You are on page 1of 14

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN MAKANAN


ACARA 1
IDENTIFIKASI PEWARNA BAHAN MAKANAN

DISUSUN OLEH
ROHANA
G1C 011 030

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2014

ACARA 1
IDENTIFIKASI PEWARNA BAHAN MAKANAN

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Mengetahui penggunaan pewarna sintesis dan pewarna alami pada bahan makanan.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 12 November 2014
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Zat Pewarna adalah bahan tambhana makanan yang dapat memperbaiaki warna
makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi
warna pada makanan agar kelihatan lebih menarik. Berdasarkan sumbernya, zat pewarna
dibagi menjadi dua golongan yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. Pada pewarna
alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti:
caramel, coklat, daun suji, daun pandan dan kunyit. Jenis-jenis pewarna alami tersebut
antara lain: Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang terdapat pada daun; Mioglobulin
dan Hemoglobin; zat warna merah pada daging; Karotenoid; kelompok pigmen yang
berwarna orange, merah orange dan larut dalam lipid; Anthosiamin dan Anthoxanthim;
warna pigmen merah, biru violet terdapat pada buah dan sayur-sayuran. Pewarna buatan
memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena
hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi kelemahannya adalah jika
pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya. Pewarna
makanan yang sering dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Co al-tar dye, pewarna
alami dan pigmen. Pewarna makanan yang diijinkan hanya 11 dari sekitar 2000 jenis
pewarna makanan. Coal-tar dye mempunyai sifat kimia diantaranya larut dlam air, tidak
membutuhkan penambahan mordant untuk mewarnai wool atau sutera (Winarno, 1995 :
202).
Minuman es sirup merupakan salah satu contoh minuman ringan yang tidak lepas
dari penggunaan bahan tambahan pangan seperti zat warna, pengawet, zat pemanis dan
aroma, dimana diberikan secara berlebihan dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Penggunaan zat pewarna yang berlebihan sering dijumpai pada minuman es sirup yang

dijual oleh pedagang minuman yang mangkal di pinggir jalan dan salah satu zat warna
yang dilarang ditemukan dalam minuman es sirup ini yaitu zat warna methanyl yellow.
Tujuan penambahan pewarna pada minuman es sirup ini untuk menambah
keanekaragaman warna dari produknya serta menambah daya tarik para konsumen karena
dipengaruhi oleh tekstur warna yang memikat, cita rasa yang enak serta harga yang relatif
terjangkau untuk di konsumsi (Yustini et al., 2011).
Makanan agar-agar

merupakan salah satu produk makanan yang banyak

dikonsumsi masyarakat terutama anakanak. Dalam perkembangannya, makanan telah


banyak diproduksi dengan beraneka ragam warna dan rasa yang enak, salah satunya
adalah makanan a5ar-agar yang dijual di Pasar Doro Pekalongan. Uji zat war-na secara
kualitatif dengan metode Kromatografi kertas dengan menggunakan baku warna
Carmoisin, Eritrosin, Green S, Tartrazin, Sunset Yellow. Berdasarkan data tersebut di atas
diketahui bahwa zat wama sintetis yang ditambah pada makanan agar-agar Sampel A
Catmoisin, Sampel B Green S dan Tartrazin Sampel C Sunset Yellow, sampel D Tartrazin.
Pewama tersebut merupakan zat wama sintetis yang diijinkan penggunaannya oleh
PerMenKes RI No. TZZlMenKes/Per/l988 tentang Bahan Tambahan Makanan
(Triwahyuni, 2006).
Metode Kromatografi Kertas dan Metode Spektrofotometri UV-Visibel dapat
digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif pewarna sintetis seperti Sunset Yellow,
Tartrazine dan Rhodamin B. Pewarna sintetik yang terdapat pada sebagian besar sampel
yang dianalisis merupakan pewarna yang diizinkan penggunaannya untuk makanan
menurut Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya Sunset Yellow, Ponceau
4R, Tartrazine dan Carmoisin. Terdapat sampel yang mengandung zat pewarna yang
merupakan campuran dari dua atau tiga jenis warna tunggal yaitu sampel es limun
botol/orange (Amaranth,Tartrazine dan Kuning FCF/Sunset Yellow) dan sampel permen
merah (Ponceau 4R, Kuning FCF). Namun sebagian besar berupa pewarna Tunggal.
Pewarna sintesis yang paling banyak digunakan dalam sampel penelitian ini adalah
Tartrazine (Sumarlin, 2010).
Hasil penelitian Kromatografi Lapis Tipis (KLT), pada larutan baku methanyl
yellow secara visual menghasilkan warna kuning dengan tinggi bercak 16 cm dan tingggi
eluen 17 cm serta Rf

