You are on page 1of 10

2

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA


PADA SISWA STM
Risa Paskahandriati dan Istiana Kuswardani
Universitas Setia Budi Surakarta

ABSTRAK
Mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran wajib yang diajarkan mulai tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), maupun sekolah
kejuruan, terutama Sekolah Teknik Menengah (STM). Pada kenyataannya, pelajaran yang
merupakan materi wajib bagi siswa ini seringkali dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit
untuk dipahami dan kurang menarik. Sebagai bukti bahwa pelajaran ini dianggap sulit, tampak
pada hasil evaluasi belajar pada nilai rapor untuk pelajaran fisika menunjukkan nilai yang
terendah dibanding dengan pelajaran lain. Selain belajar, ada banyak hal yang juga turut andil
dalam keberhasilan proses pendidikan, salah satu diantaranya adalah dengan menumbuhkan
harga diri individu, yaitu penilaian atau evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Harga diri
yang positif merupakan faktor pendukung agar kemampuan individu yang dimiliki dapat
berfungsi secara optimal. Harga diri dibutuhkan untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Prestasi belajar fisika bagi pelajar STM adalah salah satu faktor penting dalam keberhasilan
studinya. Prestasi belajar yang baik, ditunjang oleh harga diri seseorang.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan positif antara harga
diri dan prestasi belajar Fisika siswa STM. Semakin tinggi harga diri, maka semakin tinggi pula
prestasi belajar Fisika. Demikian pula sebaliknya.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Harga Diri yang terdiri atas
54 butir, prestasi belajar Fisika yang diperoleh dari nilai rapor subjek, dan hasil tes SPM berupa
skor mentah jumlah jawaban benar. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program
SPS-2000 dengan analisis regresi.
Uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi diperoleh r = -0,069 dengan p<0,01.
Hasil ini menunjukkan tidak ada hubungan/ korelasi antara harga diri dengan prestasi belajar
fisika. Hipotesis penelitian ini ditolak. Harga diri subjek penelitian tergolong tinggi, prestasi
belajar fisika rendah, dan inteligensi rata-rata.
Kata kunci: Harga Diri, Prestasi Belajar Fisika.

PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) telah berkembang dan mengalami
kemajuan dengan sangat cepat, terutama
pada saat teknologi digital ditemukan dan
digunakan dalam semua produk teknologi.
Pada dasarnya, teknologi dihasilkan untuk
mempermudah kegiatan manusia dan
mengurangi beban kerja manusia. Salah
satu dasar untuk memahami teknologi
adalah ilmu Fisika. Fisika sebagai bagian
dari ilmu pengetahuan memiliki pengaruh
yang sangat besar dan merupakan unsur
penting dalam perkembangan teknologi.
Mata pelajaran fisika merupakan
mata pelajaran wajib yang diajarkan mulai
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA),
maupun
sekolah
kejuruan,
terutama

Sekolah Teknik Menengah (STM). Pada


kenyataannya, pelajaran yang merupakan
materi wajib bagi siswa ini seringkali
dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit
untuk dipahami dan kurang menarik.
Dianggap sulit dipahami karena untuk
memahami pelajaran ini perlu kemampuan
abstraksi yang baik dan hafal terhadap
rumus-rumus. Sedangkan anggapan bahwa
pelajaran ini kurang menarik karena siswa
kurang memahami manfaat belajar fisika
dan lapangan kerja di bidang fisika. Sebagai
bukti bahwa pelajaran ini dianggap sulit,
tampak pada hasil evaluasi belajar pada
nilai
rapor
untuk
pelajaran
fisika
menunjukkan nilai yang terendah dibanding
dengan pelajaran lain (Nurina, 2004).

