You are on page 1of 20

LAPORAN ANALISA PANGAN

ACARA III
PROTEIN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 06
1. A IQBAL BANUAJI

(H3113001)

2. AMMAR FAKHRI I

(H3113010)

3. ARVIAN KURNIA P

(H3113020)

4. DEVI CITA A

(H3113029)

5. EVI TRIRAHAYU

(H3113037)

6. GALUH KADISTA P

(H3113044)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA

2014

ACARA III
PROTEIN

A.

TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari Praktikum Analisa Pangan Acara III Protein adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui proses analisa kadar protein dengan menggunakan metode
Kjeldahl.
b. Menghitung kadar protein pada aneka biskuit seperti dueto, roma,
monde, rosaria, AIM banana, dan oreo dengan metode Kjeldahl.

B.

TINJAUAN PUSTAKA
a. Tinjauan Teori
Protein terdapat dalam semua jaringan hidup baik tumbuhan maupun
hewan. Semua molekul protein mengandung nitrogen dalam gabungan
dengan karbon, hidrogen dan oksigen. Bila protein dididihkan dalam
asam atau basa encer atau bila mereka dikenai kerja enzime-enzime
spesifikasi dalam pencernaan, molekul-molekulnya dihidrolisis menjadi
asam-asam amino. Satuan struktural protein adalah asam amino. Asam
amino adalah senyawa dengan molekul yang mengandung baik gugus
fungsional amino (-NH2) maupun karboksil (-CO2H) (Keenan, 1993).
Asam amino yang satu dengan yang lainnya ikat mengikat melalui
peptida, oleh karena itulah maka protein juga dinamakan polipeptida.
Asam amino dapat membentuk ester, bila direaksikan dengan alkohol
dengan bantuan katalisator asam. Ester ini mudah menguap yang
selanjutnya dapat dipisahkan dengan jalan penyulingan bertingkat. Bila
asam amino direaksikan dengan asam nitrit, timbullah gas N2 yang
berasal dari gusus NH2. Untuk mengetahui adanya dan jenis asam amino
terminal pada suatu rantai polipeptida, maka protein ini direaksikan
dengan dinitrofluorobenzena (Martoharsono, 1990).

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar


dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis
dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil
analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein
dalam bahan makanan itu. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum
albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis
Kjeldahl adalah sebagai berikut : mula-mula bahan didekstruksi dengan
asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran
Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara,
yaitu cara makro dan semimakro. Cara analisis tersebut akan berhasil
baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam
sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis
ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar,
kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen
protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap
cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan
(Winarno, 2004).
Prinsip metode Kjeldahl yaitu peneraan jumlah protein secara
empiris berdasarkan jumlah N di dalam bahan. Dimana hal utama yang
dipersiapkan adalah label sesuai kode sampel. Lalu label ditempelkan
pada dinding labu destruksi, dan ditulis juga pada labu dengan spidol
permanen pada bagian tengah labu destruksi (Hanifa, 2013).
Pada saat proses pemanasan dan penambahan asam, terjadi proses
koagulasi dan ada yang terdenaturasi lebih lanjut pada saat pemanasan.
Menurut Damadoran (1997), penambahan jumlah air sebagai pelarut, dan
protein yang larut cara berdifusi ke pelarut air semakin banyak. Sehingga
kadar protein yang tersisa dalam rafinat (ampas) semakin sedikit.
Interaksi ini didasarkan pada adanya sifat hidrofilik dari protein. Sifat ini
timbul oleh adanya rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu
gugus karboksil dan amino. Molekul protein mempunyai beberapa gugus

