You are on page 1of 12

1

Avian Influenza / AI (Flu Burung)


a. Pendahuluan
Merupakan suatu jenis virus influenza tipe A yang dapat menyerang unggas dan
terkadang manusia. Influenza Virus, strain H5N1 (H=Hemagglutinin; N=neuraminidase).
Flu Burung (Avian Influenza/ AI) selain menyebabkan kerugian ekonomis juga berdampak
terhadap kehilangan nyawa pada manusia, sehingga penyakit flu burung dikelompokkan pada
penyakit kategori I. yaitu penyakit strategis, Flu Burung yang sering dikenal juga dengan
istilah Fowl plaque merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang berbagai unggas, termasuk unggas darat maupun air. Pada unggas air, virus
tersebut sudah beradaptasi dengan inangnya, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Unggas
air, seperti bangau, belibis dan bebek liar merupakan reservoir alamiah bagi virus AI. Unggas
domestik, seperti ayam dan kalkun sangat rentan terhadap virus AI.

b. Etiologi
Virus influenza merupakan virus RNA yang memiliki sifat mudah mengalami perubahan,
tergolong dalam Famili Orthomyxoviridae dengan genus Ortho-myxovirus. Virus ini
memiliki beberapa tipe, antara lain : A, B dan C. Tipe A menyerang unggas, manusia, babi,
kuda dan mamalia lain. Sedangkan tipe B dan C hanya menyerang manusia. Virus memiliki
amplop yang mengandung dua bagian penting pada permukaan antigen dan menentukan sifat
patogenitas virus. Bagian tersebut adalah hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).
Dikenal 15 macam hemaglutinin dan 9 macam neuraminidase, sehingga dari kombinasi
keduanya bisa terbentuk lebih dari 100 strain viruis. Pada Tipe A sudah dikenal antara lain :
H1N1, H5N1, H3N2. Virus influenza yang terganas sepanjang sejarah adalah H1N1 yang
telah menyebabkan kematian jutaan manusia, terjadi pada tahun 1918 dan dikenal sebagai
wabah Spanish Flu. Pada umumnya virus influenza memiliki hospes (inang) yang spesifik (
specific host). Hal ini berarti bahwa virus yang menginfeksi burung tidak akan menginfeksi
manusia, dan sebaliknya. Namun perlu diketaui bahwa virus influenza mudah mengalami
perubahan, sebagai akibat mutasi gen. Perubahan sifat pada virus influenza dapat berupa
antigenic shift, yaitu perubahan sebagai akibat akumulasi mutasi pada genomnya. Bisa
juga berupa antigenic drift, yaitu persilangan genom antara virus influenza tipe yang
berbeda. Virus H5N1 merupakan contoh virus hasil perubahan antigenic drift, yaitu
persilangan antara genom virus penginfeksi burung dengan virus penginfeksi manusia,
sehingga H5N1 b bisa menyerang burung maupun mamalia, termasuk manusia. Babi bisa
bertindak sebagai perantara (mixing vessel) antara virus dari jenis yang berbeda ini. Hasil
2

