You are on page 1of 17

ACARA III

PROTEIN
A. Tujuan
Pada acara III, protein bertujuan untuk menentukan kadar
protein total dengan metode Kjeldahl.
B. Tinjauan Pustaka
Protein merupakan zat makanan penting bagi tubuh
karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di
samping fungsi utamanya yaitu sebagai bahan bakar dalam
tubuh.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang

mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki


oleh lemak maupun karbohidrat. Selain itu, protein juga
mengandung fosfor, belerang, dan ada pula jenis protein
yang

mengandung

unsur

logam

seperti

besi

maupun

tembaga. Sumber protein dapat ditemukan di berbagai bahan


pangan, baik berupa nabati maupun hewani (Winarno, 2004).
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum
dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N)
yang terkandung di dalam bahan. Cara ini dikembangkan oleh
Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883
sehingga metode ini sering disebut sebagai metode Kjeldahl.
Penentuan

protein

berdasarkan

jumlah

menunjukkan

protein kasar karena selain protein juga terikut senyawa N


bukan protein, misalnya urea, asam nukleat, purin, maupun
pirimidin. Dasar perhitungan penentuan protein menurut
Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang
menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung
unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Dengan
demikian,

jumlah

protein

dapat

diperhitungkan

dengan

jumlah N 100/16 atau jumlah N 6,25. Sedangkan untuk

protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan


lebih tepat maka digunakan faktor pengalian yang telah
diketahui, seperti 5,7 untuk gandum; 6,38 untuk protein susu
dan 5,55 untuk gelatin (kolagen terlarut) (Sudarmadji dkk,
2010).
Protein umumnya digolongkan menjadi protein globular,
protein

serat

dan

protein

konjugasi.

Protein

globular

umumnya mempunyai sifat dapat larut dalam air, larut dalam


asam dan basa dan etanol. Protein ini dapat mengalami
denaturasi dengan pemanasan yang mengakibatkan sifat
kelarutannya dalam air hilang. Salah satu protein globular
adalah albumin yang banyak terdapat dalam telur. Bila
dipanaskan secara perlahan-lahan albumin telur (ovalbumin)
akan berangsur-angsur hilang kelarutannya,

membentuk

gumpalan tali dan akhirnya membentuk gumpalan putih.


Gumpalan albumin telur ini tidak dapat larut lagi apabila
didinginkan.

Protein

serat

tidak

larut

dalam

air

sukar

diuraikan dengan enzim dan penyusun uutama dari struktur


sel. Diantaranya jenis protein serat adalah kolagen dan
elastin. Sedangkan protein konjugasi adalah protein yang
berikatan dengan senyawa bukan asam amino, seperti
karbohidrat, lemak logam dan fosfor. Diantaranya protein
konyugasi adalah glikopotein, lipoprotein, metaloprotein dan
fosfoprotein (Andarwulan dkk, 2011)
Metode Kjeldahl yang melibatkan konversi organik berupa
nitrogen menjadi amonia dengan mereaksikan dengan asam
sulfat dan penyulingan secara alkali untuk membebaskan
amonia untuk penentuan dengan titrasi. Prosedur Kjeldahl
umumnya digunakan untuk penentuan N total dengan
melibatkan dua langkah, yaitu penyerapan sampel untuk
mengkonversi dalam bentuk organik dan anorganik N menjadi

amonium-N dan penentuan amonium-N

selama proses

penyerapan dalam pemulihan total nitrogen dipengaruhi oleh


kuantitas sampel serta ukuran sampel. Metode Kjeldahl semi
mikro membutuhkan sejumlah sampel sebanyak 200 mg
bahan berupa nabati. Bahan tersebut harus digiling secara
halus sebelum dianalisis. Metode Kjeldahl dipengaruhi oleh
waktu dan kuantitas campuran katalis, penambahan garam
dalam menaikkan suhu, seperti kalium sulfat, natrium sulfat,
atau fosfor pentoksida untuk menaikkan titik didih asam
sulfat (Amin, 2004).
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi
dan tahap titrasi. Pada tahap destruksi, sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi
CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah
menjadi (NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan berdasarkan adanya bahan protein
lemak dan karbohidrat. Untuk mempercepat destruksi sering
ditambahkan katalisator berupa campuran Na 2SO4 dan HgO
(20:1). Selain itu juga dapat digunakan K 2SO4 atau CuSO4.
Penambahan ini bertujuan untuk menaikkan titik didih asam
sulfat sehingga mempercepat adanya proses destruksi. Suhu
destruksi

berkisar

antara

370-410C.

