You are on page 1of 8

1

Efektivitas Penggunaan Alat Jarum Sebagai Terapi Jaringan Parut Pada


Jerawat : Percobaan Klinis Secara Acak

Pendahuluan : Neokolagenisasi dapat terjadi dengan menggunakan alat jarum
dermato rolling, sehingga dapat mengurangi penampilan jaringan parut pada
jerawat.
Tujuan : Untuk menentukan efektivitas penggunaan alat jarum untuk terapi pada
jaringan parut pada jerawat
Desain, tempat dan partisipan : Peneliti menggunakan penelitian klinis dengan
randomisasi, dengan kelompok paralel, placebo dan terkontrol, dengan satu pusat
penelitian pada salah satu institusi pendidikan. Waktu penelitian berlangsung dari
tanggal 30 november 2009 sampai 27 Juli 2010. Sebanyak 20 orang dewasa sehat
(usia 20-65 tahun) dengan jaringan parut akibat jerawat pada kedua sisi wajah
dilibatkan. 15 orang berhasil menyelesaikan penelitian dan tidak ada satu orang
pun yang dilaporkan menderita efek samping.
Intervensi : Setiap orang, pada satu sisi wajah secara randomisasi dilakukan
needling . Terapi needling diberikan sebanyak 3 kali dalam waktu 2 minggu.
Ukuran keberhasilan utama : Dua dermatologis yang dibutakan terhadap subjek
penelitian secara terpisah menilai ukuran jaringan parut jerawat pada partisipan
menggunakan standar digital fotografi pada waktu awal kedatangan, 3 bulan dan 6
bulan berikutnya berdasarkan sistem penilaian kuantitatif derajat jaringan parut
global.
Hasil : Nilai rata-rata jaringan parut secara signifikan lebih rendah pada
kelompok yang diberikan terapi pada saat dilakukan penilaian 6 bulan berikutnya
(rata-rata perbedaan, 3.4;95%, 0.2-6.5; P = .03) dan lebih rendah pula namun
tidak signifikan pada penilaian 3 bulan pertama jika dibandingkan dengan
penilaian saat awal kedatangan berikutnya (rata-rata perbedaan, 0.4;95%,-2.3-3.5;
P > .99). Prosedur needling tidak menyakitkan dapat dilihat dari rata-rata nilai
2

nyeri 1.08 dari skala 10. Partisipan mendapatkan perbaikan secara keseluruhan
sebanyak 41% pada jaringan parut akibat jerawat di sisi wajah yang mendapatkan
terapi. Tidak ada efek samping yang dilaporkan.
Kesimpulan : Setelah menjalani 3 kali terapi ini, didapatkan adanya perbaikan
pada jaringan parut akibat jerawat secara keseluruhan dibandingan dengan
kelompok kontrol dengan nyeri yang minimal.

Jaringan parut akibat jerawat memiliki dampak psikologis yang besar.
Terapi untuk mengatasi hal ini merupakan sebuah tantangan dengan berbagai
pendekatan terapi dari berbagai macam metode. Pada akhir-akhir ini, penggunaan
laser fraksional telah berhasil digunakan untuk mengurangi jaringan parut akibat
jerawat. Laser ablatif dan non ablatif dapat digunakan baik untuk memperforasi
kulit sehingga merangsang terjadinya neokolagenisasi.; Hanya salah satu bagian
kulit yang diobati pada setiap kali terapi, beberapa kali terapi diperlukan untuk
mengobati kulit secara keseluruhan.
Pengunaan terapi needle rollers disetujui juga untuk mengobati jaringan
parut akibat jerawat. Needle roller merupakan sebuah alat mekanis berbentuk
silinder dengan tempat jarum yang berbentuk melingkar yang dapat diputar
dengan tangan. Alat ini dapat diputar maju dan mundur sepanjang kulit. Alat ini
menimbulkan perforasi kecil hingga lapisan dermis dan merangsang
neokolagenisasi.
Needling merupakan terapi yang dapat digunakan untuk jaringan parut
akibat jerawat yang diperkenalkan oleh Camirand dan Doucet, yang
menggunakannya menyerupai pistol tato untuk memperbaiki jaringan parut
akibat jerawat. Kemudian Fernandes memodifikasinya dengan menempatkan
jarum pada roller untuk menginduksi neokolagenisasi. Aust melaporkan
penggunaan teknik needling pada berbagai macam kelainan tekstur kulit termasuk
jaringan parut. Pada penelitian prospektif, Fabbrocini et al melaporkan
3

