You are on page 1of 9

2.

5 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak
seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor
amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan
mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron
korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara
mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron-neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan
neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari
protein tau. Dalam Sistem Saraf Pusat, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen
penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau,
secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang
sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam
cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein
prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan
dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh
protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa
larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel glia yang akhirnya membentuk fibril
fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang
utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan
intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya
neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada
AD. Secara neurokimia kelainan pada otak

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
I. Identitas Klien:
Sumber informasi : Keluaga
Tempat/tanggal lahir : isi sesuai dengan identitas pasien
Umur : paling sering terjadi pada usia >60 tahun
Agama : isi sesuai dengan identitas pasien
Jenis kelamin : kebanyakan terjadi pada wanita
Pekerjaan :kebanyakan yang kontak dengan aluminium, merkuri
Bahasa yang dimengerti : isi sesuai dengan identitas pasien
Diagnosa medis : Alzheimer

II. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama:
Biasanya pasien datang ke rumah sakit sudah karena adanya komplikasi
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluarga atau orang terdekat melaporkan bahwa pasien memperlihatkan penurunan daya ingat
ringan, tidak tertarik pada lingkungan, kurangnya perhatian
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa
meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh
orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas.Diperkirakan 10-30
% klien Alzheimer menunjukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer
familiar (FAD)
Genogram:


alzheimer


alzheimer



III. Pengkajian Saat Ini (Pola Fungsional Kesehatan):
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Gejala : Perlu bantuan/tergntung pada orang lain
Tanda :
a. Tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk.
b. Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk buang air atau
tidak dapat menemukan kamar mandi.
c. Kurang berminat atau lupa tentang waktu makan; ketergantungan pada orang lain untuk
memasak makanan dan menyiapkannya di meja, makan dan menggunakan alat makan.
2. Pola nutrisi/metabolik
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia (merupakan faktor predisposisi). Perubahan dalam
pengecapan, napsu makan, mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan. Kehilangan
berat badan
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah. Menghindari atau menolak makan (mungkin
mencoba menyembunyikan keterampilan). Tampak semakin kurus (tahap lanjut)
3. Pola eliminasi
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus otot)
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung kostipasi/impaksi dengan diare.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pada siang hari penderita diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas
olah raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam.
5. Pola tidur dan istirahat
Gejala : merasa lelah
Tanda : siang malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur. Letargi: penurunan
minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa
yang dibaca/mengikuti acara program televisi
6. Pola persepsi-kognisi
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutam perubahan kognitif, dan atau gambaran
yang kabur, diare, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. Adanya keluhan dalam penurunan
kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan tingkah laku.
Tanda : Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia; kesuliatan dalam menemukan kata-kata yang
benar ( terutam kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan subtansi kata yang
tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
7. Pola persepsi diri-konsep diri
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi atau orang khayalan.
Tanda :
a. menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban
mungkin juga tangan membuka buku tanpa membacanya ).
b. Duduk dan menonton yang lain
c. Aktivitas utama mungkin menumpuk benda tidak bergerak, gerakan berulang ( melipat-membuka
liputan-melipat kembali kain ), menyembunyikan barang-barang, atau berjalan-jalan.
d. Emosi labil : mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya; perubahan alam perasaan (apatis,
letargi, gelisah, lapang pandang sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba diungkapkan (reaksi
katastrofik);depresif yang kuat delusi; paranoia lengket pada orang.
8. Pola seksualitas-reproduksi
Gejala : Kelainan seksual dalam keadaan kebingungan dan kesepian
Tanda : dapat merasakan kenyamanan dan kepuasan dengan bunyi dengkur berirama, basahnya
lidah hewan peliharaan. Penyakit alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman.
9. Pola peran hubungan
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan, Faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan
individu yang muncul mengubah pola tingkah laku.
Tanda : kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat.
10. Pola manajemen koping-stress
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin menjadi faktor prediosposisi/faktor
akselerasi), Trauma kecelakaan (jatuh, luka bakar, dan sebagainya)
Tanda : Ekimosis, laserasi. Rasa bermusuhan atau menyerang orang lain.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Gejala : kepikunan atau kemunduran dalam berfikir merupakan hal yang wajar yang dialami oleh
mereka yang memasuki usia lanjut.
Tanda : membiarkan orang lanjut usia dengan keadan demikian (pikun)
IV. Pemeriksaan Fisik:
Per sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien
1. Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses
senilisme.Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi,hipotensi,dan penurunan frekuensi
pernapasan.
a. B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2) Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4) Auskultasi, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada
pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian
pada sistem lainnya.
1) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada
perubahan status kognitif klien.
3) Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori,
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
a) Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia
lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c) Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d) Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f) Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan
aliran darah regional
g) Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status
kognitif
h) Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera
pengecapan normal
5) Pengkajian sistem Motorik
a) Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi
motorik secara umum.
b) Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode
pemeriksaan.
c) Pengkajian Refleks. Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks
postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan
dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan
(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
6) Pengkajian Sistem sensorik.
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi
sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang
dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
d. B4 (Bladder)
Beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya.Penurunan refleks kandung kemih yang
bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan
e. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif konstipasi
f. B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari

4.2 Diagnosa

4.2.1 risiko cidera berhubungan dengan Resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
4.2.2 Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
sensori, mudah lupa
4.2.3 Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
4.2.4 Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah
tersinggung, kurang percaya diri)
4.2.5 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi,
penurunan kemampuan mengatasi masalah)
4.2.6 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah,
perubahan intelektual
4.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.



4.3 Perencanaan
NO Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 risiko cidera berhubungan dengan Resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
Pasien tidak mengalami trauma Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan
mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.
1. Kaji derajat kemampuan munculnya tingkah laku yang membahayakan
2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
3. Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya
4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu
5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat ,misalnya seperti tanda hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal.
6. Hindari penggunan restrain secara terus menerus.
7. Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut
1. Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan yang membahayakan
2. bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan yang dasar
3. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan
perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.
4. Perlambatan proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh.
Hipotalamus dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa kedinginan.
5. Pasien mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin diperlukan untuk mengurangi
gangguan.
6. Membahayan individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial.
7. Dapat meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada pasien lansia (berhubungan dengan
penurunan kalsium tulang)

2 Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
sensori, mudah lupa Pasien diharapkan tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
1. Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang
2. Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai
3. Klien dapat mengubah pola asupan yang benar 1. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai
kebutuhan makan
2. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu
3. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
4. Hindari makanan yang terlalu panas
1. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
2. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi
3. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
4. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan


3 Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible gangguan proses
pikir pasien tidak bertambah buruk Klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah
laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan
1. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu,
rentang perhatian dan kemampuan berpikir
2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
3. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
4. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
5. Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana.
Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
1. Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan
terhadap intervensi.
2. Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
3. Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan
persepsi.
4. Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
5. Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu.

4 Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah
tersinggung, kurang percaya diri)
diharapkan klien mampu melakukan interaksi social klien mampu berinteraksi dengan orang
disekitarnya dengan baik
1. Beri individu hubungan suportif.
2. Bantu mengidentifikasi alternative tindakan.
3. Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
4. Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan.
1. individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
2. klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
3. klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.
4. Dukungan keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.

5 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi,
penurunan kemampuan mengatasi masalah)
diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil Pasien mampu
Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi
1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
2. Gunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari
komunikasi yang disampaikan.
1. Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
2. Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi miskomunikasi.

6 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah,
perubahan intelektual
Pasien diharapkan mampu melakukan koping individu menjadi efektif Pasien Mampu menyatakan
atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
2. Dukung kemampuan koping
3. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh
4. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya
semaksimal mungkin
5. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
1. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
2. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit.
3. Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Klien
dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)
4. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
5. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.

7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik
Diharapkanpasien akan mendapat perilaku peningkatan pemenuhan perawatan diri klien tampak
bersih dan segar.
1. Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik; apatis/depresi atau
temperatur ruangan.
2. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan
perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.
3. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan kemampuan ADL dalam skala 0 4.
4. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat
klien agar mampu sendiri mengambilnya.
5. Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal pispot. Antarkan ke
kamar mandi bila kondisi memungkinkan.
6. Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
1. Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi
2. Sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan.
3. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
4. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
5. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengososngan
kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
6. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi




4.4 Pelaksanaan dan Evaluasi
Pelaksanaan dapat dituliskan sesuai dengan intervensi yang ada. Dan memastikan intevensi telah
atau belum dilaksanakan. Evaluasi yang munkin perlu diperhatikan antara lain:
1. Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal
2. Memperlihatkan penurunan dalam perilaku yang bingung
3. Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
4. Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
5. Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
6. Menunjukan peningkatan kemempuan untuk memahami pesan
7. Menunjukkan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal
8. Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang diperkirakan.
9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi
10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur
11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari
12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan













BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang.
Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan
perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua
Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-
sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan
penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum
diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan
fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel
filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita
sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan
penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin,
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini
mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel
tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan
berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.
5.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengerti,
memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya mampu
melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi penyakit alzheimer ini. Selain
itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali kembali informasi tentang hal yang terkait
dengan itu untuk mengetahui dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.

You might also like