You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk melukiskan gejala-gejala sekelompok


penyakit yang mempengaruhi otak. Demensia adalah sindrom klinis yang terdiri atas hilangnya
beberapa kemampuan intelektual dan dan memori yang terdapat dalam berbagai kombinasi
berbeda menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Penyakit Alzheimer merupakan penyebab
tersering timbulnya dementia dan menyebabkan gangguan kognitif pada populasi usia lanjut.
Dementia pada penyakit Alzheimer memiliki onset yang gradual dan adanya penurunan kognitif
secara berkelanjutan termasuk gangguan memori dan adanya satu atau lebih aphasia (gangguan
bahasa), apraxia (gangguan fumgsi motorik), agnosia (gangguan fungsi sensoris), dan gangguan
fungsi eksekutif seperti ketidakmampuan perencanaan, pengorganisasian, serta melakukan
aktivitas normal, gejala dari demensia juga dapat termasuk perubahan kepribadian, mood, dan
perilaku. . Penyakit Alzheimer mempengaruhi kemampuan fungsi hidup seseorang yang
berdampak terhadap semua aspek kehidupan dan lingkungan orang sekitarnya terutama bagi
yang mendampingi orang dengan demensia (ODD) sehari-hari. (Alzheimers Association, 2015).
Setiap tahun, di dunia ada 4,6 juta kasus demensia baru dilaporkan. Satu kasus baru
setiap 7 detik. Tahun 2050 diproyeksikan ada 100 juta ODD di seluruh dunia. Tak ada satu
negarapun yang siap menghadapi krisis besar ini. Kurangnya kesadaran dan pemahaman
terhadap demensia Alzheimer mengakibatkan ketidakcukupan sumber daya untuk menghadapi
krisis ini. Perhatian terhadap masalah yang berkembang pesat ini sangat sedikit sehingga
kebanyakan ODD terus menderita tanpa bantuan dan harapan (Alzheimers Association, 2008).

BAB II
ISI

A. DEFINISI
Alzheimer merupakan bentuk paling umum dari demensia, istilah umum untuk kehilangan
memori dan kemampuan intelektual lainnya yang cukup serius untuk mengganggu kehidupan
sehari-hari. Penyakit Alzheimer menyumbang 60 sampai 80 persen dari seluruh kasus demensia.
Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya
daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior
pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek
yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen
fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Demensia
disebabkan oleh berbagai penyakit dan kondisi yang mengakibatkan kerusakan sel-sel otak atau
hubungan antara sel-sel otak. Ketika membuat diagnosis demensia, dokter juga umumnya
mengacu pada kriteria yang terdapat dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental,
Edisi Keempat (DSM-IV) (Farran, et al., 2011; Alzheimers Association, 2015).
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Alzheimer dan demensia lainnya adalah tantangan kesehatan global dan yang tidak
terkecuali ukuran, biaya dan dampak yang ditimbulkan. Pada tahun 2010 diperkirakan ada
35.600.000 orang dengan penyakit Alzheimer dan demensia lainnya di seluruh dunia.
Berdasarkan World Alzheimer Report tahun 2009, jumlah ini akan meningkat seiring dengan
populasi penuaan dunia dan akan mencapai 66 juta pada tahun 2030 dan 115 juta pada tahun
2050. Peningkatan utama akan berlangsung di daerah yang berpenghasilan rendah dan negaranegara berpenghasilan menengah, di mana lebih dari 70% dari orang-orang dengan demensia
akan hidup pada tahun 2050 (Wortmann, 2012).
Tingkat prevalensi penyakit Alzheimer juga meningkat secara eksponensial seiring dengan
usia, peningkatan nyata terlihat setelah 65 tahun. Terdapat peningkatan demensia hampir 15 kali
lipat yang didominasi oleh penyakit Alzheimer rentang usia antara 60-85 tahun. Apabila

dibandingkan antara Afrika, Asia, dan Eropa, dan Amerika Serikat, prevalensi penyakit
Alzheimer tampak jauh lebih tinggi pada Amerika Serikat yang kemungkinan berhubungan
dengan metode penegakkan diagnosisnya (Mayeux & Stem, 2012). Selain itu, terdapat berbagai
peningkatan dari factor resiko yang dapat dimodifikasi yang dapat menyebabkan penyakit
Alzheimer.