yang mengandung atom N atau O yang tidak berpasangan. Atom N pada


rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom H dari
air yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat
berikatan dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O
dengan elektron yang tidak berpasangan (Trioyono, 2010).
Protein merupakan suatu zat yang sangat penting karena sangat erat
hubungannya dengan proses kehidupan. Protein mempunyai bermacammacam fungsi yaitu sebagai enzim dan zat pengatur (Winarno 1992).
Kadar protein diperoleh dengan uji protein menggunakan metode
Kjeldahal. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
Kjeldahl. Prinsip penentuan kadar protein menurut metode Kjeldahl yaitu
bahan didestruksi dengan H2SO4 akan membentuk (NH4)2SO4. Amonium
sulfat tersebut dalam proses destilasi akan melepas NH3 yang akan
ditampung dan diikat oleh larutan asam klorida, amonium klorida
dititrasi dengan standar basa. Metode Kjeldahl digunakan karena metode
ini hanya menghitung N proteinnya saja (Hayyuningsih, 2009).
Menurut Winarno (1980) prinsip dasar dari sistem titrasi formol
yang digunakan adalah terjadinya suatu kesetimbangan antara asam dan
basa. Sistem titrasi ini melibatkan reaksi formaldehid dengan gugus
amino (-NH2) melalui pembentukan senyawa monometilol dan dimetilol.
Formaldehid tidak akan bereaksi dengan gugus amino yang bermuatan
(-NH3+) sehingga pengaruh penambahannya akan tampak pada
pergeseran pH gugus amino yang menjadi lebih rendah. Oleh sebab itu
jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan peningkatan keasaman
ini akan berbanding lurus dengan jumlah terukur gugus amino bebas
yang terbentuk. Walaupun demikian tiap molekul peptida maupun asam
amino memiliki daya reaksi baik dengan asam maupun basa yang
bervariasi tergantung pada letak dan jumlah gugus amino serta
karboksilnya (Handayani, 2007).
Biskuit dapat dianggap sebagai bentuk permen dikeringkan sampai
kadar air yang sangat rendah konten. Menurut Fayemi (1981), biskuit

adalah didefinisikan sebagai kue renyah tipis kecil yang terbuat dari
adonan tidak beragi. Protein ini forma visco-elasticmatrix dikenal sebagai
gluten, yang bertanggung jawab atas meningkatnya sifat adonan atau
mengizinkan peningkatan substansial dalam volume produk panggang
adonan dan gas kemampuan retensi. Sukun Afrika harus digunakan
sebagai pengganti panas rasio untuk biskuit kue invarying sebagai lokal
tepung alternatif untuk produksi biskuit. Penelitian sebelumnya telah
dilakukan pada produksi biskuit menggunakan sukun dan beberapa telah
mengkonfirmasi nilai gizi buah roti yang tinggi protein (Agu, 2007).
Sampel biskuit telah dianalisis untuk kadar air, abu, lemak protein
dan kadar serat kasar menurut methods15 AOAC. Semua penentuan
dilakukan di tiga ulangan. Karbohidrat ditentukan oleh difference16.
Energi makanan dihitung dengan menggunakan faktor Atwater 4
protein, 4 karbohidrat, 9 fat17. Vitamin A ditentukan oleh Shimadzu
kinerja tinggi Chromatography18 cair. Besi (Fe) dalam biskuit ditentukan
dengan metode spektrofotometri serapan atom api menggunakan
Shimadzu spektrofotometer. Kandungan protein sangat penting untuk
memeriksa kualitas biskuit. Ini adalah faktor kunci untuk menentukan
stabilitas produk biskuit yang berbeda. Kandungan protein yang
ditemukan pada kisaran 10,29 1,35 dan terungkap bahwa dibandingkan
dengan

standar

yang

secara

signifikan

berbeda

(P

0.00)

(Hossain, 2013).
Protein Sumber yang mengandung semua asam amino esensial
dianggap protein yang lengkap, sementara mereka yang tidak
mengandung semua asam amino esensial dianggap tidak lengkap.
Sumber protein dengan tinggi konsentrasi asam amino rantai cabang
(BCAA) (misalnya, leucine, isoleucine, valine) dan yang lain yang
penting asam amino yang berkualitas protein yang lebih tinggi dan lebih
efektif untuk mempromosikan sintesis protein. Perbaikan baru-baru ini
dalam pengolahan protein dari makanan (misalnya, protein kedelai,
protein telur, kasein, whey, dll) dalam bentuk suplemen gizi telah

