You are on page 1of 10

1.

Avian Influensa
a. Etiologi


b. Gejala Klinis

c. Patogenesis


d. Diagnosa


e. Epidemiologi


f. Pencegahan


g. Pengobatan



2. Avian Adenovirus Disease
a. Etiologi


b. Gejala Klinis


c. Patogenesis


d. Diagnosa



e. Epidemiologi


f. Pencegahan


g. Pengobatan



3. Gumboro Disease
a. Etiologi
- Virus dari genus Birnavirus dan famili Birnaviridae.
- Suatu penyakit viral yang bersifat akut dan sangat mudah menular,
biasanya menyerang ayam umur 3 6 minggu. Penyakit ini menyerang
organ limfoid ( Bursa Fabricius, Thymus dan Lien ).
b. Gejala Klinis
- Anak ayam umur 1 21 hari, biasanya timbul bentuk subklinis yang
mempunyai efek imunosupresif yang menyebabkan kegagalan vaksinasi
dan peka thd penyakit.
- Ayam umur > 3 minggu akan timbul bentuk klinis dengan gejala : diare
encer keputihan, kloaka tercemar kotoran, anoreksia, bulu berdiri, tremor
dan lemah.
- Paling ganas pada ayam berumur 3-6 minggu
- Masa inkubasi 2-3 hari
- Penyakit klinis berlangsung 3-4 hari
c. Patogenesis
- Classical Pathogenic, yaitu bersifat imunosupresif dan mortalitas rendah
- Very Virulent, yaitu bersifat imunosupresif dan mortalitas tinggi
- Antigenic Variant, yaitu beberapa imunosupresif dan tidak menimbulkan
kematian
d. Pencegahan
- Biosecurity: Management, Vaksinasi, Kejadian Penyakit dan Obat
- Manajemen : kualitas doc, managemen, air, pakan & cara pemberiannya,
pengawasan terhadap penyakit, pemasaran.
- Vaksinasi : Live ( mild, intermediate & hot ) dan Live + Killed

e. Pengobatan
- Ayam yang terserang Gumboro tidak dapat diobati dengan antibiotik.
- Pengobatan ditujukan untuk mengatasi infeksi sekunder oleh karena
adanya efek imunosupresif.
- Pengobatan suportif (vitamin E & C) ditujukan karena ayam kehilangan
nafsu makan/minum, diare dan dehidarsi
- Pemberian larutan gula 2 3 % untuk mempercepat pemulihan tubuh yang
lemah.
- Sanitasi/desinfeksi ditingkatkan untuk mencegah meluasnya infeksi pada
kandang lainnya

4. Rabies
a. Etiologi
- Disebut juga penyakit anjing gila dan sebabkan oleh lyssavirus, family
Rhabdoviridae.
- Merupakan penyakit yang penularannya melalui gigitan oleh hewan
pengidap yang dapat menginfeksi semua hewan berdarah panas dan
hampir semua kejadian infeksinya berakhir dengan kematian.
b. Gejala Klinis
- Dikenal dua bentuk klinis penyakit: Bentuk beringas dan bentuk paralisis
- Pada bentuk beringas, hewan menjadi gelisah, gugup, agresif dan
seringkali berbahaya karena menggigit segala sesuatu, hidrofobia,
hipersalivasi, respon berlebihan terhadap sinar dan suara, hiperaesthesia
- Encephalitis kelumpuhan, kejang-kejang, koma, terhentinya
pernafasan, kematian antara 2-7 hari setelah gejala dimulai
- Anjing, kucing, kuda lebih banyak menderita penyakit bentuk beringas d.p
ruminansia lain atau hewan lab
c. Patogenesis
- Lewat gigitan, virus akan masuk melalui tempat gigitan ke jaringan saraf
dan selanjutnya ke susunan saraf pusat.
- Cepat timbulnya gejala klinis tergantung dari jarak gigtan dengan Sistem
Syaraf Pusat
d. Diagnosa
- Hewan dengan gejala klinis rabies dimatikan untuk diambil jaringan
otaknya
- Diagnosis pascamati meliputi fluororesensi dari jaringan otak (medulla,
serebelum & hipokampus); PCR dengan primer yang dapat
melipatgandakan urutan RNA genom dan mRNA virus dari jaringan
sistem saraf dari kasus dugaan.
e. Epidemiologi
- Negara bebas rabies Australia, Jepang, Selandia Baru, Hawaii
- Negara berkembang Asia, Amerika Latin, Afrika, rabies anjing
endemis merupakan masalah serius ditandai oleh angka kematian
manusia&hewan
- Negara Industri rabies serigala bersifat endemis di beberapa negara
Eropa bag. Barat
f. Pencegahan
- Pengendalian rabies di negara satu dengan lainnya menghadapi masalah
yang sangat berbeda tergantung kepada apakah negara tsb bebas dari
penyakit ini, negara industri atau negara berkembang
- Negara Bebas rabies karantina secara ketat
- Negara Berkembang pengendalian perpindahan hewan kesayangan,
vaksinasi, imunisasi pada manusia yang beresiko terjangkit,
g. Pengobatan
- Untuk kasus rabies tidak dianjurkan untuk mengobati namun langsung
masuk ke tahap pemberantasan.