keuntungan yang didapatkan oleh pasien dengan menggunakan needle roller.
Untuk itu, peneliti dalam jurnal ini menggambarkan hasil percobaan klinik dengan
randomisasi untuk menilai derajat keuntungan dari needle rollers untuk terapi
jaringan parut akibat jerawat termasuk makular hingga hipertropik jaringan parut.
Metode
Desain Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian klinis dengan
randomisasi, dengan kelompok paralel, placebo dan terkontrol, dengan satu pusat
penelitian pada salah satu institusi pendidikan. Penelitian ini disetujui oleh
Universitas Northwestern dan telah dilakukan informed consent terlebih dahulu.
Pemilihan Partisipan : Partisipan yang terlibat dan data dikumpulkan dari klinik
dermatologi yang berada di sekitar universitas menggunakan persetujuan dari
komunitas yang berada disana. Kriteria inklusinya berupa usia 18-70 tahun,
kondisi fisik secara umum sehat, memiliki jaringan parut derajat 2-4 berdasarkan
Klasifikasi Derajat Jaringan Parut Akibat Jerawat Global dan berukuran paling
sedikit terdapat dua buah dengan ukuran 5x5 cm area jaringan parut (paling
sedikit terdapat 3 buah jaringan parut yang terlihat dengan jelas). Kriteria
ekslusinya berupa riwayat adanya keloid atau jaringan hipertrofi, adanya infeksi
kulit atau penyakit kulit yang masih aktif selain jerawat, adanya penyakit kulit
lokal atau penyakit sistemik yang mengganggu penyembuhan luka, riwayat terapi
dalam 6 bulan terakhir atau penundaan terapi dalam waktu 6 bulan dengan injeksi
filler atau laser pada area wajah, riwayat pengobatan dengan menggunakan
isoretinoin atau retinoid oral dalam 12 bulan terakhir, terapi khusus dengan
antikoagulan atau antitrombotik, atau adanya alergi terhadap anestesi topikal
(lidocaine, prilocaine).
Prosedur penelitian : Pada saat skrining dan awal penelitian (minggu ke-0),
masing-masing partisipan dicatat riwayat medisnya dan diambil foto dengan
kamera digital standar (Powershot G10;Canon) dengan posisi anterior dan lateral
dengan bantuan penyangga untuk menstabilkan dahi dan dagu. Partisipan
diberikan arahan untuk menghentikan penggunakan berbagai peeling topikal atau
4

vitamin A topikal pada wajah mereka 1 minggu sebelum penelitian dimulai dan
tetap menunda penggunaan obat topikal tersebut sampai minimal 4 minggu
setelah penelitian berakhir.
Sebanyak tiga kali terapi dilakukan dengan interval 2 minggu (minggu ke-
1, minggu ke-3 dan minggu ke-5). Pada masing-masing terapi, dilakukan needling
pada satu sisi wajah area penelitian dan anestesi topikal pada sisi kontrol.
Pemotretan dan adanya efek samping (seperti infeksi, eritema dan edema
berkepanjangan, drainase serosanguin, perdarahan, ulkus, erosi dan pigmentasi)
termasuk durasi, resolusi, intensitas, hubungan dengan prosedur penelitian, dan
tindakan kuratif yang diambil dicatat sebelum masing-masing prosedur terapi
dimulai.
Pada bulan ke-3 dan bulan ke-6 setelah terapi pertama, dilakukan
penilaian. Pemotretan digital dlakukan, adanya efek samping yang timbl dicatat
dan kuisioner mengenai kenyaman partisipan juga dikumpulkan.
Intervensi needling
Pada setiap kali terapi, diberikan anestesi topikal (preparat emulsi 5%
yang mengandung masing-masing 2.5% lidocaine dan prilocaine, AstraZeneca)
pada area wajah yang ingin diterapi selama 1 jam sebelumnya. Setelah itu,
anestesi topikal dibersihkan dan kulit wajah dibersihkan dengan chlorhexidine dan
terapi needle roller dapat dilakukan menggunakan MTS Roller, CR10 [1.0 mm]
or CR20 [2.0mm]. Kedalaman roller ditentukan oleh evaluasi klinis dari ketebalan
kulit dan keparahan jaringan parut. Khususnya, jika jaringan parut tampak baik
dan partisipan memiliki sedikit kelenjar sebasea, kulit tampak baik, dapat
digunakan kedalaman 1.0 mm. Selain itu, dapat digunakan kedalaman 2.0
mm.Selama prosedur berlangsung, alat tersebut digulingkan maju dan mundur
pada masing-masing 8 arah linear mengelilingi titik temu area tersebut (misal dari
utara ke selatan kemudian kembali dan seterusnya). Setiap kali terapi
membutuhkan waktu sekitar 16 menit. Skala nyeri dinilai dengan 10 poin skala
analog visual (VAS/Visual Analog Scale) setelah prosedur dilakukan. Segera
5