penelitian menunjukkan bahwa passage virus Flu Burung (AI) pada babi menghasilkan virus
influenza yamg mirip dengan influenza pada manusia. Hal ini berarti bahwa babi memegang
peran penting sebagai media perubahan antigenic drift. Perilaku virus AI, perlu dipelajari
secara mendalam guna penentuan metode pengendalian penyakit, pada ternak maupun
manusia baik upaya pencegahan. Maupun pengobatannya, Meskipun virus tidak bisa mati
oleh antibiotik, namun upaya untuk mencegah infeksi sekunder bakteri pada penyakit virus
perlu diupayakan guna mempertahankan kondisi tubuh. Sifat-sifat virus AI pada unggas,
antara lain menggumpalkan/memecah eritrosit unggas, peka terhadap faktor-faktor
lingkungan, seperti : panas, pH yang ekstrim, kondisi non isotonis, kering. Virus mati pada
pemanasan 60 derajat celcius selama 30 menit dan 56 derajat Celcius selama 3 jam. Peka
terhadap pelarut lemak, seperti deterjen, peka juga terhadap desinfektan, antara lain formalin,
- propiolakton, cairan yang mengandung iodine, eter, larutan asam, ion ammonium, dan
klorida. Tahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 derajat Celciusdan 30 hari pada 0
derajat Celcius. Tahan hidup dalam kotoran ayam (feses) dan bahanbahan organik. Pada suhu
20 derajat Celcius tahan 1 minggu dan pada suhu 4 derajat Celcius tahan lebih lama lagi.
Tahan beberapa lama (30 -35 hari) dalam tubuh unggas. Virus banyak terkandung dalam
sektreta dari hidung dan mata serta ekskreta feses. Sifat-sifat virus:
a. Virus AI dapat bertahan untuk waktu lama dalam kotoran ayam dan air selama 32 hari.
b. Sifat virus sangat labil, mudah berubah bentuk dan tidak ganas menjadi ganas dan
sebaliknya.
c. Virus AI akan mati sediaan alkohol 70% ammonium kuatener, chlorin, formalin 2-5%,
iodoform kompleks (iodines), senyawa fenol dan natrium/kalium hipoklorit.
Kelemahan virus tersebut adalah tidak tahan panas. Pada daging akan mati pada suhu 80
0
C
selama 1 menit. Pada telur akan mati pada suhu 64
0
C selama 4,5 menit. (Deptan RI, 2005)

c. Epidemiologi
Secara umum virus influenza bertipe A, B dan C. Virus influenza tipe A dapat menginfeksi
manusia, kuda, babi, anjing laut, ikan paus, unggas dan beberapa hewan lainnya. Namun
burung liar dipercaya sebagai tempat alamiah virus tersebut.Sedangkan virus influenza tipe B
dan C umumnya juga ditemukan pada manusia. Tidak seperti pada virus influenza tipe A, tipe
B dan C tidak diklasifikasi berdasarkan subtipenya. Virus influenza tipe B dapat
menyebabkan epidemic tapi tidak menyebabkan pandemic.Sedangkan tipe C hanya
3

menyebabkan sakit ringan pada manusia dan tidak dapat menyebabkan baik epidemic
ataupun pandemi.
Hanya virus influenza tipe A yang menyerang unggas. Sebagaimana sudah disebutkan diatas,
burung liar adalah tempat tinggal alamiah virus ini.Umumnya burung liar tersebut tidak sakit
meskipun mereka terinfeksi virus ini.Tetapi unggas yang dipelihara, seperti ayam ras, burung,
bebek atau kalkun dapat sakit parah atau bahkan mati karena terserang virus flu
burung.Penyakit pada unggas ini telah terdeteksi di Italia lebih dari 100 tahun yang lalu dan
kini telah menyebar ke seluruh dunia. Ada 15 jenis virus influenza yang dapat menginfeksi
unggas, dan yang terganas adalah subtype H5N7. Di Indonesia sendiri yang menyerang
adalah subtype H5N1, dimana unggas air yang bermigrasi adalah reservoir alami virus ini,
dan ayam terutama ayam ras adalah jenis unggas yang paling rentan terhadap virus ini.
Di beberapa negara Asia yang pernah diketahui terkena serangan virus mematikan ini
diantaranya Republik Korea,Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China,
Indonesia dan Pakistan. Disamping Asia, beberapa negara Eropa juga dilaporkan adanya
serangan virus ini yaitu di Turki dan Belanda.
Di Indonesia sendiri pada Januari 2004, beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali,
Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya
kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh
karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan
oleh virus flu burung (Avian influenza). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu
burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang
paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Sumber virus
diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
d. Patogenesis
Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI, yaitu (1) protein
hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus. Adanya cleavage site pada
protein HA akan meningkatkan sifat pathogen virus AI. Protein HA juga berperan dalam
proses infeksi virus ke dalam sel dengan cara berinteraksi secara langsung dengan reseptor di
permukaan sel hospes. Selain itu protein HA juga berfungsi dalam perpindahan virus dari
satu sel ke sel lain. Melalui cara akumulasi mutasi pada HA, maka virus AI bisa meningkat
daya penularannya. (2) Gen Nonstruktural Protein (gen NS). Keberadaan gen NS akan
menciptakan virus yang kebal terhadap dua faktor yang berkaitan dengan sistem imun tubuh,
4

yaitu interferon (IFN) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-), yang memiliki peran anti
virus. Hasil uji coba menunjukkan bahwa bahwa virus rekombinan yang memiliki NS yang
berasal dari virus pathogen, seperti H1N1 berhasil menghambat ekspresi gen yang diregulasi
oleh interferon.

