You are on page 1of 10

Stabilitas Bakso Daging Ayam Dalam Perendaman Larutan Chitosan Ditinjau Dari

pH, WHC dan TPC Selama Penyimpanan


Uswatun Chasanah, Djalal Rosyidi dan Aris Sri Widati
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara tingkat konsentrasi
larutan chitosan dan lama penyimpanan bakso yang ditinjau dari pH, WHC dan jumlah
mikroorganisme (TPC). Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso yang
dibuat dari daging ayam kemudian dilakukan perendaman dalam larutan chitosan. Metode
yang digunakan adalah percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x3)
dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah % konsentrasi larutan chitosan 0%
(K0), 3% (K1), 6% (K2) dari air rendaman yang digunakan. Faktor perlakuan kedua
adalah lama waktu penyimpanan bakso daging ayam pada suhu kamar (P) yang terdiri
dari 3 tingkat yaitu 0 jam (P0), 24 jam (P1), 48 jam (P2). Data dianalisa dengan analisis
ragam (ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan bila terdapat
perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan tingkat konsentrasi
larutan chitosan dan lama penyimpanan tidak memberikan perbedaan pengaruh yang
nyata (P>0,05) terhadap pH, WHC, dan TPC bakso daging ayam, perlakuan tingkat
konsentrasi larutan chitosan memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)
terhadap pH dan tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap
WHC dan TPC bakso daging ayam. Perlakuan lama penyimpanan memberikan perbedaan
pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pH dan WHC akan tetapi memberikan pengaruh
yang sangat nyata (P<0,01) terhadap TPC bakso daging ayam. Perlakuan terbaik terdapat
pada interaksi perlakuan perendaman bakso daging ayam dalam larutan chitosan 6%.
Kata kunci: chitosan, bakso ayam, kualitas fisik
Stability Chicken Meatballs in Soaking Chitosan Review of The power of Hydrogen,
Water Holding Capacity and Total Plate Count During Storage
Uswatun Chasanah, Djalal Rosyidi and Aris Sri Widati
ABSTRACT
The research was aimed to evaluate the effect of chitosan addition to the physical
quality of chicken meatballs. The materials were chicken meat, chitosan, tapioca flour,
eggs, salt, garlic, pepper, and water. The methode that used was factorial experiment
with a Completely Randomized Designed (CRD). The first factor was soaking
concentration chitosan 0% (K0), 3% (K1), 6% (K2). The second factor was the time of
storage the chicken meatballs 0 hours (P0), 24 hours (P1), 48 hours (P2) and continued
with Duncans Multiple Rang Test Method. Results showed that soaking treatment of
chitosan give significant effect to (P<0.01) pH and didnt give significant effect to
(P>0.05) WHC and TPC chicken meatballs. The treatment of storage the time provide
significant effect (P<0.05) against the pH and the WHC will however give very
significant effect (P<0.01) against TPC chicken meatballs. The interaction between
treatment give significant effect to (P>0.05) pH, WHC, and TPC chicken meatballs. The
conclusion of this research was level of chitosan on soaking in the chicken meatballs
product will decrease the pH, the TPC, and increases the WHC. While the treatment of
the time storage will decrease the pH, the WHC, TPC chicken meatballs. Recommended
in the preservation of chicken meatballs chitosan should use 6%.
Keywords: chitosan, chicken meatballs, physical quality