5. Bovine Ephemeral Fever (Demam 3 hari)
a. Etiologi
- Disebabkan oleh Rhabdovirus yang termasuk dalam familia yang sama
dengan virus rabies dan vesicular stomatitis
- Galur-galur virus yang telah diteliti memiliki kesamaan antigenik
- Dapat ditularkan serangga, dapat dibiakkan dalam TAB, inokulasi
intraserebral anak mencit dan dalam biakan sel
b. Gejala Klinis
- Demam 2 fase s.d banyak fase, kenaikan 2-4C dari suhu normal, jangka
waktu 1-4 hari
- Gemetar, hilang nafsu makan&minum, depresi, lesu
- Frekuensi respirasi & jantung
- Diare atau konstipasi
- Kesembuhan dalam 3 hari (kisaran 2-5 hari)
- Keluar cairan dari hidung dan mulut
- Persendian bengkak disertai dengan kekakuan otot anggota gerak sehingga
menyebabkan kepincangan
- Hewan lebih banyak berbaring
- Pada sapi perah produksi susu turun, lebih encer, adakalanya air susu
bercampur darah
- Angka kesakitan tinggi, angka kematian rendah.
c. Patogenesis
- Masa Inkubasi 2-10 hari
- Virus berkembang biak di dalam sel retikulo-endothelial paru-paru, limpa,
kelenjar limfe
- Virus terikat dengan SDP perkembangbiakan dalam sel belum
diketahui
- Respon imunologi diperantarai pelepasan limfokinase. Pada awal kasus
neutrofilia disertai sel neutrofil polimorfonukleus muda, kemudian terjadi
peningkatan fibrinogen plasma & penurunan kalsium plasma
- Perubahan patologis yang ditemukan seringkali bersifat ringan
d. Diagnosa
- Riwayat dan Gejala Klinis
- ELISA
- Uji imunofluorosensi
- Uji presipitasi gel
e. Epidemiologi
- Virus ditularkan oleh dua jenis serangga, Culicoides dan nyamuk culex
dan anopheles; penularan endemi dan epidemi terbatas pada penyebaran
vektor
- Iklim di Indonesia menguntungkan untuk kelangsungan vektor sepanjang
tahun diperkirakan bersifat enzootik
f. Pencegahan
- Pencegahan melalui pengendalian vektor tidaklah praktis di bagian dunia
tempat penyakit itu mempunyai prevalensi tinggi
- Gunakan vaksin virus hidup teratenuasi & vaksin tidak aktif. Kekurangan
vaksin tidak aktif memerlukan massa antigen lebih banyak d.p yang
dapat dicapainya. Vaksin virus hidup teratenuasi kehilangan
imunogenisitas selama proses atenuasi
- Sedang dikembangkan vaksin Protein G asal rekombinan DNA
- Penyemprotan terhadap ternak sebaiknya dilakukan secara kontinyu
menggunakan insektisida dan sanitasi kandang dilakukan secara
rutin.Jelang pergantian musim, meminta para peternak sapi mewaspadai
penyakit Bovine Ephemeral Fever (BEF) atau demam tiga hari pada ternak
sapi.
g. Pengobatan
- Pengobatan secara khusus tidak ada mengusahakan agar kemungkinan
komplikasi sekunder dapat diperkecil
- Pemberian minum dengan alat (drench) dihindari, karena dalam fase
akut beberapa penderita mengalami kesukaran menelan.
- Pengobatan yang dianjurkan adalah meningkatkan stamina kondisi tubuh
dengan ruboransia seperti Biosolamin + Hematopan. Pengobatan dengan
antibiotika spektrum luas seperti Oxytetraciclin dapat diberikan untuk
mencegah infeksi sekunder oleh bakteri.