Cara Penularan
Virus AI dikeluarkan oleh unggas penderita lewat cairan hidung, mata dan feses. Unggas
peka akan tertular bisa secara kontak langsung dengan ungga s penderita maupun secara tidak
langsung melalui udara yang tercemar oleh droplet yang dikeluarkan hidung dan mata atau
muntahan penderita. Tinja yang mongering dan hancur menjadi serbuk yang mencemari
udara yang terhirup oleh manusia atau hewan lain,kemungkinan juga merupakan cara
penularan yang efektif. Tinja, dan muntahan penderita yang mengandung virus seringkali
mencemari pakan, air minum, kandang dan peralatan kandang akan menularkan penyakit dari
unggas penderita ke unggas peka dalam satu flok kandang. Penularan virus dari peternakan
satu ke peternakan lain bisa melalui perantara, antara lain : manusia, pakaian, sepatu,
kendaraan dan burung liar. Tidak ada indikasi penularan AI secara vertikal, dari induk kepada
keturunannya. Virus bisa terkandung dalam telur dari ayam induk pembibit yang terinfeksi,
namun embrio akan mati sebelum menetas. Belum ada indikasi pula virus AI menular dari
manusia ke manusia, tetapi tetap harus waspada, karena bisa terjadi perubahan sifat virus
secara antigenic drift dalam tubuh babi sebagai mixing vessel, sehingga virus H5N1 bisa
menginfeksi manusia maupun burung. Kasus manusia terinfeksi AI cukup kecil, hanya
terbatas pada orang-orang yang bersinggungan langsung dengan unggas penderita. Kelompok
rawan terinfeksi, antara lain : pekerja di peternakan ayam atau unggas domestik lain, Rumah
Potong Ayam (RPA), pengangkut (sopir) distribusi ayam.Tidak ada bukti manusia tertular
oleh virus AI karena makan daging atau telur ayam yang telah dimasak, karena virus mati
pada pemanasan jauh di bawah suhu mendidih. Sehingga tidak perlu takut mengkonsumsi
daging dan telur ayam perlu disosialisasikan secara besar-besaran oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, semua pihak terkait kepada masyarakat luas, karena sumber pangan
protein hewani yang bisa mencerdaskan kehidupan bangsa dan terjangkau harganya oleh
masyarakat adalah produk unggas.
Masa Inkubasi
Pada ayam, masa inkubasi virus, yaitu saat virus masuk ke tubuh sampai timbul gejala
membutuhkan beberapa jam sampai dengan 3 hari dalam satu individu dan 14 hari dalam satu
flok. Hal ini tergantung pada barbagai faktor , antara lain ; jumlah dan patogenitas virus yang
5

menginfeksi, jenis spesies yang terinfeksi, kemampuan deteksi gejala klinis. Pada manusia,
inkubasi virus membutuhkan 1- 3 hari, tergantung umur, kekebalan dan kondisi individu.
Pada umumnya kasus terjadi pada anak-anak karena sistim kekebalan pada anak belum
berkembang sempurna.

e. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang bisa dikenali pada unggas penderita AI, antara lain jengger dan kulit yang
tidak berbulu berwarna biru (sianosis). Beberapa kasus mati mendadak, tanpa gejala klinis.
Terjadi abnormalitas pada sistim pernapasan, pencernaan dan syaraf serta reproduksi. Pada
gejala awal ditemukan adanya penurunan nafsu makan, lemah, penurunan produksi telur,
gangguan pernapasan berupa batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi (leleran mata
berlebih), bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada muka dan kaki, terlihat kaki
kemerahan, seperti bekas kerokan. Gejala diare sering juga ditemukan. Gejala-gejala tersebut
bisa muncul secara sendiri atau gabungan. Gejala klinis pada manusia penderita AI, antara
lain adalah penderita mengalami demam (38C), sakit tenggorokan, batuk, beringus, infeksi
mata, nyeri otot, sakit kepala, lemas dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat
dengan terjadinya peradangan paru-paru (pneumonia) dan kematian. Perlu waspada jika
kejadian influenza terjadi pada manusia yang kira-kira 7 hari terakhir telah kontak dengan
unggas dan unggas tersebut sakit atau mati dengan gejala klinis mengarah pada penyakit flu
burung.
Perubahan Pasca Mati
Gambaran pasca mati bervariasi, tergantung tingkat keparahan penyakit dan patogenitas
virus. Pada infeksi ringan, terjadi lesi ringan berupa peradangan pada sinus, edema trakhea
disertai eksudat cair sampai kental. Kantong udara menebal dengan eksudat berfibrin sampai
perkejuan, peritonitis, enteritis dan eksudat pada oviduk. Pada infeksi virus yang sangat
patogen, gejala klinis tidak jelas, karena ternak mati mendadak sebelum lesi berkembang.
Pada kasus lain, bisa terjadi perubahan yang mencolok, antara lain : kongesti, hemoragi dan
penimbunan cairan dalam rongga perut serta kerusakan (nekrosis) pada berbagai organ
dalam. Pada Kasus-kasus infeksi virus H7N7, H5N3, H5N1, H5N9 dan H5N2 terlihat
beberapa perubahan, seperti edema pada kepala, bengkak pada sinus, sianosis, kongesti,
hemoragi pada pial, jengger dan kaki. Kongesti paru-paru dan hemoragi organ dalam yang
lain. Ptekie pada lemak abdominal dan organ dalam yang lain. Hati pucat dan rapuh, lendir
dalam sinus dan rongga mulut berlebihan, edema dan hemoragi pada otak. Gambar 3.
Kongesti trakhea akut pada Ayam penderita AI (Qureshi, 2001)
6


f. Diagnosis
1. Pada unggas
Pada virus yang patogen biasanya gejala klinis akan tampak menonjol dan cukup untuk dasar
peneguhan diagnosis. Uji serologis dengan Blood Rapid Test (uji darah cepat) terhadap virus
AI, meskipun hasilnya tidak terlalu tepat dan deteksi antigenmelalui HI, IF, atau IFA, deteksi
antibodi dengan ELISA yang bisa dilakukan antara
hari ke 7-10 post infeksi. Diagnosis banding penyakit AI antara lain adalah ND, infeksi
paramyxovirus yang lain, coryza, mikoplasmosis (CRD), fowl cholera yang akut.
2. Pada Manusia
Pada manusia, pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain adalah pemeriksaan
darah, usap tenggorokan, kadar hemoglobin, jumlah leukosit total dan masing-masing jenis
leukosit, trombosit, laju endap darah. Pemeriksaan radiologi, foto thoraks untuk mengetahui
adanya pneumonia. Pemeriksaan secara lengkap bisa merujuk ke RSPI ( Rumah Sakit
Penyakit Infeksi) di Jakarta. Kasus dinyatakan positif flu burung, apabila memenuhi beberapa
kriteria, yaitu hasil biakan virus positif influenza A (H5N1) atau hasil dengan pemeriksaan
PCR positif untuk influenza H5 atau adanya peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >
4 kali dan hasil deteksi dengan IFA positif untuk antigen H5.

