You are on page 1of 142

ANALISIS KONSTRUKSI DAN SYSTEM PENANGANAN BANJIR

PADA SUNGAI BECORA, DILI, TIMOR LESTE

LAPORAN PROYEK PENELITIAN

Diajukan sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Bachelor of


Engineering (S-1) di JurusanTeknik Sipil Fakultas Teknik

Oleh:

Amaro Bino da Costa Fernandes


09.01.01.040

SCHOOL OF ENGINEERING AND SCIENCE


DILI INSTITUTE OF TECHNOLOGY
Matenek Nodi Serbii

Oktober, 2013

ii

FORMULIR PENGESAHAN STATUS LAPORAN PENELITIAN

JUDUL

: Analisis konstruksi dan system penanganan Banjir pada sungai


Becora, Dili, Timor Leste

Saya

: Amaro Bino da Costa Fernandes

Mengaku kebenaran proyek penelitian (Sarjana S1) ini disimpan di perpustakaan dengan syaratsyarat kegunaan sebagai berikut:
1. Proyek Penelitian adalah hak milik Dili Institute of Technology
2. Perpustakaan dibenarkan memperbanyak untuk tujuan kajian saja
3. Perpustakaan dibenarkan membuat salinan proyek penelitian ini sebagai bahan
pertukaran antara institusi perguruan tinggi
Silahkan tandai ()
PENTING

Mengandung pernyataan yang menjamin keamanan atau Hak milik Dili


Institute of Technology dan Negara RDTL sebagai akta RAHASIA

TERBATAS

Mengandung pernyataan CUKUP yang telah ditentukan oleh Institut /


Universitas di mana penelitian dilaksanakan

TDK TERBATAS

Disahkan oleh:

_______________________________
TANDA TANGAN PENULIS

________________________________
TANDATANGAN PERPUSTAKAAN

Alamat tetap
Aldeia Farol, Motael

(Geraldo Belo)
Nama Petugas Perpustakaan

Tanggal : 21 Oktober 2013

Tanggal : 21 Oktober 2013

iii

PENGESAHAN PEMBIMBING

Kami tim pembimbing School Teknik Dili Institute of Technology mengakui


bahwa kami telah membaca karya ini dan pada pandangan kami memutuskan karya ini
adalah sesuai ruang lingkup dan kualitas untuk tujuan penganugrahan ijasah Sarjana.
Sesuai dengan keputusan ini kami menyatakan bahwa:
Nama

: Amaro Bino da Costa Fernandes

NIM

: 09. 01. 01. 040

Jurusan

: Teknik Sipil

Telah mengikuti ujian laporan proyek penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Bachelor of Engineering in Civil Engineering
Pada hari

: Senin, 21 Oktober 2013

Dan dinyatakan

: Telah Lulus
Tim Pembimbing:

Pembimbing I

Pembimbing II

(Ir. Anunciano D.P. Guterres; M.Tech)

(Ir. Aderita dos Santos T, M.Eng)

(Ir. Marito de Menezes, M,Eng)


Director School of Engineering and Science

iv

PENGESAHAN PENGUJI
Kami Tim penguji school Teknik Dili Institute of Technology mengakui bahwa
kami telah membaca karya ini dan pada pandangan kami memutuskan karya ini adalah
sesuai ruang lingkup dan kualitas untuk tujuan penganugrahan ijasah Sarjana. Sesuai
dengan keputusan ini kami menyatakan bahwa:
Nama

: Amaro Bino da Costa Fernandes

NIM

: 09. 01. 01. 040

Jurusan

: Teknik Sipil

Telah mengikuti ujian laporan proyek penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Bachelor of Civil Engineering
Pada hari

: Senin, 21 Oktober 2013

Dan dinyatakan

: Telah Lulus
Tim Penguji:
Penguji I
(Paulo da Silva, M.Eng.)

Penguji II

Penguji III

(Ir. Jose Pereira, M.Eng, Civil and Struckture)

(Ir. Willibrordus Manek, M.Eng.)

(Ir. Marito de Menezes, M.Eng.)


Director School of Engineering and Science

PERNYATAAN TUJUAN
Laporan proyek ini disampaikan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh Ijasah Sarjana Penuh (S1) dan dengan ini saya mengakui dan menyatakan
dengan sesungguhnya bahwa laporan proyek penelitian dengan judul: Analisis
konstruksi dan system penanganan Banjir pada sungai Becora, Dili, Timor Leste
adalah hasil karya saya sendiri termasuk kutipan-kutipan dan ringkasan dari tiap-tiap
sumber telah saya jelaskan.

Dili, Senin, 21 Oktober 2013

( Amaro Bino da Costa Fernandes )

vi

PENGAKUAN

Saya mengakui dan menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan proyek


penelitian dengan judul: Analisis konstruksi dan system penanganan Banjir pada
sungai Becora, Dili, Timor Leste adalah hasil karya saya sendiri termasuk kutipankutipan dan ringkasan dari tiap-tiap sumber telah saya jelaskan. Laporan proyek
penelitian ini tidak diperbolehkan untuk diperbanyak tanpa sepengetahuan dari penulis.

Tandatangan : _________________________
Pemilik

: Amaro Bino da Costa Fernandes

Hari / Tanggal : Senin/21 Oktober 2013

vii

PERSEMBAHAN

Tuhan Memberi pelangi di setiap air mata


Alunan merdu disetiap helaan nafas
Berkat di setiap cobaan
Dan jawaban di setiap doa

Kajian ini ku persembahkan untuk:

Ayahanda dan Bunda yang telah banyak mencurahkan segala pengorbanan dan kasih
sayang serta mendidik anaknya supaya menjadi seorang yang berilmu, beramal dan
berbakti, tampa pengorbanan ayahanda dan bunda anaknya mungking tidak akan
berpeluang untuk memegan segulung ijazah sarjana muda dari Institute Dili Institute of
Technology. Perjuangan ini akan aku teruskan hingga ke akhir hayat.

viii

MOTTO

Kesuksesan merupakan kegagalan


Yang diputarbalikkan dari awal keraguan dan kamu tidak dapat
menduga jarak menuju kesuksesan terkadang terasa jauh, padahal
sebelumnya dekat jadi berjuanglah terus !
justru pada saat segala sesuatu terasa salah jangan lah menyerah
kalah.!!!

Abinodfs

ix

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan Tugas
Akhir saya ini dengan judul Analisis konstruksi dan system penanganan Banjir pada
sungai Becora, Dili, Timor Leste Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Teknik Sipil di Dili Institute of
Technology.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini tentunya tidak terlepas dari berbagai pihak yang
telah membantu, baik yang bersifat material maupun non material. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Rektor Dili Institute of Technology, Bapak Estanislau S. Saldanha; B.Eng.,
M.Tech
2. Pro-Rektor Akademik Dili Institute of Technology, Bapak Salustiano
D.R.Piadade, M.Sc.
3. Pembimbing I, Bapak Anuciano D.P. Guterres; M.Tech
4. Direktur School of Engineering and Science, Marito de Menezes, M,Eng.
5. Pembimbing II, Ibu Aderita dos Santos Takeleb, S.T., M.Eng.
6. Koordinator Jurusan Teknik Sipil, Ibu Ana Godinho S.T.
7. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen beserta sivitas akademik yang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan sehingga bisa terselesainya Tugas Akhir ini.
8. Sahabat seperjuangan ku angkatan 2009 yang banyak memberikan motivasi
senhingga dapat menyelesaikan Tugas akhir ini.
9. Kepada warna biru Almamater tercintaku.

Saran dan kritikan yang konstruktif sangat diharapkan demi kemajuan dan
kesempurnaan penulisan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini bisa bermanfaat bagi
yang membacanya.
Terima kasih banyak
Dili, 21 Oktober 2013

(Amaro Bino da Costa Fernandes)

xi

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Essa atas segala rahmat-Nya
sehingga saya dapat melaksanakan Tugas Akhir dengan judulAnalisis Konstuksi dan
system penangulangan Banjir pada sungai Becora, Dili, Timor Leste
Tugas Akhir ini disusun dengan maksud untuk melengkapi persyaratan untuk
memperoleh gelar Bachelor of Engineering (S-1) in Civil Engineering pada Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Dili Institute of Technology.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terlaksana tanpa
dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu baik dari segi saran, petunjuk,
bimbingan, material, maupun fasilitas non-teknis lainnya yang sangat berguna bagi
penyelesaian tugas akhir yang sangat melelahkan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Sr. Ir. Anuciano D.P. Guterres, M.Tech., selaku Pembimbing pertama

2.

Sra.Ir. Aderita dos Santos Takeleb, M.Tech, selaku Pembimbing kedua dalam Tugas
Akhir ini

3.