4
Salah satu parameter keberhasilan
yang dicapai seseorang adalah prestasi
belajar akademik. Hal tersebut dapat diraih
melalui belajar, dan dengan belajar
diharapkan individu dapat mengmbangkan
semua potensi yang ada semaksimal
mungkin. Belajar membutuhkan dorongan,
gairah, dan semangat. Tanpa semua itu,
belajar menjadi hal yang membosankan,
bahkan menjadi beban. Hal inilah yang
menyebabkan banyak pelajar mengalami
kesulitan dalam belajar dan berakibat pada
prestasi belajar akademiknya.
Menurut Gagne (dalam Purwanto,
1987), hasil belajar dapat dikaitkan dengan
terjadinya
perubahan
kepandaian,
kecakapan, atau kemampuan seseorang.
Proses menjadi pandai itu terjadi tahap
demi tahap. Hasil belajar diwujudkan dalam
lima
kemampuan
yaitu
ketrampilan
intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, ketrampilan motorik, dan sikap. Hal
ini sejalan dengan pendapat Bloom (dalam
Purwanto, 1987) yang menyatakan bahwa
ada tiga dimensi hasil belajar yaitu dimensi
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimensi
kognitif
adalah
kemampuan
yang
berhubungan dengan berpikir, mengetahui,
dan
memecahkan
masalah
seperti
pengetahuan
komprehensif,
aplikatif,
sintesis, analitis, dan pengetahuan evaluatif.
Dimensi afektif adalah kemampuan yang
berhubungan dengan sikap, nilai, minat,
dan apresiasi. Dimensi psikomotorik adalah
kemampuan yang berhubungan dengan
ketrampilan motorik.
Selain belajar, ada banyak hal yang
juga turut andil dalam keberhasilan proses
pendidikan, salah satu diantaranya adalah
dengan menumbuhkan harga diri individu,
yaitu penilaian atau evaluasi seseorang
terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang
positif merupakan faktor pendukung agar
kemampuan individu yang dimiliki dapat
berfungsi secara optimal. Harga diri yang
positif ditunjukkan dengan sikap optimis,
percaya diri, sabar, mau menerima
perhatian orang lain, tenang, dan bangga
akan dirinya. Sebaliknya, harga diri yang
negatif tampak dalam perilaku pesimis,
tidak punya keyakinan, terlalu peka pada
pendapat orang lain, mudah tersinggung,
tidak dapat menerima perhatian dari orang
lain, dan mudah khawatir. Harga diri yang
positif atau negatif sebagian besar
menentukan bagaimana individu berpikir,
merasakan, dan cara bertindak.

Remaja yang memiliki konsep yang


luhur dan sehat tentang dirinya serta
merasa puas akan dirinya sendiri, jarang
sekali mendapatkan prestasi belajar yang
kurang. Perasaan positif tentang diri sendiri
akan menyanggupkan mereka untuk
menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan
keadaan yang terus berubah.
Sebaliknya, remaja yang memiliki
harga diri negatif akan merasa kewalahan
atau tertekan dalam menghadapi tuntutan
kehidupan. Nilai rapor yang rendah, teguran
dari guru, tersinggungnya harga diri,
mengakibatkan malas belajar sehingga
mengakibatkan prestasi belajarnya menjadi
rendah.
Dari
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa harga diri dibutuhkan
untuk mendapatkan prestasi belajar yang
baik. Prestasi belajar fisika bagi pelajar
STM adalah salah satu faktor penting dalam
keberhasilan studinya. Prestasi belajar yang
baik, ditunjang oleh harga diri seseorang.
Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas 2 STM Ganesha Tama Boyolali.
Jumlah subjek 62 orang yang dipilih secara
random dari kelas Mekanik Otomotif.

TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi Belajar
Belajar adalah suatu perubahan
dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian,
atau
suatu
pengertian
(Whiterington dalam Purwanto, 1987). Hal
ini akan dapat menjadikan suatu tolok ukur
pada setiap perubahan yang terjadi,
sehingga individu akan sadar bahwa dirinya
sedang belajar dari apa yang ia kerjakan.
Hilgard & Bower (dalam Purwanto,
1987)
mengatakan,
bahwa
belajar
berhubungan
dengan
tingkah
laku
seseorang terhadap situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam situasi itu, bahwa
perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atas dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau
keadaan-keadaan
sesaat
seseorang,
misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan
sebagainya. Perubahan-perubahan yang
disebabkan pertumbuhan atau kematangan
tersebut tidak dianggap sebagai hasil
belajar.

6
Belajar dari segi ilmu mendidik berarti
perbaikan-perbaikan tingkah laku atau
memperoleh tingkah laku baru dan
kecakapan-kecakapan. Dengan belajar
terdapat
perubahan-perubahan
fungsi
kejiwaan, yang menjadi syarat bagi
perbaikan tingkah laku. Hal ini berarti pula
menghilangkan tingkah laku dan kecakapan
yang mempersempit pergaulan pelajar
(Pasaribu & Simanjuntak, 1983). Perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku
yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah
laku yang buruk.
Belajar mengandung pengertian
perubahan menuju ke arah yang lebih maju
melalui suatu usaha, pengalaman, dan
latihan yang disengaja. Dengan belajar
akan diperoleh kecakapan, ketrampilan, dan
pengetahuan. Seperti yang dikemukakan
oleh Walgito (dalam Syah, 2003) bahwa
belajar sebagai suatu aktivitas yang
menghasilkan perubahan pada diri individu
dan perubahan tersebut dapat berwujud
pengetahuan
maupun
kecakapankecakapan baru yang pada dasarnya
didapatkan dari usaha individu yang
bersangkutan.
Sedangkan
Winkel
(1987)
mengatakan bahwa belajar adalah suatu
aktivitas
mental
atau
psikis
yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan
dalam
pengetahuanpemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap.
Perubahan itu bersifat konstan dan
berbekas. Dalam hal tersebut apa yang
terjadi pada individu yang sedang belajar,
tidak dapat diketahui secara langsung oleh
orang lain, tetapi dapat diamati dari tingkah
laku dan hasilnya.
Dari beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses perubahan di dalam kepribadian
seseorang melalui latihan atau pengalaman,
dan perubahan tersebut dapat mengarah
pada sesuatu yang lebih baik atau yang
lebih buruk, seperti perubahan dalam
berpikir, ketrampilan, kecakapan, maupun
sikap.
Prestasi belajar adalah kemampuan
seseorang yang diperoleh dari proses
belajar (Suryabrata, 2002). Hal ini
mengandung pengertian bahwa prestasi
belajar adalah suatu hasil yang diperoleh
siswa
dalam
usaha
belajar
yang
dilakukannya dan ini memberikan arti

bahwa prestasi belajar merupakan produk


dari suatu proses. Proses yang dilakukan
individu adalah kegiatan belajar, prestasi
belajar ini biasanya dinyatakan dalam
bentuk nilai atau indeks prestasi yang
diperoleh dari hasil pengukuran prestasi
belajar.
Prestasi belajar juga dapat diartikan
sebagai suatu pengungkapan hasil belajar
yang meliputi segenap ranah psikologis
yang berubah sebagai akibat pengalaman
dan proses belajar siswa. Perubahan
tingkah laku yang dianggap penting,
diharapkan dapat mencerminkan perubahan
yang terjadi sebagai hasil belajar siswa
(Syah, 2003).
Menurut Sudjana (1995), prestasi
belajar adalah proses penentuan tingkat
kecakapan penguasaan belajar seseorang
dengan cara membandingkannya dengan
norma tertentu dalam system penilaian
yang
disepakati
(www.depdiknas/jurnal/prestasi).
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, prestasi belajar didefinisikan
sebagai hasil yang telah dicapai (dilakukan,
dikerjakan, dan sebagainya). Pasaribu dan
Simanjuntak (1983) mengatakan bahwa
prestasi adalah hasil yang diperoleh
seseorang setelah mengikuti pendidikan
atau latihan tertentu, dapat ditentukan
dengan memberikan tes pada akhir
pelajaran.
Prestasi belajar yang dicapai
seseorang merupakan hasil interaksi
berbagai faktor yang mempengaruhinya
baik dari dalam maupun dari luar diri
individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar dalam
rangka membantu mereka dalam mencapai
prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Berdasarkan uraian sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil dari suatu aktivitas belajar yang
telah dilakukan berdasar pengukuran dan
penilaian terhadap hasil pendidikan yang
dinyatakan dalam nilai rapor sebagai
cerminan hasil belajar yang dicapai dalam
kurun waktu tertentu.
Keberhasilan atau kegagalan siswa
dalam meraih prestasi belajar di sekolah,
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Prestasi
belajar bagi seorang siswa sebenarnya
berkaitan dengan berbagai hal yang
meliputi keadaan individu tersebut, baik
yang mendahului maupun sewaktu prestasi
itu diperoleh.