f. Penatalaksanaan
Pada burung, pengobatan tidak efektif. Upaya pemberian antibiotik dan multivitamin bisa
dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Penggunaan interferon amantadin
pada kasus influenza pada puyuh dan kalkun di Italia berhasil menurunkan angka kematian
hingga 50 persen. Pada manusia pengobatan bisa dilakukan dengan dua kelompok obat anti
virus, yaitu : (1) kelompok ion channel blocker, yang bersifat memblokir aktivitas ion
channel dari virus influenza tipe A, sehingga aliran ion hidrogen diblokir dan virus gagal
melakukan perkembangbiakan. Termasuk dalam kelompok ini adalah : amantadine dan
rimantadine. (2) Neuraminidase inhibitor, yang menghambat virus masuk ke dalam sel dan
teragregasi di permuakaan sel saja dan tidak bisa pindah ke sel lain. Pemberian amantadine
adalah 48 jam pertama selama 3 5 hari, dengan dosis 5 mg/kg BB per hari dibagi dalam 2
dosis, Apabila berat badannya lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.

g. Pencegahan
7

Diperlukan kontrol yang ketat dan tindakan pencegahan penyakit untuk menekan kejadian
penyakit AI dan penularan AI ke manusia. Kontrol dan tindakan pencegahan yang penting
dilakukan secara rinci dijelaskan di bawah ini.
1. Sanitasi
Menghindari kontak dengan ternak penderita dan bahan-bahan yang terkontaminasi tinja dan
sekret unggas serta reservoir virus, dengan beberapa langkah, yaitu alat-alat yang digunakan
dalam peternakan dibersihkan, dicuci dengan deterjen dan didesinfeksi. Di lingkungan
kandang peternakan, desinfektan yang bisa digunakan berupa campuran Kalium
Permanganat (KMnO4), dengan formalin. Hal ini dilakukan pada kandang yang tertutup
rapat, dengan cara mencampur 7 gram KMnO4 dengan 14 ml formalin untuk tiap 1 meter
kubik kandang. Pada saat desinfeksi, suhu ruangan harus tidak lebih dari 15 derajat Celcius,
kelembaban relative 60 sampai dengan 80 persen. Bejana diisi lebih dahulu dengan KMnO4,
ditambah larutan formalin, pintu dan ventilasi ditutup rapat selama 7 jam, sehingga desinfeksi
akan sempurna. Setelah selesai, pintu dan ventilasi kembali dibuka agar udara segar masuk
dan menghilangkan bau tak sedap. Kaporit 5% juga sering digunakan untuk menyemprot
kandang dan kerangka
sarang, tempat pakan dan kendaraaan. Untuk sterilisasi alat-alat dan meja kerja di pabrik
pakan, RPH dan pengolahan daging sering digunakan sodium hipoklorida (NaOCl) yang
dengan cepat membunuh virus dan tidak menimbulkan residu atau bau tidak sedap. Cairan
soda kostik 94% yang dicampur air dan dipanaskan menjadi larutan 1% sampai 2%
digunakan untuk mencuci hamakan lantai, dinding kandang, RPA, pabrik pengolahan pakan,
kendaraan. Setelah 6 -12 jam obat disemprotkan, dibersihkan dengan air bersih. Kandang dan
tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan dsn setiap orang yang berhubungan
dengan bahan yang berasal dari saluran pencernaan unggas harus menggunakan pelindung
berupa masker dan kacamata renang. Mengkonsumsi daging dan telur yang dimasak sampai
matang sempurna. Virus AI peka terhadap panas, pada suhu 70 derajat Celsius mati selama 2
sampai dengan 10 menit. Tidak perlu panik, daging unggas, telur dan produk olahan yang
sudah matang serta dijual dipasar boleh dikonsumsi. Melaksanakan kebersihan lingkungan
dan kebersihan diri dengan cara mandi setelah bekerja bagi kelompok rawan. Pembatasan
import ayam dari negara-negara wabah, seperti Thailand, Hongkondan Vietnam dan
dilakukan pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi. Meningkatkan pemantauan epidemik
terhadap burung migran guna menemukan sumber asal wabah flu burung, seperti beberapa
pulau : Pulau Rakit Utara, Gosong dan rakit Selatan atau Pulau Biawak yang menjadi tempat
8