C. ETIOLOGI

Meskipun Penyebab Penyakit Alzheimer belum diketahui, sejumlah faktor yang saat ini berhasil
diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini (Bertram, et al.,
2010).

Faktor genetik berperan dalam timbulnya Penyakit Alzheimer pada beberapa kasus,
seperti dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial telah
memberikan pemahaman signifikan tentang patogenesis Penyakit Alzheimer familial, dan
, mungkin sporadik. Mutasi di paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan berkaitan
secara eksklusif dengan AD familial. Berdasarkan keterkaitan antara trisomi 21 dan
kelainan mirip AP di otak yang sudah lama diketahui, mungkin tidaklah mengherankan
bahwa mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom 21
yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang dikenal sebagai protein
prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan amiloid yang ditemukan di
berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita Penyakit Alzheimer. Mutasi dari
dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin 2, yang masing- masing terletak di

kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan pada AD familial terutama kasus dengan
onset dini

Pengendapan suatu bentuk amiloid, yang berasal dari penguraian APP merupakan
gambaran yang konsisten pada Penyakit Alzheimer. Produk penguraian tersebut yang
dikenal sebagai - amiloid (A) adalah komponen utama plak senilis yang ditemukan
pada otak pasien Penyakit Alzheimer, dan biasanya juga terdapat di dalam pembuluh
darah otak.

Hiperfosforilisasi protein tau merupakan keping lain teka-teki Penyakit Alzheimer. Tau
adalah suatu protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan mikrotubulus intra akson.
Selain pengendapan amiloid, kelainan sitoskeleton merupakan gambaran yang selalu
ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi
tau, yang keberadaanya mungkin menggaggu pemeliharaan mikrotubulus normal.

Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE) dapat dibuktikan pada AD sporadik dan
familial. Diperkirakan ApoE mungkin berperan dalam penyaluran dan pengolahan
molekul APP. ApoE yang mengandung alel 4 dilaporkan mengikat A lebih baik
daripada bentuk lain ApoE, dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin ikut meningkatkan
pembentukan fibril amiloid.

Faktor Resiko lain yang dapat meningkatkan kejadian penyakit Alzheimer adalah
(Anderson, et al., 2015):
o Usia lanjut
o obesitas
o resistensi insulin
o faktor vaskular
o dislipidemia
o hipertensi
o Inflammatory markers
o down syndrome
o Cedera otak akibat trauma

o
D. PATOFISIOLOGI
o Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillary tangles, dan hilangnya neuron/sinaps. Plak neuruitik
mengandung -amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara
plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunkan untuk deposisi
amyloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya ApoE di dalam plak -amyloid
menunjukkan bukti hubungan antara amylodogenesis dan ApoE. Plak neuritik juga
mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan
protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga dapat terlibat pada patogenesis
penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode ApoE terdapat di kromosom 19 dan gen
yang mengkode amyloid prekursor protein (APP) terdapat di kromosom 21.
o Adanya sejumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologis utama untuk
diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan
plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia.
Dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia
mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks cerebri untuk memenuhi kriteria
diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dari
penyakit, masih belum diketahui.
o Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau
yang terhiperfosforilasi pada pasanagn filamen helix. Individu usia lanjut yang normal
juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hippokampus
dan korteks entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada
seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles inin tidak spesifik untuk penyakit
Alzheimer dan juga timbul pada penyakit dementia lannya (Ropper, et al., 2014).
o
E. MANIFESTASI KLINIS
o Orang dengan Penyakit Alzheimer mengalami gangguan progresif daya ingat
dan fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan mudah disalahsangka sebagai depresi, penyakit penting lain pada usia lanjut. Gangguan kognitif
berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5 hingga 15 tahun, yang menyebabkan
disorientasi total dan hilangnya fungsi bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada

sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan gerakan khas parkinsonisme, biasanya
berkaitan dengan adanya pembentukan badan lewy (Ropper, et al., 2014).
o Berikut merupakan manifestasi klinis penyakit Alzheimer (Farran, et al.,
2011):
Gangguan memori

muncul pada tahap awal, gangguan

memori hal-hal yang baru lebih berat dari yang


lama, memori verbal dan visual juga terganggu,
memori procedural relatif masih baik
o muncul pada tahap awal, sulit