7
Dasar kemampuan yang dimiliki,
lingkungan, kesempatan, fasilitas, dan
suasana mental pengalaman masa lampau,
dan proses belajarnya merupakan bagian
dari keadaan tersebut, oleh karena itu
keberhasilan
tiap-tiap
individu
akan
berbeda. Berhasil tidaknya suatu proses
belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor.
Menurut Suryabrata (2002), faktorfaktor tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Faktor yang berasal dari luar diri pelajar
a. Faktor non sosial. Kelompok faktor
ini boleh dikatakan juga tidak
terbilang
jumlahnya,
seperti
misalnya: keadaan udara, suhu
udara, cuaca, waktu (pagi, siang,
sore, atau malam), tempat, alat-alat
yang dipakai untuk belajar seperti
alat-alat tulis, buku-buku, alat
peraga, dan sebagainya.
b. Faktor sosial. Faktor sosial yang
dimaksud adalah faktor manusia
(sesama manusia), baik manusia itu
hadir secara langsung maupun tidak
secara langsung. Kehadiran orang
lain (keluarga, teman, ataupun guru)
pada waktu seseorang sedang
belajar.
2. Faktor-faktor yang berasal dalam diri si
pelajar
a. Faktor-faktor
fisiologis.
Faktor
fisiologis dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu keadaan tonus
jasmani
pada
umumnya
dan
keadaan
fungsi-fungsi
jasmani
tertentu.
b. Faktor psikologis. Termasuk di
dalamnya adalah motivasi, cita-cita,
keinginan,
ingatan,
perhatian,
pengalaman, dan motif-motif yang
mendorong
belajar
siswa.
Kebutuhan psikologis ini paada
umumnya bersifat individual.
Purwanto
(1987)
mengatakan
bahwa berhasil tidaknya belajar tergantung
pada bermacam-macam faktor. Faktor
tersebut dibedakan menjadi dua macam:
a. Faktor individual. Faktor yang ada
dalam diri individu meliputi faktor
kematangan/
pertumbuhan,
kecerdasan/ inteligensi, latihan/
ulangan, motivasi, dan sifat-sifat
pribadi seseorang.
b. Faktor sosial. Faktor yang ada di
luar individu meliputi faktor keluarga/