persinggahan burung dari Australia dan Eropa. Di pulaupulau tersebut jutaan ekor burung
tinggal dalam waktu cukup lama, 2 2,5 bulan, kawin dan berproduksi, menetaskan telur.
2. Vaksinasi
Vaksin unggas yang dibuat harus cocok dengan virus yang akan mewabah, karena vaksin
untuk infeksi sub tipe virus tertentu tidak efektif digunakan sebagai vaksin untuk infeksi sub
tipe virus lain. Oleh karena virus influenza mudah berubah sifat, maka sangat penting upaya
bisa memprediksi virus yang akan mewabah guna pembuatan vaksin. Hal ini tentunya
diperlukan tenaga ahli di bidang epidemiologi dan juga peralatan laboratorium yang
memadai. Unggas yang sehat yang berada sekitar 5 kilometer sekitar daerah wabah harus
divaksinasi darurat. Pada manusia, orang yang beresiko mendapat flu burung harus
mendapatkan pencegahan dengan oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 1 minggu.
Meskipun vaksinasi yang digunakan tidak efektif terhadap virus H5N1, namun akan
mengurangi resiko penyusunan ulang nateri genetik dari virus influenza manusia dan burung
di tubuh manusia, dengan kata lain akan mencegah pembentukan tipe baru virus influenza
yang lebih ganas. Kelompok individu yang dianjurkan vaksinasi menurut WHO adalah a)
semua orang yang kontak dengan ternak atau peternakan yang dicurigai atau diketahui
terkena virus AI (H5N1), khususnya orang yang melakukan kontak dengan hewan/ternak
yang terjangkit/mati akibat AI, orang-orang yang tinggal dan bekerja pada peternakan dimana
dilaporkan atau dicurigai terkena AI atau di tempat pemusnahan ternak penderita. (b) para
pekerja kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita H5N1 (c) jika jumlah vaksin memadai, maka para pekerja kesehatan dalam unit
gawat darurat di area terjangkit H5N1 pada unggas bisa diberikan.
3. Eliminasi
Eliminasi penyakit dilakukan dengan upaya karantina, pemotongan dan pemusnahan,
dekontaminasi, desinfeksi, yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di
Tiongkok, semua unggas dalam radius 3 kilometer di sekitar daerah wabah harus
dimusnahkan guna memberantas flu burung yang berbahaya.
4. Isolasi
Tindakan isolasi dilakukan dengan mencegah penularan dari flok unggas yang terinfeksi ke
flok lain, membatasi lalu lintas orang dan barang dari dan ke peternakan yang terinfeksi guna
mencegah penularan penyakit ke peternakan dan wilayah lain.

5. Biosekuritas
Biosekuritas merupakan hal yang utama dalam kontrol dan pencegahan penyakit AI.
9

Peran WHO dalam Penanganan Flu Burung di Indonesia dalam Sudut Pandang
Realisme
Kasus flu burung pertama kali ditemukan di Indonesia pada pada tahun 2005. Pada hari
senin, 19 september 2005, pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan Siti Fadilah
Supari menetapkan bahwa flu burung sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahun
tersebut 20 orang dinyatakan terinfeksi virus flu burung dan 13 diantaranya meninggal.
Selain melakukan berbagai tindakan pencegahan sendiri pemerintah juga telah menjalin
kerjasama dengan WHO sebagai badan resmi kesehatan internasional dalam penanganan
kasus ini.
WHO sebagai lembaga yang mempunyai otoritas kesehatan di seluruh dunia menyatakan
telah bertindak cepat dengan menerjunkan tim yang meneliti berbagai aspek penyebaran
kasus flu burung ini. WHO juga telah mengeluarkan berbagai petunjuk, guidelines, dan
prosedur dalam menyikapi munculnya kasus ini. Di Indonesia sendiri WHO
telah menyerahkan bantuan untuk Indonesia berupa 22 unit ambulans dan beasiswa bagi 48
mahasiswa untuk pelatihan field epidemoligy. Serta menjalin kerja sama dengan pemerintah
berupa pemberian bantuan berupa 36.000 boks Tamiflu, meningkatkan pengawasan,
manajemen terhadap serangan penyakit, dan menyiapkan Rumah Sakit yang siap siaga. Satu
lagi kerja sama yang ditawarkan WHO kepada pemerintah Indonesia, yakni WHO meminta
pemerintah Indonesia menyerahkan sampel virus flu burung yang menyerang masyarakat
guna kepentingan penelitian.
Namun pada prakteknya hubungan kerja sama pemerintah dan WHO tidaklah seharmonis
itu. Ketika pemerintah menetapkan terjadinya KLB pada kasus flu burung, ternyata hal ini
tanpa sepengetahuan WHO sebagai badan kesehatan intenasional. WHO dibuat terkejut
dengan pernyataan Menkes saat itu.
Selain itu permintaan WHO atas pengiriman sampel virus flu burung yang menyerang
orang dari Indonesia ternyata menimbulkan konflik antara Indonesia melalui Menteri
Kesehatan. Pada akhirnya diketahui ternyata sampel virus tersebut digunakan untuk
penelitian guna membuat anti virusnya. Yang menjadi masalah adalah bahwa ternyata anti
virus tersebut diperjualbelikan secara komersial kepada Negara-negara dengan harga
mencapai ratusan miliar dolar tanpa sepengetahuan Negara pengirim sampel virus dan tanpa
kompensasi kepada Negara bersangkutan. Hal ini jelas merugikan terutama apabila itu terjadi
kepada Negara miskin dan berkembang. Yang diuntungkan adalah Negara maju yang berada
di belakang WHO. Ketika masyarakat Negara miskin tersebut berada diantara hidup dan mati
10