Sr. Ir. Marito de Menezes M.tech selaku Direktur School of Engineering and Science

4.

Sra. Ir. Ana Godinho. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Dili
Institute of Technology.

5.

Kedua orang tuaku Bapak Armindo Quito dan Mama Martinha da Costa Guterres
yang selalu memberi dukungan.

xii

6.

Om Apolinario Guterres dan Tante Tinha, Om Joo Aparicio dan Tante Ana, Om
Mario beserta keluarga Tiu Julio beserta keluarga, dan Tiu Sico beserta keluarga
yang selalu memberi dukungan moril, maupun Material.

7.

Avo Joo Gomez yang selalu memberiku dorongan semangat dan doa.

8.

Adik-adik ku Joozinho, Jorginho, Ele dan Isa, Primu Julio Guterres, alin Hernania,
Anobi, Ino, Dioman, selalu memberiku dukungan dan semangat.

9.

Teman teman seperjuangan teknik sipil angkatan 2009; Julio, Mary, Gil, Edu,
Agus, Bony, Sanes, Olan, Rony, Micky dan lain lain.

10. Saudara-saudara GJC (Grupo Joventude Caicasalare) yang selalu member ku


motivasi, dukungan dang semangat. Saudara Seubay, Jekke, Caitano, Albino,
Quinto dan Alau, Ambasa bdh, Amacho, tiu Mateus, dan lain-lain yang belum
sempat aku sebuti satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih sangat banyak
kekurangan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat konstruktif untuk dapat memperbaiki kekurangan dan keterbatasan pada
penulisan Tugas Akhir ini.
Penulis sangat mengharapkan manfaat dan faedah dari Tugas Akhir ini, sehingga
Tugas Akhir ini bersifat sebagai bahan informasi dan referensi bagi khayalak umum.
Semoga berkenan di hati para pembaca serta bermanfaat bagi penulis sendiri,
obrigado.

Dili, 2013

Penulis

xiii

ABSTARK
Timor Leste sebagian besar terdiri dari daerah pengunugan yang membentangi
dari barat hingga timur. Bentangan-bentangan dari pengunungan ini akan di batasi oleh
lembah-lembah serta jurang yang dalam kemudian di tengah-tengah jurang-jurang
tersebut akan di aliri perairan yakni di sebut sungai. Akan tetapi air sungai ini akan
menjadi suatu perkara bila tidak di tata dengan baik oleh manusia sebagai mana mestinya.
Sungai Becora merupakan sala satu sungai yang cukup besar di ibu kota negara Timor Leste ini.
Sungai ini setiap tahun mengalami limpasan banjir khususnya pada musim penghujan. Hal ini
telah mengakibatkan rusaknya infrastruktur di sepanjang sungai Becora. Oleh karena itu perlu
adanya analisis konstruksi dan system penaganan banjir untuk mengetahui letak letak titik rawan
banjir pada sungai tersebut. Tjuan dari penelitian ini juga untuk mengetahui Untuk menganalisis

sistem konstruksi dan system penaganan banjir pada sungai Becora. Sungai Becora telah
di bangun beberapa system konstruksi pengendali banjir namun system-sistem konstrksi
ini sebagian telah mengalami kerusakan pada strukturnya sehingga tidak menangulagi
bahaya banjir ini dengan baik. Jenis-jenis konstruksi penagulangan yang terdapat pada
sungai tersebut meliputi: Bendungan (penghambat arus), dam (penambahan elevasi muka
air), Perkuatan tebing (tembok penahan, bronjon dan tangul). Jenis-jenis kerusakan pada
konstruksi-konstruksi tersebut meliputi: longsor, geser, retak, kupas dan guling.
Dalam penelitian ini data curah hujan harian yang di gunakan adalah diperoleh dari SAS
(Servios da Agua e Saneamento) Dili Timor Leste dari tahun 2003 sampai tahun 2012. Data
yang diperoleh di analisa dengan analisis frekuensi dengan dimulai dari penentuan parameter
statistik, pemilihan distribusi dan pengujian distribusi. Dalam pemilihan distribusi untuk periode
ulang 5 th, 10 th, 20 th dan 50 th adalah distribusi Log Pearson Type III. Untuk mengetahui debit
rencana periode ulang 5 th, 10 th, 20 th dan 50 th pada tiap satasium pengamatan Sungai, di dapat
dari Waktu Konsentrasi (Tc), Intensitas Curah hujan (I), Koefisien Pengaliran (C) dan daerah
DAS (Daerah Aliran Sungai). Hasil debit rencan (Qt) periode ulang 5 tahun pada stasium
pengamatan pertama (Sta 1.000) daerah hilir, merupakan merupakan debit terbesar sebesar
18.265 m3/dtk, dan debit terkekil pada stasium pengamatan terakhir (Sta 5.500) daerah hulur

xiv

dengan debir 3.848 m3/dtk berdasarkan analisis debit rencana pada tiap stasium pengamatan
menunjukkan bahwa pada stasium pengamatan (Sta 1.000) dan (Sta 1.500) menunjukkan
bahwa terjadi limpasan sehingga pada kedua satasium tersebut dikatakan daerah rawan banjir,
sebab konstruksi penangulangan pada stasium pengamatan tersebut tidakmampu menagulangi
debit banjir.
Dengan adanya stasium-stasium pengamatan yang dinyatakan rawan banjir ini, maka
perlu adanya pemeliharaan, perbaikan dan perhatian pada konstruksi dan system penagulangan
banjir yang baik pada stasium-stasium tersebut.

Kata kunci: banjir, konstruksi penagulangan banjir dan system penagulangan banjir.

xv

REZUMO
Timor Leste em grande parte composta de rea montanhas que fica no oeste
para o leste. Trechos das montanhas at o limite por vales e ravinas profundas, em
seguida, no meio das ravinas ser nas guas passa chamado de rio. No entanto, a gua do
rio haver um caso quando no est em adequadamente pelo sistema humano como
deveria. Sala Becora rio um rio significativa na capital do Estado de Timor-Leste. Este
rio escoamento inundaes experincia de cada ano, especialmente na poca das chuvas.
Isso resultou em danos infra-estrutura ao longo do rio Becora. Da a necessidade de
construo e anlise do sistema para localizar atendemento inundao local inundveis do
ponto no rio. Objetivo deste estudo tambm para determinar o sistema analisado para a
construo e inundaes no rio Becora. Rios Becora ter construdo vrios sistema de
construo de controle de inundaes, mas o sistema em grande parte do sistema
construo sofreu danos em sua estrutura de modo que o risco de inundao bem. Os
tipos de construo penagulangan contidos no rio incluem: Dam (inibidores atuais),
barragem (a adio do nvel de gua), Fortalecimento do penhasco (muros de arrimo,
bronjon e tangul). Os tipos de danos a construes incluem: slide, sliding, crack,
descascar e refora.
Neste estudo, os dados dirios de precipitao utilizados foram obtidos a partir da
SAS (Servicos da Agua e Saneamento) Dili Timor Leste desde 2003 at 2012. Os dados
obtidos foram analisados por anlise da frequncia, com o incio da determinao dos
parmetros estatsticos, a seleco e distribuio da distribuio do teste. Nas eleies
para o perodo de re-distribuio da 5 , 10 , 20 e 50 a distribuio Log Pearson Tipo
III. Para determinar a descarga de retorno perodo de 5 , 10 , 20 e 50 de cada
observao Stao River, na lata do Tempo de Concentrao (Tc), a intensidade da chuva
(I), coeficiente de drenagem (C) e rea da Watershed rio/DAS (daerah aliran Sungai).
Resultados plano de alta que (Qt), perodo de retorno de 5 anos na primeira observao
Stao (Sta 1,000) a jusante, uma descarga de 18.265 m3/dtk maior e dbito minimu a

xvi

ltima Stao observao (Sta 5,500) rea hulur com 3.848 m3 Debir / anlise do fluxo
de seg com base em cada plano de observaes Stasium indicam que a observao Stao
(Sta 1,000) e (Sta 1,500) mostrou que o segundo turno, que ocorre no segundo Stao
disse reas sujeitas a inundaes, porque a construo penangulangan na observao
Stao no consegue descarga inundaes.
Com as Stao observaes afirmou esta inundveis, da a necessidade de
manuteno, reparos e ateno construo e sistema de penagulangan bom inundao
no Staes.