keadaan rumah tangga, guru dan


cara mengajarnya, alat-alat yang
digunakan dalam proses belajarmengajar,
lingkungan,
dan
kesempatan yang tersedia, serta
motivasi sosial.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar adalah faktor yang berasal
dari dalam diri individu seperti kondisi fisik
dan psikologis dan faktor yang berasal dari
luar individu yang meliputi faktor lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam proses belajar, individu
sering mengabaikan tentang perkembangan
hasil belajar. Pengenalan terhadap hasil
atau kemajuan belajar adalah penting
karena dengan mengetahui hasil yang
sudah dicapai, seseorang akan lebih
berusaha meningkatkan hasil belajar
selanjutnya (Ahmadi & Supriyono, 2004).
Fungsi utama dari prestasi belajar
menurut Azwar (1996) adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi penempatan adalah penggunaan
hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu ke dalam bidang atau
jurusan
yang
sesuai
dengan
kemampuannya.
b. Fungsi formatif adalah penggunaan
hasil tes belajar untuk melihat
sejauhmana kemajuan belajar yang
telah dicapai oleh siswa dalam suatu
program pelajaran.
c. Fungsi diagnostik adalah manfaat tes
prestasi untuk mendiagnosis kesukarankesukaran
dalam
belajar
dan
mendeteksi
kelemahan-kelemahan
siswa.
d. Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil
tes
prestasi
untuk
memperoleh
informasi
mengenai
penguasaan
pelajaran yang telah direncanakan
sebelumnya.
Dengan demikian, prestasi belajar berfungsi
untuk penempatan, formatif, diagnostik, dan
fungsi sumatif.
Dalam kehidupan manusia, teoriteori fisika sangat diperlukan dan dapat
diterapkan dalam berbagai bidang. Menurut
Wikipedia
Indonesia,
fisika
(Yunani:
physikos/ alamiah dan physis/ alam) adalah
sains atau ilmu tentang alam dalam makna
yang terluas. Fisika mempelajari gejala
alam yang tidak hidup atau materi dalam
lingkup ruang dan waktu. Fisika sering
disebut sebagai ilmu paling mendasar,

8
karena setiap ilmu alam lainnya (biologi,
kimia, geologi, astronomi, dan lain-lain)
mempelajari jenis sistem materi tertentu
yang
mematuhi
hukum
fisika
(http//id.wikipedia.org/wiki/fisika).
Fisika sangat luas pengertiannya
dari ilmu terapan hingga pengetahuan
tentang partikel elementer serta semesta
alam. Fisika adalah ilmu yang mempelajari
gejala alam dengan mengumpulkan dan
mencari hubungan diantaranya untuk
memperoleh manfaat. Pemanfaatan sinar-x,
sinar radio aktif, sinar laser, energi nuklir,
energi surya, dan sebagainya dilahirkan dan
dikembangkan dari fisika.
Fisika merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) yaitu suatu ilmu
yang mempelajari gejala dan peristiwa atau
fenomena
alam
serta
berusaha
mengungkap segala rahasia dan hokum
semesta.
Objek
Fisika
mempelajari
karakter, gejala, dan peristiwa yang terjadi
atau terkandung dalam benda mati atau
benda
yang
tidak
melakukan
pengembangan diri (Nurina, 2004). Prestasi
belajar fisika adalah hasil dari suatu
aktivitas belajar fisika yang ditunjukkan
berupa angka atau nilai pada rapor siswa.

negatif apabila seseorang tidak dapat


menghargai dirinya secara baik. Harga diri
dapat berkembang ke arah yang lebih atau
harga diri yang kurang (Walgito, 2002).
Berne & Savary (1988) berpendapat bahwa
harga diri yang sehat adalah kemampuan
melihat
dirinya
sendiri
berharga,
berkemampuan, penuh kasih sayang dan
menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang
khas serta kepribadian yang berharga
dalam berhubungan dengan orang lain.
Seseorang yang mempunyai harga diri yang
rendah biasanya memiliki gambaran diri
yang negatif dan hanya sedikit mengenal
dirinya, sehingga menghalangi kemampuan
mereka
untuk
menjalin
hubungan,
cenderung meremehkan kemampuan diri
sendiri dan memikirkan kegagalan.
Berdasarkan uraian mengenai harga
diri tersebut dapat disimpulkan bahwa harga
diri
merupakan
salah
satu
faktor
kepribadian yang berupa evaluasi atau
penilaian terhadap diri sendiri yang
merupakan
kunci
terpenting
dalam
pembentukan perilaku dan perkembangan
sehat pada remaja.