Terkadang

juga

ditambahkan selenium yang dapat mempercepat oksidasi.


Proses selama destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut:
HgO + H2SO4
HgSO4 + H2O
2HgSO4
Hg2SO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4
2HgSO4 + 2H2O + SO2
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Ammonium sulfat yang terbentuk dapat mengadakan reaksi
dengan merkuri oksida membentuk senyawa kompleks.

Proses destruksi selesai dengan ditandai warna larutan


menjadi jernih (Sudarmadji dkk, 2010).
Setelah
proses
destruksi
selesai,
mengandung

ammonium

sulfat

larutan

diperlakukan

yang
dengan

penambahan alkali (NaOH) pekat untuk menetralkan asam


sulfat. Dengan adanya larutan NaOH pekat, maka ammonium
sulfat akan dipecah menjadi gas amonia. Dengan melalui
proses destilasi, gas amonia akan menguap dan ditangkap
oleh asam borat (H3BO3) membentuk NH4H2BO3. Secara reaksi
kimia dapat ditulis sebagai berikut:
(NH4)2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2NH3 + 2H2O
2NH3 + 2H3BO3
2NH4H2BO3
Dalam tahap titrasi, senyawa NH4H2BO3 ditaitrasi dengan
menggunakan asam klorida encer (0,02 N), sehingga asam
borat terlepas kembali dan terbentuk amonia klorida. Jumlah
asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan
jumlah gas NH3 yang dibebaskan dari proses destilasi
(Andarwulan dkk, 2011).
Secara ringkas, metode Kjeldahl yang terbagi menjadi 3
tahap: a) Destruksi: Sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl
dengan bantuan corong kecil ditambah campuran selenium,
H2SO4 pekat kemudian dipanaskan dengan api kecil dulu
sampai gas SO2 yang berwarna putih hilang dengan posisi
labu Kjeldhal miring 450. Pemanasan dilanjutkan sampai
terjadi larutan yang jernih. Kemudian dilakukan Proses
destilasi dihentikan bila semua amoniak telah tertampung,
dicek menggunakan kertas lakmus dengan ditandai warna
kertas lakmus tetap berwarna merah (Maharani, 2010).
Tahap titrasi, penampung yang digunakan adalah asam
borat.

Banyaknya

asam

borat

yang

bereaksi

dengan

ammonium dapat diketahui dengan tirasi menggunakan asam


klorida (HCl). Hasil akhir titrasi ditandai dengan perubahan

warna larutan dari hijau menjadi ungu. Kadar protein dihitung

dengan rumus:

N=

ml HCl x N HCl
x 0,014 FK x 100
berat sampel

(Laksono

dkk, 2012).
Metode Kjeldahl masih digunakan dalam aplikasi tertentu,
seperti mengukur protein dalam bahan makanan, karena
cukup direproduksi, mengakomodasi sampel yang jumlah
besar (sehingga mengurangi variabilitas dalam pengukuran
dari bahan non homogen), dan dapat dilakukan secara
otomatis. Namun, untuk sebagian besar aplikasi dalam
penelitian klinis atau laboratorium, metode ini tidak praktis.
Cara yang dapat diandalkan untuk menentukan konsentrasi
protein murni adalah melakukan analisis amino dari protein.
Hal ini biasanya dilakukan oleh dalam hidrolisis asam dari
protein diikuti dengan pemisahan asam amino dan penentuan
kuantitas. Asam amino tertentu seperti triptofan dan sistein
yang sebagian hancur oleh hidrolisis asam, dan hidrolisis
asam mengkonversi asparagin dan glutamin untuk aspartat
dan

glutamat.