Palavras-chave: enchentes, inundaes e construo atendemento sistema de inundao.

xvii

DAFTAR ISI
halaman
JUDUL

.......................................................................................................... i

FORMULIR PENGESAHAN STATUS LAPORAN PENELITIAN


PENGESAHAN PEMBIMBING

.......... ii

..................................................................... iii

PENGESAHAN PENGUJI

.................................................................................. iv

PERNYATAAN TUJUAN

................................................................................... v

PENGAKUAN
DEDIKASI

............................................................................................... vi

........................................................................................................... vii

PENGHARGAAN

.............................................................................................. viii

MOTTO

.......................................................................................................... ix

ABSTRAK

......................................................................................................... xi

REZUMO

.......................................................................................................... xiii

KATA PENGANTAR

.................................................................................. xv

DAFTAR ISI ........................................................................................................... xvii


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xxi
DAFTAR TABEL

.............................................................................................. xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

.................................................................................. xxiv

DAFTAR SIMBOL ... xxv

xviii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.

Latarbelakang .. 1

1.2.

Pertanyaan penelitian .. 2

1.3.

TujuanPenelitian

.. 2

1.4.

ManfaatPenelitian

. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


... 5

2.1.

Pengertian

2.2.

Konstruksidan system penagulangan banjir pada sungai

2.2.1. Sungai ... 6

2.3.

2.4.

2.2.2. Konstruksisungai

... 6

2.2.3. Penaganan Sungai

.. 9

2.2.4. Morfology Sungai

2.2.5. Karakteristik Sungai

.. 10

10

Banjir .. 14
2.3.1. Penyebab Banjir

.. 14

2.3.2. Pengendalian Banjir

... 15

Analisis Hidrology

.. 23

2.4.1. Curah hujan dan Periodeulang ...... 24


2.4.2. Pemelihan jenis distribusi

.. 38

2.4.3. Debit Rencana . 45


2.5.

Analisis Hidrolika

2.5.1. Jenis-jenis Aliran

51

. 51

xix

2.5.2. Sifat-sifatAliran.. 52
2.5.3. Bentukdan Penampang Melintang
2.5.4. Dimensi Saaluran

. 53

.. 48

BAB III METODOLOGY PENELITIAN


. 56

3.1.

Pengantar

3.2.

Tempat dan waktu Penelitian .. 57

3.3.

Diagram alur Penelitian

3.4.

RancanganPenelitian .. 59

3.5.

Teknik Pengumpulan data

. 62

3.6.

TeknikPengolahan Data

. 62

3.7.

TenikAnalisa Data

. 63

3.8.

Bahan dan Alat

..... 63

.. 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Pengantar

.. 66

4.2. Gambaran umum Sungai

.. 66

4.3. Konstruksi dan Sistem penagulangan Banjir

. 69

4.3.1. Jenis-jenis Konstruksi pada sungai Becora

.. 69

4.3.2. Sistem Penaganan Banjir pada Sungai Becora ...... 75


4.3.3. Jenis-jenis kerusakan pada konstruksi penagulangan Banjir.. 80
4.4. Analisis Hidrology .. 86
4.4.1. Curah hujan Harian

. 87

4.4.2. Parameter Statistik

.. 88

xx

4.4.3. Waktu Konsentrasi (tc)

.. 89

4.4.4. Intensitas (I) .. 90


4.4.5. Debit Rencana (Qt) .. 91
4.5. Analisis Hidrolika .. 92
4.5.1. Volume penampang Sungai

. 92

4.5.2. Debit banjir pada tiap stasium pemgamatan

93

4.5.3. Debit Rencana 5 tahun

94

4.5.4. Debit rencana 10 tahun

95

4.5.5. Debit rencana 20 tahun

95

4.5.6. Debit rencana 50 tahun . 96


4.6. Solusi

.. 97

4.6.1. Kerusakan Struktur

97

99

4.6.2. Kapasitas Tampungan


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

.. 102

...

103

Daftar Pustaka ... 106


Lampiran

.. 109

Riwayat Penulis ... 115

xxi

DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1: Penampang melintang sungai ... 9
Gambar 2.2: Meander Sungai

... 11

Gambar 2.3: Daerah Pengaliran

.. 12

Gambar 2.4: Daerah pengliranberbentukbulu

. 12

Gambar 2.5: Daerah Pengaliran Radial

........................................................

Gambar 2.6: Daerah PengaliranParalel

.. 13

Gambar 2.7: Bendungan (dam)

...

13

16

Gambar 2.8: Kolam Retensi .. 17


Gambar 2.9: Bangunan Penang kapsendimen
Gambar 2.10: Bendung (Weir)

....

17

. 18

Gambar 2.11: distribusicurahhujan . 28


Gambar 2.12: Cara thisen

Gambar 2.13: Titik pengamatan

31

. 31

Gambar 2.14: Pembagian daerah dengan cara thisen

....

32

Gambar 2.15: caragarisisohiet

. 32

Gambar 2.16: Cara garispotongan

33

Gambar 2.17: Cara dalamelevasi

34

Ganbar 2.18: Grafik koefisien aliran


Gambar 3.1: Lokasi Penelitian
Gambar 3.2: diagram alur

. 50
. 57

Gambar 4.1: Sungai Becora .

58
67

Gambar 4.2: Pembagian Stasium pada Sungai

68

Gambar 4.3: Peta DerahAliranSungai (DAS)

69

Gambar 4.4: Diagram system konstuksi penaganan banjir pada sungai Becora 70

xxii

Gambar 4.5: Perkuatan tebing Sungai (Tembok penahan).... 70


Gambar 4.6: Perkuatan tebing (Bronjon)

.. 71

Gambar 4.7: Tangul pengendali banjir pada tebing sungai Becora .. 72


Gambar 4.8: Bendung (Weir) pada sungai Becora. 73
Gambar 4.9: Bendungan Pada sungai Becora

. 74

Gambar 4.10: System perkuatan Tebing pada Sungai Becora


Gambar 4.11: Sistem Pengahambat arus

.. 76

.. 77

Gambar 4.12: konstruksi penambahan elevasi muka air


Gambar 4.13: Diagram system Penaganan banjir

... 78

.. 79

Gambar 4.14: Logsoran pada tebing Sungai ... 81


Gambar 4.15: Pergeseran Pada Konstruksi Pengendalian Bamjir . 82
Gambar 4.16: Keretakan pada kostruksi pengendali Banjir .. 83
Gambar 4.17: Kerusakan konstruksi pengendali banjir akibat guling

.. 84

Gambar 4.18: Kerusakan akibat kupas pada konstruksi pengendali Banjir .. 85


Gambar 4.19: Diagram Kerusakan Pada Konstruksi Pada sungai Becora .. 85
Gambar 4.20: Diagram data curah hujan

... 87
.. 89

Gambar 4.21: Diagram waktu konsentrasi (tc)

Gambar 4.22: Diagram Intensitas Curah Hujan 5 tahun (I)

90

Gambar 4.23: Diagram debit Rencana 5 tahun (Q5)

91

.. 92

Gambar 4.24: Diagram volume Penampang Sungai

Gambar 4.25: Diagram debit rencana 5 tahun pada setiap Stasium pengamatan .. 94
Gambar 4.26: Diagram debit rencana 10 tahun pada setiap pengamatan Stasium.. 95
Gambar 4.27: Diagram debit rencana 20 tahun pada setiap Stasium pengamatan.. 95
Gambar 4.28: Diagram debit rencana 50 tahun pada setiap Stasium pengamatan.. 96
Gambar 4.29: penampang sungai tertimbung

.. 99

Gambar 4.30: perkuatantebing kanan dengan tangul

.. 100

xxiii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Nilaikritis Do untukuji Smirnov-Kolmogorov
Tabel 2.2: Tata gunalahan

44

.. 48

Tabel 2.3: PenampangSaluaran

. 53

Table 4.1: system konstruksi penagulangan banjir pada sungai Becora

.. 73

Table 4.2: system Konstruksi Penagulangan Banjir pada tiap stasium pengamatan 78
Table 4.3:Jenis-jeniskerusakan
Tabel 4.3:Ujikecocokan

. 86

. 88

Table 4.4: Perbandingan Qt dan Qs .. 93

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peneliti sedang mengkur penampang sungai .. 109
2. Peneliti menetukan Stasium Pengamatan

.. 109

3. Peneliti Sedang Mengukur kecepatan air

.. 109

4. Peneliti sedang menetukan elevasi sungai dengan GPS

. 110

5. Data-data survey Lokasi

.. 110

6. Data Analisis Frekuensi

.. 111

7. Uji Smienov ... 111


8. Pehitungan jenis Distribusi

... 112

9. Hujan Kala ulang Rencana

... 113

xxv

DAFTAR SIMBOL

DNGRA

= Direco Nacional da Gestao de Recurco Agua

Qp

= Debit Puncak

= Koefisien aliran permukaan

= Intensitas curah hujan

= Luas area / daerah

= Jumlah data

Tc

= Waktu konsentrasi

= Lamanya hujan

R24

= Curah hujan maksimum dalam 24 jam

Xbar

= Tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun

= Jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun

= Jumlah tahun pencatatan data hujan

Sd

= Simpanan baku

Cv

= Koefisisen variasi

Cs

= Koefisien kemiringan

Ck

= Koefisien kurtosis

xxvi

= Phi

= Variabel acak kontinyu

= Rata-rata nilai x

XT

= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode tahunan

= Nilai rata-rata hitung varian

= Deviasi standar nilai varian

KT

= Faktor frekuensi

P (X)

