You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
Sigmund Freud dan Erik Erikson merupakan dua orang yang cukup dikenal dalam
perkembangan ilmu jiwa, mereka mengembangkan teori Psikoanalisis dan Psikososial.
Sigmund Freud mengembangkan konsep struktur pikiran dengan mengembangkan mind
apparatus, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya
yang terpenting, yaitu id (struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak
disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan), ego (struktur kepribadian yang mengontrol
kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia) dan superego (merefleksikan
nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral).
Menurut Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi
antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial.
Istilah psikososial dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan tahap-tahap kehidupan
seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan
suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Erikson membuat sebuah
bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam
psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah Delapan Tahap Perkembangan Manusia.
Erikson juga berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis.
Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah
sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Menurut Erikson delapan tahap
perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur maupun secara
hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan
seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna
memperbaikinya.
Gangguan kepribadian adalah kondisi patologik dari ciri kepribadian seseorang yang
menjadi tidak fleksibel dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan hendaya di dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan subjektif bagi
dirinya.
Gejala-gejala dari orang dengan gangguan kepribadian biasanya alloplastik. Artinya,
orang dengan gangguan kepribadian akan berusaha merubah lingkungan untuk disesuaikan
dengan keinginannya. Selain itu, gejala-gejalanya juga egosintonik. Artinya, orang dengan

gangguan kepribadian dapat menerima dengan baik gejala-gejalanya. Umumnya orang


dengan gangguan kepribadian menolak bantuan secara psikiatrik.
Orang tersebut jauh lebih mungkin menolak bantuan psikiatrik dan menyangkal
masalahnya dibandingkan orang dengan gangguan kecemasan, gangguan depresif, atau
gangguan obsesif kompulsif. Gejala gangguan kepribadian adalah alopastik (yaitu, mampu
mengadaptasi dan mengubah lingkungan eksternal) dan ego-sintonik (yaitu, dapat diterima
oleh ego); mereka dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang perilaku
meladaptifnya, karena orang tersebut tidak secara rutin merasakan sakit dari apa yang
dirasakan oleh masyarakat sebagai gejalanya, mereka seringkali dianggap tidak bermotivasi
untuk pengobatan dan tidak mempan terhadap pemulihan.

BAB II
GANGGUAN KEPRIBADIAN

A. DEFINISI KEPRIBADIAN
Kata kepribadian (personality) sesungguhnya berasal dari kata latin: persona .Pada mulanya kata
persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemainsandiwara di zaman
romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona(personality) berubah
menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu
dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku
berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya.
Kepribadian (Allport, 1971) adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik
dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku
yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya;
kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan(kaplan).

B. PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, kita dapat
membedakannya dalam dua golongan :
1. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalamkebudayaan
tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang
dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak
dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang
bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat,misalnya
jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat
sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur
kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini disebabkan karena :
3

a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya(orang


tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang.
Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya
sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbedabeda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman

yang

khusus,

yang

terjadi pada dirinya sendiri.


2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini
tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang
berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalamanpengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam
dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi
pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa,
disebut proses pembentukan identitas diri.
Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkat yang
harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang
lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja,
tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungandan kekaburan akan peran sosial,
karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh
sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya
dan sebagainya. Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai
remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguangangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sekali diusahakan agar remaja
dapat menentukan sendiri identitas dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya
terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.

C. TEORI KEPRIBADIAN
4

Ada empat teori kepribadian utama yang satu sama lain tentu saja berbeda, yakni
teorikepribadian psikoanalisis, teori-teori sifat (trait), teori kepribadian behaviorisme, danteori
psikoligi kognitif.
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangunmodel
kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu samalain. Konflik
dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar
ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah
id, ego, dan superego.

Id

bekerja

menggunakan

prinsip

kesenangan,

mencari

pemuasan

segera

impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapaidengan
cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral
pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi
konflik antara id ( yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego
(yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya ego masih harus
mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi konflik
antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang datang dari
ketidak sadaran kolektif (yang berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa
generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang diredam
dalam ketidaksadaran. Berbeda denganFreud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada
dorongan seks.
Bagi erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan super ego, menurutnya, yang
terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula koflik antara id dan superego. Bagi
Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya
dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori freud, dan merupakan
unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada
dorongan seksual.
5

2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories)


Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankanaspek
kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap.
Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu,
yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil
ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi.
Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi
(personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu
satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik
sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang mungkin sama-sama jujur, namun berbeda
dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Orang pertama, karena peka terhadap
perasaan orang lain, kadang-kadang menceritakan kebohongan putih bagi orang ini,
kepekaan sensitivitas adalah lebih tinggi dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai
kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain.
Orang mungkin pula memilki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang
mungkin berhati-hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati
karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup.

Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari WillimSheldom.


Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun demikian ia sebenarnya
menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya, manusia tidak dapat digolongkan dalam
tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik
yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen
ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang disebutnya sebagai somatotipe.
Menurut Sheldom adatiga komponen atau dimensi temperamental adalah sebagai berikut :
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifatsifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran,lamban,
santai, pandai bergaul.
6

b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat-sifatseperti


berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik
yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain,cenderung menguasai
dan membuat gaduh.
c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup
dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepadaorang lain, serta
memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki
reaksi yang cepat dan sulit tidur.

3. Teori Kepribadian Behaviorisme


Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaantingkah
lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat
kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara
bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.

Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan polayang khas
dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.
Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol
perilaku.

Teknik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :


1) Pengekangan fisik (psycal restraints)
Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik.Misalnya,
beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan
kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan bentuk lain,
seperti berjalan menjauhi seseorang yang telah menghina kita agar tidak kehilangan
kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids)
7

Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak


dinginkan.

Misalnya,

pengendara

truk

meminum

obat

perangsang

agar

tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan
untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki
masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)
Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus

yang

bertanggunggung

jawab.Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen


dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions)
Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri kita
untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik meditasi untuk
mengatasi stess.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses)
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang
membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar
tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan
tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement)
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurutSkinner,
adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas perilaku yang
patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah belajar
keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment)
Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan
diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri karena gagal
melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar kembali dengan giat.

4. Teori Psikologi Kognitif


Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan
psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam mempersepsi lingkungannya, manusia tidak
sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari
8

pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan
selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak
lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan
kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena
keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga
faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan
kesadaran seseorang.

C. GANGGUAN KEPRIBADIAN
1. Definisi
Gangguan kepribadian (Aksis II pada DSM-IV) merupakan suatu ciri kepribadian
yang menetap, kronis, dapat terjadi pada hampir semua keadaan,menyimpang secara jelas
dari norma-norma budaya dan maladaptif serta menyebabkan fungsi kehidupan yang buruk,
tidak fleksibel dan biasanya terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Hal ini disebabkan
pada usia ini masalah-masalah kepribadian sering bermunculan begitu luas dan komplek.
Orang yang menderita gangguan kepribadian mempunyai sifat-sifat kepribadian yang
sangat kaku dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Akibatnya, dia akan
mengalami kerusakan berat dalam hubungan sosialnya atau dalam bidang pekerjaannya
atau dirinya terasa sangat menderita. Gejala-gejala dari orang dengan gangguan kepribadian
biasanya alloplastik. Artinya, orang dengan gangguan kepribadian akan berusaha merubah
lingkungan untuk disesuaikan dengan keinginannya. Selain itu gejala-gejalanya juga
egosintonik. Artinya orang dengan gannguan kepribadian menolak bantuan secara psikiatrik.
2. Etiologi
2.1 Faktor Genetik

Salah satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan
kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan
kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu
menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan temperamen, minat
okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah
adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.
2.2 Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan
dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Contohnya,anak-anak yang secara
temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar.
2.3 Faktor Biologis
Hormon Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunukkan peningkatan
kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone. Neurotransmitter. Penilaian sifat kepribadian dan
system dopaminergik dan serotonergik, menyatakaan suatu fungsi mengaktivasi kesadaran
dari neurotransmitter tersebut. Meningkatkan kadar serotonin dengan obat seretonergik
tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahandramatik pada beberapa
karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas.
Elektrofisiologi. Perubahan konduktansi elektrik pada elektro ensefalogram telah ditemukan
pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisocial dan
ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat.
2.4 Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan denganfiksasi pada salah
satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada stadium anal, yaitu anak yang
berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan
sangat teliti.

3.Klasifikasi

10

Dalam Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders edisikeempat (DSMIIV), gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam 3 kelompok,yaitu:
a. Kelompok A, terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid danskizotipal.
Orang dengan gangguan seperti ini sering kali tampak aneh dan eksentrik.
b.