Pendahuluan
Daging sering diolah untuk
meningkatkan nilai ekonomis, selera
konsumsi masyarakat, dan masa simpan
melalui penganekaragaman produk
seperti bakso. Daging ayam sangat
berpotensi
untuk
diolah
karena
mengandung protein yang tinggi dan
termasuk daging putih yang memiliki
kandungan
kolesterol
rendah,
mempunyai marbling yang cukup dan
jaringan lemak yang sedikit serta
harganya
relatif
lebih
murah
dibandingkan daging sapi. Menurut
Holland, Welch, Unwin, Buss, Paul, &
Southgate (1997), daging ayam bagian
dada tanpa kulit per 100 gram
mengandung 74,2 gram air, 24,0 gram
protein dan 1,1 gram lemak. Istilah
bakso biasanya diikuti dengan nama
jenis dagingnya, seperti bakso sapi atau
bakso ayam.
Bakso merupakan salah satu
produk olahan yang sangat populer di
masyarakat. Bakso adalah produk
pangan yang terbuat dari bahan utama
daging yang dihaluskan, dicampur
dengan tepung tapioka, bawang putih,
merica, dan garam dapur, setelah itu
dibentuk bulat-bulat dengan manual atau
alat dengan ukuran seperti kelereng
yang dimasak dalam air panas. Kualitas
bakso ditentukan oleh bahan mentahnya
terutama jenis dan mutu daging, jenis
tepung
yang
digunakan
serta
perbandingannya di dalam adonan.
Tepung tapioka merupakan
salah satu bahan yang digunakan dalam
pembuatan bakso yang berguna untuk
memperbaiki tekstur produk, karena
memiliki tingkat elastisitas yang tinggi
dan dapat mencegah agar bakso tidak
berkeriput dan berlubang seperti poripori, tetapi tidak bisa cepat masak pada
suhu
rendah.
Wibowo
(2009)
mengatakan bahwa penggunaan tepung

tapioka dalam pembuatan bakso daging


adalah 10 % dari berat daging sehingga
dihasilkan bakso daging dengan mutu
yang baik karena jumlah daging yang
lebih dominan dibandingkan dengan
jumlah tepung yang digunakan.
Bakso
merupakan
produk
makanan yang mengandung protein
tinggi, memiliki kadar air yang
tergolong tinggi yakni 52 % dan pH
netral
sehingga
rentan
terhadap
kerusakan sehingga memiliki daya awet
atau masa simpan bakso maksimal
antara satu sampai dua hari pada suhu
kamar (Kurniawati, 2008., Wardaniati
dan Setyaningsih, 2009). Dibutuhkan
suatu bahan pengawet yang tidak
berbahaya bagi kesehatan konsumen
serta dapat mempertahankan aspek gizi
yang terkandung di dalamnya supaya
mendapatkan bakso yang memiliki masa
simpan lebih lama serta mutu yang dapat
dipertahankan.
Masa
penyimpanan
bahan
pangan merupakan jangka waktu dimana
bahan pangan tersebut dianggap tetap
aman dan layak untuk dikonsumsi, dapat
digunakan oleh konsumen sesuai dengan
kebutuhannya. Park, Lee, dan Lee
(2000) dan Singh (2000) mengatakan
bahwa
masa
simpan
ditentukan
berdasarkan salah satu atau beberapa
faktor kualitas dari bahan pangan yang
dianggap paling penting yang akan
berubah selama masa penyimpanan
sampai batas terakhir yang masih dapat
dianggap.
Menurut
Suseno
(2006),
alternatif untuk mengatasi permasalahan
penggunaan bahan pengawet berbahaya
salah satunya dengan penggunaan
chitosan. Chitosan merupakan produk
turunan dari polimer chitin yaitu produk
samping (limbah) dari pengolahan
industri perikanan, khususnya udang dan
rajungan. Limbah kepala udang