6. Vesicular Stomatitis
a. Etiologi
- Species vesicular stomatitis Indiana virus & New-Jersey
- Stabil sampai beberapa hari di lingkungan luar
- Belakangan ini penyakit dikenal sebagai penyebab kerugisn ekonomi
penting dalam kondisi dan produksi susu sapi
b. Gejala Klinis
- Pengeluaran air liur berlebihan
- Demam, lesu, anoreksia, kuda tidak mau menyusui
- Lesi vesikuler pada lidah, mukosa mulut, puting dan coronary band dari
sapi dapat berkembang menjadi denudasi epithel disertai infeksi sekunder
bakteri
- Kuda lesi pada lidah paling menonjol pengelupasan epitel
sepenuhnya
- Babi lesi vesikuler paling umum pada cungur dan coronary band
- Lesi biasaanya sembuh dalam waktu 7-10 hari dan tidak ada sequelae
c. Patogenesis
- Virus masuk ke dalam tubuh melalui luka pada mukosa dan kulit,
disebabkan oleh lecet ringan, misalnya oleh hijauan kasar atau gigitan
serangga
- Vesiculasi lokal dan pengelupasan epitel terjadi setelah rusaknya sel epitel
dan busung interstisial, memisahkan epitel dari jaringan yang ditutupinya
- Penyebaran lesi terjadi melalui perluasan sehingga biasa terjadi
pengelupasan epitel pada lidah dan puting
- Tidak ada reaksi silang secara serologi antara virus stomatitis vesikuler-
New Jersey dan virus stomatitis vesikuler-Indiana
d. Diagnosa
- Virus dapat diperoleh dari lesi vesikuler dan kerokan jaringan dengan
teknik isolasi virus yang baku pada biakan sel (atau pada telur berembrio,
atau pada mencit menyusu melalui inokulasi intraserebrum).
- Isolat virus dapat diidentifikasi dengan metode serologi konvensional
metode cepat
- Diagnosis yang tepat digunakan untuk membedakannya dari PMK
e. Epidemiologi
- Di beberapa daerah tropis dan subtropis, terdapat bukti penularan virus
stomatitis vesikuler oleh sejenis lalat kecil (Lutzomya spp); penularan
transovarium pada lalat kecil itu membantu penyimpanan virus pada pusat
endemi.
- Penyebaran di luar negeri Amerika Serikat, Utara, Selatan cara virus
ditularkan dalam jarak jauh belum diketahui dengan pasti
f. Pencegahan
- Menghindari padang rumput yang diketahui sebagai tempat penularan
- Vaksin virus hidup teratenuasi & virus tidak aktif keduanya tersedia
namun tidak banyak digunakan
g. Pengobatan
- Tidak ada pengobatan khusus atau obat untuk stomatitis vesikular selain
perawatan suportif.
- Obat kumur antiseptik ringan dapat memberikan kenyamanan dan
pemulihan lebih cepat ke kuda yang terinfeksi ,sanitasi dan karantina di
peternakan yang terkena infeksi atitis vesikular selain perawatan suportif.
- Penggunaan semprotan insektisida

