlihatkan reduksi lokl dari ekspresi marker seuler. Sampel yang diambil pada 3 dari
total 11 anak dengan autsim, peneliti memantau area yang mengalami peningkatan densitas
dari sel yang diberikan label sesegera mungkin pada bagian patch (data tidak ditunjukkan)
Peneliti mengidentifikasi patch dengan menggunakan marker sepsifik untuk layer 4 dan 5.
Namun, tidak ada dua patch yang serupa berdasarkan presentasi yang ada. Patch pada satu
sampek kasus mempunyai pola yang serupa dengan label. Peneliti memantau adanay
heterogenitas diantara sampel kasus berdasarkan layer (lapisan) dan tipe sel dimana
kebanyakan menunjukkan hasil abnormal. Sampel yang diambil dari anak laki-laki berusia 9
tahun dengan autsim (Pasien 20) menunjukkan adanya presentasi lebih jelas dari fenotip
patch, disertai penurunan dari ekspresi gen pada banyak marker indepentden dengan diameer
dari patch korteks berkisar 5.8 mm (Gambar 1D, 1E, dan 1F).
Patch terlhat pada korteks dorsolateral prefrontal (dalam 10 dari 11 sampel kasus) dan
korteks posterior superior temporal (dala 2 dari 2 sampel kasus) (Gambar 2). Tidak ada pola
ekspresi abnoral dari semua marker yang diidentifikasi dalam korteks occipital pada 3 sampel
kasus atau pada korteks posterior superior temporal atau occipital dalam 3 sampel kasus
Rekonstruksi Defek Laminar secara tiga dimensi
Untuk menjelaskan microstructure dari fenotip patch dengan lebih baik, peneliti melakukan
rekosntruksi tiga dimensi untuk laminar pada bagian dengan patch, menggunakan four laer
spesific marker (marker spesifik dengan 4 lapisan) untuk empat sampel dari korteks
preronftal dorsolateral (dua sampel kasus dan dua sampel kontrol). Metode ini dapat
memperlihatkan distribusi marker dari bagian aslina dan memastikan bagian patch dengan
marker multiple yang disesuaikan. Gambar 3 menunjukkan permukaan rekonstruksi dari
korteks anak dengan autsim (Pasien 20 Gambar 1) dengan patch patologis prominent yang
mencakup beberapa marker independent pada korteks tipikal
Ekspresi Gen pada Area Patch
Defisit darimarker ekspresi untuk excitatory cortical neurons merupakan indikator kuat untuk
area patch, walaupun tidak ada kelainan yang terlihat pada 3 dari 4 kelompok sel tipe spesifik
yang diperksa (Gambar 2). Marker kemudian diberikan kode pada setiap 5 gen kandidat
autism yang menunjukkan adanya kelainan pada patch diantar asampel kasus yan diperiksa.
Kebanyaka marker interneuron (PVALB dan CALB1) menunjukkan kelainan ringan, yang
tidak sesuai berdasarkan gambaran patch pada seluruh sampel kasus, dengan beberapa
pengecualian (GAD1 dan VIP) tampaknya tidak mempengaruhi dari semua sampel kasus
yang dianalisa
Satu pengecualian (SLC1A2 pada pasien 12) terkair marker glia spesific menunjukkan
adanya pola label pada sampel kasus dan sampel kontrol pada area korteks yang berbeda,
termasuk jaringan yang mengandung kelainan patch dalam marker lainnya (Gambar S9
dalam Supplementary Appendix). Temuan ini mendukung adanya gambaran patch yang tidak
bermakna tertuama karena penurunan regulasi dari ekspresi gen
Tidak ada penurunan dari densitas neuron
Untuk menentukan kelainan ekspresi pada semua gen yang diakibatkan oleh penurunan dari
jumlah neuron pada lokasi tertentu, peneliti melakukan pengukuran post hoc blinded density
dengan menggunakan Nissl Secction dan menunjukkan area patch di korteks prefrontal
dorsolateral. Peneliti mengukur densitas pan-laminar neuronal dan glial pada dua derah (satu
mengandung patch sementara lainnya tidak) per sampel diantara 5 bagian Nissl yang
mencakup korteks minimal 3 mm. Peneliti memantau adanya peningkatan dari densitas
neuron yang kecil namunbermakna pada regional patch dalam sampel kasus, dibandingkan
dengan sampel kontrol (P = 0.01 dengan two-tailed t test) . Pada sampel kasus, terdapat
peningkatan densitas neuronal pada bagian patch yang kecil namun tidak bermakna
dibandingkan dengan area korteks lainnya (P =0.10). Berdasarkan hasil ini, peneliti menilai
bahwa area dengan patch focal tidak menyebabkan penurunand ari jumlah neuron (Gambar
S8 dalam Supplementary Appendix).