karena terkena flu burung, pemerintahnya masih harus mengeluarkan uang guna membeli anti
virusnya yang mungkin saja sampel virus pembuatan antivirusnya berasal dari Negara itu
sendiri. Yang seharusnya Negara itu mendapat kompensasi, malah sebaliknya, mereka
mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Menteri kesehatan saat itu secara terang-terangan menyatakan menolak mengirimkan
sampel virus ke WHO karena tahu bahwa sampel tersebut akan dikirim ke Amerika Serikat
yang kemudian akan mengolah virus tersebut menjadi vaksin dan memperjualbelikannya
dengan harga yang tinggi kepada Negara-negara penderita flu burung tanpa memberikan
kompensasi kepada Indonesia sebagai Negara pengirim sampel. Dalam hal ini Indonesia
jelas sangat dirugikan. Oleh karena itu menkes menolak untuk mengirim lagi sampel virus
kepada WHO. Ditambah lagi, menkes menemukan fakta bahwa GISN (Global Influenza
Surveillance Network) memang benar-benar ada. Dengan dalih adanya GISN WHO meminta
Negara-negara untuk mengirimkan virus kepada WHO secara gratis. Padahal GISN tidak ada
didalam struktur WHO, mereka berada dibawah control Amerika Serikat. Jadi jika mau
diambil kesimpulan kasar, semua ini akan mengarah pada keuntungan AS sebagai Negara
adidaya.
Fakta lain menunjukkan pemerintah Indonesia telah berhasil menemukan vaksin
penangkal virus flu burung. Vaksin tersebut ditemukan dari hasil percobaan yang telah
dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Pada tanggal 22
Agustus 2011 Indonesia sendiri melalui Menkokesra bekerjasama dengan PT Bio Farma
siap memproduksi vaksin tersebut dengan adanya penyerahan seed vaccine H5N1 dari Unair
yakni A/Indonesia/Unair/2005. Keberhasilan Indonesia menemukan sendiri vaksin tersebut
bisa dijadikan bukti bahwa Indonesia tidak terlalu bergantung pada WHO dalam penanganan
kasus flu burung.
Berdasarkan pada dua fakta diatas, dapat dikatakan bahwa WHO sebagai organisasi
internasional tidak bisa mengontrol Indonesia. Pemerintah Indonesia mampu bergerak sendiri
dalam penanganan flu burung. Hal ini sesuai dengan teori realism.
Dalam teori realism, dinyatakan bahwa Negara tetap memiliki otoritas tertinggi,
organisasi internasional tidak memiliki control atas Negara. Indonesia memutuskan untuk
tidak megirimkan lagi sampel virus kepada WHO karena mengetahui adanya kecurangan
WHO dalam penggunaan virus tersebut. Ketika Indonesia sudah memutuskan untuk tidak
mengirim lagi virus tersebut, WHO tidak dapat melakukan apa-apa, WHO tidak dapat
memaksa Indonesia, karena otoritas tertinggi tetap ada di tangan pemerintah Indonesia.
11