Sehingga

dalam

analisa

protein

secara

maksimal, perlu dilakukan kombinasi berbagai metode (Ninfa


et al, 2010).
Pada metode Kjeldahl seringkali menggunakan faktor
konversi sehingga akan menggabungkan kesalahan karena
mengasumsikan bahwa konten nitrogen merupakan proporsi
yang tetap dari total protein. Bahan pangan mengandung
berbagai protein dan nitrogen dari zat nonprotein. Semua
yang berbeda dalam kandungan nitrogen merupakan hasil
dari proporsi zat yang berbeda dari masing-masing produk
pangan (Lynch, 1999).
Produk roti merupakan sumber nutrisi penting. Berbagai
jenis produk roti termasuk roti, biskuit, kue kering, roti

panggang, dan sebagainya.

Biskuit merupakan makanan

olahan dengan biaya terendah. Biskuit mudah digunakan


selama perjalanan atau di rumah karena ketersediaan dalam
berbagai ukuran kemasan. Biskuit adalah produk panggang
kecil dibuat terutama dari tepung, gula dan lemak (Chowdury
et al, 2012).
Syarat mutu kadar protein dalam SNI biskuit, yaitu
minimal 9%. Kadar protein pada biskuit diperoleh dari tepung
terigu, telur dan bahan pembantu lainnya. Pada pembuatan
biskuit,

pemanggangan

dengan

suhu

tinggi

dapat

menyebabkan protein menurun akibat terjadinya degradasi


protein

dan

reaksi

antara

gugus

amino

dengan

gula

pereduksi. Dengan demikian, adanya reaksi antara asamasam

amino

dengan

gula

pereduksi

pada

bahan

menyebabkan proses pencoklatan non enzimatis, sehingga


biskuit memiliki kenampakan warna coklat (Nurdjanah dkk,
2011).
C. Metodologi
1. Alat
a. Labu destruksi
b. Desikator
c. Gelas ukur
d. Pemanas listrik
e. Buret
f. Erlenmeyer
2. Bahan
a. Katalis campuran (tablet Kjeldahl)
Ditimbang 0,2 gram sampel halus
b. H2SO4 pekat
c. Larutan asam borat 4%
d. Na tiosulfat
Dimasukkan ke labu Kjeldahl
e. Larutan HCl 0,1 N
f. Biskuat
g. Malkist
Ditambah katalis/tablet Kjeldahl
h. Indikator warna methylen blue
3. Cara Kerja
a. DestruksiDitambah 10 ml H2SO4
Dipanaskan sampai bening
Didinginkan (cair)

b. Destilasi
Sampel
Dimasukkan ke labu destilasi
Ditambah aquadest 50 ml
Ditambah 25 ml NaOH-Na tiosulfat
Dihubungkan ke destilator
Destilat ditampung dalam Asam Borat 10 ml
Ditampung sampai warna lakmus tidak berubah

c. Titrasi
Campuran destilat diberi indikator methylen blue
Dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
Dihitung ml HCl yang digunakan
Dihitung kadar protein yang terkandung

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 3.1 Hasil Analisis Kadar Protein dengan Metode
Kjeldahl
No

ml
Berat sampel
HCl
(gram)
(0,1N)
28
0,2
2
0,2

Sampel

1
2

Biskuat
Malkist

% protein
(wb)
111,72
7,98

Sumber: Laporan Sementara

Menurut Chowdury et al (2012), produk roti merupakan


sumber nutrisi penting. Salah satu jenis produk roti berupa
biskuit yang dibuat dari tepung, gula dan lemak yang
dipanggang. Menurut Nurdjanah dkk (2011), syarat mutu
kadar protein dalam SNI biskuit minimal 9%. Kadar protein
pada biskuit diperoleh dari tepung terigu, telur dan dan
bahan pembantu lainnya. pada percobaan ini digunakan 2
jenis produk biskuit pasaran dengan merk biskuat dan malkist
dengan kandungan protein tertera pada kemasan, yaitu untuk
malkist 2 gram tiap takaran saji 2 keping (18 gram) dan untuk
biskuat 1 gram tiap takaran saji 5 keping (16 gram).
Menurut Winarno (2004), protein dalam bahan pangan
penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur di samping fungsi utamanya sebagai bahan
bakar dalam tubuh. Protein adalah sumber asam-asam amino
yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat. Menurut Sumardji
dkk (2010), protein dalam bahan pangan dapat diketahui
kuantitasnya berdasarkan salah satu metode analisis protein,
yaitu

metode

Kjeldahl.