0.94. Sedangkan pada 18 sampel minuman es sirup tidak

teridentifikasi adanya zat warna methanyl yellow, karena pada plat KLT yang dilihat tidak
menunjukkan bercak yang sama dengan bercak baku methanyl yellow serta tidak

menunjukkan adanya noda pada plat KLT. Penelitian ini dilanjutkan dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk melihat panjang gelombang serta
absorbansi yang didapatkan oleh baku methanyl yellow. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai absorbansi dan panjang gelombang yang didapatkan dari larutan baku
methanyl yellow, yaitu 417 nm dengan absorbansi 0.240. Hal ini sejalan dengan
pernyataan dari penelitian Safni, et all (2007), bahwa methanyl yellow akan memberikan
serapan pada panjang gelombang berkisaran 417 nm (Sigar, 2012).
Kromatogram dari zat warna pembanding dan sampel yang diduga, menggunakan
dua macam eluen, yaitu etilmetilketon aseton air (7:3:3) dan larutan natrium klorida
2% dalam etanol 50%, Hasil kromatografi kertas dengan kedua eluen tersebut
menunjukkan bahwa ada 16 sampel zat warna dari 31 sampel keseluruhan yang mungkin
mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan. Dari 16 sampel
tersebut, empat sampel diduga mengandung Rhodamin B, dua sampel Scarlet GN, tiga
sampel Merah K4, dua sampel Sudan 1, satu sampel Metanil Yellow, dua sampel Orange
G, satu sampel Violet 6B, dan satu sampel diduga mengandung Chocolate Brown FB
(Azizahwati, 2007).
Telah dilakukan identifikasi zat pewarna sintetis yang terdapat dalam saus cabe
naga. Untuk menentukan zat pewarna sintetis ini dengan cara kromatografi kertas, dengan
menggunakan perbandingan volume isobutanol : etanol : air adalah 3 : 2 : 2 sebagai
pengelusi dan dengan Sunset Yellow, Ponceau 4R, Merah Allura, Tertrazin, dan
Rhodamin B sebagai larutan baku. Dari hasil analisa tersebut diperoleh zat pewarna
sintetis Sunset Yellow dan Ponceau dalam saus cabe naga. Dari hasil analisa ini diketahui
bahwa Sunset Yellow dan Ponceau adalah zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk
makanan dan minuman. Sehingga saus cabe naga telah memenuhi syarat untuk
dikonsumsi (Rahmayani, 2008).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat Praktikum
a. Mortar
b. Gunting
c. Hotplate
d. Corong kaca
e. Erlenmayer 100 Ml
f. Gelas kimia 600 ml

g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Gelas arloji
Gelas ukur 100 ml
Gelas kimia 50 ml
Benang wol
Pipet tetes
Penyemprot
Kertas saring

2. Bahan
a. Kunyit
b. Ale-ale
c. Frenta
d. Jasjus
e. Aquades
f. PH stik
g. Benang wol putih
h. Larutan NH4OH 10 %
i. Larutan KHSO4 10 %
j. Kertas Kromatografi
k. Kertas label

D. PROSEDUR KERJA
masing-masing sampel ( 50 ml ) dalam gelas kimia
+ 0,5 ml KHSO4 10% , sampai sampai pH 2

Hasil
Larutan dipanaskan sampai mendidih
Hasil
Dimasukkan benang wool 2 helai dan kertas
kromatografi didiamkan
Hasil
Benang wool dan kertas kromatografi diangkat
Satu bagian sebagai kontrol

Satu bagian Disemprotkan NH4OH 10 % 10 ml


(benang wol dan kertas kromatografi)

Dibandingkan

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN

No Percobaan
1. a. Ale-ale
+ 7 tetes KHSO4 10%

Hasil Pengamatan
PH awal = 3
PH akhir = 2
Warna larutan berwarna merah

b. Jasjus
+ 7 tetes KHSO4 10%

PH awal = 3
PH akhir = 2
Warna larutan berwarna orange
PH awal = 4
PH akhir = 2
Warna larutan berwarna ungu

c. Frenta
+ 28 tetes KHSO4 10%
d. Kunyit
+ 42 tetes KHSO4 10%
2.

PH awal = 6
PH akhir = 2
Warna larutan berwarna kuning

a. Ale-ale
- Dipanaskan sampai mendidih
Warna larutan tetap berwarna merah
- Dicelupkan benang wol dan kertas Benang wol dan kertas kromatografi
kromatografi

berwarna merah.

b. Jasjus
Warna larutan tetap berwarna orange
- Dipanaskan sampai mendidih
- Dicelupkan benang wol dan kertas Benang wol dan kertas kromatografi
kromatografi

berwarna orange.

c. Frenta
Warna larutan tetap berwarna ungu
- Dipanaskan sampai mendidih
- Dicelupkan benang wol dan kertas Benang wol dan kertas kromatografi
kromatografi

berwarna ungu

d. Kunyit
Warna larutan tetap berwarna kuning
- Dipanaskan sampai mendidih
- Dicelupkan benang wol dan kertas Warna benang wol dan kertas

kromatografi
3.