mengakibatkan jumlah tinggi asam amino esensial dan jumlah yang


rendah lemak makanan (Kerksick, 2006).
Biskuit adalah bahan makanan yang populer dikonsumsi oleh lebar
berbagai populasi karena rasa mereka bervariasi, kehidupan rak panjang
dan biaya yang relatif rendah. Karakteristik kimia Moisture, abu dan
kadar lemak ditentukan menurut AOAC 2000 metode. Kadar protein
ditentukan sesuai (IS: 7219: 1973): Metode Kjeldhal, kadar protein
adalah diperoleh dengan menggunakan faktor konversi 6,25, Serat
makanan ditentukan oleh (IS: 11062) dan karbohidrat konten dengan
metode perbedaan (Masoodi, 2012).
Produk ini dibuat dengan cara melarutkan protein tepung dengan
basa encer (NaOH) pada pH 7-9, proses pelarutan dilakukan dengan
pemanasan pada suhu yang tidak tinggi agar tidak terjadi denaturasi dan
membuang endapan yang tidak larut dengan cara pemusingan atau
penyaringan. Ekstrak yang didapat diasamkan (HCl) sampai pH 4-5, agar
terjadi pengendapan protein. Endapan ini kemudian dikeringkan atau
dinetralkan dengan NaOH. Digunakan pelarut asam encer (HCl) adalah
untuk melarutkan gula dan komponen non protein (mineral). Setelah
dilakukan ekstraksi dengan asam encer (HCl), komponen tak larut
(protein

dan

polisakarida)

dinetralkan

dengan

basa

(NaOH)

(Kurniati, 2009).
b.

Tinjauan Alat dan Bahan


Menurut Hadi (2007), biskuit banyak disukai karena rasanya yang
enak dan bervariasi, jenis dan bentuk yang beraneka ragam, harga relatif
murah, cukup mengenyangkan, hingga kandungan gizi yang lengkap.
Biskuit sifatnya mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil
dan umur simpannya yang relatif lama. Menurut syarat mutu biskuit
berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar protein minimum dalam biskuit
adalah 9.00% dalam Asmoro (2009).
Konsumsi makanan snack dalam kemasan sebanyak 39 g/hari.
Adapun jenis dan merk makanan kemasan yang banyak dikonsumsi

adalah chitatos, geri chocholatos, keripik kentang, momogi, biskuat, ciki


steak & ciki singkong balado, energen sereal, oreo, astor, potato, sosis.
Asupan zat gizi subjek merupakan hasil konversi konsumsi pangan yang
terdiri dari energi, protein, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Rata-rata
asupan energi dan zat gizi per hari adalah 1008446 kkal, protein 38,3
19,8 g, zat besi 10,863 mg, vitamin C 25 16 mg dan vitamin A
448410 RE (Briawan, 2012).
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3,5g dan
dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Tambahkan 10g K2SO4, 0,3g CaSO4
dan 15 ml H2SO4 pekat, lalu dipanaskan pada pemanas listrik dalam
almari asam, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi hijau jernih.
Setelah labu Kjedahl beserta cairannya menjadi dingin, tambahkan 200
ml aquades dan larutan NaOH 45 % sampai cairan bersifat basis.
Selanjutnya labu Kjedahl dipanaskan kembali sampai amonia menyerap
semua destilat yang ditampung dalam erlenmeyer, selanjutnya dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1 N.

protein = % N Faktor Konversi (5,71) ( Aatjin, 2012).

C.

METODOLOGI
1. Alat
a. Timbangan analitik
b. Gelas ukur
c. Labu destruksi (Labu Kjeldahl)
d. Pemanas listrik
e. Corong
f. Tabung reaksi
g. Lemari asam
h. Seperangkat alat titrasi
i. Erlenmeyer
j. Propipet
k. Pipet volume
l. Pipet ukuran 1 ml dan 10 ml
m. Pipet tetes
n. Seperangkat alat destilasi
2. Bahan
a. Katalis campuran (tablet Kjeldahl)
b. H2SO4 pekat
c. Larutan asam borat 4%
d. NaOH + Na Thiosulfat
e. Larutan HCl 0,1 N
f. Aquades
g. Oreo
h. Roma
i. Dueto
j. Monde
k. Rosaria
l. AIM Banana
m. Indikator MRMB

