You are on page 1of 4

Hegemoni, seperti yang diungkapkan Antonio Gramsci, merupakan suatu

mekanisme penguasaan suatu wilayah mental umum atau kesadaran yang lebih
bersifat rayuan tanpa paksaan, hingga membentuk kesukarelaan. Hegemoni bekerja
melalui saluran kultural. Dalam kebudayaan suatu mental dibentuk oleh adanya nilai
yang dijunjung. Dalam lingkungan industri, misalnya kelas pekerja tanpa sadar telah
menerima kebudayaan kapitalis yang pada akhirnya membuat mereka kehilangan
kebudayaan kelas mereka sendiri. Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi
berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral,
politik, dan budaya dari kelompok dominan. Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang
wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan.
Dalam pandangan Gramsci, hegemonilah yang telah membuat kapitalisme dapat
terus tumbuh subur. Seperti yang ia lihat dalam rezim fasis Mussolini dimana rakyat
yang berada di bawah tekanan Mussolini tidak melawan, namun justru menerima dan
mendukung rezim yang berkuasa. Revolusi kaum buruh menjadi gagal akibat
hegemoni kaum penguasa telah menenggelamkan ideologi, nilai, kesadaran diri, dan
organisasi kaum buruh. Hegemoni kapitalisme telah masuk ke masyarakat dunia
ketiga (misalnya Indonesia). Namun umumnya masyarakat dunia ketiga tidak
menyadari bahwa dirinya telah dieksploitasi negara-negara maju. Internalisasi nilai
yang terjadi dalam hal ini lewat aparat kebudayaan seperti media massa, film,
internet, televisi, musik, dll.
Sudah merupakan hal yang umum diketahui masyarakat bahwa globalisasi
merupakan suatu proses yang mampu membuat biasnya batas wilayah suatu negara
dengan negara lain. Walaupun banyak definisi yang masih belum pasti karena
tingginya tingkat kompleksitas istilah tersebut, namun kehadiran globalisasi tidak
dapat terelakkan. Pada mulanya, perdagangan hanya berjalan secara domestik guna
memajukan perekonomian nasional masing-masing negara. Namun adanya globalisasi
menawarkan solusi baru yang mampu memunculkan perdagangan lintas wilayah,
salah satunya melalui Multinational Corporation (MNC) atau biasa dikenal dengan
perusahaan multinasional. Dalam perkembangannya, MNC memberikan berbagai
manfaat guna memajukan perekonomian internasional. Hal tersebut kemudian
menjadikan MNC sebagai agensi yang sangat berpengaruh dalam perkembangan
Ekonomi Politik Internasional.

Salvatore dalam buku Ekonomi Internasional menjelaskan bahwa MNC


merupakan badan usaha yang memiliki, mengendalikan, dan atau mengelola fasilitasfasilitas produksi yang tersebar disejumlah negara. Melalui definisi tersebut dapat
dilihat bahwa MNC merupakan suatu perusahaan dengan skala internasional dengan
pendapatan besar yang memiliki wilayah operasi lebih dari satu negara. Lebih lanjut,
MNC tercatat mampu menguasai lebih dari 20% output dunia dengan nilai transaksi
perdagangan mencapai 25% dari keseluruhan transaksi perdagangan manufaktur
dunia

(http://www.scribd.com).

Dengan

demikian

dapat

dikatakan

bahwa

perkembangan EPI pada abad 20 ini sangat dipengaruhi oleh kemunculan MNC
melalui kekuatan yang berhasil diciptakan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana
beberapa produk tertentu layaknya Toyota dan Volkswaygen dapat merambah pasar
lain seperti Amerika dan Cina.
Harry Magdoff, dalam karyanya yang berjudul The Multinational
Corporation and Development A Contardiction? menjelaskan bahwa MNC
merupakan bentuk tahapan logis dari evolusi perusahaan kapitalis (Magdoff,
1987:165). Dalam hal ini, Marx menjelaskan terdapat tiga klasifikasi utama yang
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan dalam bidang bisnis agar sukses dalam
melakukan maksimalisasi profit, yakni ekspansi investasi, penyatuan kekuatan
korporasi, dan pertumbuhan pasar dunia. Ketiga klasifikasi tersebut dapat dipenuhi
oleh MNC, namun untuk mampu menghasilkan pertumbuhan pasar dunia, MNC perlu
melakukan upaya yang kuat agar terbentuk kapitalisme kompetitif antara perusahaan
raksasa. Dalam hal ini, diantara para MNC juga timbul suatu pola yang menyebabkan
suatu MNC memimpin MNC lain. Selain itu dengan skala kompleksitas yang tinggi,
MNC juga akan mengahadapi kompetisi yang rumit pula dalam tingkat global
(Magdoff, 1987:166).
Terdapat beberapa alasan mengapa MNC memiliki pengaruh yang besar dalam
perkembangan EPI, yakni semakin majunya teknologi informasi di host industry,
banyaknya industri yang memanfaatkan sains dalam memajukan perusahaannya,
bermunculan industry baru yang menyebabkan adanya eksplorasi sumber daya alam
untuk mendapatkan bahan mentah (raw materials), kemajuan transportasi sebagai
integrasi baru pasar global, dan yang terakhir adanya peran negara dalam
menstimulasi pertumbuhan perusahaan-perusahaan skala global (Magdoff, 1987:167).
Oleh sebab itulah, pasca abad 19 perusahaan di dunia tertarik untuk melakukan
investasi luar negeri (foreign investment). Selain sebagai perluasan strategi

