You are on page 1of 9

ACARA II

KONSTRUKSI JARING-JARING PROYEKSI


(PROYEKSI AZIMUTHAL)

I.

TUJUAN
1. Memahami penegertian spherical graticule (globe) dan plane
graticule (peta).
2. Memahami transformasi spherical graticule menjadi plane
graticule sebagai bagian dari proses proyeksi peta.
3. Melakukan konstruksi sistem proyeksi azimuthal dengan membuat
jaring proyeksi.

II.

ALAT DAN BAHAN


1. Kertas HVS atau kertas kalkir
2. Pensil
3. Kertas milimeter block
4. Jangka
5. Busur
6. Kalkulator
7. Globe

III.

DASAR TEORI
Pemindahan detil kenampakan dari globe ke dalam bidang datar
dapat disebut sebagai transformasi. Transformasi detil kenampakan
pada globe ke bidang datar tidak dapat dilakukan secara langsung,
tetapi harus melalui beberapa tahapan. Salah satu tahapan yang paling
penting dalam transformasi adalah transformasi atau pemindahan
garis-garis llintang dan bujur pada globe (spherical graticule) ke
dalam bidang datar (plane graticule). Plane graticule merupakan
garis-garis yang digambarkan tegak lurus dan saling berpotongan
disebut juga sebagai jaring-jaring proyeksi

Jaring-jaring proyeksi memegang peranan penting dikarenakan


menjadi acuan dalam pemindahan kenampakan pada globe, karena
perhubungan antara garis lintang dan bujur dapat digunakan untuk
menentukan lokasi suatu titik atau tempat. Secara matematis proyeksi
peta dapat dikatakan sebagai transformasi koordinat geografis
(geographical coordinate) ke dalam koordinat kartesius (cartesian
coordinate).
Konstruksi jaring-jaring proyeksi ini dapat dilakukan secara
matematis (mathematical calculus) maupun secara grafis (perspective).
Prinsip konstruksi jaring-jaring secara grafis adalah dengan globe
dianggap sebagai bidang yang transparan dan disinari dari arah
tertentu. Sedangkan konstruksi secara matematis dilakukan melalui
beberapa tahapan perhitungan, kemudian setelahnya akan diketahui
bentuk dan model jaring-jaringnya.
Proyeksi Azimuthal merupakan salah satu jenis proyeksi yang
menggunakan bidang datar sebagai bidang proyeksinya. Proyeksi
Azimuthal telah dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu, prinsip
proyeksi azimuthal adalah persinggungan pada satu titik di globe
(terutama bagian kutub). Beberapa proyeksi azimuthal memiliki nilai
kebenaran yang valid namun untuk beberapa lainnya dianggap tidak
valid (Snyder, 1987).
Gambar pada bidang proyeksi akan berlainan tergantung dari letak
titik sumbu proyeksi, sehingga paralel dan meridian akan tergambar
sebagai

gratikul

yang

berbeda

(Prihandito,

1988).

Paralel

diproyeksikan sebagai lingkaran konsentris yang mengelilingi kutub,


sedangan meridian akan tampak sebagai garis-garis lurus yang
berpusat di kutub dengan sudut yang sama dengan sudut antara
meridian bumi.
Proyeksi azimuthal memiliki beberapa karakteristik yang meliputi :
a. Garis-garis bujur sebagai garis lurus yang berpusat di kutub
b. Garis lintang digambarkan sebagai lingkaran konsentris yang
mengelilingi kutub.

c. Sudut antara garis bujur dan lintang satu dengan lainnya pada
peta sama
d. Seluruh permukaan bumi jika digambarkan dengan proyeksi ini
akan tampak seakan melingkar.
Proyeksi azimuthal berdasarkan posisi bidang proyeksinya dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Proyeksi Azimuth Normal, yaitu ketika bidang proyeksinya
menyinggung kutub.
b. Proyeksi Azimuth Transversal, yaitu ketika bidang proyeksinya
tegak lurus dengan equator.
c. Proyeksi Azimuth Oblique, yaitu ketika bidang proyeksinya
menyinggung salah satu tempat antara kutub dan ekuator.