mencapai 35 50 % dari total berat


udang.
Chitosan sangat berpotensi
untuk
dijadikan
sebagai
bahan
antimikroba, karena mengandung enzim
lysosim dan gugus aminopolysacharida
yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroba dan efisiensi daya hambat
chitosan terhadap bakteri tergantung dari
konsentrasi
pelarutan
chitosan.
Pemanfaatan chitosan ini telah dicoba
pada berbagai bidang, diantaranya
sebagai bahan pelapis dan anti kapang.
Kemampuan
dalam
menekan
pertumbuhan
bakteri
disebabkan
chitosan memiliki polikation bermuatan
positif yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan kapang
(Wardaniati dan Setyaningsih, 2009).
Berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan oleh Wardaniati dan
Setyaningsih (2009), bahwa serbuk
chitosan 1,5 gram ditambah dengan 100
ml larutan asam asetat 1 % dengan lama
perendaman 60 menit bakso mampu
bertahan selama 3 hari pada suhu kamar,
semakin lama waktu perendaman bakso
dalam chitosan, bakso semakin awet.
Penggunaan
chitosan
tidak
menyebabkan perubahan citarasa bakso
dan membuat bakso terlihat lebih kesat.
Penggunaan chitosan juga diaplikasikan
dalam pengawetan ikan patin yang
disimpan dalam suhu ruang. Konsentrasi
chitosan 1,5 % dengan lama perendaman
hanya 3 menit mampu memberikan hasil
terbaik
dilihat
dari
parameter
penampakan daging, tekstur, bau, nilai
pH dan nilai TVB (total volatile base)
fillet, sedangkan konsentrasi chitosan 3
% dengan lama perendaman yang sama
mampu memberikan hasil terbaik dilihat
dari parameter lendir dan nilai TPC fillet
ikan. Penggunaan larutan chitosan
mampu mempertahankan kesegaran
fillet ikan 2 jam lebih lama

dibandingkan dengan fillet tanpa


perlakuan larutan chitosan (Suptijah,
2008).
Berdasarkan hal-hal tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengaruh perendaman menggunakan
chitosan dalam pembuatan bakso daging
ayam ditinjau dari pH, WHC dan TPC
selama penyimpanan suhu ruang selain
sebagai bahan pengawet.
Materi dan Metode
Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Mikrobiologi,
Laboratorium
Fisikokimia,
dan
Laboratorium
Rekayasa Pengolahan
Pangan di bagian Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya. Penelitian ini berlangsung
pada tanggal 13 Pebruari sampai 29
April 2012.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bakso yang
dibuat dari daging broiler bagian dada,
tepung tapioka, garam, bawang putih,
gula, lada, telur, es batu yang direndam
dalam chitosan 0 6 % dan lama simpan
0 sampai 48 jam.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini
antara lain blender khusus daging bakso
kapasitas 0,5 kg, panci, kompor gas,
telenan, pengaduk, termometer, baskom,
sendok, peniris, pisau, timbangan
digital, pipet tetes, seperangkat uji pH,
kertas saring Whatman No.42, beban 35
kg, dua plat kaca, plastik, kertas grafik,
pipet volume, kawat ose, spirtus, cawan
petri, gelas ukur, erlenmeyer, tabung
reaksi, gelas pengaduk, beaker glass,
mortar,
autoclave.
Bahan
yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi
chitosan cair, aquades, pepton, PCA
(plate count agar) sebagai media isolasi,

alkohol 70%, spirtus, buffer pH 4 dan


buffer pH 7.
Metode
Metode
penelitian
yang
digunakan adalah percobaan faktorial
(3x3) dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Faktor perlakuan pertama adalah
% konsentrasi chitosan adalah 0% (K0),
3% (K1), 6% (K2) dari jumlah air
rendaman yang digunakan. Faktor
perlakuan kedua adalah lama waktu
penyimpanan bakso daging ayam pada
suhu kamar (P) yang terdiri dari 3
tingkat yaitu 0 jam (P0), 24 jam (P1), 48
jam (P2). Setiap perlakuan diulang
sebanyak 3 kali
Prosedur Pembuatan Bakso Daging
Ayam
1)
Persiapan
bahan
meliputi
pemilihan daging yang segar dan
penyiapan bahan tambahan.
2)
Daging dipotong kecil-kecil dan
dapat dicincang dengan alat
percincangan (chopper) bersama
garam 2,5 % dan es batu 15 %
dari adonan, baru kemudian
dicampur dengan bahan-bahan
lain yaitu bawang putih 2,5 %,
gula 2,5 %, lada 0,1 %, dan putih
telur 3 % dari adonan dengan alat
yang sama. Komposisi adonan
bakso ayam dalam penelitian ini
semua berat bahan berdasarkan
atas berat adonan bakso ayam
yang telah dikonversikan dari
satuan persen ke gram.
3)
Tepung tapioka ditambahkan
sebanyak 10% dari berat daging,
kemudian di chopper.
4)
Adonan dicetak menggunakan
tangan.
5)
Pemasakan
adonan
bakso
dilakukan dalam dua tahap. Tahap
pertama, bakso dipanaskan dalam

