You are on page 1of 13

Penanganan asma

1.

Definisi Asma
The American Thoracic Society (1962): adalah suatu penyakit
dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun
sebagai hasil suatu pengobatan.
Gibbs dkk (1992) mendefinisikan sebagai suatu gangguan inflamasi
kronik pada saluran napas yang banyak diperankan oleh terutama sel
mast dan eosinofil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Asma dalam kehamilan adalah
gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil
sehingga menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas, dada terasa
berat,
dan
batuk
yang
ditemukan
pada
wanita hamil.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering
dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita
hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.
Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering
dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang
penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan
berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan
pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
2. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a.
-

Faktor Predisposisi
Genetik.

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya yang jelas penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernapasannya juga
bisa diturunkan.
b.
-

Faktor Prepisitas
Alergen

Dimana alergen dapat dibagai menjadi 3 jenis, yaitu :


1.

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2.

Ingestan, yahg masuk melalui mulut

Contoh : Makanan dan obat-obatan


3.

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Contoh : perhiasan, logam, dan jam tangan


-

Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim
hujan, musim kemarau, musim bunga,. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga danb debu
-

Stress

Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
-

Lingkungan Kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
-

Olahraga / aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan


aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas.

2.3 Tanda / Gejala Asma


a.

Nafas pendek

b.
Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah
terdengar bunyi wising yang timbul saat menghembuskan nafas
c.
Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan
jarang terjadi.
Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortopnea,
ekspirasi memanjang, sianosis, takikardi persisten, penggunaan obat bantu
pernapasan, kesukaran bicara, dan pulsus paradoksus.

2.4 Jenis-Jenis Asma


Asma dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Asma interisik (berasal dari dalam)
Yang sebab serangannya tidak diketahui
b. Asma eksterisik (berasal dari luar)
Yang pemicu serangannya berasal dari luar tubuh (biasanya lewat pernafasan)
Serangan asma dapat berlangsung singkat atau berhari-hari. Bisanya serangan
dimulai hanya beberapa menit setelah timbulnya pemicu. Frekuensi asma
berbeda-beda pada tiap penderita. Serangan asma yang hebat dapat
menyebabkan kematian.

2.5 Derajat Asma


-

TINGKAT PERTAMA

secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor pencetus
-

TINGKAT KEDUA

penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa kelainan
tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas
-

TINGKAT KETIGA

penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun maupun
fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
-

TINGKAT KEEMPAT

penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada pemeriksaan


fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan napas.
-

TINGKAT KELIMA

status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa serangan akut
asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa dipakai.

2.6 Patofisiologi
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama.
Peningkatan respon saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan gen
pada kromosom 5, 6,11, 12, 14 & 16 termasuk reseptor Ig E yang afinitasnya

tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen Y Cell sedangkan lingkungan
yang menjadi alergen tergantung individu masing-masing seperti influenza atau
rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari kontraksi
otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di
saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk
zat iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas sel mast oleh
sitokin menjadi media konstriksi bronkus dengan lepasnya histamine,
prostalgladine D2dan leukotrienes. Karena prostagladin seri F dan ergonovine
dapat menjadikan asma, maka penggunaanya sebagai obat-obat dibidang
obstetric sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.

2.7 Pemeriksaan Laboratorium


a.

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :


Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
-

Crede yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat


mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b.

Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
-

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang


mm3dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

diatas

15000

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada


waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a.

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang

menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat


adalah sebagai berikut :
Bila
bertambah

disertai

dengan

bronkitis,

maka

bercak-bercak

dihilus

akan

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen


akan semakin bertambah.
-

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltratepada paru.

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi penuomonia mediastinum, pneuomotoraks dan penuomoperi


kardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

b.

Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

c.

Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjaid selama serangan dapat dibagi menjadi


3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru,
yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right Bundle Branch Block)
Tanda tanda hipoksemia, yakni sinus tachycardia, SVES dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.

d. Scanning Paru
Dengan scaning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru

e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah

pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.


Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidka saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi

f. USG
Ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya sejak awal.
Pemeriksaan denga USG dilakukan sejak usia kehamilan 12 20 minggu untuk
mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada TM II dan TM III
terutama bila derajat asmanya berada pada tingkat sedang berat
g Electronic Fetal Heart rate Monitoring
Untuk memeriksa detak jantung janin