7. Feline Parvovirus
a. Etiologi


b. Gejala Klinis




c. Patogenesis


d. Diagnosa


e. Epidemiologi


f. Pencegahan


g. Pengobatan



8. Canine Parvovirus
a. Etiologi


b. Gejala Klinis


c. Patogenesis


d. Diagnosa


e. Epidemiologi


f. Pencegahan




g. Pengobatan


9. Poline Parvovirus
a. Etiologi


b. Gejala Klinis


c. Patogenesis


d. Diagnosa


e. Epidemiologi


f. Pencegahan


g. Pengobatan



10. Malignant Catarrhal Fever (MCF)
a. Etiologi
- MCF disebabkan oleh virus dari famili Herpesvirus
- Penyebab utama penyakit ini adalah dua bovid gammaherpesvirus
- Malignant Catarrhal Fever (MCF) adalah suatu penyakit yang umumnya
fatal pada hewan ruminansia seperti sapi, banteng, kerbau dan rusa dan
banyak spesies lainnya
b. Gejala Klinis
- Suhu 42
o
C
- Kekakuan, bulu kasar, produksi susu berhenti
- Dypsnoe, Anorexia
- Pembengkakan vulva
- Kepala dan mata umumnya terdapat leleran hidung yang pofus.kornea
mata menjadi keruh, dengan ulserasi di bagian mata.
- Selaput lendir hiperemi
- Mulut bagian luar merah dan terjadi keropeng nekrotik
c. Patogenesis
- Herpes virus melalui kontak langsung
- Virus menyerang sel inang
- Gejala klinis muncul
d. Diagnosa
- Anamnesa
- Pemeriksaan fisik (inspeksi,palpasi,perkusi,auskultasi)
- Pemeriksaan lanjutan( uji lab: serologis n histopat)
- Diagnosa banding : infectious bovine rhinotracheitis (IBR), bovine virus
diarrhea (BVD), vesicular stomatitis dll
e. Epidemiologi
- Angka morbiditasnya tercatat 3-53% namun dapat meningkat mencapai
100%.
- Angka mortalitasnya hampir 100%.
f. Pencegahan
- pemotongan siklus,
- terapi supportif (terapi cairan dan pemberian multivitamin).
- vaksinasi
g. Pengobatan
- Pengendalian : lalulintas ternak harus diperketat dan karantina.
- Pemberantasan : stamping out.

11. Infection Bovine Rhinotracheitis (IBR)
a. Etiologi
- Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular
pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh virus dari golongan Bovine
herpesvirus-1/BHV-1 yang termasuk ke dalam keluarga herpesviridae,
subfamili Alphaherpesviridae dan genus Varicellovirus.
b. Gejala Klinis
- Demam tinggi dengan suhu 40,5-42
o
C
- Nafsu makan menurun
- Terdapat leleran hidung
- Hipersalivasi
- Produksi susu menurun
- Penurunan berat badan
- Gangguan pernafasan
- Gejala Syaraf
- Gangguan reproduksi
c. Patogenesis
- BHV-1 diekskresikan lewat lokasi yang sama dengan masuknya virus
kedalam tubuh hewan.
- BHV-1 dapat memasuki sistem syaraf, mukosa trachea dan menginfeksi
mukosa tersebut .
- BHV-1 dapat bersifat latent . Dikarenakan:
o Lambatnya berkembang virus dalam tubuh dan tidak mampu merusak
sel target,
o Terjadi penyakit yang kronis, berkembangnya lambat, infeksi bersifat
sub klinis, dengan sedikit merusak organ, dan
o Virus tidak berkembang dan sulit dideteksi, karena perkembangannya
sedikit demi sedikit dan tidak terus menerus .
- Masa inkubasinya virus ini adalah 4-6 hari, tetapi pada infeksi buatan
masa ini lebih pendek. Penyakit ini bermanifestasi dalam 3 bentuk : 1)
Bentuk respirasi, 2) Bentuk alat kelamin dan 3) Bentuk konjunktivitis.
- Masa inkubasi secara 21 hari : Virus aliran darah (viremia),
kerusakan-kerusakan sel epitel pada mukosa saluran pencernaan. Pada
hewan yang bunting plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus,
abortus atau kelahiran anak yang abnormal.
d. Diagnosa
- Gejala Klinis : Secara umum terjadi kenaikan temperatur hingga 40- 42
o
C,
nafsu makan, berat badan dan produksi susu menurun serta kadar leukosit
dalam darah meningkat serta respirasi menjadi cepat disertai batuk dan
sesak nafas. Kejadian diare terkadang tidak muncul karena diare terjadi
pada gejala klinis yang sangat parah.
- Differential Diagnosa : BVD (Bvine Viral Diarrhoea) dan sering
merupakan infeksi campuran diantara keduanya. Secara lokal akan terjadi
keratokonjungtifitis (pink eye)
o Keluarnya cairan mata yang berlebih, rhinitis dan keluar ingus yang
berlebih yang bersifat encer dan makin kental dengan berkembangnya
penyakit.
o Keluarnya saliva tanpa adanya gangguan pada rongga mulut . Larynx
terkadang normal, tetapi dapat juga terjadi laryngitis dan tracheitis.
Paru-paru umumnya normal, demikian pula pleura.
- Diagnosa Laboratorium : Penggunaan pair sera, ELISA, RIA (radio
immuno assay) dan passive haemagglutination.
e. Epidemiologi
- Penyakit IBR pertama kali dilaporkan di Colorado, Amerika Serikat pada
tahun 1950. Kini penyakit tersebut telah menyebar di seluruh Amerika
Serikat (di 24 negara bagian), bahkan sampai di Canada.
- Penyakit ini secara serologik telah ada pada sapi perah, sapi potong dan
kerbau dari beberapa propinsi di Indonesia. Angka prevalensi IBR di
Indonesia, terutama pada sapi perah telah meningkat dibanding tahun
1982.
f. Pencegahan
- Mengontrol terjadinya infeksi dengan mengembangkan pengebalan ternak
akibat infeksi alam ataupun akibat vaksinasi.
- Hindarkan faktor resiko yang ada pada inseminasi buatan, pisahkan hewan
yang positif dan yang negatif, hambat import hewan yang positif, embrio
dan semen yang telah terkontaminasi virus BHV-1 .
- Pertahankan kelompok ternak yang bebas BHV-1, lakukan uji dua kali
setahun, keluarkan hewan yang positif BHV-1.
- Kelompok hewan yang positif dapat dilakukan vaksinasi terutama dengan
vaksin mati guna mencegah infeksi laten. Hindarkan penggu naan vaksin
hidup.
- Tidak mentolerir adanya pejantan yang serologi positif terhadap BHV-1
pada Balai Inseminasi Buatan.
g. Pengobatan
- Melakukan kontrol terhadap penyakit IBR secara ketat dan melarang
penggunaan vaksin dan mengidentifikasi hewan yang sakit IBR dan
apabila terdapat IBR pada ternak dilakukan pemusnahan.
- Alternatif lain dalam program pemberantasan penyakit adalah mengontrol
terjadinya infeksi dengan mengembangkan pengebalan ternak akibat
infeksi alam ataupun akibat vaksinasi.