6)

7)

panci berisi air hangat sekitar 60


C sampai 80 C, sampai bakso
mengeras dan mengembang di
permukaan air. Pada tahap
selanjutnya bakso dipindahkan ke
dalam panci lainnya yang berisi
air mendidih dengan suhu 100
C, kemudian direbus sampai
matang sekitar 10 menit. Tujuan
dilakukan dalam dua tahap agar
permukaan bakso yang dihasilkan
tidak keriput dan tidak pecah
akibat perubahan suhu yang
terlalu cepat.
Bakso yang sudah matang segera
diangkat dan ditiriskan, kemudian
diangin-anginkan
sekitar
20
menit.
Bakso direndam selama 60 menit
dalam larutan chitosan dengan
konsentrasi
dan
lama
penyimpanan
sesuai
dengan
perlakuan.

Variabel Penelitian
Variabel yang diukur dalam
penelitian ini adalah uji kualitas fisik
(pH, WHC dan TPC)
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis
dengan metode analisis sidik ragam dan
apabila ada perbedaan yang
nyata
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda
Duncan (UJBD) (Yitnosumarto,1993).
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh tingkat konsentrasi larutan
chitosan dan lama penyimpanan
terhadap pH bakso daging ayam
Hasil
analisis
ragam
menunjukkan bahwa interaksi antara
tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
lama penyimpanan pada pembuatan
bakso daging ayam tidak memberikan
perbedaan pengaruh yang nyata
(P>0,05) terhadap pH bakso daging
ayam, sedangkan pada penggunaan

larutan
chitosan
dengan
tingkat
konsentrasi yang berbeda memberikan
perbedaan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,01) dan lama penyimpanan yang
berbeda
memberikan
perbedaan

pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap


pH bakso daging ayam. Rata-rata pH
bakso daging ayam dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel1. Rata-rata pH bakso dengan perlakuan tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
lama penyimpanan
Lama Penyimpanan (Jam)
Kons. Chitosan
Rata-rataSD
(%)
0
24
48
0
6,430,06
6,300,00
6,300,10
6,34p0,07
3
6,200,00
6,130,06
6,130,06
6,16q0,04
6
6,030,11
6,100,10
5,970,06
6,03r0,06
a
b
c
Rata-rata
6,22 0,20
6,18 0,11
6,13 0,16
Keterangan: superskrip yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tingkat konsentrasi
larutan chitosan memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,01 ) dan lama penyimpanan memberikan perbedaan pengaruh yang
nyata (P<0,05) terhadap pH bakso daging ayam.
Interaksi yang tidak nyata antara
reaktif sehingga pH bakso akan semakin
tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
rendah. Chitosan juga merupakan
lama penyimpanan yang terjadi pada
polikation bermuatan positif yang sangat
nilai pH bakso daging ayam disebabkan
kuat sehingga mampu mengikat muatan
peningkatan konsentrasi larutan chitosan
negatif dari senyawa lain. Kondisi pH
menunjukkan kecenderungan penurunan
yang
semakin
menurun
juga
pH dan
semakin lama
waktu
dikarenakan adanya pelarut asam asetat.
penyimpanan
juga
menunjukkan
Asam asetat cair adalah pelarut protiotik
kecenderungan
penurunan
pH.
hidrofilik (polar), mirip seperti air dan
Penurunan pH akibat dua faktor tersebut
etanol. Asam asetat memiliki konstanta
juga cenderung sama sehingga apabila
dielektrik yang sedang yaitu 6,2 dan pH
digambar, grafik kedua faktor tersebut
2,4 sehingga bisa melarutkan baik
tidak akan pernah bertemu.
senyawa polar seperi garam anorganik
Pengukuran pH sangat penting
dan gula maupun senyawa nonpolar
karena dapat menentukan kerusakan
seperti minyak serta unsur-unsur seperti
makanan
yang
disebabkan
oleh
sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur
mikroorganisme. Nilai pH sangat
dengan mudah dengan pelarut polar atau
berpengaruh terhadap daya simpan
nonpolar lainnya seperti air, kloroform
produk olahan daging. Tabel 1.
dan heksana. Sifat kelarutan dan
menunjukkan bahwa semakin tinggi
kemudahan bercampur dari asam asetat
konsentrasi chitosan maka pH bakso
ini membuatnya digunakan sebagai
semakin menurun secara sangat nyata
pelarut chitosan yang baik.
yaitu dari pH 6,34 menjadi 6,03.
Ornum (2005) menyatakan
Penurunan pH bakso disebabkan
chitosan dapat larut dalam beberapa
chitosan mengandung gugus amino
larutan asam organik tetapi tidak larut
dalam rantai karbonnya. Semakin
dalam pelarut organik. Chitosan tidak
banyak gugus amino dalam rantai
larut dalam air, larutan basa kuat dan
karbonnya maka chitosan akan semakin
larutan yang mengandung konsentrasi