3. Cara Kerja
a. Destruksi
Ditimbang 0,2 gram sampel

Dimasukkan ke labu Kjeldahl

Ditambah 10 mL H2SO4

Dipanaskan sampai menjadi bening

Amonium Sulfat

b. Destilasi
Sampel dimasukkan ke labu destruksi

Ditambah aquades 50 mL

Ditambah 25 mL NaOH +Na Thiosulfat

Dihubungkan ke destilator

Ditampung di Asam Borat 15 mL

Dicek hingga tidak basa lagi

c. Titrasi
Distilat (NH3 dan air) ditetesi indikator MRMB 3-5 tetes

Dititrasi dengan HCl 0,1 N

Dititrasi sambil digoyangkan erlenmeyernya

Dihentikan jika terbentuk warna hijau

Dihitung volume titernya

Dihitung kadar protein

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Protein terdapat dalam semua jaringan hidup baik tumbuhan maupun
hewan. Semua molekul protein mengandung nitrogen dalam gabungan
dengan karbon, hidrogen dan oksigen. Pada praktikum acara tiga ini
dilakukan analisis kadar protein beberapa bahan pangan menggunakan
metode Kjeldahl. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut : mulamula bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis
selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan
dititrasi dengan bantuan indikator. Amonia yang terbentuk bereaksi dengan
kelebihan asam membentuk ammonium sulfat. Larutan kemudian dibasakan
dan ammonia diuapkan dan diserap dalam larutan asam borat. Kadar protein
ditentukan dengan menghitung kadar nitrogen dalam larutan yaitu dengan
titrasi menggunakan HCl 0,01N.
Mekanisme metode Kjeldahl dalam menganalisis kadar protein melalui
beberapa tahap, yaitu ada destruksi, destilasi dan yang terakhir titrasi. Tahap
pertama yaitu destruksi. Dimulai dengan menimbang bahan (Dueto,Oreo,
Rosaria, Monde, AIM Banana, Roma, Rosaria) sebanyak 0,2 gram. Sampel
yang sudah disiapkan ini kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.
Sampel ditambah katalis atau tablet Kjeldahl dan juga ditambah 10 mL
H2SO4. Sampel dipanaskan hingga warnanya berubah menjadi bening
kecoklatan. Perubahan warna bening kecoklatan menjadi bening pada larutan
menandakan bahwa ammonium sulfat telah terbentuk. Langkah kedua yaitu
destilasi. Sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi. Selanjutnya di
destruksi dalam lemari asam, sampai terbentuk warna larutan bening
kehijauan. Setelah berwarna bening kehijauan, labu Kjeldahl dikeluarkan dari
lemari asam kemudian larutan diambil dan dipindahkan ke dalam labu
destilasi. Kemudian ditambahkan 50 mL aquades, 10 mL NaOH serta Na
Thiosulfat, proses detilasi selama 1 jam pada indikator suhu 2 alat destilasi.
Menurut Aatjin (2012) Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak
3,5g dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Tambahkan 10g K2SO4, 0,3g
CaSO4 dan 15 ml H2SO4 pekat, lalu dipanaskan pada pemanas listrik dalam

almari asam, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi hijau jernih. Setelah
labu Kjedahl beserta cairannya menjadi dingin, tambahkan 200 ml aquades
dan larutan NaOH 45 % sampai cairan bersifat basis. Selanjutnya labu
Kjedahl dipanaskan kembali sampai amonia menyerap semua destilat yang
ditampung dalam erlenmeyer, selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0,1
N. Hasil praktikum ini sesuai dengan referensi Aatjin (2012).
Penambahan zat-zat tadi akan memberikan warna agak keruh pada
sampel. Sampel dihubungkan ke destilator. Hasil dari proses destilasi
ditampung di atas asam borat 15 mL. Hasil destilasi dicek sampai tidak basa.
Langkah terakhir yaitu titrasi. Sampel ditetesi dengan menggunakan indikator
MRMB (Methil Red Methil Blue) sebanyak 3-5 tetes. Sampel yang berupa
campuran NH3 dan air ini dititrasi dengan HCl 0,1 N. Selama proses titrasi,
Erlenmeyer harus selalu digoyang-goyangkan supaya ketika proses titrasi
telah beakhir dapat terlihat dengan jelas perubahan warnanya. Titrasi
dihentikan ketika warna sampel telah berubah. Dari hasil titrasi tadi maka
dapat dihitung kadar protein dengan menghitung kandungan nitrogen dari
hasil titrasi NH3 tadi.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini
telah banyak mengalami modifikasi (Hayyuningsih, 2009).
Tabel 3.1 Data Hasil Perhitungan Kadar Protein Metode Kjedahl Shift A
Kel