kromatografi berwarna kuning.

a. Ale-ale
- Kertas kromatografi dan benang wol Benang wol dan kertas kromatografi
disemprotkan dengan NH4OH 10%

berwarna merah agak pudar

b. Jasjus
- Kertas kromatografi dan benang wol Benang wol dan kertas kromatografi
disemprotkan dengan NH4OH 10%

berwarna orange agak pudar

c. Frenta
- Kertas kromatografi dan benang wol Benang wol dan kertas kromatografi
disemprotkan dengan NH4OH 10%

berwarna ungu agak pudar

d. Kunyit
- Kertas kromatografi dan benang wol Benang wol dan kertas kromatografi
disemprotkan dengan NH4OH 10%

berwarna kuning agak kecoklatan

Metode 1
Hasil uji
+
+
+
-

Sampel
Ale-ale
Jas-jus
Frenta
larutan kunyit

Hasil uji
+
+
+
-

Sampel
Ale-ale
Jas-jus
Frenta
Larutan kunyit

Metode 2

Gambar :

Jas-jus
Std
Ale-ale
Std

Kunyit
Std
Frenta
std

Tanpa disemprotkan
NH4OH 10%

F. ANALISIS DATA

Frenta
Spl

Ale-ale
Spl
Jas-jus
Spl

Disemprot NH4OH
10%

Kunyit
Spl

HC C COOH2

H2 N C N C C CH
H H2 H2
NH
arginin

asam aspartat

+
(C2 H5)2 N

+
N (C2 H5)2 Cl-

COOH

+
COO- H3 N

HC C COOH
H2

(C2H5)2 N

C N C C CH
NH

H H2 H2

N +(C2 H5)2Cl-

Mekanisme pengikatan pewarna dalam benang wol

G. PEMBAHASAN
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus
mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena
makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan
(Moehji, 1992).
Penentuan mutu dan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu ada
faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum ada faktor-faktor lain
dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang
sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik
tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member
kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut
menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau

kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cra pengolahan ditandai dengan
adanya warna yang seragam dan merata (Winarno,2004).
Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin
menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang
selera. Meski begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna
tekstil. Di era modern, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari
berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk
menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan
minuman. Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari
pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari
bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna
merah. Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan
(non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan,
mereka

menggunakan

pewarna

tekstil

untuk

makanan.

Ada

yang

menggunakan Rhodamin B pewarna tekstil untuk mewarnai terasi, kerupuk dan


minuman sirup.
Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Colorimetri dengan menggunakan Indikator kertas kertas
kromatografi dan benang wol. Pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan
tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
nomor : 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan.sedangkan LPPOM
MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika
tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat
(tak jelas kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami,
karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan
bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal.
Sebelum dilakukan analisis zat warna sintetik terlebih dahulu dilakukan
penambahan KHSO4 10% untuk membuat PH sampel semuanya bernilai sama yaitu pada
PH 2 karena masing-masing sampel memiliki nilai PH yang berbeda-beda, dimana PH awal
dari Ale-ale adalah 3, Jas-jus P H-nya 3, Frenta PH-nya 4, dan Kunyit PH-nya 6, semakin

banyak nilai PH dari suatu sampel maka akan semakin banyak volume KHSO 4 10% yang
akan ditambahkan, meskipun dari PH awal sampel bersifat asam tetapi untuk membuat
hasil yang akurat maka diperlukan untuk menghomogenisasi PH dari semua sampel.
Pada analisis pertama yakni analisis Colorimetri, prinsipnya adalah penarikan zat
warna dari sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan
pemanasan dilanjutkan dengan pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa. Pada
proses ini yang berperan sebagai asam adalah larutan KHSO 4 sedangkan yang berperan
sebagai basa pada analisis terakhir untuk mengetahui ada tidaknya pewarna sintesis yang
terikan oleh benang wol adalah larutan NH4OH. Pada dasarnya benang wol tersusun atas
ikatan peptida yang didalamnya terdapat ikatan sistina, asam glutarnat, lisin, asam
aspartik dan arginin. Pewarna sintesis dapat melewati lapisan kutikula melalui
perombakan sestina menjadi sistein dengan suatu asam. Sistein terbentuk melalui
pecahnya ikatan S-S dari sistina karena adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut
terbuka, maka zat warna sintesis dapat masuk kedalam benang wol dan berikatan dengan
COO- dari asam aspartik juga berikatan dengan +NH 3 dari Arginin (yang terbentuk
setelah dilakukan penambahan basa yakni NH4OH) yang mana reaksi dari proses ini
dapat dilihat dalam analisis data yang ada.
Dari hasil uji diperoleh tidak ada sampel yang mengandung pewarna buatan .Hal
ini ditunjukkan oleh warna terang dari benang wol yang telah ditambahkan NH 4OH
dibandingkan dengan benang wol yang tidak ditambahkan NH4OH, yang menunjukkan
bahwa sampel : Ale-ale, Jas-jus, dan Frenta terhadap zat pewarna. Sedangkan pada saat
dilakukan pengujian terhadap kunyit menunjukkan hasil negatif yang ditunjukkan oleh
warna gelap yang terbentuk dari benang wol yang telah ditambahkan dengan NH 4OH,
yang menunjukkan bahwa kunyit merupakan pewarna alami.
Untuk analisis zat pewarna sintesis dalam makanan dengan metode kedua,
diadopsi dari teknik analisis sederhana yang telah dikembangkan oleh Babu &
Indushekhar S (1990). Babu & Indushekhar S (1990) dari NIN Hyderabad India, telah
melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan
secara sederhana dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan
kertas saring. Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya
peralatan khusus. Metoda ini dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan.
Keistimewaan atau keuntungan penting dari metoda tersebut adalah karena cara

analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun.


Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan memasukkan kertas kromatografi ke dalam
sampel yang telah mendidih, dimana hasil rembesan untuk sampel yang mengandung
pewarna sintesis akan menunjukkan perbedaan serapan warna yang berbeda pada kertas
kromatografi (warna kertas kromatografi akan lebih pudar dari standar jika mengandung
zat warna sintetik).
Keunggulan lain dari metoda sederhana ini adalah tidak diperlukannya standar
pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat pewarna apa). Akan tetapi hasil uji dengan
metoda tersebut perlu pula dikonfirmasi lebih lanjut dengan uji yang dikerjakan di
laboratorium dengan menggunakan metoda konvensional. Sehingga dapat benar-benar
diyakini bahwa bahan pewarna tersebut mengandung pewarna sintesis atau tidak
sehingga hasil analisis menjadi lebih akurat.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum untuk metode kedua ini, pada sampel :
Ale-ale, Jas-jus, dan Frenta positif mengandung warna sintetik. Hal ini dapat dilihat dari
pembentukan warna yang lebih pudar atau cerah pada kertas kromatografi setelah
dilakukan penyemprotan dengan menggunakan NH4OH 10%. Sedangkan untuk sampel
Kunyit menunjukkan hasil pengujian yang negatif karena distribusi warna yang homogen
pada kertas kromatografi yang dicelupkan dalam sampel warna yang diuji. Dari analisis
kedua metode ini menujukkan hasil yang sama, hal ini berarti bahwa hasil analisis yang
dilakukan cukup akurat.
Pada dasarnya, pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan
tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
nomor: 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan. Sedangkan LPPOM
MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Namun, penggunaan bahan pewarna alami pun jika
tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat
(tak jelas kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami,
karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh meskipun warna yang ditimbulkan
tidak terlalu mencolok dan daya tahannya tidak terlalu lama karena efek yang
ditimbulkan tidaklah sebesar pada pewarna sintesis.

H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Sampel : Ale-ale, Jas-jus, dan Frenta positif mengandung pewarna sintetik
sedangkan Kunyit negatif terhadap zat warna sintetik .
b. Metode yang digunakan yaitu metode colometri dengan indikator kertas
kromatografi, digunakan benang wool karena mudah menyerap zat pewarna saat
pendidihan serta metode yang sederhana.
c. Berdasarkan analisis kedua metode menunjukkan hasil yang sama. Hal ini berarti
bahwa hasil analisis pada praktikum ini cukup akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Azizahwati,dkk. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan Yang Beredar di
Pasaran. Depok : FMIPA-Universitas Indonesia.
Moehji,S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara: Jakarta.
Rahmayani, Ika. 2008. Identifikasi Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Naga Dengan
Metode Kromatografi Kertas. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Sigar, Esti Santi.dkk. 2012. Analisis Zat Warna Methanyl Yellow Dalam Minuman Es Sirup
di Kawasan Kota Manado. Sumatra : FMIPA UNSRAT.

Sumarlin, La Ode.2010. Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan Yang Beredar di
Jakarta dan Ciputat. Jakarta : FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Triwahyuni, Endang M dan Erna Susilowati. 2006. Identifikasi Zat Warna Sintetis Pada Agaragar Tidak Bermerk Yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode
Kromatografi Kertas. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.
Winarno, F.G., dan T.S. Rahayu , 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Pustaka Sinar Harapan :
Jakarta.
Winarno, F.G., 2004. Bahan Tambahan dan Kontaminasi. PT. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
Yustini, A., Daryati, M., Yulia, K. 2010. Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Minuman Es Sirup Pada
Pedagang Minuman di Pasar Raya Padang. Fakultas Farmasi. UNDAD Padang.

You might also like