(a)
Menyinggung Kutub
(Azimuth Normal)

(b)
Menyinggung Equator
(Azimuth Transverse)

(c)
Menyinggung antara
kutub dan equator
(Azimuth Oblique)

Khusus proyeksi Azimut Normal cocok untuk memproyeksikan


daerah kutub. Pada proyeksi azimuthal, letak titik proyeksi (point of
projection) atau berdasarkan arah penyinarannya dapat dibedakan
menjadi tiga sehingga menghasilkan proyeksi yang berbeda pula.
Ketiga jenis proyeksi tersebut adalah :
a) Proyeksi Azimuthal Gnomonis

Gambar 1.2 Proyeksi Azimuthal Gnomonis


(sumber : http://2.bp.blogspot.com/9Hw9oUy2y7k/UFWvdM5yItI/AAAAAAAAAOI/WdVM_q-krtA/s1600/b4.jpg)

Proyeksi

ini pusat proyeksi terdapat pada titik pusat bola

bumi. Equator tergambar hingga tak terbatas. Lingkaran


paralel berubah ke arah luar, semakin mendekati equator
lingkaran akan nampak makin besar, sehingga equator
mengalami distorsi yang besar.
b) Proyeksi Azimuthal Stereografis

Gambar 1.3 Proyeksi Azimuth Stereografis


(sumber :

http://www.smansamedan.sch.id/guru_isi/ru
ang_guru_smansa/ruang_guru_geografi/Ge
o_2013/arsip_geo/images/gambar%20proy
eksi%20azimunthal_a.png)
Titik sumber proyeksi di kutub berlawanan dengan titik
singgung bidang proyeksi dengan kutub bola bumi. Jadi jarak
antara lingkaran paralel tergambar semakin membesar ke arah
luar.
c) Proyeksi Azimuthal Stereografis

Gambar 1.4 Proyeksi Azimuthal Stereografis


(Sumber : http://2.bp.blogspot.com/1_zteg3bTvg/UFWvnXazGSI/AAAAAAAAAOY/WmoLq5csMVs
/s400/b6.jpg)

Proyeksi ini menggunakan titik yang letaknya tak terhingga


sebagai titik sumber proyeksi. Akibatnya sinar proyeksinya
sejajar

dengan

sumbu

bumi.

Lingkaran

paralel

akan

diproyeksikan dengan keliling yang benar atau ekuidistan.


Jarak antara lingkaran garis lintang akan semakin mengecil
bila semakin jauh dari pusat.

IV.

LANGKAH KERJA
Membuat suatu lingkaran dengan diameter tertentu dengan
menggunakan jangka dan penggaris pada kertas milimeter blok.
Lingkaran tersebut dianggap mewakili bola bumi (globe).

Menentukan skala dari globe tersebut dengan memperhitungkan radius (jari


jari) bumi yaitu sebesar 640.000.000 cm dan skala proyeksi 1: 200.000.000.
Menggambarkan bujur dan paralel pada globe tersebut dengan interval 15
. Membuat macam-macam proyeksi gnomonis

Memproyeksikan meridian dan paralel pada globe (spherical graticule)


ke bidang proyeksi dengan menerapkan rumus. Proses ini merupakan
konstruksi jaring proyeksi pada sistem proyeksi azimuthal.

Memindahkan kenampakan yang ada pada globe.

V.

HASIL PRAKTIKUM
1. Jaring-jaring proyeksi azimuthal normal gnomonis (terlampir)
2. Jaring-jaring proyeksi azimuthal normal stereografis / equivalent
lambert (terlampir)
3. Jaring-jaring proyeksi azimuthal normal equidistance
4. Perhitungan masing-masing jaring-jaring proyeksi

VI.

PEMBAHASAN
Membuat konstruksi jaring-jaring proyeksi

merupakan hal

terpenting dalam proyeksi peta. Jaring-jaring proyeksi merupakan


dasar dari pemindahan garis-garis paralel dan meridian ke bidang
datar.

Jaring-jaring

proyeksi

ini

merupakan

koordinat

yang

menunjukkan letak daerah, sehingga penting digambarkan dalam


proyeksi. Proyeksi azimuthal merupakan salah satu proyeksi yang
secara umum dalam teknisnya menggunakan bidang proyeksi berupa
bidang datar. Karena menggunakan bidang proyeksi berupa bidang
datar, maka areal yang tercakup pada proyeksi ini merupakan areal
yang berada pada satu bagian saja.
Proyeksi azimuthal dapat dibagi menjadi beberapa macam proyeksi
yaitu proyeksi azimuthal gnomonis, proyeksi azimuthal stereografis,
proyeksi

azimuthal

orthografis.

Proyeksi

azimuthal

gnomonis

merupakan proyeksi yang diasumsikan bahwa seolah-olah bumi


disinari dari pusat bumi, sehingga akan nampak bayangan dari jaringjaring proyeksi. Proyeksi azimuthal normal gnomonis cocok untuk
memproyeksikan daerah kutub, terutama pada lintang 90o. Proyeksi
azimuthal normal gnomonis menyajikan garis-garis paralel sebagai
lingkaran yang konsentris mengelilingi kutub.
Penggambaran jaring-jaring proyeksi azimuthal normal gnomonis
dilakukan dengan dua cara yaitu secara perspective maupun secara
mathematics. Secara perspective telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya, sedangkan secara mathematics dilakukan dengan
menghitung

jarak

antar

paralel,

dan

sudut

antar

meridian.