ion hidrogen diatas pH 6,5, tetapi


lebih sederhana, asam amino dan basachitosan dapat larut dalam asam
basa yang mudah menguap.
hidroklorat dan asam nitrat pada
konsentrasi 0,15 1,1 % dan tidak larut
Pengaruh tingkat konsentrasi larutan
pada konsentrasi 10 %. Chitosan juga
chitosan dan lama penyimpanan
tidak larut dalam asam sulfur tetapi larut
terhadap nilai WHC (Water Holding
sebagian pada asam ortofosfat dengan
capacity) (%) bakso daging ayam
konsentrasi 0,5 %. Knorr (1982)
Hasil
analisis
ragam
menambahkan bahwa pelarut chitosan
menunjukkan bahwa interaksi antara
yang baik dan umum digunakan adalah
tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
asam asetat dengan konsentrasi 1 2 %.
lama penyimpanan pada pembuatan
Tabel 1. menunjukkan bahwa
bakso daging ayam tidak memberikan
perlakuan lama simpan menyebabkan
perbedaan pengaruh yang nyata
penurunan nilai pH bakso secara nyata
(P>0,05) terhadap WHC bakso daging
yaitu dari pH 6,22 menjadi 6,13.
ayam dan pada penggunaan larutan
Penurunan pH kemungkinan disebabkan
chitosan dengan tingkat konsentrasi
oleh degradasi protein menjadi asamyang berbeda juga tidak memberikan
asam amino yang disebabkan oleh
perbedaan pengaruh yang nyata
adanya pertumbuhan mikroorganisme.
(P>0,05)
sedangkan
pada
lama
Pada Tabel 3. ditunjukkan bahwa TPC
penyimpanan yang berbeda memberikan
bakso daging ayam semakin meningkat
perbedaan pengaruh yang nyata
dengan bertambahnya lama simpan.
(P<0,05) terhadap WHC bakso daging
Rahayu, Ninoek, dan Utomo (1990)
ayam. Rata-rata WHC bakso daging
menambahkan, mikroba dapat memecah
ayam dapat dilihat pada Tabel 2.
protein menjadi senyawa-senyawa yang
Tabel 2. Rata-rata WHC (%) bakso dengan perlakuan tingkat konsentrasi larutan chitosan
dan lama penyimpanan
Lama Penyimpanan (Jam)
Kons. Chitosan
Rata-rataSD
(%)
0
24
48
0
64,280,94
59,662,27
59,363,50
61,102,76
3
64,843,21
61,023,71
60,794,78
62,222,27
6
65,163,47
62,685,16
61,904,60
63,251,7
a
b
b
Rata-rata
64,76 0,44
61,12 1,51
60,68 1,28
Keterangan: superskrip yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan lama simpan
memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap WHC
bakso daging ayam.
Interaksi yang tidak nyata antara
kedua faktor tersebut tidak ada interaksi
tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
yang nyata.
lama penyimpanan yang terjadi pada
Nilai WHC bakso daging ayam
nilai WHC bakso daging ayam
dengan perlakuan tingkat konsentrasi
disebabkan peningkatan konsentrasi
larutan chitosan yang berbeda pada
larutan
chitosan
menunjukkan
penyimpanan suhu kamar 0, 24, 48 jam
kecenderungan
peningkatan
WHC
(Tabel 2) cenderung naik tetapi tidak
meskipun tidak nyata dan lama
terjadi perubahan yang signifikan. Hal
penyimpanan
juga
menunjukkan
ini diduga air yang terikat dalam protein
penurunan WHC secara nyata sehingga
bakso masih terikat kuat dan jumlah air

