You are on page 1of 4

Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji analisis parasetamol dalam urin.

Sebelummeminum
paracetamol probandus berpuasa selama 6 jam. Hal ini dilakukan agar parasetamolyang diberikan secara
oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum puncak, adanyamakanan dalam lambung akan sedikit
memperlambat penyerapan sediaan parasetamol lepaslambat.Menggunakan larutan parasetamol dengan
konsentrasi larutan induk 0,01 mg/ml.Konsentrasi yang telah dibuat diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer.Setelah perlakuan di atas, sampel diambil untuk diukur serapannya pada
spektrofotometerdengan panjang gelombang maksimum 252 nm. Hasil nilai serapan tersebut
dimasukkandalam rumus regresi linear y = bx + a , dimana y adalah nilai serapan dan nilai x
yangdiperoleh adalah konsentrasi paracetamol dalam urin (mg/mL). Dari nilai x tersebut
ditentukan nilai Ln(Du
-Du
kum
) kemudian dimasukkan dalam grafik regresi linear antara
waktu dan Ln(Du
-Du
kum
). Dari hasil perhitungan regresi yang diperoleh, didapatkan nilai b =-0,60961 untuk dihitung nilai t
1/2
dan diperoleh sebesar 1,1368 jam. Hasil tersebut memenuhisyarat t
1/2
untuk paracetamol yaitu 1-3 jam. Waktu paruh sangat penting untuk menentukaninterval dosis

DAFTAR PUSTAKA
Rustiani, E., Rokhmah, NN., Fatmi, M., 2011.
Penuntun PraktikumFarmakokinetik
. Bogor: Universitas PakuanIsselbacher, dkk.,
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
. Jakarta: penerbit BukuKedokteran.Shargel Leon, Yu Andrew B.C. 2005.
Biofarmasetika dan Farmakokinetik Edisike-2
. Airlangga University Press.
Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam pembentukan
kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga keutuhan pembulun
darah (mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A dan seng, vitamin C
juga diperlukan dalam sistem pertahanan tubuh kita. Dalam pencegahan
asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting karena dapat mencegah luka
goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui pembentukan kolagen; luka
goresan ini akan diikuti dengan pengendapan kolestrol (fatty streak) yang
merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun, konsumsi vitamin C secara
berlebihan akan mengakibatkan pembentukan oksalat. Yang membawa konsekuensi
batu kemih disamping dapat mengganggu lambung akiba sifat asamnya. Manusia
dan sejumlah hewan (gorila, guinea pig serta kelelawar pemakan buah) tidak
mampu membuat vitamin C sendiri di dalam tubuhnya
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Pertama, fungsi vitamin C
adalah sebagai sintesis kolagen. Karena vitamin C mempunyai kaitan yang sangat

penting dalam pembentukan kolagen. Karena vitamin C diperlukan untuk


hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin yang merupakan bahan penting
dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang
mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang
rawan, matriks tulang, gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon. Dengan demikian
maka fungsi vitamin C dalam kehidupan sehari-hari berperan dalam penyembuhan
luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan gusi. Asam askorbat
penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase, yang menunjang tahap
hidroksilasi dalam pembentukan hidroksipolin, suatu unsure integral kolagen. Tanpa
asam askorbat, maka serabut kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh
menjadi cacat dan lemah. Oleh sebab itu, vitamin ini penting untuk pertumbuhan
dan kekurangan serabut di jaringan subkutan, kartilago, tulang, dan gigi (Guyton,
2007).
Guyton, A . C . 2007. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, Medan
Data eksresi obat lewat urine dapat dipakai untuk memperkirakan bioavailabilitas.
Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urine secara langsung berhubungan
dengan jumlah total obat yang terabsorbsi. Di dalam percobaan, cuplikan
urinedikumpulkan secara berkala setelah pemberian produk obat. Tiap cuplikan
ditetapkan kadar obat bebas dengan cara yang spesifik. Kemudian dibuat grafik
yang menghubungkan kumulatif obat yang dieksresi terhadap jarak waktu
pengumpulan
Faktor-faktor tertentu dapat mempersulit untuk mendapatkan data eksresi urin yang sahih. Beberapa
factor tersebut adalah :
1. Suatu fraksi yang bermakna dari obat titak berubah harus dieksresi dalam urin;
2. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat tidak berubah, dan harus tidak dipengaruhi oleh
metabolit-metabolit obat obat yang mempunyai struktur kimia serupa;
3. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan gambaran kurva yang baik;
4. Cuplikan data urin hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai hampir semua obat dieksresi.
Suatu grafik dari kumulatif obat yang dieksresi vs waktu akan menghasilkan kurva yang
mendekati asimtot pada waktu tak terhingga. Dalam praktek, diperlukan kurang lebih 7 X t
eliminasi untuk mengeliminasi 99% obat.
5. Perbedaan pH urine dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju eksresi urin yang bermakna.