Penggambaran jaring-jaring proyeksi menggunakan kedua metode


tersebut sebenarnya memiliki hasil yang sama apabila ketelitian benarbenar diperhatikan dalam pembuatan keduanya.
Hasil yang diperoleh berdasar kedua metode tersebut dibandingkan
dan dapat diketahui bahwa pada jarak dari pusat bumi atau lintang 90o
hingga lintang 15o berdasarkan perhitungan matematis adalah 11,9 cm
sedangkan berdasarkan hasil perspektif diketahui nilainya mengecil
menjadi 11,6 sehingga terdapat distorsi sebesar 0,3 cm. Distorsi ini
dapat disebabkan karena alat yang digunakan memiliki ketelitian yang
kurang. Berdasarkan distorsi yang terjadi pada jaring-jaring sebesar 0,3
cm maka kondisi asli yang tergambar mengalami distorsi sebesar 600
km di lapangan. Hal ini sangat berpengaruh pada penggambaran pulau,
sehingga akan lebih baik apabila mengecek ketelitian alat yang
digunakan terlebih dahulu.
Proyeksi azimuthal normal tangensial stereografis atau dapat pula
disebut sebagai proyeksi equivalent lambert, prinsip perspektif dalam
penggambaran jaring-jaring proyeksi sistem proyeksi ini adalah
penyinaran dianggap datang dari salah satu kutub bumi, sehingga pada
proyeksi ini lintang 0o dapat digambarkan. Berebeda dengan proyeksi
azimuthal normal gnomonis jarak antara lintang 90o hingga lintang 0o
dapat diketahui. Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah equator
dapat digambarkan, walaupun distorsinya sangat besar. Penggunaan
metode matematis menunjukkan perbedaan terhadap metode perspektif
yaitu sebesar 0,2 cm. Distorsi tersebut disebabkan garis yang
diproyeksikan mengalami pergeseran dikarenakan kurang telitinya
indera pengelihatan manusia.
Jaring-jaring proyeksi terakhir yang digambarkan adalah jaringjaring proyeksi azimuthal normal equidistance. Proyeksi ini berbeda
dari proyeksi lainnya, dalam pembuatannya harus didasari oleh
perhitungan terlebih dahulu, karena menyangkut jarak, sehingga antara
metode perspektif dan matematis akan menghasilkan data yang sama.

VII.

KESIMPULAN
1. Spherical graticule adalah garis-garis paralel dan meridian yang
terdapat pada globe yang berupa garis lengkung, sedangkan plane
graticule merupakan garis-garis paralel dan meridian yang
terdapat pada bidang datar (hasil proyeksi) yang dapat berupa
garis lurus maupun garis lengkung.
2. Transformasi spherical graticule menjadi plane graticule dapat
dilakukan dengan proyeksi peta azimuthal normal.
3. Sistem proyeksi azimuth terbagi menjadi proyeksi azimuthal
gnomonis,

proyeksi

azimuthal

stereografis

dan

proyeksi

azimuthal orthografis. Ketiga macam proyeksi azimuthal tersebut


didasarkan pada arah sinar.
4. Proyeksi azimuthal cocok untuk memproyeksikan satu daerah di
permukaan bumi saja (kutub)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Diakses melalui : http://2.bp.blogspot.com/


9Hw9oUy2y7k/UFWvdM5yItI/AAAAAAAAAOI/WdVM_q
krtA/s1600/b4.jpg. tanggal 7 Mei 2014. Pukul 20.00 WIB

Anonim. 2013. Diakses melalui : http://www.smansamedan.sch.id/guru


_isi/ruang_guru_smansa/ruang_guru_geografi/Geo_2013/ar
sip_geo/images/gambar%20proyeksi%20azimunthal_a.png.
diakses pada tanggal tanggal 7 Mei 2014. Pukul 20.00 WIB.

Anonim. 2010. Diakses melalui : http://2.bp.blogspot.com/1_zteg3bTvg/


UFWvnXazGSI/AAAAAAAAAOY/WmoLq5csMVs/s400/b6.jpg.
tanggal 7 Mei 2014. Pukul 20.00 WIB

Prihandito, Aryono. 1988. Proyeksi Peta. Yogyakarta : Penerbit


Kanisius

Synder, John,.P. 1987. Map Projections-A Working Manual.


Washington : U.S Geological Survey Professional Paper

You might also like