bebas yang dikeluarkan dari bakso


sangat kecil sehingga WHC yang
terdapat dalam bakso daging ayam
relatif tidak berubah. Nilai WHC bakso
daging ayam dipengaruhi secara nyata
oleh lamanya penyimpanan pada suhu
kamar, sedangkan perlakuan tingkat
konsentrasi chitosan serta interaksi
keduanya tidak memberikan pengaruh
yang nyata.
Peningkatan konsentrasi larutan
chitosan diduga menyebabkan muatan
positif yang keluar semakin banyak dan
muatan
negatif
semakin
tinggi.
Kelebihan
muatan
negatif
akan
memperbesar
penolakan
dari
myofilamen dan akan memberikan
ruang kosong yang lebih untuk molekul
air. Kondisi ini menyebabkan WHC
bakso daging ayam semakin meningkat.
Ikatan positif yang terlepas tersebut
mengakibatkan
protein
daging
bermuatan negatif. Pelepasan kondisi
pH yang asam dan bermuatan positif
menyebabkan terjadinya ikatan antara
protein daging dan molekul H, oleh
karena itu, semakin tinggi konsentrasi
chitosan
yang
digunakan
akan
meningkatkan WHC bakso daging
ayam.
Sudrajat (2007) menyatakan
bahwa faktor yang menyebabkan
chitosan tidak berpengaruh nyata adalah
konsentrasi chitosan yang rendah.
Chitosan sebenarnya memiliki sifat
pengikat (binding agent) air, chitosan
memiliki
muatan
positif
yang
disebabkan oleh kedua ligannya (OH+
dan NH2) sehingga dapat berinteraksi
dengan protein yang bermuatan negatif.
Hal ini yang menyebabkan chitosan
dapat meningkatkan daya ikat air karena
dapat memperbaiki protein untuk
mengikat air dan lemak.
Tabel 2. menunjukkan bahwa
perlakuan
lama
penyimpanan

menyebabkan penurunan WHC bakso


daging ayam yaitu dari 64,76 menjadi
60,68. Daya ikat air bakso daging ayam
juga dipengaruhi oleh pH. Penurunan
pH (Tabel 1) diikuti dengan penurunan
nilai WHC (Tabel 2). pH bakso daging
ayam berkisar antara 5,97 6,43
merupakan pH yang lebih tinggi dari pH
titik isoelektrik protein-protein daging
akan mempengaruhi daya ikat air.
Soeparno (2005) menyatakan bahwa
pada pH lebih tinggi atau lebih rendah
dari pH titik isoelektrik protein-protein
daging (5,0 5,1) daya ikat air akan
meningkat, karena pada pH yang lebih
tinggi atau rendah dari pH titik
isoelektrik
protein
daging
mengakibatkan molekul-molekul daging
yang bermuatan akan saling tolakmenolak sehingga menimbulkan ruangruang kosong untuk molekul-molekul
air.
Pengaruh tingkat konsentrasi larutan
chitosan dan lama penyimpanan
terhadap TPC (Total Plate Count)
bakso daging ayam
Hasil
analisis
ragam
menunjukkan bahwa interaksi antara
tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
lama penyimpanan pada pembuatan
bakso daging ayam tidak memberikan
perbedaan pengaruh yang nyata
(P>0,05) terhadap TPC bakso daging
ayam dan pada penggunaan larutan
chitosan dengan tingkat konsentrasi
yang berbeda juga tidak memberikan
perbedaan pengaruh yang nyata
(P>0,05) sedangkan lama penyimpanan
yang berbeda memberikan perbedaan
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)
terhadap TPC bakso daging ayam. Ratarata TPC bakso daging ayam dapat
dilihat
pada
Tabel
3.

