Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Demensia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh gangguan
progresif pada proses memori, berpikir, kepribadian dan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Demensia adalah salah satu penyebab disabilitas pada usia lanjut.
Sindrom demensia yang paling sering terjadi yitu Alzheimers Disease (AD), demensia
vaskuler, demensia dengan Lewy bodies, dan demensia frontotemporal (Alzheimers
Disease International, 2014).
Alzheimer Disease merupakan bagian dari demensia, yang teridentifikasi 100
tahun yang lalu. Onset dan perkembangan penyakit Alzheimer mengikuti pola
karakteristik, dan diagnosisnya kemungkinan dapat dibuat berdasarkan sejarah klinis
yang di alami. Penyakit Alzheimer dikaitkan dengan perubahan neuron pada otak secara
histologipatologis. Penyakit ini pertama kali dipaparkan oleh seorang pakar Psikiatri dan
Saraf Dr Alois Alzheimer di Jerman pada 1907. Penyakit Alzheimer ditandai dengan
penurunan daya pikir, daya ingat, kemampuan berbahasa, dan kemampuan otak. Ada
kemajuan luar biasa dalam dekade terakhir dalam pemahaman tentang patofisiologi dan
genetika penyakit Alzheimer (Sadock BJ et al, 2009).
BAB 2
ISI
2.1
Definisi
Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat akibat
kematian sel-sel otak dan umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau
kognitif, yang meliputi kemunduran daya mengingat dan proses berpikir. Perilaku yang
sering dialami demensia ini adalah mudah lupa atau pikun (Ropper AH et al, 2014).
2.2
Epidemiologi
Diperkirakan 6,8 juta orang di Amerika Serikat yang mengalami demensia, dan
sekitar 5,3 juta telah terdiagnosis Alzheimers Disease (AD). AD telah menjadi
permasalah serius dalam kesehatan masyarakat (Jana P et al, 2015). Late-onset AD
merupakan jenis AD yang paling sering, terjadi pada orang berusia 65 tahun ke atas. AD
merupakan jenis demensia terbanyak yakni sebesar 50-75% dari jumlah seluruh
demensia, vaskuler demensia sebanyak 20-30%, demensia dengan Lewy bodies sebanyak
<5%, serta frontotemporal sebanyak 5-6% (Alzheimers Disease International, 2014).
2.3
Etiologi
Etiologi AD belum dapat dipastikan (idiopatik). Hal tersebut disebabkan oleh
diagnosis pasti yang hanya dapat dilakukan saat postmortem. Namun diduga akibat
mutasi genetik. Mutasi atau variasi jumlah salinan dalam beberapa gen yang
menyebabkan pembelahan protein prekursor amiloid ke amiloid protein (AA) selalu
mengarah pada dampak awal-awal AD dalam keluarga yang terkena. Pada late-onset AD
terjadi gangguan yang kompleks, di mana risiko dipengaruhi oleh beberapa gen, faktor
lingkungan, dan oleh interaksi mereka. Risiko penyakit Alzheimer akan bergantung pada
interaksi indivisu secara biologis dengan induksi patologi dari A cascade pada penyakit
Alzheimer (Sadock BJ et al, 2009).
2.4
Patogenesis
2.4.1
21. Terjadi mutasi pada tiga lokus genetik yang terkait dengan early-onset AD. Terdapat
lebih dari 20 mutasi yang berbeda dalam protein prekursor amiloid
yang dapat
2
Peningkatan risiko penyakit Alzheimer ditemukan pada individu yang membawa alel 4
(APOE4) dalam kedua kasus kekeluargaan dan sporadis. Risiko peningkatan penyakit
Alzheimer, dan onset usia rata-rata penyakit Alzheimer menjadi lebih awal, karena
jumlah APOE4 alel individu pembawa meningkat dari 0-2. VariasirRisiko erat kaitannya
dengan APOE4 berdasarkan usia dan etnis. Risiko rendah pada orang tua di Afrika dan
Amerika. Sebaliknya, risiko tinggi pada individu dari etnis Jepang dan Asia. Hal ini
dikarenakan APOE4 menyumbang hingga 50 persen dari kontribusi genetik untuk lateonset AD. Namun jika terdapat satu atau bahkan dua alel APOE4 tidak cukup bermakna
untuk perkembangan AD. Saat ini,kontribusi gen mengingatkan resiko 50 persen akhironset penyakit Alzheimer tidak diketahui. Banyak analisis dengan beberapa individu
yang dipengaruhi late-onset AD telah dilakukan, namun tidak ada gen yang telah
diidentifikasi secara definitif menggunakan pendekatan ini (Querfurth HW et al, 2010).
Protein amiloid berperan dalam mekanisme terjadinya penyakit Alzheimer.
Protein amiloid dipecah oleh tiga enzim, -, -, dan -secretase. Pembelahan oleh secretase maka -secretase menghasilkan A, sedangkan pembelahan oleh -secretase
menghasilkan non-toxic peptida. Identifikasi mutasi protein amiloid di Swedia, yang
secara selektif meningkatkan metabolisme protein amiloid oleh -secretase,
3
lainnya.
berkontribusi
terhadap
asosiasi
mikrotubulus
protein
paling kuat diuraikan dalam sistem kolinergik. Kegiatan kolin asetiltransferase, enzim
yang bertanggung jawab dalam sintesis ACh, secara substansial berkurang pada pasien
dengan penyakit Alzheimer (Querfurth HW et al,2010).