Sampel

1,7
Oreo
3,5
Roma
4,2,6
Dueto
Sumber: Laporan Sementara

Berat
Awal
(g)
0,22
0,24
0,25

N HCl

FK

0.1
0,1
0,1

5,70
5,70
5,70

Volume
titrasi
(mL)
0
0
0

% Protein
wb
0
0
0

Tabel 3.2 Data Hasil Pengamatan Warna Shift A


Kel

Sampel

Berat
Awal

Warna
sebelum
destruksi

Bening
kecoklatan
Bening
3,5
Roma 0,24
kecoklatan
Bening
2,4,6 Dueto 0,25
kecoklatan
Sumber: Laporan Sementara
1,7

Oreo

0,22

Warna
Warna
Warna
Warna Warna
setelah sebelum setelah sebelum setelah
destruksi destilasi destilasi titrasi
titrasi
Agak
keruh
Agak
keruh
Agak
keruh

Bening
Bening
Bening

Bening
Bening
Bening

Ungu
pekat
Ungu
pekat
Ungu
pekat

Dari tabel 3.2 pengamatan warna shift A didapatkan data sebagai


berikut sampel oreo berat awal sebesar 0,22; warna sebelum destruksi adalah
bening kecoklatan sesudah destruksi menjadi bening, warna sebelum destilasi
adalah agak keruh dan sesudah destilasi menjadi bening, warna sebelum
titrasi adalah ungu pekat dan sesudah titrasi menjadi ungu muda. Pada sampel
roma berat awal sebesar 0,24; warna sebelum destruksi adalah bening
kecoklatan sesudah destruksi menjadi bening, warna sebelum destilasi adalah
agak keruh dan sesudah destilasi menjadi bening, warna sebelum titrasi
adalah ungu pekat dan sesudah titrasi menjadi ungu muda. Pada sampel dueto
berat awal sebesar 0,25; warna sebelum destruksi adalah bening kecoklatan
sesudah destruksi menjadi bening, warna sebelum destilasi adalah agak keruh
dan sesudah destilasi menjadi bening, warna sebelum titrasi adalah ungu
pekat dan sesudah titrasi menjadi ungu muda

Tabel 3.3 Data Hasil Perhitungan Kadar Protein Metode Kjedahl Shift B
Kel

Sampel

1,7
Monde
3,5
Rosaria
2,4,6
AIM Banana
Sumber: Laporan Sementara

Berat
Awal
(g)
0,50
0,50
0,50

N HCl

FK

0.1
0,1
0,1

5,70
5,70
5,70

Volume
titrasi
(mL)
2,1
1,3
1,4

% Protein
wb
3,35
2,075
2,23

Dari pengamatan pada tabel 3.3 kadar protein metode kjedahl shift B
didapat hasil sampel monde dengan volume titrasi sebesar 2,1 ml dan protein

Ungu
muda
Ungu
muda
Ungu
muda

wb sebesar 3,35%, sampel rosaria dengan volume titrasi 1,3 ml dan protein
wb sebesar 2,075% , sampel AIM banana dengan volume titrasi sebesar 1,4
ml dan protein wb sebesar 2,23%. dari data didapatkan protein wb tertinggi
adalah sampel monde sebesar 3,35% dan terkesil sampel rosaria sebesar
2,075%. Menurut Aatjin (2012) perhitungan kadar protein dapat diperoleh
dengan cara:

protein = % N Faktor Konversi (5,70). Hal ini sesuai dengan referensi Aatjin
(2012). Kadar protein wb diperoleh dengan mengalikan hasil analisis tersebut
dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan
itu. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya
mengandung 16% nitrogen (Winarno, 2004).