Tabel 3. Rata-rata TPC bakso daging ayam dalam log cfu/g dengan perlakuan tingkat
konsentrasi larutan chitosan dan lama penyimpanan
Lama Penyimpanan (Jam)
Kons. Chitosan
Rata-rataSD
(%)
0
24
48
0
5,220,65
7,410,66
7,810,51
6,801,54
3
4,780,07
6,780,05
7,770,10
6,451,39
6
4,790,27
6,670,11
7,650,04
6,311,45
b
a
a
Rata-rata
4,93 0,25
6,95 0,98
7,69 0,76
Keterangan: superskrip yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan
memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap TPC
bakso daging ayam.
Interaksi yang tidak nyata antara
mikroorganismenya juga akan semakin
tingkat konsentrasi larutan chitosan dan
turun. pH bakso daging ayam yang
lama penyimpanan yang terjadi pada
semakin rendah dibanding pH normal
nilai TPC bakso daging ayam
akan
mampu
menghambat
dan
disebabkan peningkatan konsentrasi
mencegah
pertumbuhan
dari
larutan
chitosan
menunjukkan
mikroorganisme karena mikroorganisme
kecenderungan
penurunan
TPC
tidak dapat tumbuh pada pH yang tidak
meskipun tidak nyata dan lama
mendukung siklus hidupnya, semakin
penyimpanan
juga
menunjukkan
rendah pH yang tercipta akibat semakin
peningkatan TPC secara nyata sehingga
tingginya konsentrasi chitosan akan
kedua faktor tersebut tidak ada interaksi
semakin banyak mikroorganisme yang
yang sangat nyata.
terhambat pertumbuhannya. Dampak pH
Tabel 3. menunjukkan bahwa
rendah terhadap kualitas bakso akibat
perlakuan perendaman bakso daging
semakin tingginya konsentrasi chitosan
ayam dalam larutan chitosan dapat
yang diberikan yaitu bakso akan lebih
menurunkan TPC bakso daging ayam
awet
karena
dapat menghambat
secara nyata. Hal ini disebabkan
pertumbuhan mikroorganisme.
chitosan memiliki polikation bermuatan
Tabel 3. menunjukkan bahwa
positif yang mampu menghambat
lama penyimpanan bakso menyebabkan
pertumbuhan bakteri dan kapang. Selain
jumlah mikroorganisme semakin tinggi
itu, chitosan juga mengandung enzim
secara sangat nyata. Pertumbuhan
lysosim dan gugus aminopolysacharida
bakteri pada lama penyimpanan 24 jam
yang mampu menghambat pertumbuhan
untuk bakso yang direndam dalam
mikroba.
Penambahan
konsentrasi
chitosan memiliki jumlah mikroba yang
larutan chitosan dalam air rendaman
lebih kecil dibandingkan dengan kontrol
bakso juga akan membuat tingkat
pada lama penyimpanan yang sama
keasaman pada bakso semakin tinggi
yaitu 24 jam, hal ini diduga akibat
yang ditunjukkan dengan kondisi pH
adanya
chitosan
yang
mampu
yeng rendah yang akan mempengaruhi
menghambat pertumbuhan bakteri dan
TPC bakso.
membuktikan bahwa chitosan mampu
Shank, Siliker dan Harper
melindungi bakso. Peningkatan jumlah
(1999) menambahkan bahwa pemberian
mikroba kemudian meningkat pada lama
konsentrasi chitosan yang semakin
penyimpanan 48 jam sehingga dapat
tinggi akan menurunkan pH bakso
dibuktikan bahwa penambahan chitosan
daging
ayam
maka
jumlah
belum
mampu
mempertahankan