Metode

ini,

penentuan

protein

berdasarkan jumlah nitrogen (N) yang terkandung di dalam


bahan

pangan.

Dasar

perhitungan

penentuan

protein

menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan


yang

menyatakan

bahwa

umumnya

protein

alamiah

mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni).


Dengan

demikian,

jumlah

protein

dapat

diperhitungkan

dengan jumlah N 100/16 atau jumlah N 6,25. Percobaan


yang

dilakukan

pada

biskuit

berbahan

dasar

gandum

sehingga faktor pengalinya digunakan angka 5,7.


Menurut Amin (2004), Metode Kjeldahl semi mikro
membutuhkan sejumlah sampel sebanyak 200 mg bahan
berupa nabati. Bahan tersebut harus digiling secara halus
sebelum dianalisis. Berdasarkan percobaan ini, masingmasing sampel biskuit dengan merk berbeda yang digunakan
dalam analisis protein sebanyak 0,2 gram (200 mg) sehingga
sesuai dengan teori. Kemudian sampel tersebut digiling
sampai

halus

untuk

mempercepat

reaksi

pencampuran

dengan reagen sehingga kadar proteinnya dapat ditentukan.


Analisa protein cara Kjeldahl yang dilakukan pada
percobaan ini, dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses
destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. Pada tahap
destruksi, sampel dipanaskan dengan suhu tinggi dalam
asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsurunsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,
CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah
menjadi (NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan berdasarkan adanya bahan protein
lemak dan karbohidrat. Untuk mempercepat destruksi sering
ditambahkan katalisator berupa campuran Na 2SO4 dan HgO
(20:1) atau disebut sebagai tablet Kjeldahl. Penambahan ini
bertujuan untuk menaikkan titik didih asam sulfat sehingga
mempercepat

adanya

proses

destruksi.

Suhu

destruksi

berkisar antara 370-410C. Terkadang juga ditambahkan


selenium yang dapat mempercepat oksidasi. Proses selama
destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut:

HgO + H2SO4
HgSO4 + H2O
2HgSO4
Hg2SO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4
2HgSO4 + 2H2O + SO2
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Ammonium sulfat yang terbentuk dapat mengadakan reaksi
dengan merkuri oksida membentuk senyawa kompleks.
Proses destruksi selesai dengan ditandai warna larutan
menjadi jernih
Dalam melakukan destruksi Sampel dimasukkan dalam
labu

kjeldahl

dengan

bantuan

corong

kecil

ditambah

campuran selenium, H2SO4 pekat kemudian dipanaskan


dengan api kecil dulu sampai gas SO2 yang berwarna putih
hilang dengan posisi labu Kjeldhal miring 45 0. Pemanasan
dilanjutkan sampai terjadi larutan yang jernih. Kemudian
dilakukan Proses destilasi dan dihentikan bila semua amoniak
telah tertampung, dicek menggunakan kertas lakmus dengan
ditandai warna kertas lakmus tetap berwarna merah.
Setelah
proses
destruksi
selesai,
larutan
mengandung

ammonium

sulfat

diperlakukan

yang
dengan

penambahan alkali (NaOH) pekat untuk menetralkan asam


sulfat. Dengan adanya larutan NaOH pekat, maka ammonium
sulfat akan dipecah menjadi gas amonia. Dengan melalui
proses destilasi, gas amonia akan menguap dan ditangkap
oleh asam borat (H3BO3) membentuk NH4H2BO3. Secara reaksi
kimia dapat ditulis sebagai berikut:
(NH4)2SO4 + 2NaOH
Na2SO4 + 2NH3 + 2H2O
2NH3 + 2H3BO3
2NH4H2BO3
Dalam tahap titrasi, senyawa NH4H2BO3 dititrasi dengan
menggunakan asam klorida encer (0,1N), sehingga asam
borat terlepas kembali dan terbentuk amonia klorida. Jumlah
asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan
jumlah gas NH3 yang dibebaskan dari proses destilasi. Pada
proses titrasi ditambahkan indikator warna methylen blue