2.9 Penatalaksanaan
Dasar-dasar Penanganan
Penanganan penderita asma selama kehamilan bertujuan untuk menjaga ibu
hamil sedapat mungkin bebas dari gejala asma, walaupun demikian eksaserbasi
akut selalu tak dapat dihindari.
Pengobatan yang harus diusahakan adalah :
1.
Menghindari terjadinya gangguan pernapasan melalui pendidikan terhadap
penderita, menghindari pemaparan terhadap alergen, dan mengobati gejala
awal secara tepat.
2.
Menghindari terjadinya perawatan di unit gawat darurat karena kesulitan
pernapasan atau status asmatikus, dengan melakukan intervensi secara awal
dan intensif.
3.
Mencapai suatu persalinan aterm dengan bayi yang sehat, di samping
melindungi keselamatan ibu.
4.
Dalam penanganan penderita asma diperlukan individualisasi penanganan,
karena penanganan suatu kasus mungkin berbeda dengan kasus asma yang lain,
dalam memulai suatu perawatan obstetri terhadap wanita hamil dengan asma
perlu diperhatikan beberapa prinsip tertentu yaitu :
-Mendeteksi dan mengeliminasi faktor pemicu timbulnya serangan asma pada
penderita tertentu.
-Menghentikan merokok, baik untuk alasan obstetrik maupun pulmonal

-Mendeteksi dan mengatasi secara awal jika diduga adanya infeksi pada saluran
nafas, seperti bronkitis, sinusitis.
-Pembahasan antara ahli kebidanan dan ahli paru, untuk mengetahui masalahmasalah yang potensial dapat timbul, rencana penanganan umum termasuk
penggunaan obat-obatan.
-Pertimbangan untuk mengurangi dosis pengobatan, tetapi masih dalam
kerangka respon pengobatan yang baik.
-Melakukan penelitian fungsi paru dasar, juga penentuan gas darah khususnya
pada penderita asma berat.
Obat-obat anti asma yang sering digunakan
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar dapat
dibagi dalam 5 kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine,
glukokortikoid, cromolyn sodium dan anti kolinergik, di samping itu terdapat
obat-obat lain yang sering digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita
asma seperti ekspektoran dan antibiotik.
a.

Beta adrenergik agonis

Dalam golongan ini epinefrin merupakan obat yang paling sering digunakan.
Epinefrin menstimulasi reseptor beta-2 menyebabkan bronkodilatasi, tetapi juga
menstimulasi reseptor alfa dan beta-1 yang menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi perifer dan takikardia baik pada ibu maupun janin, juga
menyebabkan fetal distres, ini merupakan kelemahan teoritis penggunaan
epinefrin dalam kehamilan, untungnya epinefrin mempunyai waktu paruh
pendek dan belum ada laporan yang menunjukkan adanya efek jangka panjang
terhadap janin pada penggunaannya dalam kehamilan.
Terbutalin merupakan beta agonis yang sering digunakan untuk terapi tokolitik
pada persalinan prematur. Dalam pengobatan asma dosisnya sebaiknya
dikurangi pada saat mendekati aterm, meskipun tidak terdapat laporan yang
menunjukkan adanya penundaan bermakna dalam onset persalinan normal, bila
obat ini digunakan sebagai terapi inti asma standar.
b.

Methylxanthine (Teofilin)

Teofilin dengan berbagai garamnya termasuk dalam golongan ini. Mekanisme


teofilin menimbulkan bronkodilatasi tidak jelas, diduga melalui inhibisi kompetitif
terhadap enzim fosfodiesterase, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar siklik AMP karena degradasinya yang menurun. Aminofilin merupakan
suatu garam dietileniamin dari teofilin dan merupakan satu-satunya obat
golongan xanthin yang dapat diberikan secara parenteral

c.

Glukokortikoid

Kortikosteroid digunakan sejak lama untuk pengobatan asma. Kortikosteroid


bukan merupakan bronkodilator, tetapi bermanfaat dalam mengarungi inflamasi
pada saluran napas. Umumnya disepakati memberikan steroid seawal mungkin
pada penderita dengan serangan asma akut berat. Pemakaian kortikosteroid
selama kehamilan tidak menyebabkan meningkatnya resiko komplikasi baik pada
janin maupun ibu.
d.

Cromolyn Sodium

Cromolyn sodium bukan merupakan bronkodilator, efek terapeutik utamanya


adalah inhibisi terhadap degranulasi sel mast, sehingga mencegah terjadinya
pelepasan mediator kimia untuk reaksi anafilaksis. Cromolyn berguna baik untuk
asma alergik maupun non alergik.
e.

Anti Kolinergik

Obat antikolenergik seperti atropin sulfat dapat memberikan efek bronkodilatasi


ada penderita asma, tetapi penggunaannya menjadi terbatas karena efek
samping yang tidak diinginkan. Golongan antikolinergik yang lebih sering
digunakan adalah ipratropium bromida, terbukti efektif dan kurang menimbulkan
efek yang tidak diinginkan.
Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin Umumnya
obat-obat anti asma yang biasanya dipergunakan relatif aman penggunaannya
selama kehamilan, jarang dijumpai adanya efek teratogenik pada janin akibat
penggunaan obat anti asma.
Penanganan asma kronik pada kehamilan
Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam
serangan akut, diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan
dan ahli paru. Usaha-usaha melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi
melalui pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya serangan asma
yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan
memperburuk perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat
memacu timbulnya serangan asma.
Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya
peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian
neonatus, dan malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap
penderita asma belum diketahui jelas.

Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma
antara 10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 812 jam.
Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang
lainnya.
Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari,
atau beta agonis lainnya.
Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan
prednison dengan dosis sekecil mungkin.
Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran
nafas atas.
Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan
asma, dengan dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan asma dalam persalinan
Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu
intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan
ultrasonografi dan parameter-parameter klinik, khususnya pada penderitapenderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka
mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan
janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya
dibenarkan untuk alasan obstetrik.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 I/menit, maka
persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani
komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita
memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus
diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid
harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan.
Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya sama dengan
penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas.
Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk
penderita asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio
sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih
anestesi regional daripada anestesi umum karena intubasi trakea dapat memacu
terjadinya bronkospasme yang berat.
Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan
pervaginam, memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau
forceps akan bermanfaat.

Bila terjadi pendarahan post partum yang berat, prostaglandin E2 dan


uterotonika lainnya harus digunakan sebagai pengganti prostaglandin F2(x) yang
dapat menimbulkan terjadinya bronkospapasme yang berat.
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak
melepaskan histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine
atau morfin yang melepas histamin.
Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain,
maka sebaiknya anestesi cara spinal.
Penanganan asma post partum
Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan
dan penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah
post partum. Pada wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang
berkaitan
dengan
penyakitnya
ini.
Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari
jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam
setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam
air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk
menimbulkan pengaruh pada janin.
PENATA LAKSANAN
1.

Menghindari faktor pencetus, seperti :

Infeksi saluran napas atas

Alergen

Udara dingin

Psikis.

2.

Menggunakan Obat

Obat lokal (seperti aminofilin) atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada
serangan asma ringan.
Obat antiasma umumnya tidak berpengaruh negatif terhadap janin,
kecuali
adrenalin.
Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin karena penyempitan
pembuluh
darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut.
-

Aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.

3.
Menangani Serangan Asma Akut ( sama dengan wanita tidak hamil ),
yaitu :

Memberikan cairan intravena

Mengencerkan cairan sekresi di paru

Memberikan oksigen (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai


PO2 lebih 60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal.
-

Cek fungsi paru

Cek janin

Memberikan obat kortikosteroid.

4.

Menangani asmatikus dengan gagal napas

Secepatnya melakukan intubasi bila tidak terjadi perubahan setelah


pengobatan intensif selama 30-60 menit.
-

Memberikan antibiotik saat menduga terjadi infeksi

5.

Mengupayakan persalinan

Persalinan spontan dilakukan saat pasien tidak berada dalam serangan.

Melakukan ekstraksi vakum atau forseps saat pasien berada dalam


serangan.
-

Seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan.

Meneruskan pengobatan reguler asma selama proses kelahiran.

Jangan memberikan analgesik


pilihlahmorfin atau analgesik epidural.

yang

mengandung

histamin

tetapi

Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2


karenadapat menyebabkan bronkospasme.
6.

Memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu

Aminofilin dapat terkandung dalam air susu


mengalami
gangguan pencernaan, gelisah dan gangguan tidur.

sehingga

bayi

akan

Obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya


karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.

2.10 Pengaruh Terhadap Kehamilan & Persalinan


-

Keguguran

Persalinan prematur

Pertumuhan janin terhambat


Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :

Menurunnya aliran darah pada uterus

Menurunnya venous return ibu

Kurva dissosiasi oksi ttb bergeser ke kiri

Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :


-

Menurunnya aliran darah ke pusat

Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik

Menurunnya cardiac output

Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat-obatan asma terhadap fetus,


walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat obat anti asma akan
membahayakan asma.

2.11 Hal-Hal Untuk Mencegah Agar Tidak Terjadi Serangan Asma Selama Hamil
-

Jangan merokok

Kenali faktor pencetus

Hindari flu, batuk, pilek atau infeksi saluran nafas lainnya. Kalu tubuh
terkena flu segera obati. Jangan tunda pengobatan kalu ingin asma kambuh.
Bila tetap mendapat serangan asma, segera berobat untuk menghindari
terjadinya kekurangan oksigen pada janin
-

Hanya makan obat-obatan yang dianjurkan dokter.

Hindari faktor risiko lain selama kehamilan

Jangan memelihara kucing atau hewan berbulu lainnya.

Pilih tempat tinggal yang jauh dari faktor polusi, juga hindari lingkungan
dalam rumah dari perabotan yang membuat alergi. Seperti bulu karpet, bulu
kapuk, asap rokok, dan debu yang menempel di alat-alat rumah tangga.
-

Hindari stress dan ciptakan lingkungan psikologis yang tenang

Sering sering melakukan rileksasi dan mengatur pernafasan

Lakukan olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat
sehingga tahan terhadap faktor pencetus

You might also like