Gangguan perhatian

untuk mengubah mental set, sulit


untuk mendorong perhatian dan
perservasi,

gangguan

untuk

mempertahankan gerakan yang

Gangguan fungsi visuo-spasial

o
dalam

Gangguan

dalam

pemecahan

terus menerus
muncul pada tahap awal, gangguan
hal

menggambat

mencari.menemukan alur
o muncul pada
gangguan

masalah
dalam

kemampuan

hal

dan

tahap

awal,

abstraksi

dan

menyatakan pendapat
o muncul pada tahap awal

Gangguan

berhitung
Gangguan kepribadian

o
o kehilangan rem, agitasi, mudah

Gangguan isi pikiran


Gangguan afek
Gangguan berbahasa

tersinggung
o Waham
o depresi
o sulit menemukan

kata

yang

tepat, artikulasi dan komprehensi

Gangguan persepsi

relative masih baik


o gangguan visual, penghiduan,
dan pendengaran : halusinasi,

Gangguan praksis

ilusi
o apraksia

Gangguan kesadaran dari penyakit

ideomotor
o menolak pendapat bahwa dia
sakit,

ideasional

mungkin

dan

diikuti

waham,konfabulasi,

Gangguan kemampuan sosial


Defisit motorik
Inkontinensia urin dan alvi
Kejang/epilepsi

o
o
o

indifference
o muncul dikemudian hari
muncul dikemudian hari, relative ringan
muncul dikemudian hari
muncul dikemudian hari

o
o
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
o Penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia yang terbanyak pada
orang dewasa. Demensia sudah sering dikenal dengan menggunakan kritera DSM IV
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition). Menegakkan
penyakit Alzheimer juga dilakukan dengan menggunakan kriteria oleh the National
Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan
the Alzheimers Disease and Related Disorders Association (ADRDA) dengan
menggunakan klasifikasi definite (diagnosis klinis dengan gambaran histologic),
probable (sindrom klinik tipikal tanpa gambaran histologic) dan possible ( gambaran
klinis atipikal tetapi tidak ada diagnosis alternative dan tidak ada gambaran histologi)
(Farran, et al. 2011).
o Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer
o
Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:
- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan
pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan
-

sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis


Defisit pada dua atau lebih area kognitif
Tidak ada gangguan kesadaran
Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun
Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan

defisit progresif pada memori dan kognitif


o
Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:
- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia,apraksia,dan agnosia
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah dikonfirmasi
-

dan

secara neuropatologi
Hasil laboratorium yang menunjukkan
Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
o Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan

atktivitas slow-wave
Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi

oleh pemeriksaan serial


o
Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit
Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi,insomnia,inkontinensia,delusi,
halusinasi,verbal katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat
-

badan
Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap

lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan melangkah


- Kejang pada penyakit yang lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
o
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi
tidak cocok adalah:
- Onset yang mendadak dan apolectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,defisit
lapang pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit;dan kehang atau
gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit
o
Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan neurologis
psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia,dan adandya
-

variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan penyakit


Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup
untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan merupakan

penyabab demensia
o
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi
o
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat
gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson
o Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.

Neuropatologi
Pemeriksaan neuropsikologik
CT Scan dan MRI
EEG
CT-Scan dan MRI

f. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


o
G. PENATALAKSANAAN
o Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Tidak ada pengobatan
spesifik untuk penyakit Alzheimer. Pengobatan secara simptomatik, sosial, terapi
psikiatri dan dukungan keluarga menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini.
Acetylcholinesterase inhibitors

atau

N-methyl-D-aspartate (NMDA) inhibitor

(Memantin) dapat meningkatkan fungsi kognitif pada penyakit Alzheimer stadium


awal (Ropper, et al., 2014; Anderson, 2015)
1. Kolinesterase inhibitor
o Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor
untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana pada
penderita

Alzheimer

didapatkan

penurunan

kadar

asetilkolin.

Cholinesterase inhibitor telah diakui untuk pengobatan penyakit


Alzheimer ringan sampai sedang yang juga dapat dijadikan standar
perawatan

untuk

pasien

dengan

penyakit

Alzheimer.