Validasi Kuantitatif Temuan Penelitian
Peneliti melakukan penilaian quantitative reverse-transciptase-polymerase-chian-rection (RT-
PCR) untuk validitas dari temuan in situ hybridization ini. Peneliti memeriksa blok jaringan
tambahan yang didapatkan dari empat sampel kasus dengan patch yang lebih berat dari
penelitian I. Pada sampel in, peneliti mengidentifikasi satu patch berat dan satu patch ringan,
peneliti menggunakan laser capture microdissection yang dipandu dengan in situ
hybridization untuk mengisolir patch dan area sekitarnya serta menggunakan RT-PCR untuk
menilai tingkat transkrip RNA untk CALBI. Hasil ini sesuai degnan hasil in situ
hybridization, peneliti memantau bahwa sinyal CALB1 menurun drastis (dengan faktor rata-
rata 11.021.51 dalam 3 sampel) dari patch yang diisolir, dibandingkan dengan korteks yang
alinnya (Gambar 4).
Pembahasan
Dengan menggunakan panel dari marker selektifitas tinggi terhadap sel spesifik dan kandidat
gen autsim, peneliti mendeteksi adaya patch patologis dari kelainan laminar cytoarchitecture
dan disorganisasi pada kebanyakan sampel yang dianalisa pada korteks prefrontal dan
temporal, namun tidak ada pada korteks occiptal, yang didapatkan dari anak laki-laki dan
perempuan dengan autsim yang dimasukkan dalam penelitian ini. Analisis serial dan
rekonstruksi tiga dimensi denganmenggunakan marker celluler multiple untuk area dengna
kelainan patch dan ekspresi gen diukur berdasarka panjang 5-7 mm dan mencakup semua
lapisan neocortical. Patch ini ditandai dengan penguranga jumlah cell expresising layer- atau
cell-type spesific marker yang normalnya terdapat banyak pada neuron kortikal, serta
penurunan dari ekspresi gen kandidtas austism
Adanya patch sesuai dengan sampel kasus namun beragam diantara kasus yang ada. Tidak
ada lapisan kortikal yang masih disimpan, dan bukti adnaya kelainan ekspresi ditemukan
pada lapisan 4 dan 5. Adanya penurunan ekspresi marker tidak diakibatkan karena
pengurangan jumlah neuron, adanya neuron yang tidak terlabel pada patch harus dipastikan.
Walaupun data peneliti menunjukkan adnaya mekanisme patologis terkait dengan autsim,
peneliti tidak mengetahui bagaimana deskripsi mekanisme tersebut. Adanya disorganisasi
laminar dapat menyebabkan gangguan migrasi sehingga terjadi kegagal sel untuk meraih
tujuan dan terjadi akumulasi dari tersebut pada area terdekat, seperti yang dilihat berdasarkan
model penelitian menggunakan tikus. Selain itu, patch dapat penunjukkan adanya perubahan
de novo pada awal proses perkembangan saraf, terutama akibat sekuensi gen atau status
peigenetic, yang terdapat pada bagian patch dari sel progenitor yang terlibat di bagian lainnya
yang tidak terpengaruh dengan sel progenitor. Untuk menguji model ini, analisis
dengantarget area yang leibh luas dari jaringan neurocortical harus didapatkan dari anak
dengan austim, dan profil ekspresi dari area tersebut dengan patch ortikal harus dibandingkan
dengan area tanpa patch.