sehingga hasil akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna


larutan dari hijau menjadi ungu. Kadar protein dihitung
dengan rumus:
N=

ml HCl x N HCl
x 0,014 x 100 .
berat sampel

Dengan demikian, berdasarkan Tabel 3.1 diperoleh ml HCl


sebanyak 28 ml untuk sampel biskuat, sehingga diperoleh
kadar protein yang didapat 111,72%. Sedangkan untuk
sampel malkist diperlukan 2 ml HCl, sehingga nilai % protein
7,98. Dari kedua sampel tersebut yang memiliki kadar protein
tinggi terdapat pada sampel biskuat.
Berdasarkan
percobaan
ini,

ada

penyimpangan

mengenai hasil perhitungan kadar protein. Penyimpangan itu


berdasarkan data yang tertera di dalam kemasan dan nilai
dari suatu kadar tidak mungkin lebih dari 100%. Menurut
kemasan malkist ada 2 gram protein tiap takaran saji 2
keping (18 gram) dan biskuat ada 1 gram protein tiap takaran
saji 5 keping (16 gram). Jika dihitung berdasarkan persentase
kadar protein, dalam 18 gram malkist ada 11,11% dan dalam
16 gram biskuat ada 6,25%. Sedangkan menurut percobaan,
malkist mengandung protein lebih kecil daripada kadar dalam
kemasan (7,98% < 11,11%). Namun pada biskuat ada
penyimpangan terlalu besar, kadar protein lebih dari 100%,
yaitu 111,72%. Hal ini dikarenakan tahapan titrasi yang
terlewat jenuh sehingga HCl yang diperlukan lebih banyak
dan warnanya terlalu pekat. Selain itu, dalam pengambilan
sampel seharusnya dalam 1 kemasan diambil sampel sesuai
dengan anjuran takaran saji dalam kemasan kemudian
dihancurkan semua bahan dan diambil beberapa bagian
(secara teori 0,2 gram) yang akan dianalisis sehingga akan
memperkecil

terjadinya

penyimpangan.

Metode

Kjeldahl

secara

prinsip

menghitung

adanya

total,

sehingga

kemungkinan besar ada senyawa N ikutan non protein yang


ikut

teranalisis.

Selain

itu,

dengan

adanya

proses

pemanggangan memungkinkan kadar protein menjadi turun.


Menurut Ninfa et al (2010), metode Kjeldahl masih
digunakan dalam aplikasi tertentu, seperti mengukur protein
dalam

bahan

mengakomodasi

makanan,
sampel

karena
yang

cukup

jumlah

direproduksi,

besar

(sehingga

mengurangi variabilitas dalam pengukuran dari bahan non


homogen), dan dapat dilakukan secara otomatis. Namun,
untuk sebagian besar aplikasi dalam penelitian klinis atau
laboratorium, metode ini tidak praktis. Cara yang dapat
diandalkan untuk menentukan konsentrasi protein murni
adalah melakukan analisis amino dari protein. Hal ini
biasanya dilakukan oleh hidrolisis asam dari protein diikuti
dengan pemisahan asam amino dan penentuan kuantitas.
Asam amino tertentu seperti triptofan dan sistein yang
sebagian hancur oleh hidrolisis asam, dan hidrolisis asam
mengkonversi asparagin dan glutamin untuk aspartat dan
glutamat. Selain itu, dalam Lynch (1999) menyatakan bahwa
nitrogen total mencakup zat-zat protein dan non protein
sehingga kurang tepat jika digunakan untuk analisis protein
murni.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai percobaan
analisis kadar protein, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Protein dalam bahan pangan penting bagi tubuh karena
berfungsi