= Peluang log normal

= Nilai varian pengamatan

= Nilai logaritmik nilai X atau ln X, Faktor reduksi Gumbel

= Rata-rata hitung nilai Y

= Karakteristik distribusi peluang log-normal

Xh2

= Parameter chi-kuadrat terhitung

= Jumlah sub-kelompok

Oi

= Jumlah nilai pengamatan pada sub-kelompok i

Ei

= Jumlah nilai teoritis pada sub-kelompok i

Tc

= Waktu konsentrasi

= Kemiringan rata-rata dari daerah aliran

= Koefisien karakteristik fisik DAS

xxvii

Ro

= Curah hujan efektif

Qp

= debit puncak banjir

tg

= Waktu konsentrasi

Tr

= satuan waktu hujan

Tp

= Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf

Qt

= Debit ordinat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Timor Leste mempunayai berbagai macam potensi alam, di antaranya memiliki Garis
pantai yang cukup panjang dan luas, wilayah daratannya berfariasi dari pantai hingga
pengunungan, mempunyai banyak aliraan sungai, memiliki kekayaan barang-barang
mineral, baik di daratan maupun di lautan. Timor Leste memiliki luas darantan seluas
+14.874 km2, berdasarkan topografi daerah Timor Leste sebagian besar terdiri dari
daerah pengunugan yang membentangi dari barat hingga timur. Bentangan-bentangan
dari pengunungan ini akan di batasi oleh lembah-lembah serta jurang yang dalam
kemudian di tengah-tengah jurang-jurang tersebut akan di aliri perairan yakni di sebut
sungai. Sungai sungai ini akan di aliri oleh perairan dari tempat yang begitu tinggi
menuju daerah yang lebih renda hingga sampai ke laut. Akan tetapi air yang berlebihan
juga akan menjadi suatu perkara yang membahayakan untuk kelangsungan makhaluk
hidup apabila tidak di tata dengan baik oleh manusia sebagai mana yang di alami oleh
berbagai negara termasuk Timor Leste permasalahan lingkungan yang sering terjadi di
negra kita hampir setiap tahun pada saat musim hujan adalah banjir (Forum
Positif/Dahlanforum).

Air sungai tidak dapat mengalir sebagaimana mestinya apabila tak ada cukup peluang
lahan aliran sehingga memberikan pengaruh cukup dominan terhadap banjir, misalnya
terhalangnya celah celah sungai akibat sampah , urungan dan pembangunan pada aluralur sungai, urungan pada cekungan tanah dimana dapat menghambat alur sungai dan
pembuatan sudetan-sudetan dan berbagai macam penyebab lainya. Dengan adanya banjir
ini yang terjadi pada tiap musim hujan akan mempengaruhi potensi sumber daya alam di
Timor Leste dan akan berpengaruh terhadap kegiatan social ekonomi. Bencana banjir

merupakan bencana alam yang hampir saja terjadi pada setiap datangnya musim
penghujan di seluruh wilayah Timor Leste.
Banjir sungai yang terjadi di berbagai daerah Timor Lesste, Khususnya di ibukota
Dili merupakan permasalahan yang kompleks di antaranya desa Bidau Santana yang
menerima Mata air Sungai dari sungai Becora, sehingga mendorong beberapa pihak
untuk memberikan gagasan dan mencari solusi penagulanganya. Oleh karena itu
permasalahan yang kompleks begitu besar tidak mungking di kaji atau di kendalikan oleh
satu atau dua metode espesifik saja. Dalam hal ini, teori system mempernyatakan bahwa
kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin, di mana formalitas dan proses
keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan dapat di padukan dengan berhasil.
Maka dari itu penulis dengan uraian di atas akan melakukan penulisan skripsi dengan
judul
ANALISIS KONSTRUKSI DAN SISTEM PENANGANAN BANJIR PADA SUNGAI
BECORA, DILI, TIMOR LESTE

1.2. Pertanyaan Penelitian.


Pertanyaan penelitian dalam penulisan ini adalah:
1) Bagaimana system Konstruksi dan Penanganan Banjir pada sungai Becora, Dili?
2) Dimana letak titik rawan banjir pada sungai Becora?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini di lakukan dengann tujuan:
1) Untuk menganalisis sistem konstruksi penaganan banjir pada sungai Becora, Dili,
Timor Leste
2) Untuk mengidentifikasi letak titik rawan banjir pada sungai Becora, Dili, dan
upaya penagulanganya.

1.4. Manfaat Penelitian


Secara Teoritis:
1) Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan program studi strata 1 fakultas
engineering and science di Dili Instutute of Technology (DIT).
2) Sebagai bahan Informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam analisis
Konstruksi dan system penanganan banjir.
3) Sebagai bahan informasi bagi masyarakat umum agar dapat mengantisipasi
terhadap banjir yang terjadi.
4) Sebagai bahan informasi bagi Peneliti.
Secara Praktis:
1) Dapat memberikan solusi secara teknis pada permasalahan banjir di sungai
Becora, Dili.
2) Memberikan imformasi kepada penduduk setempat sebagai penurunan tingkat
risiko ancaman terhadap jiwa manusia dan harta benda akibat banjir sampai ke
tingkat toleransi.
3) Meminimumkan dampak bencana banjir (mitigasi bencana banjir) pada sungai
Becora, Dili.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Air adalah suatu sumber daya alam yang sangat tak terbatas karena selalu dapat
diperbaharui untuk proses kelangsungan hidup seluruh makhluk yang di bumi dan
merupakan ciptaan Tuhan yang harus di jaga kelangsungannya agar dapat di gunakan
dengan baik, sebab air satu-satunya sumber utama dan aset seluruh makhluk, tanpa air
makhluk hidup yang di bumi tidak akan bisa bertahan hidup lebih dari tujuh hari. Akan
tetapi, air yang berlebihan juga dapat menjadi suatu perkara bahaya yang dahsyat untuk
kelangsungan hidup makhluk hidup apabila tidak di tata dengan baik oleh manusia
sebagaimana yang dialami seluruh negara termasuk Timor Leste. Di bumi terdapat kira
kira sejumlah air dianatar 1,3-1,4 milyard km3 air: 97,5% adalah air laut, 1,75%
berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau air tanah dan
sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus
menerus sirkulasi penguapan dan dan presipitasi dan penganliran keluar. Air melalui
beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan udara dan
sebagian tibah ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian kan tertahan
tubuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh dan
mengalir melalui dahan-dahan dan ke permukaan tanah. (Kiyotoka, 2003).
Pengendalian banjir merupakan bagian dari pengelolaan sunber daya air yang lebih
spesifik untuk mengendalikan debit banjir umumnya melalui dam-dam pengendali banjir,
peningkatan system pembawa (sungai, drinase) dan pencegahan hal yang berpotensi
merusak dengan cara mengelola tata guna lahan dan daerah banjir (flood palains).
Berbagai bentuk penanganan telah dilakukan tetapi sifatnya masih setengah-setengah
dan tidak maksimal sehingga tidak teratasi dengan tuntas. Untuk itu di perlukan

penanganan yang komprehensif dengan melibatkan semua pihak terkait. Implementasi


perencanaan pengendalian banjir ini antara lain dengan normalisasi sungai.
Perencanaan pengendalian banjir ini di utamakan untuk menoptimalkan kapasitas
sungai dan meminimalkan debit yang mengalir melalui sungai sehingga air sungai tidak
meluap ke titik-titk yang rawan banjir dan debit yang keluar di harapkan tidak mengalami
perubahan yang drastic. (Suryono, 2003).

2.2. Konstruksi dan system penanganan banjir pada sungai


2.2.1. Sungai
Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara
alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan
yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan
sebagian besar mengalir dalam bentuk-bentuk kecil, kemudian menjadi alur sedang
seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Dengan demikian dapat
dikatakan sungai berfungsi menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut. Sungai
merupakan aliran air yang besar dan mengalir secara terus menerus dari hulur (sumber)
menuju hilir (muara) dan biaasanya di buat oleh alam. (Hadihardja, 1990).