12. Pseudorabies
a. Etiologi
- Pseudorabies adalah penyakit virus yang paling umum pada babi, dikenal
sebagai penyakit Aujeszky dan "gatal gila dan virus ini menginfeksi
sistem saraf pusat dan organ lain.
- Disebabkan oleh Suid Herpesvirus 1, anggota dari subfamili
Alphaherpespirinae dan keluarga Herpesviridae.
b. Gejala Klinis
- Masa inkubasi umumnya antara 3-6 hari
- Pada anak babi di bawah umur 3 minggu berupa demam, hilangnya nafsu
makan, kelemahan, gangguan koordinasi dan kejang-kejang(konvulsi),
kadang-kadang disertai dengan diare.
- anak babi yang terinfeksi virus setelah lahir, timbul gejala klinis dalam
waktu 1-2 hari dan akan mati setelah kurang lebih 5 hari kemudian.
c. Patogenesis
- Cara penularan penyakit umumnya melalui oro-nasal.
- Mula-mula virus mengadakan replikasi di mukasa nasofaring, jaringan
tonsiler, dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan tubuh melalui
sistema limfatika dan saraf.
- Virus Aujeszky juga dapat menginfeksi sel-sel mononuclear.
d. Diagnosa
- Diagnosa penyakit dapat dilakukan berdasarkan :
- gejala klinis
- pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan histopatologi, isolasi virus,
dan tes serologi.
e. Epidemiologi
- Babi yang terinfeksi virus Aujeszky merupakan sumber penular
penyakit,dan infeksinya bersifat laten.
- Penyebaran penyakit dapat terjadi antara lain karena adanya perdagangan
ternak babi yang sudah terinfeksi.
- Disamping itu, manusia (pekerja peternakan babi), kendaraan pengangkut
ternak, makanan ternak yang tercemar virus dapat pula berperan sebagai
sumber penular penyakit.
f. Pencegahan
- Vaksinasi baik vaksin inaktif, vaksin live.
g. Pengobatan
- Membunuh semua hewan yang seropositif (reaktor) secepat mungkin.
13. Marek Desease
a. Etiologi
- Penyakit Marek adalah suatu penyakit neoplastik dan neuropathic pada
unggas, terutama ayam, disebabkan oleh virus sangat infeksius dari
herpesvirus.
- Penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh virus Herpes
proliferasi sel limfosit pada syaraf dan jaringan tubuh lainnya, virus DNA,
Golongan herpesvirus tipe B, famili Herpetoviridae, dengan subfamili
Alphaherpesvirinae.
b. Gejala Klinis
- Neurolimfomatosis : kelumpuhan tidak simetris, kepincangan, inkordinasi
sistem gerak, leher tortikolis dan N. Vagus akan mnyebabkan disfungsi
crop.
- Limfomatosis Okuler : iris berwarna keabu-abuan akibat terjadi infiltrasi
sel limfoblastosid, pupil gagal melebar dan kebutaan.
- Kulit : lesi nodul dan folikel bulu melebar.
c. Patogenesis
- genotip, umur dan jenis kelamin ayam
- status kekebalan ayam
- stress
d. Diagnosa
- Isolasi virus dengan cara kultur sel, identifikasi isolat,viral assay dan
titrasi
- Pengamatan kultur sel dengan cara deteksi viral antigen, DNA probes,
PCR, dan pengamatan melalui mikroskop electron
- Deteksi Antibodi
e. Epidemiologi
- Terdapat diseluruh dunia, masuk di Indonesia pada tahun 1956
- Pada 2001, dilaporkan bahwa lesi Marek muncul relatif lebih ringan pada
ayam petelur dan ayam kampung.
- Menurut data Balitvet, kasus MD cenderung meningkat pada saat harga
bibit ayam murah dan peternak tergiur untuk membeli tanpa
memperdulikan sejarah vaksinasi.
f. Pencegahan
- vaksinasi MD
- sanitasi, ventilasi baik

