Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Alzheimer merupakan bentuk paling umum dari demensia, istilah umum untuk kehilangan
memori dan kemampuan intelektual lainnya yang cukup serius untuk mengganggu kehidupan
sehari-hari. Penyakit Alzheimer menyumbang 60 sampai 80 persen dari seluruh kasus demensia.
Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya
daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior
pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek
yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen
fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Demensia
disebabkan oleh berbagai penyakit dan kondisi yang mengakibatkan kerusakan sel-sel otak atau
hubungan antara sel-sel otak. Ketika membuat diagnosis demensia, dokter juga umumnya
mengacu pada kriteria yang terdapat dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental,
Edisi Keempat (DSM-IV) (Farran, et al., 2011; Alzheimers Association, 2015).
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Alzheimer dan demensia lainnya adalah tantangan kesehatan global dan yang tidak
terkecuali ukuran, biaya dan dampak yang ditimbulkan. Pada tahun 2010 diperkirakan ada
35.600.000 orang dengan penyakit Alzheimer dan demensia lainnya di seluruh dunia.
Berdasarkan World Alzheimer Report tahun 2009, jumlah ini akan meningkat seiring dengan
populasi penuaan dunia dan akan mencapai 66 juta pada tahun 2030 dan 115 juta pada tahun
2050. Peningkatan utama akan berlangsung di daerah yang berpenghasilan rendah dan negaranegara berpenghasilan menengah, di mana lebih dari 70% dari orang-orang dengan demensia
akan hidup pada tahun 2050 (Wortmann, 2012).
Tingkat prevalensi penyakit Alzheimer juga meningkat secara eksponensial seiring dengan
usia, peningkatan nyata terlihat setelah 65 tahun. Terdapat peningkatan demensia hampir 15 kali
lipat yang didominasi oleh penyakit Alzheimer rentang usia antara 60-85 tahun. Apabila
dibandingkan antara Afrika, Asia, dan Eropa, dan Amerika Serikat, prevalensi penyakit
Alzheimer tampak jauh lebih tinggi pada Amerika Serikat yang kemungkinan berhubungan
dengan metode penegakkan diagnosisnya (Mayeux & Stem, 2012). Selain itu, terdapat berbagai
peningkatan dari factor resiko yang dapat dimodifikasi yang dapat menyebabkan penyakit
Alzheimer.
C. ETIOLOGI
Meskipun Penyebab Penyakit Alzheimer belum diketahui, sejumlah faktor yang saat ini berhasil
diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini (Bertram, et al.,
2010).
Faktor genetik berperan dalam timbulnya Penyakit Alzheimer pada beberapa kasus,
seperti dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial telah
memberikan pemahaman signifikan tentang patogenesis Penyakit Alzheimer familial, dan
, mungkin sporadik. Mutasi di paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan berkaitan
secara eksklusif dengan AD familial. Berdasarkan keterkaitan antara trisomi 21 dan
kelainan mirip AP di otak yang sudah lama diketahui, mungkin tidaklah mengherankan
bahwa mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom 21
yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang dikenal sebagai protein
prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan amiloid yang ditemukan di
berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita Penyakit Alzheimer. Mutasi dari
dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin 2, yang masing- masing terletak di
kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan pada AD familial terutama kasus dengan
onset dini
Pengendapan suatu bentuk amiloid, yang berasal dari penguraian APP merupakan
gambaran yang konsisten pada Penyakit Alzheimer. Produk penguraian tersebut yang
dikenal sebagai - amiloid (A) adalah komponen utama plak senilis yang ditemukan
pada otak pasien Penyakit Alzheimer, dan biasanya juga terdapat di dalam pembuluh
darah otak.
Hiperfosforilisasi protein tau merupakan keping lain teka-teki Penyakit Alzheimer. Tau
adalah suatu protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan mikrotubulus intra akson.
Selain pengendapan amiloid, kelainan sitoskeleton merupakan gambaran yang selalu
ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi
tau, yang keberadaanya mungkin menggaggu pemeliharaan mikrotubulus normal.
Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE) dapat dibuktikan pada AD sporadik dan
familial. Diperkirakan ApoE mungkin berperan dalam penyaluran dan pengolahan
molekul APP. ApoE yang mengandung alel 4 dilaporkan mengikat A lebih baik
daripada bentuk lain ApoE, dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin ikut meningkatkan
pembentukan fibril amiloid.
Faktor Resiko lain yang dapat meningkatkan kejadian penyakit Alzheimer adalah
(Anderson, et al., 2015):
o Usia lanjut
o obesitas
o resistensi insulin
o faktor vaskular
o dislipidemia
o hipertensi
o Inflammatory markers
o down syndrome
o Cedera otak akibat trauma
o
D. PATOFISIOLOGI
o Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillary tangles, dan hilangnya neuron/sinaps. Plak neuruitik
mengandung -amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara
plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunkan untuk deposisi
amyloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya ApoE di dalam plak -amyloid
menunjukkan bukti hubungan antara amylodogenesis dan ApoE. Plak neuritik juga
mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan
protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga dapat terlibat pada patogenesis
penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode ApoE terdapat di kromosom 19 dan gen
yang mengkode amyloid prekursor protein (APP) terdapat di kromosom 21.
o Adanya sejumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologis utama untuk
diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan
plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia.
Dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia
mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks cerebri untuk memenuhi kriteria
diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dari
penyakit, masih belum diketahui.
o Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau
yang terhiperfosforilasi pada pasanagn filamen helix. Individu usia lanjut yang normal
juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hippokampus
dan korteks entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada
seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles inin tidak spesifik untuk penyakit
Alzheimer dan juga timbul pada penyakit dementia lannya (Ropper, et al., 2014).
o
E. MANIFESTASI KLINIS
o Orang dengan Penyakit Alzheimer mengalami gangguan progresif daya ingat
dan fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan mudah disalahsangka sebagai depresi, penyakit penting lain pada usia lanjut. Gangguan kognitif
berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5 hingga 15 tahun, yang menyebabkan
disorientasi total dan hilangnya fungsi bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada
sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan gerakan khas parkinsonisme, biasanya
berkaitan dengan adanya pembentukan badan lewy (Ropper, et al., 2014).
o Berikut merupakan manifestasi klinis penyakit Alzheimer (Farran, et al.,
2011):
Gangguan memori
Gangguan perhatian
gangguan
untuk
o
dalam
Gangguan
dalam
pemecahan
terus menerus
muncul pada tahap awal, gangguan
hal
menggambat
mencari.menemukan alur
o muncul pada
gangguan
masalah
dalam
kemampuan
hal
dan
tahap
awal,
abstraksi
dan
menyatakan pendapat
o muncul pada tahap awal
Gangguan
berhitung
Gangguan kepribadian
o
o kehilangan rem, agitasi, mudah
tersinggung
o Waham
o depresi
o sulit menemukan
kata
yang
Gangguan persepsi
Gangguan praksis
ilusi
o apraksia
ideomotor
o menolak pendapat bahwa dia
sakit,
ideasional
mungkin
dan
diikuti
waham,konfabulasi,
o
o
o
indifference
o muncul dikemudian hari
muncul dikemudian hari, relative ringan
muncul dikemudian hari
muncul dikemudian hari
o
o
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
o Penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia yang terbanyak pada
orang dewasa. Demensia sudah sering dikenal dengan menggunakan kritera DSM IV
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition). Menegakkan
penyakit Alzheimer juga dilakukan dengan menggunakan kriteria oleh the National
Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan
the Alzheimers Disease and Related Disorders Association (ADRDA) dengan
menggunakan klasifikasi definite (diagnosis klinis dengan gambaran histologic),
probable (sindrom klinik tipikal tanpa gambaran histologic) dan possible ( gambaran
klinis atipikal tetapi tidak ada diagnosis alternative dan tidak ada gambaran histologi)
(Farran, et al. 2011).
o Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer
o
Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:
- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan
pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan
-
dan
secara neuropatologi
Hasil laboratorium yang menunjukkan
Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
o Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan
atktivitas slow-wave
Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi
badan
Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap
penyabab demensia
o
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi
o
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat
gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson
o Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
Neuropatologi
Pemeriksaan neuropsikologik
CT Scan dan MRI
EEG
CT-Scan dan MRI
atau
Alzheimer
didapatkan
penurunan
kadar
asetilkolin.
untuk
pasien
dengan
penyakit
Alzheimer.
Kerja
2. Memantin
o
Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang
sampai berat. Memantine tampaknya bekerja dengan cara memblok
saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine
yang dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang
tidak, tampaknya dapat memperlambat kerusakan kognitif pada pasien
dengan AD yang moderat.
3. Thiamin
o Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
4. Haloperiodol
o Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Bila penderita Alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant.
5. Acetyl L-Carnitine (ALC)
o Merupakan suatu subtrat endogen yang disintesa didalam mitokondria
dengan bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan
bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetilkolinesterase, kolin
asetiltransferase.
6. Antioksidan
o Pada pasien dengan AD sedang-berat, penggunaan antioksidan
selegiline, -tokoferol (vitamin E), atau keduanya, memperlambat
proses kematian sel.
H. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negaranegara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya
penyakit- penyakit degenerative serta meningkatnya usia hatapan hidup hamper di
seluruh dunia. Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga
menyebabkan kematian sel otak. Penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya
bukanlah kondisi menua yang normal.
o DAFTAR PUSTAKA
o
o Alzheimers
Association.
(2015).
What
is
Alzheimers?.
Available
at:
at:
https://www.alz.co.uk/sites/default/files/pdfs/alzheimers-charter-
to
the
Future.
Neuron
68,
October
21,
2010.
DOI
10.1016/j.neuron.2010.10.013.
o Farran, C.J., James, B.D., Johnson T.C., et al. (2011). Alzheimers Association Report
2011 Alzheimers disease facts and figures. Alzheimers & Dementia 7 (2011)
208244. doi:10.1016/j.jalz.2011.02.00.
o Mayeux, R. & Stem, Y. (2012). Epidemiology of Penyakit Alzheimer. Cold Spring
Harb Perspect Med 2012;2:a006239. doi: 10.1101/cshperspect.a006239.
o Ropper, A.H., Brown, R.H., Klein, J.P. (2014). Adam and Victors Principles of
Neurology 10th Edition. New York: McGraw-Hills Companies.
o Wortmann, M. (2012). Dementia: a global health priority highlights from an ADI