2.2.2. Konstruksi sungai (bangunan sungai)


Konstruksi atau banguna sungai adalah bangunan yang berada di sungai dan di
maksudkan sebagai bangunan pengatur perbaikan sungai serta pengendalian banjir.
Menurut (Kamiana, 2011); ada beberapa contoh bangunan sungai yaitu:

1. Normalisasi
Normalisasi sungai adalah menciptakan kondisi sungai dengan lebar dan
kedalaman tertentu agar sungai mampu mengalirkan air sehinga tidak terjadi
luapan pada sungai tersebut. Kegiatan normalisasi sungai berupa membersihkan
sungai dan endapan lumpur dan memperdalamnya agar kapasitas sungai dalam
menampung air dapat meningkat hal inidi lakukan dengan cara mengeruk sungai
tersebut di titik titik rawan tersembunyi alira air upaya pemulihan lebar sungai
merupakan bagian penting dari program normalisasi sungai karena meningkatkan
kapasitas sungai dan menampung dan mengalirkan ke laut.

2. Krib
Krib adalah bangunan yang di buat mulai dari tebing sungai ke arah tengah,
guna mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah:
a. Mengatur arah arus sungai
b. Mengatur kecepatan arus sungai
c. Mempercepat sendimentasi
d. Menjamin keamanan tanggul atau tebing terhadap gerusan
e. Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai
f. Mengonsentrasisak arus sungai

3. Perkuatan tebing sungai


Perkuatan tebing sungai merupakan struktur perkuatan yang di tempatkan di
tebing sungai untuk menyerap energy air yang masuk guna melindungi suatu
tebing alur sungai. Bangunanini biasa terbuat dari pasangan batu, beton,
tumpukan pipa, turap kayu, atau beberapa jenis pavement yang di produksi oleh
pabrik.
Funsi dari perkuatan tebing sungai berkaitan dengan factor kelmahan dari
sungai yaitu:

a. Mengubah laju sendimentasi yang masuk ke daerah tebing sungai.


b. Mengurangienergi gelombang yang sampai ke tepi sungai
c. Memperkuattebing sungai sehinga tahan terhadap gempuran gelombang,
misalnya dengan pembutan bangunan revetment.

4. Tanggul
Tnaggul adalah bangunan air yaitu semacam baik buatan maupun alami di
pergunakan untuk muka air biasanya terbuat dari tanah dan seringkali di bangun
sejajar badan sungai
Fungsi dari pembuatan tangul adalah untuk mencegah banjir di dataran yang
di lindunginya. Bagaimanapun tangul juga mengungkung aliran air sungai,
menghasilkan aliran air yang lebih cepatdan muka air yang lebih tingg.

5. Pintu air
Bangunan yang ikut mnegatur dan mengendalikan sistemm aliran air agar
aman. juga sebagai bangunan yang di gunakan untuk mencegah suatu aliran
masuk ke system aliran atau kawasan lain.

6. Saluran penyalur banjir/kanal banjir


Saluran penyalur banjir/kanal banjir adalah, kanal yang di buat agar
saluransungai melintas di luar, tidak di tengah kota. Inti dari konsep ini adalah
pengendalian aliran air dari hulur sungai dan mengatur volume air yang masuk ke
kota, termasuk juga di sarankan adalah penimbunan daerah-daerah rendah.

7. Kolam penampung banjir sementara


Kolam penampung banjir sementara berfungsi untuk meyimpan sementara
debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir
tergantung pada karakteristik hidrograf satuan banjir, volume kolam dan dinamika

beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan


biasanya di daratan rendah atau rawa.

8. Situs pompa
Sutus pompa, adalah pompa air sungai yang di gunakan untuk menyedot air
sungai ke laut agar air tidak berimbas ke warga.

2.2.3. Penanganan sungai


Sebagian besar air hujang yangturun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat
yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam macam perlawanan akibat gaya
berat, akibat gaya limpah, ke danau atau ke laut suatu alur yang panjang di atas
permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan di sebut alur sungai
dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya di sebut sungai
Menurut penampang melintangnya sungai terdiri dari bagian bagian sebagai berikut:

Gambar 2.1: Penampang melintang sungai


Sumber: (Kamiana, 2010)

Bantaran sungai

= Lahan pada dua sisi ini sepanjang palung sungai di hitung dari
tepi sampai dengan kaki tangul sebelah dalam.

Sapadan Sungai

= daerah yang letak di luar tangul sungai di batasi garis


sepadamdengan kaki tangul sebelah luar/antara garis sepadam
dengan tebing sungai tertinggi untuk sungai tidak bertangul.

2.2.4. Morfology sungai


Menurut letak geografis karak teristik alur sungai terdiri atas:
a. Bagian Hulu
Di tandai adanya penggesuran dasar sungai, kemiringan dasar sungai yang
curam, material dasr sungai berupa pasir-boulder, aliran deras, penampang
sempit dan curam.
b. Bagian tengah.
Di tandai dengan pengesurang tebing, alur bermender, material lempungpasir, kemiringan dasar sungai relative.
c. Bagian Hilir
Di tandai dengan adanya sendimentasi di dasar sungai, tipe alur braided dan
terjadi pembentukan delta, kemiringan dasar sungai landai,lebar sungai besar,
penampang lebar dan landai.

2.2.5. Karakteristik sungai


Sungai adalah suatua saluran darinace yang terbentuk secara alamiah, sungai
mempunyai mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya
ke laut. Sungai dapat di gunakan juga untuk berjenis-jenis aspek seperti pembangkit
tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan dan lain-lain. Dalam bidang pertanian
sungai berfunsi sebagai sumber air yang penting bagi Irigasi. Akan tetapi di samping
funsi-funsinya itu dengan adanya air yang mengalir di dalamnya, sungai menggerus tanah
dasarnya secara terus menerus sepanjang masa eksestingnya dan terbentuk lembah
lembah sungai. Volume sendimen yang sangat besar yang di hasilkan dari keruntuhan
tebing-tebing sungai di daerah pegunungandan tertimbung di daerah sungai tersebu,
terangkut ke hilir oleh aliran sungai. Karena di daerah pengunungan kemiringan
sungainya curam, gaya tarik aliran airnya cukup besar. Tetapi aliran sungai setelah
mencapai daratan, maka gaya tariknya sangat menurun. Dengan demikian beban yang

10

terdapat dalam arus sungai berangsur-angsur di endapkan. Karena itu ukuran butir
sendimen yang mengedap di bagian hulu sungai lebih besar daripada di bagian hilirnya.
(Kiyotoka, 2003).
Dengan terjadinya perubahan kemiringan mendadak pada saat alur sungai keluar dari
daerah pengunungan yang curan adan memasuki daratan yang lebih renda, maka lokasi
ini menjadi proses pengedapan yang sangat intensif yang menyebabkan mudah
berpindahnya alur sungai tersebut, yang di sebut dengan kipas pengedapan. Pada lokasi
tersebut sungai bertambah lebar dan dangkal, erosi dasar sungai tidak lagi dapat terjadi,
bahkan sebaliknya terjadi pengedapan yang sangat intensif. Dasar sungai secara terus
menerus naik, dan sendimen yang hanyut terbawa arus banjir. Bersama dengan luapan air
banjir terbesar, dan mengedap secara luas membentuk dataran alluvial. Pada daerah
dataran yang yang rata alur sungai tidak stabil dan apabila sungai membelok maka terjadi
erosi pada tebing belokan luar yang berlangsung secara intensif, sehinga terbentuklah
meander seperti yang tertera pada gambar di bawa ini.

Gambar 2.2: Meander Sungai


Sumber: (Mori, 2003)
2.2.5.1. Daerah pengaliran
Daerah

pengaliran

sebuah

sungai

adalah

daerah

tempat

prespitasi

itu

mengkonsentrasi ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut

11

batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran di perkitakan dengan pengukuran daerah
itu pada topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuhan-tumbuhan dan geology
mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran dasar dan
seterusnya.

Gambar 2.3: Daerah Pengaliran


Sumber: (Mori, 2003)
2.2.5.2.

Corak dan karak teristik daerah pengaliran

a. Daerah pengliran berbentuk bulu


Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak sungai menglir ke sungai
utama di sebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran sedemikian
mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak
sungai itu berbeda-beda sebaliknya banjirnya berlansung agak lama.

Gambar,2.4: Daerah pengliran berbentuk bulu


Sumber: (Mori, 2003)

12

b. Daerah pengaliran Radial


Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkarang dan dimana anak
sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial di sebut daerah
pengaliran radial. Daerah pengaliran yang cocok sedemikian mempunyai
banjir yang besar di dekat titik pertemuan nak sungai.