6. Seorang dewasa memproduksi 0,5-2,0 liter urine setiap hari, yang terdiri dari 90% air. Urine
mempunyai suatu nilai pH yang asam (kira-kira 5,8). Tentu saja nilai pH urine dipengaruhi oleh
keadaan metabolisme. Setelah makan sejumlah besar bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan,
nilai pH urine meningkat hingga di atas 7.
7. Urine memiliki komponen organic dan anorganik. Urea, asam urat dan kreatinin merupakan
beberapa komponen organic dari urine. Ion-ion seperti Na, K, Ca serta anion Cl merupakan
komponen anorganik dari urine. Warna kuning pada urine, disebabkan oleh urokrom, yaitu family
zat empedu, yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan dalam udara terbuka,
urokrom dapat teroksidasi, sehingga urine menjadi berwarna kuning tua. Pergeseran konsentrasi
komponen-komponen fisiologik urine dan munculnya komponen-komponen urine yang patologik
dapat membantu diagnose penyakit.
8. Jan Koolman, Klaus-Heinrich Rohm, 2001, Atlas Berwarna & Teks Biokimia, Alih bahasa ;
dr. Septilia Inawati Wanandi, Hipokrates, Jakarta.
9. Leon Shargel, Andrew B. C. Yu, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi
Kedua, Alih bahasa; Fasich & Siti Sjamsiah, Airlangga University Press, Surabaya
10. Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat juga dapat ditetapkan dari
pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam urin. Sebenarnya pengukuran atau
penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah, terutama jika obat
diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tidak berubah. Hal tersebut
dikarenakan :
11.
12.
13. Data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan
14.
15.
16. Kadar obat dalam urin lebih besar daripada dalam darah
17.
18.
19. Volume yang tersedia lebih besar
20.
21.
22. Variabilitas kliren renal dapat diabaikan Namun, penggunaan data urin juga memiliki beberapa
keterbatasan, yakni:
23.
24.
25. Sulit diperoleh pengosongan kandung kencing yang sempurna
26.
27.
28. Ada kemungkinan terjadinya dekomposisi obat selaam penyimpanan

29.
30.
31. Ada kemungkinan terjadinya hidrolisis konjugat metabolit yang tidak stabil di dalam urin.
Akibatnya, dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang diekskresikan
ke dalam urin dalam waktu tak terhingga. Dengan demikian jelas akan mempengaruhi validitas
hasil perhitungan parameter farmakokinetiknya. Metode ekskresi urin kumulatif biasanya
dipergunakan untuk menetapkan parameter K
32. el
33. , K
34. a
35. , F
36. a
37. , t
38. 1/2
39. , % obat yang akan diabsorpsi, jumlah obat yang akhirnya diabsorpsi, serta besar ketersediaan
hayati obat (ARE). Untuk memperoleh harga tetapan kecepatan eliminasi (Kel) tersebut di atas,
dapat dikerjakan dengan metode ARE. Pengumpulan cuplikan urin setelah pemberian suatu obat,
berlangsung sampaiseluruh obat tak berubah praktis telah diekskresikan
seluruhnya daribadan, yakni pada waktu tak terhingga

You might also like