Walaupun peneliti tidak memilih endofenotip spesifik klinis, peneliti menemukan adanya
patch kortikal patologis pada 10 dari 11 sampel kasus (91%) dan 1 dari 11 sampel kontrol
(9%). Karena peneliti hanya mengambil sampel dari bagian kecil korteks namun patch dapat
terlihat pada setiap sampel kasus, penjelasan yang paling sesuai untuk patch patologis
menyebar pada bagian korteks prefrontal dan temporal pada anak dengan austism. Adanya
fenotip heterogenitas dalam atusim, dan gambaran patologis yang seusai pada kebanyakan
aksus juga tidak diharapkan. Namun, gambaran yang terdapat pada penelitian ini dapat
menjelaskan beberapa heterogenitas dari autsim: disorganisasi patch pada lokasi yang
berbeda dapat menggangu sistem fungsional pada korteks prefrontal dan temporal dan
berpengaruh terhadap gejala tertentu, respon terhadap pengobatan, dan outcome klinis. Dari
model ini, observasi dari patch pada salah satu sampel kontrol dapat menegakkan
kemungkinan terdapatnya subclinical patch phenotype
Peneliti memantau patch yang mengalami kelainan dengan ekspresi marker spesifik untuk
menilai microglia atau astroglua,, temuan ini menunjukkan bahwa kurangnya sinyal dari
insitu tidak disebabkan oleh jaringan nonspesifik atau proses artifact yang melibatkan
integritas pesan RNA pada umumnya, Post hoe RT PCR dipandu dengan in situ hybrdization
untuk memastikan temuan awal dari daerah patch pada area yang diharapkan menunjukkan
adanya penurunan kuantitatif dari sinyal dibandingkan arifact sebelum proses perkembangan.
Kekautan dari colorimteric in situ hybridization yang diguakan pada penelitian adalah
kurangnya reprodksi label diantara panel gen dan tingkat sensitifitas dari metode ini dalam
labeling soma dari ekpresi sel kurang untuk bagian jaringan yang menebal. Platform ini
digunakan untuk pemetaan genom dari distribusi transkrip dari otak tikus, dan analisis target
dari jaringan otak diadapatkan dari primata non-manusia dan dari manusia (www.brain-
map.org). Rancangan penelitian ini memberikan informasi untuk pengetahuan terkait ekspresi
cell-type spesific gene dan diuji utuk spesifitas yang serupa pada gen yang ada pada otak
anak-anak. Walaupun in situ hybridization bersifat semiquantitatif, peneliti dapat
mengidentifikasi perbedaan focal pada distribusi seluler (lamiar) dan pengurangan dari
tingkat ekspresi gen terutama pada area kortikel. Peneliti menyarankan untuk berhati-hati
dalam menilai area non-patch sebagai normatif untuk korteks autsim, karena penelitian
sebelumya menunjukkan adanya gambaran patologis yang luas (jumlah neuron yang sangat
bayak) pada korteks prefrontal pada anak dengan autsim.
Walaupun sampel penelitian ini tergolong kecil dibandingkan dengan penelitian postmortem
pada orang dewaa, penelitian ini merupakan penelitian yang terbesar dalam pemeriskaan otak
anak dengan autsim. Penelitian ini tidak terbatas dari kualitas aringan, karena blok beku
didapatkan dari setiap pasien dievaluas dan dipilih dengan integritas RNA tinggi sebelum
dibagi dan diwarnai dengan in situ hybridization. Itepretasi tidak menunjukkan adanya
permasalahl patch patologis cortical yang terdapat pada anak laki-laki dan perempuan
dihubungkan dengan fungsi tinggi dan rendah anak, serta terkait penyebabkematian atau
interval postmortem. Dua anak dengan austim tidak mempunyai riwayat kompikasi medis
dan empunyai defek patch yang lebih ringan. Pasien 21, anak autsim yang tidak terdeteksi
patch, merupakan satu-satunya anak dengan riwayat kejang, dan Pasien 16 mengalami
pemaran utero terhadap cocaine dan heroin, dan mempunyai gambaran patch ringan (Tabel
S2 dalam Supplementary Appendix). Se lain itu, riwayat perkembangan penatal dan perinatal
tidak tidak dinilai dan tidak dikaitkan dengan prematuritas
Sebagai keismpulan, peneliti menemukan adanya patch pada disorgnanisasi cortex pada
kebanyakan sampel postmortem yang didapatkan dari anak-anak dengan austim yang
diperiksa. Patch ini terjadi pada area yang menyebabkan gangguan fungsi pada autism yaitu
melibatkan fungsi sosial, emosional, komunikasi, dan bahasa. Kelainan ini dapat menjadi
gambaran perke bangan neuropatologis yang menyebabkan autsi dan dapat menyebabkan
disregulasi dari pembentukan lapisan dan layer-spesific neuronal differentiation pada masa
perkembagnan prenatal.

You might also like