Kelompok B, terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang,histrionik dan


narsistik. Orang dengan gangguan ini sering tampak dramatik, emosional, dan tidak menentu.

c. Kelompok C, terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen dan obsesifkompulsif, dan satu kategori yang dinamakan gangguan kepribadian yang tidak
ditentukan (contohnya adalah gangguan kepribadian pasif-agresif dan gangguan
kepribadian depresif). Orang dengan gangguan ini sering tampak cemas atau
ketakutan.Menurut PPDGJ, klasifikasi gangguan kepribadian sebagai berikut:
3.1 Gangguan kepribadian khas
3.1.1 gangguan kepribadian paranoid
3.1.2 gangguan kepribadian skizoid
3.1.3 gangguan kepribadian dissosial
3.1.4 gangguan kepribadian emosional tak stabil
3.1.5 gangguan kepribadian histrionik
3.1.6 gangguan kepribadian anankastik
3.1.7 gangguan kepribadian cemas
3.1.8 gangguan kepribadian dependen
3.1.9 gangguan kepribadian khas lainnya
3.1.10 gangguan kepribadian YTT
3.2 Gangguan kepribadian campuran dan lainnya
3.2.1 gangguan kepribadian campuran
3.2.2 gangguan kepribadian yang bermasalah

11

BAB III
GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK

Gangguan

kepribadian

histrionik

ditandai

oleh

perilaku

yang

bermacam-

macam,dramatik, ekstovert pada orang yang meluap-luap dan emosional.


Tetapi, menyertai penampilan mereka yang flamboyan, seringkali terdapat ketidakmampuan
untuk mempertahankan hubungan yang mendalam dan berlangsung lama. Pasien dengan
gangguan kepribadian histrionik menunjukkan perilaku mencari perhatian yang tinggi.
Mereka cenderung memperbesar pikiran dan perasaan mereka, membuat segalanya terdengar
lebih penting dibandingkan kenyataannya.Perilaku menggoda sering ditemukan baik pada
pria

maupun

wanita.

Pada

kenyataannya,

pasien

histrionik

mungkin

memiliki

disfungsi psikoseksual; wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami impotent.
Mereka mungkin bahwa melakukan impuls seksual mereka untuk menentramkan diri mereka
12

bahwa mereka menarik bagi jenis kelamin yang lain. Kebutuhan mereka akan ketentraman
tidak ada habisnya.

Ditinjau dari teori psikoanalisa, gangguan ini dapat muncul karena adanya parental
seductiveness khususnya ayah terhadap anak perempuan. Orang tua yang mengatakan bahwa
seks adalah sesuatu yang kotor tapi tidak sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan
dimana perilaku menunjukkan bahwa seks itu adalah hal yang menyenangkan dan diinginkan
(NidaAl Hasanat, 2004 : 20).

EPIDEMIOLOGI
Menurut DSM-IV data yang terbatas dari penelitian populasi umum menyatakan suatu
prevalensi gangguan kepribadian histrionik kira-kira 2 sampai 3%. Angka kira-kira 10 sampai
15% telah dilaporkan pada lingkungan kesehatan mental rawat inap dan rawat jalan jika
pemeriksaan terstruktur digunakan. Keadaan ini lebih sering didiagnosis pada wanita
dibandingkan laki-laki.
GEJALA KLINIS
Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik menunjukkan perilaku mencari perhatian
yang tinggi. Pada kenyataannya, pasien histrionik mungkin memiliki disfungsi psikoseksual,
yakni wanita mungkin anorgasmik dan laki-laki mungkin impoten. Pertahanan utama pasien
dengan gangguan kepribadian histrionik adalah represi dan disosiasi.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Pola pervasif emosionalitas dan mencari perhatian yang berlebihan, dimulai pada masa
dewasa muda dan tampak dalam berbagai konteks, sebagai berikut :
1. Tidak merasa nyaman dalam situasi dimana ia tidak merupakan pusat perhatian.
2. Interaksi dengan orang lain sering ditandai oleh godaan seksual yang tidak pada
tempatnya atau perilaku provokatif.
13

3. Menunjukkan pergeseran emosi yang cepat dan ekspresi emosi yang dangkal.
4. Secara terus menerus menggunakan penampilan fisik untuk menarik perhatian kepada
dirinya.
5. Memiliki gaya bicara yang sangat impresionistik dan tidak memiliki perincian.
6. Menunjukkan dramatisasi diri, teatrikal, dan ekspresi emosi yang berlebihan.
7. Mudah disugesti, yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain atau situasi.
8. Menganggap hubungan menjadi lebih intim ketimbang keadaan sebenarnya.

DIAGNOSIS BANDING
-

Perbedaan antara gangguan kepribadian histrionik dan gangguan kepribadian ambang


adalah sukar. Pada gangguan kepribadian ambang, usaha bunuh diri, difusi identitas
dan episode psikotik singkat adalah lebih sering. Walaupun kedua kondisi dapat
didiagnosis pada pasien yang sama, klinisi harus memisahkan keduanya.