Tabel 3.4 Data Hasil Pengamatan Warna Shift B


Kel

Sampel

Berat
Awal

Warna
sebelum
destruksi

Bening
kecoklatan
Bening
3,5 Rosaria 0,5
kecoklatan
AIM
Bening
2,4,6
0,5
Banana
kecoklatan
Sumber: Laporan Sementara
1,7

Monde

0,5

Warna
Warna
Warna
Warna Warna
setelah sebelum setelah sebelum setelah
destruksi destilasi destilasi titrasi
titrasi
Bening
Bening
Bening

Agak
keruh
Agak
keruh
Agak
keruh

Bening
Bening
Bening

Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda

Dari tabel 3.4 pengamatan warna shift B didapatkan data sebagai


berikut

sampel Monde berat awal sebesar 0,5; warna sebelum destruksi

adalah bening kecoklatan sesudah destruksi menjadi bening, warna sebelum


destilasi adalah agak keruh dan sesudah destilasi menjadi bening, warna
sebelum titrasi adalah hijau muda dan sesudah titrasi menjadi merah muda.
Pada sampel Rosaria berat awal sebesar 0,5; warna sebelum destruksi adalah
bening kecoklatan sesudah destruksi menjadi bening, warna sebelum destilasi
adalah agak keruh dan sesudah destilasi menjadi bening, warna sebelum
titrasi adalah hijau muda dan sesudah titrasi menjadi merah muda. Pada

Merah
muda
Merah
muda
Merah
muda

sampel AIM Banana berat awal sebesar 0,5; warna sebelum destruksi adalah
bening kecoklatan sesudah destruksi menjadi bening, warna sebelum destilasi
adalah agak keruh dan sesudah destilasi menjadi bening, warna sebelum
titrasi adalah hijau muda dan sesudah titrasi menjadi merah muda.
Kelebihan metode ini yaitu cocok digunakan secara semi mikro, sebab
hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu
analisa yang pendek. Namun, metode ini masih memiliki kekurangan, yaitu
kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen
yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat
seperti amina, protein dan lain lain hasilnya cukup valid. Cara Kjeldahl
digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan
secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka
konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Angka 6,25
berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16%
nitrogen (Winarno, 2004).
Menurut Damadoran (1997) dalam Triyono (2010), penambahan jumlah
air (aquadest) sebagai pelarut, dan protein yang larut cara berdifusi ke pelarut
air semakin banyak. Sehingga kadar protein yang tersisa dalam rafinat
(ampas) semakin sedikit.. Pada proses analisis kadar protein digunakan
bahan-bahan seperti H2SO4, NaOH serta HCl. Masing-masing dari zat-zat
tersebut memilki peranan penting dalam proses analisis. H2SO4 sebanyak
10mL digunakan ketika proses destruksi. H2SO4 disini berperan dalam
pembentukan ammonium sulfat (NH3SO4) dari sampel biskuit yang
mengandung nitrogen. Analisis kadar protein ini sama dengan menghitung
kadar nitrogen pada sampel. Kemudian ada NaOH yang berperan pada proses
destilasi, dimana NaOH bertugas untuk membasakan sampel, serta HCl yang
berperan pada proses titrasi untuk menentukan kadar nitrogen. Hal ini sesuai
dengan referensi Kurniati (2009).

E.