g. Pengobatan
- mati dibakar dan atau dikubur
- pembersihan dan pengosongan kandang beberapa waktu

14. Infectious Laryngotracheitis
a. Etiologi
- Merupakan penyakit menular pada unggas yang menyerang saluran
pernapasan., enyerang ayam umur 4-18 bulan, masa inkubasi 2-8 hari dan
mortalitas 20-70%
- Disebabkan oleh herpesvirus grup A yang termasuk famili herpesviridae,
subfamili Alphaherpesvirinae
b. Gejala Klinis
- Setelah masa inkubasi akan terjadi batuk ringan dan bersin-bersin.
- Gangguan pernafasan :megap-megap, bernafas dengan membuka mulut
atau menjulurkan leher dan batuk (berdarah).
- konjunctivitis hemorhagie, pembengkakan sinus, mata berair, berbusa atau
eksudat
- Nekrosis, perdarahan, dan borok
- Pengeluaran lendir berdarah dan darah yang melekat pada paruh, kepala
dan bulu
- Penurunan produksi telur 5-20%
c. Patogenesis
- Virus ILT terutama ditemukan dalam eksudat yang berasal dari hidung,
oropharynk, trachea dan mungkin juga konjungtiva.
- Pintu masuk virus ILT yang alami adalah melalui saluran pernapasan
bagian atas dan okular.
- Infeksi melalui oral dapat juga terjadi, walaupun rute infeksi seperti ini
juga membutuhkan suatu kontak dengan epitel kavum nasi setelah
menelan bahan yang mengandung virus tersebut.
- Penularan virus ILT lebih cepat jika sumber penyakit berasal dari ayam
yang terinfeksi secara akut dibandingkan dengan ayam yang bertindak
sebagai carrier dalam penyakit ini.
- Penularan penyakit dapat terjadi secara langsung melalui kontak secara
langsung dengan ayam sakit, jaringan ayam sakit, carrier ataupun karkas
yang mengandung virus ILT.
- Penularan tersebut dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui
kandang ayam yang terserang ILT, alat atau perlengkapan peternakan,
makanan atau minuman, pekerja atau kendaraan yang tercemar ILT
d. Diagnosa
- Pada bentuk akut, diagnosis ILT dapat didasarkan atas riwayat kasus,
gejala klinik dan perubahan patologik yang tersifat untuk penyakit ini.
- Pada ILT bentuk ringan gejala klinis dan perubahan patologik biasanya
mirip dengan penyakit pernapasan lainnya sehingga diagnosis perlu
didasarkan atas isolasi dan identifikasi virus.
e. Pencegahan
- Pengamanan biologis yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen
lainnya (istirahat kandang, sanitasi dan desinkfeksi kadang beserta
peralatannya) secara optimal untuk menghilangkan factor pendukung
sumber infeksi virus ILT, dan pemberian vaksinasi.
f. Pengobatan
- Pemberian Antibiotik hanya untuk infeksi sekunder