METODE PENELITIAN
Harga Diri
Harga diri atau self esteem
merupakan salah satu aspek kepribadian
yang sangat penting bagi setiap usia. Harga
diri hampir selalu berkaitan dengan
kemampuan atau perasaan senang dalam
salah satu bidang atau pekerjaan (Kesler,
1997). Coopersmith (dalam Ainur, 1997)
menjelaskan bahwa harga diri adalah
evaluasi yang dibuat individu mengenai halhal yang berkaitan dengan dirinya, yang
diekspresikan dalam suatu bentuk sikap
setuju atau tidak setuju dan menunjukkan
bahwa individu tersebut meyakini dirinya
sendiri sebagai individu yang mampu,
penting, dan berharga.
Harga diri merupakan evaluasi
individu tentang dirinya sendiri secara positif
atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan
bagaimana individu menilai dirinya sendiri
dan diakui atau tidaknya kemampuan dan
keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian
tersebut terlihat dari penghargaan mereka
terhadap keberadaan dan keberartian
dirinya sendiri apa adanya (Santrock, 1998).
Harga diri dapat positif apabila
individu dapat menghargai dirinya sendiri
secara baik, tetapi sebaliknya harga diri

Variabel variabel penelitian dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas : harga diri. Harga diri
merupakan
salah
satu
aspek
kepribadian
yang
mengandung
penilaian
atau
evaluasi
individu
terhadap dirinya sendiri yang terbentuk
sejak lahir dan akan terus berkembang.
Harga diri diukur dengan skala harga
diri yang disusun oleh Walgito (1991)
yang mengacu pada skala harga diri
Coopersmith. Semakin tinggi skor yang
didapat menunjukkan harga diri yang
positif, dan sebaliknya. Skala harga diri
terdiri atas 56 butir yang terdiri atas
pernyataan positif dan negatif.Variabel
tergantung : Prestasi belajar fisika.
Prestasi belajar fisika merupakan suatu
gambaran penguasaan kemampuan
program belajar Fisika yang dapat
diukur dan dinilai. Prestasi belajar Fisika
dapat diketahui melalui nilai rapor dalam
bentuk nilai pada semester ganjil.
2. Inteligensi merupakan kemampuan
seseorang
beradaptasi
dan
memecahkan
masalah
yang
dihadapinya. Inteligensi akan diukur

9
dengan tes SPM (Standard Progressive
Matrices).
Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas 2 STM Ganesha Tama Boyolali.
Jumlah subjek 62 orang yang dipilih secara
random dari kelas Mekanik Otomotif.
Gambaran mengenai data penelitian
pada masing-masing variabel :
1. Skala Harga Diri
Skala harga diri terdiri atas 54 butir
dengan skor masing-masing butir
bergerak dari satu sampai empat,
sehingga rentangan skor berkisar mulai
54 sampai 216. Hasil perolehan data

dari 62 subjek penelitian menunjukkan


skor terendah 126 dan tertinggi 191.
Rerata empirik adalah 156,75, yang
berarti lebih tinggi dari rerata hipotetik
135.
2. Prestasi Belajar Fisika
Prestasi belajar Fisika yang diperoleh
dari nilai rapor subjek menunjukkan
kisaran 5,00 sampai 8,50.
3. Tes SPM
Hasil tes SPM berupa skor mentah
jumlah jawaban benar menunjukkan
skor subjek berkisar mulai 35 57.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPS-2000 dengan analisis
regresi. Sebelumnya dilakukan uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas untuk masingmasing alat ukur adalah sebagai berikut:
Variabel
SD
Hasil
P
Harga Diri
14,336
()2 = 8,343
P>0,05 (normal)
2
Prestasi Belajar Fisika
0,7114
() = 5,975
P>0,05 (normal)
Inteligensi
4,7959
()2 = 11,361
P>0,05 (normal)
Sedangkan hasil uji linearitas menunjukkan :
Variabel
F
Harga diri dan prestasi belajar fisika
Fbeda = 1,310
Inteligensi dengan prestasi belajar fisika
Fbeda = 0,765