setelah terapi dilakukan, dilakukan penekatan dengan kassa selama 5 menit pada
area tersebut untuk mengontrol perdarahan dan sekresi serum. Kulit kemudian
dibasuh dengan menggunakan cairan saline selama satu jam untuk menghidrasi
kulit sambil dilakukan edukasi mengenai perawatan kulit di rumah. Sebagai
pencegahan, partisipan dengan riwayat infeksi virus herpes simplex diobat dengan
antivirus oral (acyclovir, 400 mg, 3 kali sehari selama 5 hari) dan partisipan
dengan adanya peningkatan risiko infeksi bakteri yang dinilai oleh dokter (misal
riwayat adanya inflamasi acne atau folikulitis) diobati dengan antibiotik oral
(cephalexin, 1 gram, 3 kali sehari selama 5 hari). Untuk perawatan luka,
digunakan krim (Aquaphor healing ointment) direkomendasikan penggunaannya
untuk digunakan secara terus menerus minimal dua kali sehari selama 7 hari.
Partisipan diinstruksikan untuk menghindari paparan sinar matahari secara
langsung dan menghindari penggunaan produk topikal yang mengiritasi (seperti
produk yang mengandung asam glycolic, scrub dan foam, atau retinoid topikal)
pada wajah mereka selama 1 minggu.
Setelah terapi pertama, sebelum dan sesudah dilakukan terapi, alat
Microneedle Terapi System Roller dibersihkan menggunakan glutaraldehid
dengan atau tanpa ethyl alkohol. Alat ini kemudian dilakukan sterilisasi, disimpan
pada tempat tertutup, dan diberi label nama partisipan dan tanggal dilakukan
terapi pertama pada kotak sampai terapi selanjutnya.
Ukuran keberhasilan
Ukuran keberhasilan primer diukur menggunakan sistem klasifikasi
derajat jaringan parut global yang disusun oleh Goodman dan Baron. Sistem ini
menilai penampilan jaringan parut dengan kategori ringan, sedang, berat, dan
hiperplastik; sebuah alogaritma kemudian disusun untuk menilai secara spesifik
berdasarkan tipe dan frekuensi lesi yang diamati, dengan nilai yang semakin
tinggi menunjukan semakin parah derajat jaringan parut. Dua orang dermatologis
yang dibutakan terhadap penelitian, (S.H dan M.P) secara terpisah menilai
6

jaringan parut partisipan berdasarka hasil foto digital yang diambil saat awal
kedatangan, saat bulan ke-3 dan bulan ke-6 setelah intervensi pertama dilakukan.
Dikarenkan penelitian ini merupakan penelitian pertama mengenai hal ini,
peneliti tidak membedakan jaringan parut berdasarkan morfologinya. Peneliti
tidak mencatat tipe morfologi jaringan parutnya dan tidak melakukan subanalisis
per tipe morfologi jaringan parut.
Ukuran keberhasilan sekunder termasuk tolerabilitas tiap kali intervensi
terapi dinilai oleh partisipan berdasarkan nyeri yang dideritanya menggunakan
skala analog visual (Visual Analog Scale/VAS). Laporan dari partisipan atau
observasi yang dilakukan oleh dokter menilai adanya efek samping yang timbul
berupa infeksi, eritem dan edem yang berkepanjangan, drainase serosanguiniosa,
perdarahan,erosi, ulkus, hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi dicatat tiap kali
intervensi dilakukan dan bulan ke-3 setelah intervensi. Kepuasan partisipan dinilai
menggunakan kuisioner pada bulan ke-6 setelah intervensi.
Besaran sampel
Besaran sampel dari 20 partisipan mempunyai kekuatan 80% untuk
mendeteksi ukuran efek antara kedua waktu sebesar 0.89. Dimana ukuran efek
didefinisikan sebagai perbedaan rata-rata antara waktu dibagi dengan standar
deviasi dari masing-masing waktu penelitian.
Randomisasi
Secara acak, kertas bernomer 1 dan 2 disegel dan dimasukan ke dalam
amplop digunakan untuk memilih partisipan yang akan mendapatkan intervensi
terapi pada bagian wajah sebelah kiri (nomer 1). Nomer 2 berperan sebagaii
kontrol dengan sisi wajah yang sebaliknya menerima plasebo.



