You are on page 1of 8

I.

Tinjauan Apotek
Menurut
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang


dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan kualitas
pelayanan adalah (Menkes RI, 2004):
1. Papan nama apotek yang dapat terlihatdengan jelas, memuat nama apotek, nama
Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan alamat apotek.
2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasienyaitu bersih, ventilasi yang memadai, cahaya
yang cukup, tersedia tempat duduk dan ada tempat sampah.
3. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi
4.
5.
6.
7.
8.
9.

bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan.


Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien.
Ruang peracikan.
Ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Ruang/tempat penyerahan obat.
Tempat pencucian alat.
Peralatan penunjang kebersihan apotek.

Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(Menkes RI, 2004). Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Pelayanan kefarmasian dalam hal memberikan perlindungan terhadap pasien
berfungsi sebagai berikut :
1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan
yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir
pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan
secara rasional, memantau efek samping obat dan menentukan metode penggunaan obat.
2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.
3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan,
keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan.
4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada pasien.

5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien


penyakit kronis.
6. Berpartisipasi dalam pengelolaanobat-obatan untuk pelayanan gawat darurat.
7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.
8. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.
9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan (Bahfen,2006).
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat,bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan Kefarmasian dilakukan
berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan
serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan SediaanFarmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan (PP 51, 2009).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, tujuan pengaturan pekerjaan
kefarmasian adalah untuk:
1. Memberikan perlindungan kepada pasiendan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundangan-undangan dan
3. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:


Apotek
Instalasi farmasi rumah sakit
Puskesmas
Klinik
Toko obat atau
Praktek bersama

Menurut PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan


kefarmasian padafasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh
apotekerpendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian

adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
II. Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam :
1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
4. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah
No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
5. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 84/MENKES/PER/II/1995.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 149 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 184 Tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti
dan Izin Kerja Apoteker.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1027/MENKES/SK/IX/2004, untuk menjalankan praktik apotek diperlukan tenaga kerja


atau personalia apotek yang terdiri dari :
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Praktik
Apotek (SIPA).
b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker
Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak
berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin
Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
d. Asisten Apoteker adalah mereka yang bedasarkan peraturan perundang-undangan berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri
dari :

a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.


b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat dan pengeluaran uang.
c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat
laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek.
Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non teknis
kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan/teknis kefarmasian. Untuk dapat
melaksanakan tugasnya dengan sukses seorang APA harus melakukan kegiatan sebagai
berikut :
1. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senatiasa tersedia dan
diserahkan kapada yang membutuhkan.
2. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek menyediakan berbagai
3.
4.
5.
6.

obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap.


Menetapkan harga produknya dengan harga bersaing.
Mempromosikan usaha apoteknya melalui berbagai upaya.
Mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan.
Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat, nyaman dan

1.
2.
3.
4.

ekonomis.
Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi :
Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan.
Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan.
Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan.
Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.

1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.

Penggolongan Obat
Macam-macam penggolongan obat yaitu sebagai berikut :
Menurut kegunaan obat :
Untuk menyembuhkan (terapeutik)
Untuk mencegah (profilaktik)
Untuk diagnosis (diagnostic)
Menurut cara penggunaan obat :
Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral, beretiket putih
Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi, injeksi,

III.

membrane
3.
a.
b.
4.
a.

mukosa,

rectal,

vaginal,

nasal,

ophthalmic,

colluito/gargarisma/gargle, beretiket biru (Syamsuni, 2006).


Menurut cara kerjanya :
Local : obat yang bekerja pada jaringan setempat seperti pemakaian topical
Sistemik : obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh (Syamsuni, 2006).
Menurut peraturan perundang-undangan :
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter

aurical,

Tandanya berupa : Lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam dengan
diameter 1,5cm atau disesuaikan dengan kemasannya (Umar, 2005).

Tanda Obat bebas :

b. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas

(Daftar W=Waarschhuwing=Peringatan)
adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh

tanpa resep dokter (Umar, 2005).


Tandanya berupa : lingkaran bulat berwarna biru tua dengan garis tepi berwarna hitam

dengan diameter 1,5 cm atau disesuaikan dengan kemasannya.


Tanda Obat Bebas Terbatas :

Peringatan yang tercantum pada

wadah

terbatas berwarna hitam dengan

ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm

atau

kemasan

obat

bebas

atau disesuaikan dengan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf


berwarna putih. Peringatan pada kemasan Obat bebas terbatas terdiri dari P No. 1 sampai
dengan P No. 6, seperti berikut ini:

c. Obat Keras daftar G (Geverlijk)


Adalah semua obat yang :
Mempunyai takaran/dosis maksimal (DM) atau yang tercantum dalam daftar obat keras

yang ditetapkan pemerintah


Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam

dan huruf K yang menyentuh garis tepinya.


Dapat diperoleh dengan resep dokter
Semua sediaan parenteral/injeksi/infuse intravena

Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak membahayakan

(Syamsuni, 2006).
Tanda Obat Keras :

d. Obat
Wajib
Apotek (OWA)
Menurut Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib, menerangkan
bahwa yang dimaksud dengan OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh
Apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter.
Merupakan program pemerintah dengan tujuan untuk :
Meningkatkan kemampua masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi
masalah kesehatan (swamedikasi)
Meningkatkan pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) oleh Apoteker
(Dirjen BPOM, 1996).
Ketentuan pelaksanaan OWA :
Memenuhi ketentuan & batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA

yg bersangkutan
Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan
Memberikan informasi meliputi :
Dosis dan aturan pakainya
Kontra indikasi
Efek samping
Hal lain yg perlu diperhatikan pasien

e. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas aktivitas mental dan perilaku
Obat psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
Psikotropika golongan I
Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh :
meskalin, extasy.
Psikotropika golongan II

Berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.


Contoh : amfetamin, metamfetamin (sabu-sabu), sekobarbital.
Psikotropika golongan III
Berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh : Penthobarbital, Amobarbital, Siklobarbital.
Psikotropika golongan IV
Berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh : diazepam, alprazolam (xanax), bromazepam.

f. Narkotik
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
menimbulkan ketergantungan.
Obat narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Antara lain : tanaman Papaver somniverum, opium mentah, opium masak, daun koka,
heroin, kokain mentah, kokaina.
Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Antara lain : benzetidin,
metadon, fentanil, morfina, opium, pethidin.
Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Antara lain : dihidrokodein, etilmorfina, kodein (Umar, 2005).

Tanda obat golongan narkotika :

You might also like