15. Foot And Maouth Disease (FMD)
a. Etiologi
- Penyakit Mulut dan Kuku (PMK/Aphthae epizooticae) merupakan
penyakit yang menyerang ternak besar, terutama sapi dan babi hewan
berkuku genap
- Aphthovirus dari keluarga Picornaviridae yang berukuran sangat kecil
yaitu sekitar 20 milimikron
b. Gejala Klinis
- suhu 41
o
C, lesu, hipersalifasi, anoreksia, enggan berdiri, berat badan
menurun, produksi susu menurun
- lepuh-lepuh berupa penonjolan bulat pada lidah , bibir bagian dalam dan
gusi. Lepuh mulai terlihat 1-5 hari setelah infeksi serta luka pada kaki
- lesi pada lidah (nampak merah dan melepuh), daerah hidung (nampak
melepuh dan hipersekresi mukous pada nasal), ambing dan teracak
(melepuh dan terkelupas).
c. Patogenesis
- Melalui udara secara aerosol sehingga dapat menyerang sapi pada saluran
pernafasan.
- Melalui kontak langsung dengan hewan ekresi dan sekresi dari hewan
penderita
- Melalui produk asal ternak seperti air susu dan daging, lalu lintas
- Melalui yang tercemar virus PMK seperti sepatu, barang/bahankendaraan
dan pakaian, melalui angin dapat menularkan penyakit ke kawasan yang
luas dan makanan yang tercemar virus PMK,
- Melalui reproduksi (inseminasi buatan yang menggunakan semen beku
yang tercemar)
d. Diagnosa
- Isolasi
- biakkan pada jaringan buatan atau hewan percobaan
- uji serologi.
- Diagnosa banding : vesicular stomatitis, vesicular exanthema, rinderpest
dan mucosal disease.
e. Epidemiologi
- Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di
daerah Malang, Jawa Timur,
- Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK, dia sejak 1990. kui di
ASEAN sejak 1987 dan 1990 diaku sejak 1990. i secara internasional
sejak 1990. oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International
des Epizooties-OIE)
f. Pencegahan
- Pengendalian dilakukan dengan pemotongan bersyarat (dengan
kompensasi) dan atau vaksinasi masal menggunakan vaksin yang di
persiapkan dari sub tipe virus yang sama sebagai penyebab wabah.
g. Pengobatan
- laporan Dinas Peternakan kepada Dirjen Peternakan dan Kep. Pemda,
tentang terdapatnya kejadian pertama FMD
- Melakukan pemeriksaan dan penenguhan FMD oleh laboratorium yang
berwenang
- Pernyataan dari Dirjen Peternakan dan Kep. Pemda tentang
terdapatnya/bebasnya sesuatu daerah terhadap FMD