Kerja

farmakologis dari Donepezil, rivastigmine, dan galantamine adalah


menghambat cholinesterase, dengan menghasilkan peningkatan kadar
asetilkolin di otak .Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase. Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. 4
jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering digunakan adalah:
a. Donepezil (merk dagang ARICEPT) disetujui untuk pengobatan semua tahap
Penyakit Alzheimer.
b. Galantamine (merk dagang RAZADYNE) disetujui untuk tahap ringan sampai
sedang.
c. Rivastigmine (merk dagang EXELON) untuk tahap ringan sampai sedang.
d. Tacrine (COGNEX) merupakan kolinesterase inhibitor pertama yang disetujui untuk
digunakan sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini karena faktor
resiko efek sampingnya, salah satunya adalah kerusakan hati.

2. Memantin
o

Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang
sampai berat. Memantine tampaknya bekerja dengan cara memblok
saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine
yang dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang
tidak, tampaknya dapat memperlambat kerusakan kognitif pada pasien
dengan AD yang moderat.

3. Thiamin
o Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
4. Haloperiodol
o Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Bila penderita Alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant.
5. Acetyl L-Carnitine (ALC)
o Merupakan suatu subtrat endogen yang disintesa didalam mitokondria
dengan bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan
bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetilkolinesterase, kolin
asetiltransferase.
6. Antioksidan
o Pada pasien dengan AD sedang-berat, penggunaan antioksidan
selegiline, -tokoferol (vitamin E), atau keduanya, memperlambat
proses kematian sel.
H. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

o Berdasarkan pemeriksaan klinis pada beberapa penderita probable


Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3
faktor yaitu:
-

Derajat beratnya penyakit


Variabilitas gambaran klinis
Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia, dan jenis kelamin.
o Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang
paling mempengaruhi prognostik penderita Alzheimer. Pasien dengan
penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10
tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi
sekunder (Beckett, et al., 2015).
o
o BAB III
o PENUTUP
o
o Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-

negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negaranegara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya
penyakit- penyakit degenerative serta meningkatnya usia hatapan hidup hamper di
seluruh dunia. Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga
menyebabkan kematian sel otak. Penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya
bukanlah kondisi menua yang normal.

Pencegahan untuk penyakit Alzheimer

sangatlah memungkinkan dan sebaiknya dilakukan sejak dini. Perawatan dapat


meningkatkan kualitas hidup ODD dan keluarganya. Penelitian dalam dunia
kedokteran juga akan terus berlangsung dan berkembang untuk mencegah maupun
mengatasi penyakit Alzheimer disamping terapi efektif yang telah tersedia.

o DAFTAR PUSTAKA
o
o Alzheimers

Association.

(2015).

What

is

Alzheimers?.

Available

at:

http://www.alz.org/alzheimers_disease_what_is_alzheimers.asp. (Accessed 2015,


April 27th)
o Alzheimers Disease International. (2008). Piagam Global Penyakit Alzheimer.
Available

at:

https://www.alz.co.uk/sites/default/files/pdfs/alzheimers-charter-

indonesian.pdf. (Accessed 2015, April 27th)


o Anderson, H.S., Hoffman, M., Brannon, G.E., et al. (2015). Penyakit Alzheimer.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#showall.
(Accessed 2015, April 27th)
o Beckett, M.W., Ardern, C.I, Rotondi, M.A. (2015). A meta-analysis of prospective
studies on the role of physical activity and the prevention of Alzheimers disease
in older adults. Beckett et al. BMC Geriatrics (2015) 15:9. DOI 10.1186/s12877015-0007-2.
o Bertram, L., Lill, C.M., Tanzi, R.E. (2010). The Genetics of Penyakit Alzheimer:
Back

to

the

Future.

Neuron

68,

October

21,

2010.

DOI

10.1016/j.neuron.2010.10.013.
o Farran, C.J., James, B.D., Johnson T.C., et al. (2011). Alzheimers Association Report
2011 Alzheimers disease facts and figures. Alzheimers & Dementia 7 (2011)
208244. doi:10.1016/j.jalz.2011.02.00.
o Mayeux, R. & Stem, Y. (2012). Epidemiology of Penyakit Alzheimer. Cold Spring
Harb Perspect Med 2012;2:a006239. doi: 10.1101/cshperspect.a006239.
o Ropper, A.H., Brown, R.H., Klein, J.P. (2014). Adam and Victors Principles of
Neurology 10th Edition. New York: McGraw-Hills Companies.
o Wortmann, M. (2012). Dementia: a global health priority highlights from an ADI

and World Health Organization report. Wortmann Alzheimers Research &


Therapy 2012, 4:40. doi:10.1186/alzrt143.

You might also like