keawetan bakso dengan penyimpanan


pada suhu ruang, selain suhu
penyimpanan kandungan nutrisi yang
terdapat pada bakso sangat tinggi
sehingga mikroba cepat berkembang.
Menurut Frazier dan Westhoff (1988),
jumlah populasi mikroba pada saat
terbentuknya lendir adalah 3.0 x 106
sampai 3.0 x 108 koloni/gram sampel
dan jumlah populasi mikroba saat
terdeteksi bau kurang enak pada bakso
adalah 1.2 x 106 sampai 1.2 x 108. .
Kesimpulan
Interaksi perlakuan tingkat
konsentrasi larutan chitosan dan lama
penyimpanan dapat meningkatkan WHC
dan menurunkan pH dan TPC. Lama
penyimpanan dapat menurunkan pH,
WHC dan TPC bakso daging
ayam.Perlakuan terbaik terdapat pada
interaksi perlakuan perendaman bakso
daging ayam dalam larutan chitosan 6%
dengan lama penyimpanan 0 jam
ditinjau dari pH, WHC, dan TPC bakso
daging ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Frazier, W. C dan D. C. Westhoff. 1988.
Food Microbiology 4th ed. McGraw Hill, Inc. New York.
Holland, A., A.A. Welch, I.D. Unwin,
D.H. Buss, A.A. Paul, &
D.A.T. Southgate. 1997. The
Compostion of Foods. Fifth
Revised and Extended Edition.
The
Royal
Society
of
Chemistry and Ministry of
Agriculture, Fisheries and
Food.
London:
Oxford
University Press.
Knorr, D. 1982. Functional Properties
Of Chitin and Chitosan.
Journal of Food Science
48:36-41.

Kurniawati. 2008. Peran Chitosan


Sebagai Pengawet Alami dan
Pengaruhnya Terhadap Protein
Serta Organoleptik Pada Bakso
Daging Sapi. Skripsi. Fakultas
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan.
Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Ornum, JV. 1992. Shrimp Waste Must It
Be Waste?. Info Fish 6: 48-52
Park, M. H., D. S. Lee and K. H. Lee.
2000.
Food
Packaging.
Hyeoyongseol
Publising.
Daegu.
Rahayu, S., N. Indriati dan B. S. B.
Utomo. 1990. Kemunduran
Mutu Kamaboko Ikan Selama
Penyimpanan
Pada
Suhu
Kamar. Agritech. 9 (4): 2-9.
Shank, J.L., Silliker, J. H., and Harper,
R. H., 1999. The Effect of
Nitric Oxide on Bacteria.
Research Laboratories, Swift
and
Company,
Chicago,
Illinois.
Singh, R. P. 2000. Scientific Principles
of Food Deterioration. Book of
Shelf Life Evaluation of Food.
Aspen
Publishers.
Gaithersburg.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi
Daging. Cetakan Kelima.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sudrajat, G. 2007. Sifat Fisik dan
Organoleptik Bakso Daging
Sapi dan Daging Kerbau
Dengan
Penambahan
Karagenan dan Chitosan.
Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut
Pertanian
Bogor,
Bogor.

Suptijah P. 2008. Kajian Efek Daya


Hambat Chitosan Terhadap
Kemunduran Mutu Fillet Ikan
Patin
(Pangasius
hypopthalmus)
Pada
Penyimpanan Suhu Ruang.
Departemen Hasil Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Suseno, S.H. 2006. Kitosan Pengawet
Alami Alternatif Pengganti
Formalin dalam Semiloka
Temu Bisnis : Teknologi dan
Peningkatan untuk Daya Saing
Wilayah Menuju Kehidupan
yang Lebih Baik. Jeparatech
Expo. Jepara.

Wardaniati dan Setyaningsih. 2009.


Pembuatan Chitosan dari Kulit
Udang dan Aplikasinya Untuk
Pembuatan Bakso. Makalah
Penelitian,
(online),
(http://eprints.undip.ac.id/1718
/1/makalah_penelitian_fix.pdf)
Wibowo, S. 2009. Pembuatan Bakso
Ikan dan Bakso Daging.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Yitnosumarto.
1993.
Percobaan
Perancangan, Analisis, dan
Interpretasinya. PT Gramedia
Pustaka
Utama.
Jakarta

You might also like