16. Avian Encephalomielitis
a. Etiologi
- Virus dari jenis RNA yaitu Picornavirus dengan sifat enterotrop, ilapisi
oleh kapsid dengan 32 atau 42 kapsomer dan lapisan paling luar sebagai
amplop.
- Bentuk virus ikosahedral atau heksagonal dengan ukuran 24-32 nm.
- Virus ini mampu bertahan hingga 4 minggu. Disamping itu, virus ini juga
tahan terhadap trypsin, pepsin, khloroform, deoxyribonuclease dan juga
tahan terhadap panas karena sudah terlindung oleh zat ion magnesium
(Anonim, 2014).
b. Gejala Klinis
- Masa inkubasi bervariasi, pada infeksi alami berlangsung 1-3 minggu
- Penularan melalui kontak langsung atau per oral masa inkubasi 11-30 hari
- Kepala dan lehernya bergetar atau bergoyang-goyang secara halus dan
frekuensinya sering
- Mengantuk dan dungu,
- Kelumpuhan (duduk dengan menggunakan persendian lutut)
- Pada ayam pertelur dapat terjadi penurunan produksi
- Daya tetas telur menurun krn kematianembrio
- Adanya gangguan susunan syaraf , karena peradangan otak Pergerakannya
tidak terkoordinasi dengan baik, serta sering oleng (tidak dapat
menyeimbangkan tubuh), sehingga sering jatuh ke sisi samping
c. Patogenesis
- Infeksi virus AE pertama kali pada saluran pencernaan (dalam duodenum),
kemudian dengan cepat diikuti dengan viremia, selanjutnya terjadi infeksi
pada pancreas dan organ visceral (hati, jantung, ginjal dan limfa) dan otot
serta system syaraf. Infeksi saluran pencernaan meliputi lapisan muskuler
dan infeksi pankreatik yang ditentukan di dalam sel-sel acinar dan inlet.
Virus terkumpul di dalam system syaraf pusat terutama sel Purkinje dan
lapisan molekuler otak kecil (cerebellum) sebagai tempat perbanyakan
virus.
- Persistensi infeksi virus umumnya di CNS, saluran pencernaan dan
pancreas. Di dalam saluran pencernaan ayam berumur 2 tahun diinfeksi
per oral dengan virus AE, virus dapat ditemukan kembali di dalam tunika
mukosa epithelium, lpisan otot sirkuler atau mukosa muskularis di dalam
tunika propria.
d. Diagnosa
- Berdasarkan : Sejarah Kejadian Penyakit, Gejala Klinis, dan Perubahan
Patologi
- Perubahan Patologi : Anak ayam yang terinfeksi AE tidak akan
menunjukan lesio yang mencolok, tetapi berdasarkan pemeriksaan
histopatologi pada organ otak, sumsum tulang belakang, proventrikulus,
gizard dan pankreas, ditemukan lesio khas yang menunjukkan bahwa
ayam tersebut terkena penyakit AE. Lesio tersebut meliputi degenerasi
neuron sumsum tulang belakang dan otak serta proliferasi folikel limfoid
organ internal seperti pankreas dan proventikulus.
- Isolasi virus dari jaringan otak ayam, kemudian diinokulasikan ke telur
SPF
- Isolasi virus dari telur yang bebas antibodi AE, untuk kontrol breeder
e. Pencegahan
- Ayam tertular harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau
ditanam. Kandang dan peralatan harus didesinfeksi. Tidak ada obat yang
efektif untuk penyakit ini. Ayam-ayam yang sembuh akan kebal terhadap
infeksi berikutnya.
- Tindakan yang efektif hanya vaksinasi terutama pada ayam budi daya agar
anak-anaknya memiliki antibody maternal yang dapat melindunginya
selama 2-3 minggu. Ada 2 jenis vaksisn yang dapat digunakan yaitu
vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksinasi dilakukan pada umur 10 dan 12
minggu melalui air minum dengan vaksin aktif atau melalui goresan kulit
sayap. Vaksin inaktif dapat diberikan melalui suntikan intramuskuler.
f. Pengobatan
- Untuk cara pengobatan pada penyakit ayam yang satu ini hingga sekarang
belum ditemukan. Sehingga cara terbaik untuk memberantas penyakit ini
adalah dengan cara melaksanakan sanitasi yang baik, jika terlihat ada anak
ayam yang sakit sebaiknya mendapat perlakuan khusus dengan cara
membunuhnya dan membakar bangkainya supaya tidak menular ke ayam
yang lain.

17. Duck Virus Hepatitis
a. Etiologi
- Merupakan penyakit menular, bersifat akut dan mematikan pada itik
- Agen penyebab yakni Picornavirus dari family Picornaviridae
b. Gejala Klinis
- Mati mendadak,
- Lesu,
- Malas bergerak,
- Mata tertutup,
- Kedua kaki kejang,
- Kepala terkuai ke belakang,
- Pemeriksaan pascamati : hati membengkak, busung, dan mengalami
pendarahan.
- Histologi : Nekrosis hati yang luas, infiltrasi sel perbeharaan, proliferasi
dri epitel slran empedu, nsefalitis dngan nekrosissel saraf.
c. Patogenesis
- Penyakit ditularkan pada kelompok melalui kontak langsung dan tak
langsung melalui kotoran yang tercemar virus. Unggas liar kemungkinan
dapat bertindak sebagai pembawa virus.
d. Diagnosa
- Virus dapat diisolasi dengan inokulasi alantois dari telur ayam berembrio
umur 10 hari. Telur terinfeksi, menunjukkan zalir embryo berwarna
kehijauan.
- Uji untuk mendeteksi penyakit dan identifikasi virus adalah uji HA pasif,
AGP
- Doagnosa banding : sampar itik, ND, Avian Influenza dan Aflatoksikosis.
e. Epidemiologi
- Penyakit tersebar luas di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman,
Belanda, Belgia, Italia, Rusia, Hungaria, Perancis, Ceko dan Slowakia,
Israel, Arab Saudi, India, Thailand, dan Jepang. Di Indonesia belum
pernah dilaporkan.
f. Pencegahan
- Unggas sakit dipisahkan dan dimusnakan,
- Kandang dibersihkan dan didesinfeksi
- Tindakan pencegahan yang efektif dengan vaksinasi menggunakan vaksin
DVH inaktif.
g. Pengobatan
- Pemberian vaksin : hepatitis A dan C belum diketahui pasti dan hepatitis B
imunomodulator berupa interferon alfa.
- Terapi anti virus.
- Pemberian multivitamin dan antibiotik untuk menghindari efek sekunder

You might also like