P
P>0,05 (linier)
P>0,05 (linier)

Uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi diperoleh r = -0,069 dengan p<0,01.
Hasil ini menunjukkan tidak ada hubungan/ korelasi antara harga diri dengan prestasi belajar
fisika.
Berdasarkan data penelitian, disusun kategorisasi untuk tiap-tiap variabel dengan hasil
sebagai berikut :
Skala harga diri:
Kategori
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Total

Nilai
X > 175,5
148,5 < X < 175,5
121,5 < X < 148,5
94,5 < X < 121,5
X < 94,5

Prestasi belajar Fisika


Kategori
Nilai
Sangat tinggi
X > 10,83
Tinggi
9,16 < X < 10,83
Sedang
7,49< X < 9,16
Rendah
5,82< X < 7,49
Sangat Rendah
X < 5,82
Total

Jumlah Subjek
9
35
18
62

Persentase
14,52 %
56,45 %
29,03 %
0%
0%
100 %

Jumlah Subjek
7
53
2
62

Persentase
0%
0%
11,29 %
85,48 %
3,23 %
100 %

10
Inteligensi
Kategori
Sangat tinggi
Tinggi
Rata-rata
Rendah
Sangat Rendah
Total

Nilai
X > 57,5
51,335 < X < 57,5
42,005 < X < 51,335
35,84 < X < 42,005
X < 35,84

Hasil analisis regresi harga diri dan


prestasi
belajar
fisika
siswa
STM
menunjukkan r = -0,069 dengan p < 0,01.
Artinya, tidak ada hubungan antara harga
diri dengan prestasi belajar fisika. Harga diri
tidak terbukti berkorelasi positif dengan
prestasi belajar fisika. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
tidak terbukti.
Dalam suatu penelitian, suatu
hipotesis dapat tidak terbukti dengan
beberapa kemungkinan penyebab, yaitu: 1)
subjek yang tidak sesuai dengan kriteria
penelitian atau jumlah yang terlalu minim
dan tidak ada pembandingnya, 2) alat ukur
yang digunakan kurang dapat mengukur
kriteria yang hendak diukur, 3) faktor
budaya menyebabkan suatu alat ukur yang
diadaptasi dari budaya yang lain tidak
sesuai bagi budaya yang lainnya, atau 4)
variabel lain yang mungkin menjadi
penyebab lain tidak dikontrol dalam
pengambilan data. Dalam penelitian ini, alat
ukur yang digunakan untuk mengukur
prestasi belajar hanya diambil prestasi
belajar fisika, tidak ada pembandingnya
dengan mata pelajaran yang lain. Selain itu,
terdapat beberapa variabel yang diduga ikut
berpengaruh terhadap prestasi belajar fisika
selain harga diri, tetapi tidak dikontrol.
Variabel tersebut seperti: stimulasi yang
diberikan oleh lingkungan atau keluarga,
keadaan sekolah, pergaulan di sekolah
yang homogen, prestasi belajar fisika di
tingkat sebelumnya (SMP), dan tingkat
pendidikan orangtua.
Dalam penelitian menggunakan
analisis regresi, tidak signifikannya suatu
garis regresi dapat disebabkan karena: 1)
secara teoritis antara kriterium dan
prediktornya tidak terdapat korelasi yang
signifikan atau 2) secara teoritis antara
kriterium dan prediktornya terdapat korelasi
yang signifikan, tetapi jumlah kasus yang
diselidiki tidak cukup banyak sehingga tidak
ditemukan korelasi (Hadi, 1982).
Pelajaran
fisika
merupakan
pelajaran yang tidak mudah untuk dipahami,