Gambar 2.5: Daerah Pengaliran Radial


Sumber: www//http//wiklipedia 2013
c. Daerah pengaliran parallel
Bentuk ini mempunyai corak dimna dua jalur daerah pengaliran yang bersatu
di bagian pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah
hilir titik pertemuan sungai-sungai.

Gambar 2.6: Daerah Pengaliran Paralel


Sumber: (Mori, 2003)

13

2.3. Banjir

Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang
(kali) atau terhambatnya aliran di dalam aliran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa
alam yang dapat merugikan kerugian harta benda penduduk serta dapat pula
menimbulkan korban jiwa . di katakana banjir apabila terjadi luapan atau jebolan dan air
banjir di sebabkan oleh kurangnya kapasitas penampang saluran pembuang banjir di
bagian hulu biasanya arus banjirnya deras, daya desusnya besar tetapi durasinya pendek.
Sedangkan di bagian hilir rusnya tidak deras tetapi durasi banjirnya panjang.
Beberapa karakteristik yang berkaitang dengan banjir, di antaranya:
a. Banjir datang secara tiba-tiba dengan intensitas besar namun dapat lansung
mengalir
b. Banjir datang secara perlahan namun dapat menjadi genagan yang lama (berharihari atau bermingu-mingu) di daerah depresi.
c. Banjir dating secara perlahan namun intensitas hujannya sedikit.
d. Pola banjirnya musiman
e. Akibat yang di butuhkan adalah terjadinya genangan erosi dan sendimentasi.
Sedangkan akibat lainnya terisolasinya daerah pemukiman dan di perlukan
evakuasi penduduk.

2.3.1. Penyebab banjir.


Banjir dan genagan yang terjadi di suatu lokasi di akibatkan antara lain oleh
sebab-sebab sebagai berikut:
a.

Perubahan tataguna lahan

b.

Pembuangan sampah

c.

Erosi dan sendimentasi

d.

Kawasan kumuh di sepanjang sungai

e.

Perencanaan system pengendalian banjir tidak tepat

14

f.

Curah hujan

g.

Pengaruh geofisik sungai

h.

Kapasitas sungai yang tidak memadai

i.

Pengaruh air pasang

j.

Penurunan tanah dan rob

k.

Drainase lahan

l.

Bending dan Bangunan air

m. Kerusakan bangunan dan peengendali banjir

2.3.2. Pengendalian Banjir


Pengedalian banjir pada suatu sungai merupakan suatu hal yang tidak begitu
mudah, dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara
lain: hidrologi, hidrolika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi dan sedimentasi sungai,
rekayasa system pengendalian banjir, system drainase banjir, system drainase kota,
bangunan air, dan lain-lain.
Cara penanganan pengendalian banjir dapat dilakukan secara struktur dan non
struktur, cara ini harus ditinjau dalam satu system pengaliran sunggai.

2.3.2.1.

Pengendalian Banjir secara Struktur


Adapun cara-cara pengendalian banjir yang dapat dilakukan dalam system

pengendalian banjir secara struktur dapat dibagi 2 (dua), yaitu:

1. Bangunan pengendali banjir


Menurut (Kamiana, 2011) bangunan pengendali banjir yaitu bangunan air yang
berada di sungai, yang berfungsi sebagai bangunan pengatur dan perbaikan sungai,

15

serta pengendalian banjir. Ada beberapa contoh bangunan pengendali banjir pada
sungai yang di maksud yaitu:

a) Bendungan (Dam)
Bendungan adalah suatu penghalang yang melintang pada suatu sungai yang
berfungsi untuk mengarahkan dan memperlambat arus, dan juga untuk menciptakan
reservoir dan danau. Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola
distribusi aliran sungai.

Gambar 2.7: Bendungan (dam)


Sumber: www//http//wilkipedia, 2013

b) Kolam Retensi (Retention Basin)


Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retention basin) berfungsi
untuk meyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi.
Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf satuan banjir,
volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan
untuk kolam penampungan biasanya di daratan rendah atau rawa.

16

Gambar 2.8: Kolam Retensi


Sumber: www//http//wilkipedia, 2013
c) Bangunan Penangkap Sedimen (Check Dam).
Check

Dam

atau

disebut

juga

bending

penahan

berfungsi

untuk

memperlambat proses sedimentasi dengan mengendalikan gerakan sedimen menuju


bagian sungai sebelah hilirnya.

Gambar 2.9: Bangunan Penangkap sendimen


Sumber: www//http//wilkipedia 2013

17

d) Bendung (Weir)
Bendung adalah suatu konstruksi untuk menaikan elevasi muka air. Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe bendung adalah sebagi berikut:
a. Sifat dan kekuatan tanah dasar.
b. Jenis material yang diangkut oleh aliran sungai.
c. Keadaan / kondisi daerah aliran sungai di bagian hulu, tengah dan hilir.
d. Tinggi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi.

Gambar 2.10: Bendung (Weir)


Sumber: www//http//wilkipedia 2013

2. Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai

a. System Jaringan Sungai


Apabila beberapa sungai yang berbeda baik ukuran maupun sifatnya mengalir
berdampingan dan akhirnya bertemu, maka pada titik pertemuannya, dasarnya akan
berubah dengan sangat intensif. Akibat perubahan tersebut, maka aliran banjir pada salah
satu atau semua sungai mungking akan terhalang.

18

b. Perbaikan Sungai (River Improvement)


Sistem perbaikan sungai

melalui pengerukan dan pelebaran bertujuan

memperbesar kapasitas tamping sungai dan memperlancar aliran. Analisa yang harus
diperhitungkan adalah analisa hidrologi, hidrolika dan analisa sedimentasi.

c. Perlindungan Tanggul Banjir


Tanggul banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan air banjir di
palung sungai untuk meligdungi daerah di sekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk
daerah-daerah dengan menperlihatkan factor-faktor berikut:

Dampak tanggul terhadap rezim sungai.

Debit banjir yang lewat.

Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai.

Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.

Pengaruh tanggul terhadap lingkungan.

d. Perkuatan Tebing
Pekuatan tebing adalah bagunan yang di designe untuk memperkuat tebing sungai
yang mengalami perubahan kontur akibat longsoran yang di sebabkan gerusan air sungai.

e. Sudetan (Short cut)


Saluran Short Cut adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian
atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang
dilindungi.

19

f. Pengendalian Sedimen
Mencegah terjadinya proses sedimentasi adalah suatu hal yang tidak mungkin
dapat dilakukan karena sedimentasi adalah

proses atau gejalah alam yang sangat

kompleks di atas permukaan bumi ini. Akan tetapi intensitas proses sedimentasi tersebut
secara teknis dapat diperlambat mencapai tingkat yang tidak menbahayakan .

2.3.2.2. Pengendalian Banjir Secara Non Stroktur


Metode non struktur adalah metode pengendalian banjir tidak mengunakan
bangunan teknis pengendalian banjir. Pengendalian banjir dengan tidak menggunakan
bangunan pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap rezim sungai.
Dengan kata lain, keberhasilan metode non struktur untukpengendalian banjir
memberikan konstribusi jauh lebih besar dibangdingkan metode struktur.
Adapun cara-cara pengendalian banjir yang dapat dilakukan dalam system pengendalian
banjir secara non struktur di antaranya:

a. Pengolahan DAS
Pengolahan DAS berhubungan erat dengan peraturan, perencanaan, pelaksanaan,
dan pelatihan. Kegiatan pengelolaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan
menyimpan air dan konservasi tanah. Pengolahan DAS mencakup aktivitas-aktivitas
berikut:

20

b. Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS


Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah.
Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tanah air yang tepat, sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.

c. Pengaturan Tata Guna Lahan


Pengaturan tata guna tanah di daerah aliran sungai, ditujukan untuk mengatur
pengunaan lahan, sesuai dengan rencana paola tata ruang wilayah yang ada. Hal ini untuk
menhidari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan
daerah aliran sungai yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan
pengunaan lahan di daerah aliran sungai dimaksukan untuk:
1) Memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir pada
musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
2) Menekan laju erosi DAS yang berlebihan, sehingga dapat menekan laju
sedimentasipada alur sungai di bagian hilir.

d. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi


Sedimen di suatu potongan melingtang sungai merupaksn hasil erosi di daerah
aliran di hulu potongan tersebut dan sedimen tersebut terbawa oleh aliran dari tempat
erosi yang terjadi menuju penampang melintang itu. Factor pengelolaan penanaman
memberikan andil yang paling besar dalam mengurangi laju erosi. Jenis dan kondisi
semak (bush) dan tanaman pelindung yang bias memberikan peneduh (canopy) untuk
tanaman dibawahnya cukup besar dampaknya terhadap laju erosi.