A tampaknya mengganggu cabang dendritik, yang mengakibatkan retraksi dan
kehilangan sinaps, melalui modulasi fungsi dari kedua kelas reseptor glutamat
postsynaptic yakni -amino-3-hidroksi-5-metil-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan
N-methyl-D-aspartate (NMDA ). Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa memantine
(Namenda), antagonis NMDA afinitas-rendah yang berfungsi untuk memodulasi aktivasi
reseptor NMDA, telah terbukti bermanfaat dalam mengatasi penyakit Alzheimer
(Querfurth HW et al,2010).
PROTEIN TAU
Neurofibrillary tangles, yang berserabut berinklusi di neuron piramidal, hal ini
terjadi pada penyakit Alzheimer dan gangguan neurodegenerative lainnya yang
diistilahkan tauopathies. Neurofibrillary tangles merupakan penanda patologis dari
tingkat keparahan penyakit Alzheimer. Komponen utama tangles adalah abnormal
hyperphosphorylated dan bentuk agregat dari tau. Biasanya protein terlarut banyak
terdapat dalam akson, protein tau meningkatkan perakitan dan stabilitas mikrotubulus dan
transportasi vesikula. Hyperphosphorylated tau tidak larut, tidak memiliki afinitas untuk
PENEGAKAN DIAGNOSIS
2.5.1
Gambaran klinis
Perubahan mental yang merupakan gejala penyakit alzheimer biasanya bersifat
samar-samar. Gejala utama berupa gangguan memori (pelupa) yang bertahap bertambah
berat, terutama memori jangka pendek. Sedangkan memori jangka panjang biasanya tidak
berubah. Setelah gangguan memori menjadi jelas, diikuti gangguan fungsi serebral
6
lainnya. Perjalanan penyakit ini berlangsung selama 5 tahun atau lebih (DeFina PA et al,
2013).
2.5.2
Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendiagnosis penyakit alzheimer, dilakukan tiga pendekatan probable
(kemungkinan), desible (kelihatan), dan definite (setelah dilakukan biopsi otak). Biologic
marker untuk diagnosis penyakit Alzheimer belum ditemukan. Alat bantu diagnostik yang
dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan (DeFina PA et al, 2013) :
1. CT-scan didapatkan gambaran atrofi otak berupa sulkus-sulkus yang melebar dan
girus-girus yang dangkal.
2. MRI. Untuk memastikan seseorang mengalami alzheimer, selain melalui
scanning, juga perlu pemeriksaan dengan MRI. Dengan data klinik, pemeriksaan
CT-scan dan MRI, umur pasien, dan perjalanan penykit sensitivitas diagnostic
mencapai 85-90 % (Wilkinson I et al, 2005).
Gambar 2.3 Gambaran atrofi kedua lobus temporal pada pasien Alzheimers Disease
(Wilkinson I et al, 2005).
2.6
TATALAKSANA
Terdapat tiga pilar pengobatan pada Alzheimer. Pada dasarnya pengobatan ini
hanya memerangi gejalanya, bukan penyebab penyakitnya. Pilar pertama, adalah yang
berbasis pengobatan penyakit dalam. Di sini, dilakukan pengobatan penyakit lain yang
memperparah gejala Alzheimer. Antara lain pengobatan tekanan darah tinggi, penyakit
gula atau penyakit gangguan metabolisme. Metode berikutnya, adalah pemberian obatobatan untuk meningkatkan kinerja sel saraf. Biasanya diberikan obat-obatan yang
mengandung unsur aktif yang memicu perbaikan kinerja saraf. Sedangkan pilar ketiga
adalah pemberian obat-obatan psiko-farmaka, untuk menekan gejala gangguan perilaku,
seperti sikap gelisah, agresif atau juga terpecahnya kepribadian (Sadowsky CH et al,
2012).
PROGNOSIS
Nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu derajat beratnya penyakit,
variabilitas gambaran klinis dan perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan
jenis kelamin. Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer
mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya
meninggal dunia akibat infeksi sekunder (DeFina PA et al, 2013).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat akibat kematian
sel-sel otak dan umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif,
yang meliputi kemunduran daya mengingat dan proses berpikir. Perilaku yang sering
dialami demensia ini adalah mudah lupa atau pikun. Penyakit alzheimer sangat sukar di
diagnosa hanya berasarkan gejala - gejala klinik tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan
lainnya seperti neuropatologi, neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini
penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat menentukan (riwayat
keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi genetik.
Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya dilakukan
secara empiris, simptomatik dan suportif.
10
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimers Disease International. World Alzheimer Report 2014. Alzheimers Disease
International:
London,2014;6-10.
Available
from:
2013;1-10.
Available
from:
Dis
Parkinsonism
2015;5:1.
Available
from:
Journal
of
Medicine
2010.
Available
from:
pp.
350-366,
2012.
Available
from:
11