sebagai

zat

pembangun

dan

pengatur

di

samping fungsi utamanya sebagai bahan bakar dalam


tubuh. Selain itu, merupakan sumber asam-asam amino

yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak


dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat.
2. Analisis protein yang digunakan adalah metode Kjeldahl
dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang terkandung
di dalam bahan pangan.
3. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses
destilasi dan tahap titrasi.
4. Berdasarkan percobaan kadar protein pada sampel biskuat
111,72 % dan kadar protein pada sampel malkist 7,98 %.
Sedangkan pada kemasan untuk malkist ada 2 gram
(11,11%) protein tiap takaran saji 2 keping (18 gram) dan
untuk biskuat 1 gram (6,25%) tiap takaran saji 5 keping
(16 gram).
5. Ada penyimpangan dalam percobaan sehingga kadar
protein yang diperoleh tidak sesuai yang tertera dalam
kemasan dikarenakan dalam proses titrasi larutan kelewat
jenuh sehingga ml titrannya terlalu berlebih, hanya
sebagian

sampel

yang

dihancurkan

sehingga

tidak

mewakili hasil keseluruhan, dan senyawa nitrogen yang


berasal dari non protein ikut teranalisis.
6. Metode Kjeldahl dari segi positif dapat digunakan dalam
mengukur protein dalam bahan makanan, karena cukup
direproduksi, mengakomodasi sampel yang jumlah besar
(sehingga mengurangi variabilitas dalam pengukuran dari
bahan

non

homogen),

dan

dapat

dilakukan

secara

otomatis.
7. Metode Kjeldahl dari segi negatif dalam penelitian klinis
atau laboratorium tidak praktis dan N total yang dihasilkan
bukan sekedar dari zat protein saja, bisa didapat dari zat
non protein.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad and T.H. Flowers. 2004. Evaluation of Kjeldahl
Digestion Method. Journal of Research (Science), Vol.15(2):
159-161.
Andarwulan, Nuri., F. Kusnandar., dan D. Herawati. 2011. Analisis
Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Chowdhury, K., S. Khan, R. Karim, M. Obaid, and G.M.M.A Hasan.


2012. Quality and Shelf-Life Evaluation of Packaged
Biscuits Marketed in Bangladesh. Bangladesh J. Sci. Ind.
Res. 47(1): 29.
Laksono, M.A., V.P. Bintoro., dan S. Mulyani. 2012. Daya Ikat Air,
Kadar Air, dan Protein Nugget Ayam yang Disubstitusi
dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Animal
Agriculture Journal, Vol. 1(1): 688-689.
Lynch, Joanna M and D.M. Baebano. 1999. Kjeldahl Nitrogen
Analysis as a Reference Method for Protein Determination
in Dairy Products. Journal of AOAC International Vol. 82(6):
1390.
Maharani, Endang Triwahyuni dan Yusrin. 2010. Kadar Protein
Kista Artemia Curah yang Dijual Petambak Kota Rembang
Dengan Variasi Suhu Penyimpanan. Jurnal UNIMUS, ISBN:
978.979.704.883.9. hal: 33.
Ninfa,

Alexander J., D.P. Ballou., and M. Benore. 2010.


Fundamental Laboratory Approaches for Biochemistry and
Biotechnology, 2nd edition. Michigian University. USA.

Nurdjanah, Siti., N. Musita., dan D. Indriani. 2011. Karakteristik


Biskuit Coklat dari Campuran Tepung Pisang Batu (Musa
balbisiana colla) dan Tepung Terigu Pada berbagai Tingkat
Substitusi. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian
Volume 16(1): 59.
Sudarmadji, Slamet., B. Haryono., dan Suhardi. 2010. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

LAMPIRAN

Analisis perhitungan kadar protein.


1. Sampel Biskuat
ml HCl x N HCl
N=
x 0,014 x FK 100
berat sampel

28 x 0,1
x 0,014 x 5,7 100
0,2

111,72
2. Sampel Biskuat
ml HCl x N HCl
N=
x 0,014 x FK 100
berat sampel

2 x 0,1
x 0,014 x 5,7 100
0,2

7,98

Hasil Dokumentasi

Gambar 3.1 Kemasan Sampel


Malkist Abon

Gambar
3.2
Kemasan
Keterangan Informasi Nilai
Gizi Malkist Abon
Gambar 3.3 Kemasan Sampel
Biskuat

Gambar 3.4 Kemasan Keterangan Informasi Nilai


Gizi Biskuat

You might also like