Realis berpendapat bahwa organisasi internasional merupakan kepanjangan tangan dari
Negara-negara super power. Semua yang dilakukan organisasi merupakan perwujudan untuk
tercapainya kepentingan Negara tersebut. Seperti yang dinyatakan Menteri Kesehatan
Indonesia bahwa WHO mengatasnamakan GISN untuk meminta Negara-negara mengirimkan
sampel virus kepada WHO secara gratis. Sampel virus itu akan diteliti untuk menciptakan
antivirusnya yang mana selanjutnya antivirus itu akan dijual dengan harga yang sangat tinggi
kepada Negara penderita tanpa memberikan kompensasi kepada Negara asal sampel virus
yang dipakai untuk penelitian. Pada akhirnya diketahui bahwa ternyata GISN tidak ada dalam
dtruktur WHO. GISN hanyalah buatan Amerika Serikat. Ini berarti apa yang dilakukan WHO
dengan virus-virus tadi hanyalah untuk kepentingan AS. Artinya WHO bekerja untuk
kepentingan AS.
Prosedur penanganan pada berbagai tingkat pelayanan
Masyarakat bila mencurigai ada kasus flu burung melapor ke Puskesmas di daerah
domisilinya
Puskesmas melaporkan ke Dinkes Kabupaten/Kota setempat
Dinkes Kabupaten/Kota akan mengirim Tim Gerak Cepat(Tim Survailens
Epidemiologi/Tim Verifikasi KLB/Tim P2P & Sistem Informasi) untuk
memverifikasi laporan tersebut
Apabila berdasarkan hasil verifikasi diduga ada kasus tersangka flu burung maka
DinKes mengirim pasien (2) yang disangka tersebut ke RSU setempat untuk
dilakukan pemeriksaan awal/skrining (anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium
rutin, foto toraks) Dinas Kesehatan setempat melakukan penyelidikan epidemiologis
Panduan Klasifikasi avian influenza menurut Departemen Kesehatan RI mengacu pada WHO
adalah :
1. Kasus observasi, yaitu demam > 38C dan salah satu gejala berikut : batuk, radang
tenggorokan, sesak nafas yang pemeriksaan laboraturium sedang berlangsung
2. Kasus tersangka, yaitu : kasus observasi dan salah satu dibawah ini
a. Hasil laboraturium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui
subtipenya
b. Kontak satu minggu sebelum timbulnya gejala dengan pasien flu burung yang
confirmed
12

c. Kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena
sakit
d. Bekerja di laboraturium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses
sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic
Avian Influenza
3. Kasus kemungkinan adalah kasus tersangka dan hasil laboraturium tertentu positif
untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum
4. Kasus terbukti adalah kasus tersangka yang menunjukan salah satu positif dari
berikut:
a. Hasil biakan virus positif influenza tipe A (H5N1)
b. Hasil dengan pemeriksaan PCR positif influenza H5
c. Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar > 4x
d. Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5
PERAN PEMERINTAH

1. Meningkatkan koordinasi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan
dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian virus H5N1
termasuk clade 2.3.
2. Menyiapkan pusat-pusat layanan kesehatan untuk menghadapi kemungkinan
penularanFlu Burung H5N1 termasuk clade 2.3 pada manusia seperti Puskesmas,
Rumah Sakit Umum, 100 Rumah Sakit Rujukan Flu Burung dan Laboratorium di
berbagai tempat/daerah termasuk menyiagakan dukungan tenaga yang terlatih.
3. Penyuluhan dan edukasi masyarakat luas melalui berbagai media termasuk Surat
Edaran ke Dinas Kesehatan dan UPT tanggal 11 dan 28 Desember 2012 tentang
kesiapsiagaan kemungkinan adanya kasus Flu Burung dengan clade 2.3.
4. Meningkatkan surveilans integrasi pada unggas dan manusia.

You might also like