21

e. Pengembangan Daerah Banjir


Ada empat strategi dasar untuk pengembangan daerah banjir yang meliputi:
1) Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penetuan zona atau pengaturan tata
guna lahan).
2) Penganturan peningkatang kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti
penghijauan.
3) Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi asuransi,
penhindaran banjir (flood proofing).
4) Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol
(waduk) atau perbaikan sungai.

f. Pengaturan Daerah Banjir


Pada kegiatan ini dapat meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan
tindakan yang diperlukan untuk menentukan kegiatan, implementasi, revisi perbaikan
rencana, pelaksanaan dan pegawasan secara keseluruhan aktivitas di daerah daratan
banjir yang diharapkan berguna dan bermanfaat untuk masyarakat di daerah tersebut,
dalam rangka menekan kerugian akibat banjir.
Kadang-kadang kita kita menyatakan dalam istilah flood plain management disini
dimaksudkan hanya untuk pengaturan peggunaan lahan (land use) sehubungan dengan
banjir dan flood control untuk pengendalian mengatasi secara keseluruhan.

22

g. Peringatan Bahaya Banjir


Sistem peringatan dini tentang banjir pada prinsipnya dimaksudkan supaya
masyarakat yang bermukim di daerah banjir agar dapat memperoleh informasi lebih awal
tentang besaran (magnitude) banjir yang mungking terjadi. Besaran ini meliputi :
besarnya debit puncak (peak discharge), dan waktu menuju debit puncak (time to peak
discharge). Akan lebih baik lagi apabila dilengkapi dengan informasi tentang tinggi
genangan yang mungking terjadi dan dimana wilayahnya. Dengan informasi tersebut,
selanjutnya pemerintah bersama masyarakat dapat merumuskan bagaimana cara dan
prosedur evakuasinya.
Waktu evakuasi korban memadai sehingga resiko yang ditimbulkan dapat diminimalkan.

2.4. Analisis Hidrologi


Analisis hidrologi di perlukan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana yang
mana debit banjir rencana akan berpengaruh besar terhadap besarnya debit maksimum
maupun kestabilan konstruksi yang akan dibangun. Pada perencanaan konstruksi, data
curah hujan harian selama periode 10 tahun yang akan dijadikan dasar perhitungan dalam
menentukan debit banjir rencana. (Soewarno, 1995)
Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah
pengaliran Sungai
. Pada perencanaan ini, analisis hidrologi untuk perencanaan, meliputi empat hal, yaitu:
1. Aliran masuk (inflow) yang mengisi embung.
2. Tampungan embung.

23

3. Banjir desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan pelimpah


(spillway).
Data hujan harian selanjutnya akan diolah menjadi data curah hujan rencana, yang
kemudian akan diolah menjadi debit banjir rencana. Data hujan harian didapatkan dari
beberapa stasiun di sekitar lokasi rencana bendung, di mana stasiun tersebut masuk dalam
catchment area atau daerah pengaliran sungai. Adapun langkah-langkah dalam analisis
hidrologi adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya.
b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan sungai.
c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang
ada.
d. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.
e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana diatas
pada periode ulang T tahun.

2.4.1. Curah Hujan Dan Periode Ulang

2.4.1.1.

Krakteristik hujan

a. Durasi
Durasi adalah lama kejadian hujan (menitan, jam jaman, harian) di peroleh
terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan
draainase durasi hujan ini sering di kait kan dengan waktu konsentrasi.

b. Waktu konsentrasi (tc)


Menurut Asdak (2010) dalam Gama J. Tugas Akhir (2012) bahwa, waktu
konsetrasi Tc (time of concentration) adalah perjalanan yang diperlu kan oleh air

24

dari tempat yang paling jauh (Hulu DAS) ke titikpengamatan aliran air (outlet).
Hal ini terjadi ketika tanah sepanjang kedua titik tersebut telah jenuh dan semua
cekungan bumi lainya telah terisi oleh air hujan.
Diasumsikan bahwa bila lama waktu hujan sama dengan Tc berarti seluruh
bagian DAS tersebut telah ikut berperan untukterjadinya aliran air yangsampai ke
titik pengamatan. Salah satu teknik untuk menhitung Tc yang paling umum
dilakukan adalah persamaan matematik yangkikembangkan oleh Kirpich (1940).
Debit maksimum suatu DAS dapat dicapai pada saat seluruh bagian DAS telah
memberikan kontribusinya. Hal ini berarti, bahwa air hujan yang jatuh di tempat
dalam DAS yang terjauh dari titik control telah sampai di tititk tersebut.
Penetapan waktu konsentrasi tidak terlalu mudah akan tetapi pada dasarnya dapat
ditetapkan dengan mengunakan persamaa-persamaan hidraulika, atau dengan
menggunakan persamaan-persamaan emperik. Persamaancukup dikenal adalah
persamaan Kirpich, Harto (2000) dalam Gama J. (2012).
tc = 3.97 L0.77 S-0.385.................................................................................... (2.1)
Dimana:
tc

: waktu konsentrasi (jam)

: Panjang maksimum aliran (km)

: Landai Sungai (m/m)

c. Intensitas
Intensitas adalah jumlah hujan yang dinyataan dalam tinggi hujan atau
volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda
tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadian. Intensitas hujan di
peroleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statis maupun
secara empiris.

25

Menurut [s.n], 1997, data curah hujan dalam suatu waktu tertentu
(bebrapa menit) yang trecatat pada alat otomatik dapaat di ubah menjadi intensitas
curah hujan per jam.
Umpamanya untuk megubah hujan 5 menit menjadi Intensitas cura hujan
per jam, maka curah hujan ini harus di kalikan dengan 60/5. Demikian pula untuk
hujan 10 minit di kalikan dengan 60/10.
Intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat di hitung dengan rumus:
(2.2)
Dimana:
R = Curah hujan rancangan setempat (mm)
Tc = Lama waktu konsentrasi (jam)
I = intensitas hujan (mm/jam)

d. Frekuensi cura hujan


Cara perkiraan untuk mendapatkan frekuensi kejadian curah hujan dengan
intensitas tertentu yang di gunakan dalam perhitungan pengendalian banjir,
rancangan drainase dan lain-lain adalah hanya dengan mengunakan data
pengamatan yang lalu. Jika data pada sebuah titik pengamataan itu lebih dari 20
tahun, maka frekuensi atu perkiraan data hidrologi itu dapat di peroleh dengan
cara perhitungan kemungkinan tersebut di bawah ini.
Perhitungan frekuesi ini adalah cara seperti yang di gunakan di Amerika
Serikat, yakni cara tahun-stasium (station-year method) yang di jumlahkan
banyaknya titik-titik pengamatan dengan banyaknya tahun-tahun pengamatan.
Cara ini memperkirakan frekuensi dengan menjumlahkan banyaknya tahun
pengamatan pada titik-titik pengamatandalam daerah itu. Umpamanya jika
terdapat data selama 20 tahun, pada setiap 10 titik pengamatan, maka di angap
bahwa harga maximum dari data-data ini mempunyai frekuesi sekali dalam 10 x

26

20 = 200 tahun, yang kedua (maksimun) sekali dalam 200 x = 100 tahun yang
ke tiga (maximum) sekali dalam 200 x 1/3 = 67 tahun.(Kiyatoka, 2003)
Menurut (Suripin, 2004), frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu
besaran hujan di samai atau di lampaui. Sebaliknya kala ulang (Return period)
adalah waktu hipotetik di mana hujan dengan satu besaran tertentu akan akan di
samai atau di lampaui. Dalam hal ini tidak terkandung pengertian, kejadian
tersebut akan berulang secara teratur setiap kala ulng tersebut. Misalnya hujan
dengan kala ulang 10 tahun, tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahunakan
tetapi ada kemungkinan dalam angka 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian
hujan 10 tahunan. Ada kemungkinan selama kurung waktu 10 tahun terjadi hujan
10-tahunan lebih dari 1 kali, atau sebaliknya tidak terjadi sama sekali.
Cara ini adalah cara yang apling sederhana, tampa peneyelesaian secara statik.
Penerapan cara ini dapat di adakan untuk daerah yang mempunyai kondisi
meteorologi yang sama, bukan seperti daerah pengunungan.

2.4.1.2. Distribusi curah hujan


Umpamanya data cura hujan disusun di bagai dalam salang 10 mm. frekuensi tiap
bagian dapat di peroleh dan di antaranya dalam histogram. Jika frekuensi itu di nyatakan
dengan garis lengkung yang baik maka dapat di peroleh sebuah kurva frekuensi. (Lihat
gambar 2.11) menunjukkan kurvaa frekuensi data curah hujan tahunan, hujan bulanan,
cura hujan 10 hari dan curah hujan harian.