7

Pembutaan
Mengingat bahwa kelompok kontrol yang mudah dibedakan dengan visual
dan isyarat taktil dari kelompok pengobatan selama pengobatan, peserta dan
dermatologis yang mengintervensi tidak dibutakan. Dua dermatologis yang
bertugas memberikan penilaian terhadap hasil foto tidak terlibat dlam intervensi
sehingga dibutakan terhadap penelitian.

Analisa Statistik
Perubahan skor bekas luka berarti dari awal sampai bulan ke-3 dan dan
bulan ke-6, masing-masing, dimasukkan datanya ke komputer untuk kelompok
terapi dan kelompok kontrol. Analisis varian ukuran berulang dibandingkan
dengan analisis Sidak dilakukan untuk menilai skor bekas luka bervariasi pada
jenis pengobatan, waktu, atau interaksi antara keduanya. Hal ini juga berlaku
untuk penilaian rasa sakit. Tes Wilcoxon digunakan untuk menilai apakah
perbedaan dalam keseluruhan penampilan bekas luka jerawat dikaitkan dengan
jenis pengobatan.

Hasil
Penelitian berlangsung dari tanggal 30 November 2009 sampai 27 Juli
2010. Sebanyak 20 orang menjadi partisipan, dan 5 orang keluar sebelum
intervensi pertama dilakukan. Akhirnya 15 orang yang menjalanai intervensi dan
dianalisa. Rata rata usia partisipan yaitu 33.7 tahun (berusia 20-65 tahun), 9 orang
pria dan 6 orang wanita. Sebanyak 3 orang menerima terapi awal untuk jaringan
parut, dan berdsarkan tipe kulit menurut fritzpatrick mrmiliki tipe berbeda yaitu
tipe 1-5.
Skor jaringan parut terlihat lebih rendah dari biasanya saat evaluasi bulan
ke-3 dan bulan ke-6. Pada kelompok kontrol, rata-rata skor jaringan parut tidak
berbeda signifikan bila dibandingkan dari awal kedatangan pada saat evaluasi
bulan ke-3 dan bulan ke-6. Pada kelompok intervensi, skor jaringan parut terlihat
lebih rendah saat evaluasi bulan ke-6 dibandingkan denga awal kedatangan.
8

Namun evaluasi bulan ke-3 tidak menunjukan skor yang berbeda signifikan bila
dibandingkan dengan awal kedatangan pada kelompok terapi.
Rata-rata prosedur intervensi ini tidaklah sakit. Rata-rata nilai skor nyeri
menggunakan skor VAS yaitu 1.08 dari 10 skala. Rasa sakit dilaporkan dirasakan
meningkat sat minggu ke-4 setelah intervensi bila dibandingkan dengan minggu
ke-2 atau sesaat setelah intervensi diberikan.
Partisipan menerima 41 % peningkatan perbaikan rata-rata dari
penampilan awal jaringan parut dibandingkan saat awal kedatangan. Saat ditanya
apakah terdapat perasaan tidak nyaman setelah intervensi dilakukan, sebagian
besar partisipn mengaku tidak terdapat perasaan tersebut. Kebanyakan partisipan
menyatakan keinginannya untuk melanjutkan intervensi kembali pada jaringan
parut yang lain dan merasa puas dengan hasilnya serta ingin
merekomendasikannya kepada teman-temannya yang lain. Tidak ada efek
samping yang dilaporkan selama penelitian berlangsung.

Kesimpulan
Needling merupakan salah satu terapi yang sangat berguna untuk jaringan parut
akibat jerawat. Terapi ini dapat digunakan sebagai salah satu terapi standar bagi
dokter dan pasien yang memilih terapi ini atau bagi dokter atau pasien yang tidak
memiliki fasilitas terapi laser atau sebagai terapi tambahan yang dikombinasikan
dengan laser. Dalam jangka panjang diharapkan terapi ini menjadi modalitas
terapi yang efektif seperti terapi laser. Salah satu keunggulan terapi ini
dibandingkan terapi laser yaitu terapi ini tidak menimbulkan risiko
hiperpigmentasi seperti terapi laser sehingga lebih aman. Namun data-data yang
menunjukan efektivitas terapi ini masih terbatas. Tidak adanya penelitian yang
membandingkan secara langsung antara terapi ini dengan laser. Kedepannya
diharapkan terdapat penelitian mengenai diameter jarum, ketebalan kulit dan
kedalaman tusukan sehingga dapat dicapai terapi yang optimal.

You might also like