You are on page 1of 6

ACARA I

PENGECILAN UKURAN
A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara I Pengecilan Ukuran adalah untuk mengetahui
pengaruh kadar air bahan yang digiling terhadap modulus kehalusan, diameter
rerata, indeks keseragaman, dan luas permukaan butiran hasil penggilingan.
B. Tinjuan Pustaka
Cara cara penepungan beras yang lazim digunakan meliputi peggilingan
kering, penggilingan basah, dan penggilingan semi-kering. Tipe penepung yang
digunakan untuk penepungan kering berpengaruh terhadap distribusi ukuran
partikel. Pin mill dan hammer mill menghasilkan tepug yang lembut. Dengan
turbomill diperoleh paling lembut berdasar pengujian dengan mikroskop elektron
karena keterbatasan analisis dengan ayakan untuk partikel yang sangat lembut.
Penepungan cara basah menyangkut penggunaan air yang bayak. Perendaman
beras, penambahan air yang berlebihan selma penepungan, dan penghilangan
kelebihan air yang membedakan dengan penepungan kering. Cara penepungan
basah menghasilkan tepung beras mengandung protein, lipid, abu, dan gula
reduksi yang lebih rendah daripada hasil penepungan kering. Penepungan basah
menghasilkan tepung yang lebih lembut daripada yang kering dengan turbo mill
(Haryadi, 2008).
Alat penepung dibutuhkan pada proses akhir pengolahan. Alat ini
berfungsi untuk mengubah bentuk bahan dari serpihan, pecahan kulit, atau
gumpalan menjadi tepung (mash). Penepungan bisa dilakukan secara manual
dengan bantuan alat penumbuk. Namun proses manual akan lebih membutuhkan
waktu yang lebih lama. Pada prinsipnya, semua mesin penepung bisa digunaka,
seperti penepung kopi, beras, atau singkon. Namun untuk menepungkan limbah
kakao dan mete diperlukan alat penepung yang udah dimodifikasi. Mesin
penepung bisa ditambah dengan pisau untuk membantu proses penepungan
(Guntoro, 2008).

Penepungan atau penghancuran umbi ketela parut yang telah dikeringkan


dapat dilakukan seara manual atau dengan menggunakan mesin penepung.
Penepungan secara manual dapat dilakukan dengan lumpang dan alu. Penepungan
juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin penepung beras, melalui dua
tahap penepungan beras, melalui dua tahap penepungan, yaitu dengan
penepungan menggunakan ayakan 20 mesh, hasil tepung masih kasar, dan yang
kedua dengan penepungan menggunakan ayakan 80 mesh untuk menghasilkan
hasil tepung yang lebih lembut (Soetanto, 2008).
Hasil pertanian dari berbagai negara rata rata tidak dapat dikonsumsi
dalam waktu yang singkat sehingga perlu diubah bentuk dalam tepung. Kegunaan
dibuatnya tepung dari beberapa bahan pangan antara lain menghemat biaya,
penganekaragaman produk, memperpanjang masa simpan, menghemat biaya
penyimpanan dan pengemasan. Beberapa hasil pertanian yang bisa dibuat tepung
adalah

beras,

singkong,

ubi,

jagung,

gandum,

dan

lain

sebaigainya

(Tembo, 1999).
Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik fisik yang seringkali
digunakan untuk merencanakan volume alat pengolahan atau sarana transportasi,
mengkonversikan harga satuan, dan lain sebagainya. Perlakuan perendaman 24
jam dapat menurunkan densitas kamba dibandingkan dengan tepung tanpa
perlakuan pendahuluan, walaupun hanya signifikan pada tepung kacang merah
tanpa kulit. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Ertas (2011) dalam
Pangastuti dkk (2013), yang menyatakan bahwa dengan adanya perendaman,
maka densitas kamba akan semakin menurun karena kadar air dalam biji
meningkat.

Berbeda

dengan

perendaman,

perebusan

90

menit

dapat

meningkatkan densitas kamba pada tepung kacang merah, baik dengan kulit
maupun tanpa kulit (Pangastuti dkk, 2013).
Modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan
besar dan kecilnya ukuran pertikel tepung yang dihasilkan. Nilai modulus
kehalusan yang besar, maka tepung yang dihasilkan mempunyai partikel kasar.
Nilai modulus kehalusan dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang tertinggal pada

ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan maka jumlah partikel yang
tertinggal semakin banyak, sehingga modulus kehalusan maka semakin besar
(Rizal dkk, 2013).
Yang dimaksud dengan indeks keseragaman adalah komposisi tiap
individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks
keseragaman merupakan pendugaan yang baik untuk menentukan dominasi dalam
suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis melimpah dari yang lainnya , maka
indeks keseragaman akan rendah. Jika nilai indeks keseragaman melebihi 0,7
mengindikasikan derajat keseragaman komunitasnya tinggi (Insafitri, 2010).
Pengolahan tepung sagu dapat dicirikan sebagai proses industri, karena
mengubah bahan baku (Metroxylon sagu atau sagu) melalui proses primer,
menjadi produk (tepung sagu) yang bernilai bagi konsumen. Pengolahan
dilakukan dengan menggunakan unit operasi tertentu. Salah satu bagian dari
teknologi ekstraksi sagu adalah proses penggilingan atau disintegrasi pati sagu
dan sebagian operasi menggunakan hammer mill untuk kegiatan ini. Kinerja
penepung mungkin ditingkatkan dengan menggunakan jenis penggiling atau
dengan merancang desain baru mesin yang bisa mengintegrasikan menumbuk dan
mengekstrak pati sagu. Diharapkan dengan desain baru mesin untuk
mengekstraksi pati sagu, operasi bisa lebih efisien daripada palu pabrik, dan bisa
menghasilkan kualitas yang lebih baik dari tepung sagu (Kamal, 2007).
Pembuatan tepung dari berbagai bahan pangan bisa dimodifikasi supaya
terdapat berbagai nutrisi didalamnya. Seperti contohnya pembuatan tepung beras,
tepung jagung, dan tepung gandum. Rata rata bahan bahan tersebut diolah
menjadi tepung dengan cara penggilingan basah. Lalu setelah bahan menjadi
tepung, mereka diolah dengan cara toasting supaya bahan dapat tercampur rata
(Hernandez, 1999).
Biji kacang juga bisa dibuat dalam bentuk tepung supaya memperoleh
nutrisi yang sama tanpa susah payah mengunyahnya. Sifat fungsional dan fisik
dari pati dan tepung antara lain pembengkakan kekuasaan dan kelarutan pola,
warna, pH, air dan penyerapan minyak kapasitas kacang suspensi pati dan air juga

diperiksa. Komposisi kimia dari seluruh tepung biji kacang dan pati isolat seperti
nilai kelembaban, protein kasar, lemak kasar, abu total serat kasar, lemak kasar,
jumlah karbohidrat, pati, fosfor dan kadar amilosa (Shimelis, 2006).
C. Metodologi
1. Alat
a. Penggilingan
b. Ayakan
c. Timbangan
d. Gelas ukur 50 ml
2. Bahan
a. Beras kering
b. Beras rendam jam
c. Beras rendam 1 jam

3. Cara Kerja
Dibersihkan penggiling yang akan
digunakan dan dipasang saringannya

Beras kering, beras


rendam jam, dan
beras direndam 1 jam

Ditentukan kadar air beras dan ditimbang


masing masing beras 500 gram serta
gilinglah masing masing beras

Diayak
hasil
gilingan
tersebut
menggunakan satu seri ayakan yang telah
diketahui ukuran lubangnya

Ditimbang bahan yang tertahan tiap ayakan, tentukan


densitas tiap fraksi tertahan dengan memasukkan pada gelas
ukur 50 ml, ditentukan beratnya

Ditabulasi data yang diperoleh, kemudian ditentukan nilai


modulus kehalusan (FM), diameter rerata, indeks
keseragaman, dan luas permukaan total hasil penggilingan

DAFTAR PUSTAKA
Guntoro, Suprio. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
Hernandez, Guerra. 1999. Maillard Reaction Evaluation by Furosine Determination
During Infant Cereal Processing. Departemento de Nutrition Bromatologia.
Spanyol. Hal.171-176.
Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalvia di Area
Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan, Volume 3,
No.1.
Kamal, Siti Mazlina Mustapa. 2007. Improvement on Sago Flour Processing. Faculty
of Engineering Universiti Putra Malaysia. Malaysia. Vol.4 No.1.
Pangastuti, Hesti Ayuningtyas, Dian Rachmawanti Affandi dan Dwi Ishartani. 2013.
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Kacang Merah (Phaseolus
Vulgaris L.) dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknosains
Pangan Vol 2 No 1.
Rizal, Saifur., Sumardi Hadi Sumarlan dan, Rini Yulianingsih. 2013. Pengaruh
Konsentrasi Natrium Bisulfit dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat FisikKimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis Vol.1 No.2.
Shimelis, Emire Admassu. 2006. Physico chemical Properties, Pasting Behavior and
Functional Characteristics of Flour and Starches from Improved Bean
Varieties Grown in East Africa. Food Engineering and Bioprocess Asian
Institute of Technology. Thailand. Vol.8. Februari 2006.
Soetanto, Edy. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Kanisius. Yogyakarta.
Tembo, Gelson. 1999. Usng Mied Integer Programming to Determine the Potential
for Flour Millinga Industry Epansion. Department of Agricultural Economics.
Oklahama.

You might also like