pemasaran, juga dapat digunakan sebagai penyebaran pengaruh kekuatan yang dapat
menguntungkan pertumbuhan perusahaan itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan di
paragraf sebelumnya, bahwa MNC merupakan bentuk evolusi yang logis dari
perusahaan kapitalis. Oleh sebab itu, biasanya MNC diidentikkan dengan negaranegara kapitalis, seperti Amerika Serikat.
Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti adanya sistem ekonomi
Bretton Woods System yang membuat para pihak swasta di Amerika Serikat mulai
merambah dunia bisnis, kekuatan Amerika Serikat sebagai negara hegemoni,
pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan pesat mampu
diaplikasikan oleh Amerika Serikat, serta kemampuannya untuk menjamin distribusi
MNC di Amerika Serikat, mampu membuat perusahaan MNC menjadikan AS sebagai
pemilik modal kapital yang besar di perusahaannya (Magdoff, 1978:171).
Pasca Perang Dunia II, MNC mampu membuktikan eksistensi dirinya melalui
kemajuan industri perusahaannnya (Magdoff, 1978:170). Ditengah genggaman
kapitalis, MNC terus melaju pesat dengan tujuan maksimalisasi profit. MNC sebagai
bentuk investasi dalam tingkat internasional, mencoba memainkan peranannya di tiaptiap negara yang kenyataannya mampu menarik minat negara-negara kapitalis di
dunia untuk memainkan peran di dalamnya. Pangsa pasar tiap-tiap negara dibuka
selebar-lebarnya untuk memajukan jalur perdagangan internasional dan memberikan
kesempatan para MNC untuk turut berperan dalam ekonomi politik internasional.
Beberapa MNC bahkan dikenal memiliki nilai tersendiri bagi suatu negara, seperti
halnya Volkswaygen yang berasal dari Jerman dan Toyota yang berasal dari Jepang.
Kedua perusahaan otomotif raksasa tersebut bahkan mampu menunjukkan
kredibilitasnya di pasar Amerika Serikat dengan persaingan yang sangat ketat.
Dengan demikian semakin jelas terlihat bahwa MNC mampu menjangkau skala
global dengan aktivitas produksi yang semakin meningkat. MNC juga berhasil
membuktikan pengaruhnya dalam perkembangan ekonomi internasional yang
digunakan negara-negara kapitalis sebagai kekuatan dalam stabilitas negaranya.
Kompetisi yang semakin ketat menjadikan celah persaingan semakin rumit di antara
negara-negara kapitalis. Kompetisi tersebut tidak hanya terjadi diantara MNC itu
sendiri, melainkan juga melibatkan nation-state. Dalam hal ini, MNC dituntut untuk
mampu menguasai lingkungan nation-state agar perusahaannya dapat diterima dengan

baik oleh masyarakat sekitar. Dengan stabilnya politik dan ekonomi di suatu negara
maka akan memudahkan operasi suatu MNC dalam meraup keuntungan maksimal
(Magdoff, 1978:180).
Namun dibalik berbagai dampak positif yang dihasilkan oleh keberadaan MNC, disisi
lain terdapat pula dugaan akan dampak negatif oleh adanya MNC, seperti halnya
berkurangnya kedaulatan nation state. Kekuatan ekonomi dan politik yang dimiliki
oleh MNC tersebut dapat dengan mudah mempengaruhi keputusan negara dalam
mengambil kebijakan-kebijakan publik. Spekulasi lain muncul dengan adanya
kemampuan lobi para birokrat untuk memenuhi tujuan utama perusahaan tersebut
melalui

penciptaan

undang-undang.

Dengan

demikian,

berbagai

peraturan

perundangan di suatu negara juga dapat dikatakan tergantung dari eksistensi MNC.
Namun bagaimanapun perlu ditegaskan kembali bahwa orientasi utama MNC tetap
berada pada maksimalisasi profit. Oleh sebab itu, melalui berbagai bentuk negosiasi
dan kerjasama yang dilakukannya, orientasinya tetaplah untuk memajukan
perusahaannya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat sebagai bentuk sifat dasar
lingkungan sistem ekonomi internasional yang kapitalis (Magdoff, 1978:188).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan multinasional hadir karena
globalisasi yang menyebabkan biasnya batas wilayah tiap negara. Walaupun bukan
dalam arti yang harfiah, namun bagaimanapun, batas-batas tersebut seolah tak terlihat
dengan berbagai aktivitas perdagangan internasional yang marak terjadi. Dalam
beberapa hal, MNC menciptakan peluang yang besar dalam usaha perbaikan
kesejahteraan bangsa. Namun dengan orientasi maksimalisasi profit yang ada,
menjadikan kehadiran MNC juga tidak lantas serta merta diberikan kebebasan untuk
masuk ke sendi-sendi perekonomian tiap negara. Berbagai transfer teknologi dan
informasi nyatanya mampu membantu masyarakat untuk menjadi lebih baik, namun
juga tantangan lain muncul dengan melemahnya keadulatan nation-state. Peran negara
dalam ekonomi politik internasional tidak lagi bersifat tunggal, namun juga
dipengaruhi oleh kekuatan MNC. Berbagai peraturan perundangan juga diciptakan
guna mengatur eksistensi MNC di suatu negara. Oleh sebab itu akan lebih baik
apabila kekuatan MNC di suatu negara tidak jauh lebih besar terhadap kekuatan
pemerintah itu sendiri.

You might also like