KESIMPULAN
Dari praktikum protein maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
2. Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang
mengandung nitrogen.
3. Prinsip penentuan kadar protein menurut metode Kjeldahl yaitu bahan
didestruksi dengan H2SO4 akan membentuk (NH4)2SO4. Amonium
sulfat tersebut dalam proses destilasi akan melepas NH3 yang akan
ditampung dan diikat oleh larutan asam klorida, amonium klorida
dititrasi dengan standar basa.
4. Pada tabel pengamatan warna shift B terjadi perubahan warna hijau
muda setelah penambahan MRMB 5 tetes. Hal ini menandakan adanya
protein tetapi pada praktikum yang dilakukan shift A tidak terjadi
perubahan warna hijau tetapi langsung berubah menjadi ungu pekat.
Hal tersebut menandakan kadar protein yang sedikit atau kurangnya
sampel yang digunakan pada praktikum shift A
5. Data perhitungan kadar protein metode kjedahl shift B didapatkan
protein wb tertinggi adalah sampel monde sebesar 3,35% dan terkesil
sampel rosaria sebesar 2,075%.

DAFTAR PUSTAKA
Aatjin, Alfian Z. 2012. Pemanfaatan Pati Tacca ( Tacca Leontopetaloides) Pada
Pembuatan Biskuit. Jurnal FTP USR
Agu,H. O., Ayo, J.A., Paul,A.M. and Folorunsho, F.2007. Quality characteristics
of biscuits made fromwheat and African breadfruit (Treculia africana).
NIGERIAN FOOD JOURNAL,VOL. 25,No. 2
Asmoro, Lianitya Cahyo, dkk. 2009. Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan
Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.). Jurnal FTB UB
Vol 2, No 1
Briawan, Dodik., dkk. 2012. Konsumsi Pangan Bioavailibiltas Zat Besi dan
Status Anemia Siswi di Kabupaten Bogor. Prosiding Seminar Hasil-hasil
penelitian IPB
Handayani, Wuryanti., dkk. 2007. Pengaruh Variasi Konsentrasi Sodium Klorida
terhadap Hidrolisis Protein Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853)
oleh Protease Ekstrak Nanas (Ananas comosus [L.] Merr. var. Dulcis).
Jurnal Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia Teknologi Proses 6 (1)
Hal 1 :9
Hanifa, R., dkk. 2013. Kadar Protein, Kadar Kalsium, dan Kesukaan Terhadap
Cita Rasa Chicken Nugget Hasil Substitusi Terigu Dengan Mocaf dan
Penambahan Tepung Tulang Rawan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 4 No. 8
Hayyuningsih, Diyan Risna Wati, dkk. 2009. Perbedaan Kandungan Protein, Zat
Besi Dan Daya Terima Pada Pembuatan Bakso Degan Perbandingan
Jamur Tiram (Pleurotus Sp) Dan Daging Sapi Yang Berbeda. Jurnal
Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL. 2, NO. 1 : Hal 1-10
Hossain, Anwar Md., et al. 2013. Physicochemical And Microbiological Quality
Of Fortified High Energy Biscuits Served In School Of Poverty Prone
Areas In Bangladesh. J Pharm Biol Sci; 1(2): 16-20
Keenan, Charles W., Donald C.K dan Jesse H. Wood. 1993. Ilmu Kimia untuk
Universitas. Erlangga. Jakarta
Kerksick, Chad M.,et al. 2006. The Effects Of Protein And Amino Acid
Supplementation On Performance And Training Adaptations During Ten
Weeks Of Resistance Training. Journal of Strength and Conditioning
Research, 20(3), 643653
Kurniati, Elly. 2009. Pembuatan Konsentrat Protein Dari Biji Kecipir Dengan
Penambahan HCl. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol.9, No.2 : 115-122
Martoharsono, Soeharsono. 1990. BIOKIMIA : Jilid I. UGM-Press. Yogyakarta
Masoodi, Lubna, et al. 2012. Fortification of Biscuit with Flaxseed: Biscuit
Production and Quality Evaluation. OSR Journal Of Environmental

Science, Toxicology And Food Technology (IOSR-JESTFT) ISSN: 23192402, ISBN: 2319-2399. Volume 1, Issue 5, PP 06-09
Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada
Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES,
ISSN : 1411-4216
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka. Jakarta

LAMPIRAN PERHITUNGAN
ACARA III PROTEIN

a.

b.

c.

d.

e.

f.

Oreo
(

Roma

Dueto

Monde

Rosaria

AIM Banana
(

LAMPIRAN FOTO
ACARA III PROTEIN

You might also like