You are on page 1of 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang
Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang ini telah mengalami
perubahan dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang ilmu dan
teknologi yang secara tidak langsung banyak memberikan perubahan
terhadap pola hidup masyarakat. Perubahan tehnologi yang lebih
terlihat pada saat ini adalah tehnologi di bidang transportasi.
Perusahaan-perusahaan kendaraan bermotor saling berlomba-lomba
memberikan karya terbaiknya. Meningkatnya tehnologi di bidang
transportasi akan dapat meningkatkan intensitas kecelakaan.
Kecelakaan merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia (Dephub,
2010). Selain kematian kecelakaan dapat menimbulkan dampak lain
yaitu fraktur yang dapat menjadikan kecacatan. Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Sebagian besar fraktur dapat disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran
penekukan, pemuntiran atau penarikan (Smeltzer, 2001).
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan usia lanjut (usila)
prevalensi cenderung lebih banyak lagi terjadi pada wanita
berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka
kejadian atau insiden fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang paling
sering terjadi adalah fraktur femur, yang termasuk dalam kelompok
tiga besar kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan
tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor at au mobil.

2



Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada
setiap 10.000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2002). Sedangkan di
Indonesia dari data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis
Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI), pada tahun 2006 dari 1690 kasus
kecelakaan lalu lintas, ternyata yang mengalami fraktur femur 249
kasus atau 14,7 % (Isbagio, 1997). Sedangkan berdasarkan data dari
RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2011 adalah 178 orang.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas. Pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local,
dan perubahan warna. Kehilangan fungsi tubuh permanen merupakan
kondisi yang ditakuti pasien fraktur(Smeltzer, 2002). Fraktur juga
dapat menimbulkan kecacatan fisik, sehingga kegawatan fraktur
diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari
kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap
melalui mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion
(ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
unt uk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Melakukan mobilisasi sedini mungkin dapat mencegah berbagai
komplikasi seperti nyeri karena tekanan, kontraktur, tromboplebitis,
dekubitus, sehingga penting dilakukan rutin dan kontinu (Hudak &
Gallo, 1996). Menurut Oldmeadow et al (2006) mobilisasi dini
dianjurkan segera pada 48 jam pasien paska operasi fraktur.
Sebagian besar pasien di rumah sakit yang harus menjalani
imobilisasi, pasien harus tirah baring karena terapi atau karena
penyakit yang di derita. Salah satunya pasien yang menjalani paska
operasi. Hampir semua jenis pembedahan, setelah 24-48 jam pertama
paska bedah, pasien dianjurkan untuk segera meninggalkan tempat
3



tidur atau melakukan mobilisasi (Kozier et al, 1995). Menurut kozier
& erb (1987) faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini adalah kondisi
kesehatan pasien, nutrisi, emosi, situasi dan keadaan, keyakinan dan
nilai, gaya hidup an pengetahuan. Menurut Brunner & Suddarth (2002)
mobilisasi dini ditentukan oleh tingkat aktivit as fisik pasien yang
lazim, kestabilan system kardiovaskuler dan neuromuskuler pasien
menjadi factor penentu dalam kemajuan langkah yang diikuti dengan
mobilisasi pasien.
Dalam penelitian Yanti (2009) dengan judul analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska
operasi ekstremitas bawah di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan.
Hasil penelitian analisis uji regresi logistik menunjukan terdapat
pengaruh yang signifikan antara faktor kondisi kesehatan pasien; Hb
terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (P=0,026<0,005) dan
faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana
(p=0,029<0,005). Sedangkan faktor kondisi kesehatan, suhu,
pernafasan dan nyeri, faktor emosi, faktor gaya hidup dan pengetahuan
tidak terdapat pengaruh signifikan.
Berdasarkan data yang tertera diatas, peneliti sangat tertarik untuk
meneliti apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
mobilisasi dini pasien pada pasien post operasi fraktur di ruang bedah lantai 4
dan 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.

I.2 Rumusan masalah
Banyak pasien di rumah sakit yang harus menjalani imobilisasi,
apakah harus tirah baring karena terapi atau karena penyakit yang di
derita. Salah satunya adalah pasien yang menjalani paska operasi.
Padahal hampir semua jenis pembedahan, setelah 24-48 jam pertama
paska bedah, pasien di anjurkan untuk segera meninggalkan tempat
tidur dan melakukan mobilisasi. Berdasarkan data dari Departemen
4



Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami
kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang
berbeda, dari hasil survey tim depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur
yang mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress
psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami
kesembuhan dengan baik. Respon cemas (ansietas) adalah reaksi normal
terhadap ancaman stress dan bahaya.
Secara spesifik, peneliti dapat membuat pertanyaan penelitian sebagai
berikut: adakah hubungan kondisi kesehatan, emosi, dukungan sosial, gaya
hidup dan pengetahuan terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien
paska operasi fraktur.

I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan Umum:
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operasi fraktur di
ruang bedah lantai 4, 5 dan 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
I.3.2 Tujuan Khusus:
1. Untuk mengidentifikasi Karakteristik responden( usia, jenis
kelamin, pendidikan).
2. Mengetahui hubungan kondisi kesehatan terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini terhadap pasien paska operasi fraktur di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
3. Mengetahui hubungan emosi pasien terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini terhadap pasien paska operasi fraktur di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
4. Mengetahui hubungan dukungan sosial terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini terhadap pasien paska operasi fraktur di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
5



5. Mengetahui hubungan gaya hidup terhadap terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini terhadap pasien paska operasi fraktur di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
6. Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap terhadap
pelaksanaan mobilisasi dini terhadap pasien paska operasi fraktur
di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.

I.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Perawat dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien
post operasi fraktur.
I.4.2 Bagi Institusi
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pember ian
pelayanan kesehatan berkaitan dengan dilakukannya
mobilisasi secara dini pada pasien post operasi fraktur .
2. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi institusi
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dalam
penanganan kasus fraktur dalam hal pelaksanaan mobilisasi dini.
I.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberi informasi atau gambaran untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.
I.4.4 Bagi Penulis
Hasil penelitian ini Dapat menjadi pengalaman belajar dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis khususnya dalam
bidang penelitian.



6



I.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada pasien dengan post operasi
fraktur di ruang bedah lantai 4, 5 dan 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
(RSPAD) Gatot Subroto Jakarta Pusat.

You might also like