Jumlah Subjek
1
9
40
12
62

Persentase
1,62 %
14,51 %
64,51 %
19,36 %
0%
100 %

ada kecenderungan nilai rata-rata untuk


pelajaran ini terendah dibandingkan dengan
mata pelajaran yang lain (Nurina, 2004).
Dengan
demikian,
untuk
memberi
pemahaman terhadap siswa didik mengenai
pelajaran ini, peran guru sangat penting.
Dalam memahami suatu pelajaran,
motivasi sangatlah penting. Motivasi untuk
memahami dan menguasai suatu pelajaran
dapat ditingkatkan dengan mengerti tujuan
dan manfaat mengenai apa yang sedang
dipelajari
(DePorter,
2002).
Dengan
mengetahui tujuan dan manfaat belajar
fisika untuk kehidupannya, diharapkan
siswa akan lebih termotivasi belajar dan
meraih prestasi yang lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Tidak ada hubungan antara harga
diri dan prestasi belajar Fisika pada siswa
STM. Hipotesis penelitian ini ditolak. Harga
diri subjek penelitian tergolong tinggi,
prestasi belajar fisika rendah, dan
inteligensi rata-rata.
Saran
Untuk meningkatkan prestasi belajar
fisika, dibutuhkan dukungan dari faktor luar
maupun dari dalam. Dukungan dari luar
dapat diberikan dengan peran serta guru
yang secara aktif, kreatif, dan inovatif
mencari metode-metode yang tepat dalam
mengajar fisika. Sedangkan dari dalam,
dibutuhkan motivasi yang kuat pada diri
siswa dalam mempelajari fisika. Motivasi
dapat ditingkatkan dengan mengetahui
tujuan dan manfaat belajar fisika.
Untuk
peneliti
selanjutnya,
diharapkan dapat meneliti dengan subjek
yang lebih banyak dan menghubungkan
antara prestasi belajar fisika dengan
variabel lain yang pengaruhnya lebih kuat
atau lebih besar.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. & Supriyono, W. 2004. Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ainur, R. 1997. Pengaruh Pelatihan Harga
Diri terhadap Penyesuaian Diri pada
Pemaja. Skripsi. Fakultas Psikologi.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Azwar, S. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta:
Penerbit Liberty.
Berne, P. H. & Savary, L. M. 1998.
Membangun
Harga
Diri
Anak.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Coopersmith, S. 1967. The Antecedents of
Self Esteem. San Fransisco: W. H.
Freeman and Company.
DePorter, B. 2002. Quantum Learning:
Unleashing the Genius in You.
Terjemahan. Bandung: Penerbit Kaifa.
Hadi,

S.
1982.
Analisis
Yogyakarta: Penerbit Andi.

SMU
Phronesis.
Jurnal
Ilmiah
Psikologi Terapan. Vol. 4. No. 7.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Tarumanegara.
Nurina. B. 2004. Sistem Pembelajaran KBK
terhadap Motivasi Belajar para
Peserta Didik pada Bidang Studi
Fisika.
Artikel
(www.pendidikan
network.com).
Pasaribu, I & Simanjuntak, B. 1983. Proses
Belajar Mengajar. Ed. 2. Bandung:
Tarsito.
Purwanto, N. 1987. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Tarsito.
Santrock, J. W. 1998. Adolescence. Ed 7.
Boston: McGraw Hill, Inc.
Suryabrata, S. 2002. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syah, M. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Regresi.

Kesler, J. 1997. Tolong! Aku Punya Anak


Remaja. Cet. 3. Jakarta: Gunung
Mulia.

Walgito, B. 1991. Hubungan antara


Persepsi Mengenai Sikap Orangtua
dengan Harga Diri pada Siswa SMU di
Propinsi Jawa Tengah. Disertasi.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Ling, Y. & Dariyo, A. 2002. Interaksi Sosial


di Sekolah dan Harga Diri Pelajar

Winkel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran.


Jakarta:
PT
Gramedia.

You might also like