Gangguan somatisasi sindroma Briquet dapat terjadi bersama-sama dengan gangguankepribadian


histrionik.

Pasien dengan gangguan psikotik singkat dan gangguan disosiatif mungkin perlu
mendapatkan diagnosis penyerta gangguan kepribadian histrionik.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Dengan bertambahnya usia, pasien dengan gangguan kepribadian histrionik
cenderung menunjukkan gejala yang lebih sedikit, tetapi, karena mereka tidak memiliki
energi yang sama dengan yang dimilikinya saat masih muda. Pasien adalah pencari sensasi
dan mungkin mengalami masalah dengan hukum, penyalahgunaan zat dan bertindak kepada
siapa saja.

TERAPI
14

Psikoterapi : Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik seringkali tidak


menyadari perasaan mereka yang sesungguhnya; dengan demikian penjelasan dalam
(inner feeling) mereka adalah suatu proses yang penting. Psikoterapi berorientasi
psikoanalisis, baik dalam kelompok atau individual, adalah terapi yang terpilih untuk
gangguan kepribadian histrionik.

Farmakoterapi : dapat ditambahkan jika gejala adalah menjadi sasarannya seperti


penggunaan antidepresan untuk depresi dan keluhan somatik, obat antiansietas serta
antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi.

BAB IV
PENUTUP
Kepribadian ialah ekspresi keluar mengenai pengetahuan serta perasaan yang dialami
secara subjektif oleh seseorang dan ekspresi keluar yang dapat diamati ini, menunjuk pada
keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering digunakan oleh orang itu dalam
usaha penyesuaian diri yang terus menerus dalam hidupnya sehingga ia dapat dikenal dari
polanya itu.
Gangguan kepribadian adalah kondisi patologik dari ciri kepribadian seseorang yang
menjadi tidak fleksibel dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan hendaya di dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan subjektif bagi
dirinya.
Pematangan kepribadian dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor badaniah,
psikologik dan sosial, terutama pada masa kanak-kanak. Gangguan kepribadian menurut
DSM-IV dibagi menjadi tiga cluster, yaitu :
-

Cluster A : kepribadian paranoid, skizoid dan skizotipal.

Cluster B : kepribadian antisosial, ambang, histrionik, narsistik.

Cluster C : kepribadian menghindar, tergantung, anankastik dan tidak spesifik.


15

Dalam pengobatan perlu diingat bahwa sifat-sifat gangguan kepribadian termasuk dalam
pola seumur hidup dan penderita tidak mempunyai motivasi dasar untuk berubah. Terapi
dapat memfokus pada aspek kerugian akibat perilaku ini. Selain daripada terapi individu yang
berlangsung lama, ada baiknya bila penderita dimasukkan ke dalam terapi kelompok
sehingga ia dapat belajar cara-cara yang baru mengenai hubungan antara manusia.
Gangguan kepribadian histrionik ditandai oleh perilaku yang bermacam-macam,dramatik,
ekstovert

pada orang yang meluap-luap dan emosional. Pasien dengan gangguan kepribadian

histrionik menunjukkan perilaku mencari perhatian yang tinggi. Pada kenyataannya, pasien
histrionik mungkin memiliki disfungsi psikoseksual, yakni wanita mungkin anorgasmik dan
laki-laki mungkin impoten. Pertahanan utama pasien dengan gangguan kepribadian histrionik
adalah represi dan disosiasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Kaplan I Harold, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. Kaplan Sadocks Sinopsis Psikiatri
Ilmu

Pengetahuan

Prilaku

Psikiatri

Klinis,

Edisi

tujuh,

Jilid

satu.Binarupa

Tangerang.2010;392-402
2. Tony Setiabudhi, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri), Cetakan ke delapan, 2008, hal
12-23.
3. Maramis. W.F; Gangguan Kepribadian dalam Catatan ilmu Kedokteran Jiwa; Airlangga
University Press; Surabaya;1995.
4. Kaplan H.I and Sadock B.J M.D; Theories of Personality and Psychopathology in
Synopsis of Psychiatry, sixth edition; William and Wilkins; Baltimore USA;
5. Direktorat Kesehtan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan
R.I, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia; Edisi III;
Jakarta; 1993.
6. Sadock B.J, M.D and Sadock V.A, M.D; Personlity Disorder in Comprehensive Text
Book of Psychiatry; seventh edition; Voleme 1 A Lippncot Williams amd Wilkins;
Philadelphia USA; 2000.
7. American Psychiatry Association, Diagnostic Crtiteria From DSM IV, American
Psychiatry Association; Washington DC;1994.
16

8. Direktorat Kesehtan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan


R.I, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia; Edisi II; Jakarta;
1985.

17

You might also like