27

Gambar,2.11: distribusi curah hujan


Sumber: (Kiyotoka. 2003)

Dari gambar-gambar ini dapat dilihat bahwa distribusi curah hujan adalah
distribusi asymmetris, meskipun distribusi curah hujan jangka waktu yang panjang
seperti curah hujan tahunan hampir mendekati distribusi symmetris. Setelah fungsi
distribusi yang paling cocok untuk distribusi itu didapat, maka hal-hal sebagai berikut
dapat diketahui: berapa panjang rata-rala perioda kejadian atau berapa banyak kali ratarata terjadinya suatu curah hujan harian melampaui suatu harga tertentu dalam suatu
periode tertentu.
Kemungkinan terlampau dan kemungkinan tak terlampau (probability of exceedance
and non-exceedance) Kemungkinan W(x1) data hidrologi (curah hujan, debit dan lainlain) (x) melampaui suatu harga tertentu (x1), disebut kemungkinan terlampau dari (x1),
dan kemungkinan S(x) data (x) tidak melampaui suatu nilai tertentu (x 1), disebut
kemungkinan tidak terlampau dari (x1). Umpama suatu data curah hujan tahunan telah
dicatat selama z tahun. Data ini disusun mulai dari harga terbesar sampai harga terkecil,
kemudian dibuatkan kurva frekwensi sesuai cara yang dikemukakan dalam (l). Kurva ini
disebut kurva kemungkinan kerapalan (probability censity curve) dan fungsi yang sesuai
dengan kurva ini disebut fungsi kemungkinan kerapatan. Umpamanya fungsi itu
adalah/(x). Kemungkinan terlampau dari (x1), W(x1) adalah luas bagian bergaris.

28

2.4.1.3. Dishibusi curah hujan wilayah/daerah (Regional Distribution)


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-ratadi seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah
hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus
diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah
hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai
berikut.(Kiyotoka, 2003)
1. Cara rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di
sekitar daerah yang bersangkutan.
. (2.3)

=
Dimana:

: Curah hujan daerah (mm)


n : jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan
R1, R2 Rn: curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan
cara lain, jika titik pengamatan itu banyak dan tersebar merata di seluruh daerah itu.
Keuntungan cara ini ialah bahwa cara ini adalah obyektif yang berbeda dengan umpama
cara isohiet, di mana faktor subyektif turut menentukan.

29

2. Cara Thiessen
Jika titik-titik pengamatafi di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan mgmperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:

=
(2.4)

=
Dimana:
R1, R2.Rn

:cura hujan di tiap titik pengamaatan dan n adalah jumlah titik-titik


pengamatan.

A1, A2 . An

:bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan.

W1, W2, ..Wn

Bagian-bagian daerah A1, A2, . . . . An, ditentukan dengan cara seperti berikut:
1) Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta
topografi skala 1: 50.000, kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan dengan
sebuah garis lurus (dengan demikian akan terlukis jaringan segi tiga yang
menutupi seluruh daerah).
2) Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang didapat dengan
menggambar garis bagi tegak lurus pada tiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah

30

hujan dalam tiap poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan dari titik
pengamatan dalam tiap poligon itu (lihat gambar. 2.12). Luas tiap polygon itu
diukur dengan planimeter atau dengan cara lain.

Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aljabar rata-rata.
Akan tetapi, penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain ialah umpamanya
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada
salah satu titik pengamatan.

Gambar 2.12: Cara thisen


Sumber: (Mori, 2003)
Gambar 2.13: Titik pengamatan
Sumber: (Mori, 2003)
3. Cara garis isohiet
Peta isohiet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10 sampai 20
mm berdasarkan data curah hujan pada trtrk-titik pengamatan di dalam dan di sekitar
daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah altara dua garis rsohiet yang ber: dekatan
diukur dengan planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari garis-garis isohiet yang
berdekatan yang termasuk bagian-bagian daerah itu dapat dihitung. Curah hujan daerah
itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut (lihat gambar 2.15).

31

Gambar 2.14: Pembagian daerah dengan


cara thisen, Sumber: (Mori, 2003)

Gambar 2.15: Cara garis isohiet


Sumber: (Mori, 2003)

... (2.5)

R=
Dimana:
R

= Cura hujan daerah

A1, A2,. An

= luas bagian antara isohiet

R1, R2, Rn

= cura hujan rata-rata pada bagian-bagian A1, A2,. An

Cara ini adalah cara rasionil yang terbaik jika garis-garis isohiet dapat digambar
dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di
daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan terdapat kesalahan
pribadi (individual error) sipembuat peta. Jika tiap pengamatan mencakup beberapa ratus
km2 maka penggunaan peta topografi skala l/20.000 sampai U500.000 adalah kira-kira
cukup. Peta itu harus mencantumkan antara lain sungai-sungai utamanya dan garis-garis
kontur yang cukup. Pada pembuatan peta isohiet, maka topografi, arah angin dan lainlain
di daerah bersangkutan harus turut dipertimbangkan. Jadi untuk membuat peta isohiet
yang baik, diperlukan pengetahuan/keahlian yang cukup.

32

4. Cara garis potongan antara (Intersection line method)


Cara ini adalah cara untuk menyederhanakan cara isohiet. Garis-garis potong ini
(biasanya dengan jarak 2 sampai 5 km) yang merupakan kotak-kotak digambar pada peta
isohiet. Curah hujan pada titik-titik perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik itu
ke garis-garis isohiet yang terdekat (lihat gambar.2.16). Harga rata-rata aljabar dari curah
hujan pada titik-titik perpotongan diambil sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini
adalah agak kurang dari ketelitian cara isohiet'

Gambar 2.16: Cara garis potongan


Sumber: (Mori, 2003)
5. Cara dalam-elevasi (Depth-elevation method)
Umpamanya curah hujan itu bertambah jika elevasi bertambah tinggi. Dengan
demikian, maka dapat dibuatkan diagram mengenai hubungan antara elevasi titik
pengamatan dan curah hujan. Kurva ini (yang sering berbentuk garis lurus) dapat dibuat
dengan cara kwadrat terkecil (least square method) dan lainlain (lihat gambar. 2.17). Pada
peta topografi skala 1/50.000 atau yang lain, Iuas bagian-bagian antara garis-garis kontur
selang 100 m atau 200 m dapat diukur. Curah hujan untuk setiap elevasi rata-rata dapat
diperoleh dari diagram tersebut di atas, sehingga curah hujan daerah pada daerah yang
bersangkutan dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut:

33

R=

... (2.6)

Gambar 2.17: Cara dalam elevasi

Sumber: (Kamiana, 2011)

A1, A2,. An

= luas bagian di setiap ketingian.

R1, R2, Rn

= cura hujan rata-rata pada bagian-bagian A1, A2,. An

cara ini adalah cocok untuk menentukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti
curah hujan bulanan, curah hujan tahunan dan sebagainya. Kadang-kadang oleh keadaan
pegunungan dan arah angin, hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu
berbeda-beda dari daerah yang satu ke daerah yang berikut. Jika terdapat keadaan ini,
maka daerah itu harus dibagi dalam bagian-bagian daerah yang kecil, sehingga hubungan
antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu kira-kira dapat diterapkan. curah hujan pada
tiap-tiap bagian daerah yang kecil ini kemudian dihitung lalu dirata-ratakan.

34

6. Cara elevasi daerah rata-rata (Mean areal elevation method)


Cara ini dapat digunakan jika hubungan antara curah hujan dan elevasi daerah
bersangkutan dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan linier. Curah hujan R, pada
elevasi h, di daerah itu kira-kira dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
R1 = a + b.hi
dimana a dan b adalah tetapan-tetapan.
Jika elevasi rata-rata antara garis-garis kontur yang berdekatan (selang 100 m atau 200
m) adalah hi dan luasnya Ai, maka elevasi rata-rata daerah itu adalah sebagai berikut:
hi =

..... (2.7)

curah hujan daerah R:


R=

q+bh (2.8)

Jadi jika a, b dan h didapat, maka R dapat dihitung. cara ini adalah cocok untuk
perhitungan curah hujan jangka waktu yang panjang dan cara dalam-elevasi curah hujan
yang dikemukakan pada (5).

35

2.4.2. Parameter Statistik


Pada kenyataanya bahwa tidak semua varian dari sutau variabel hidrologi terletak
atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat atau
besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Parameter yang digunakan dalam analisa
frekuensi meliputi parameter nilai-nilai rata-rata (X), standar diviasi (S), koefisient
variasi (Cv), koefisien kemeringan/skewness (Cs), dan koefisinet kurtosis (Ck). Berikut
ini merupakan masing-masing persamaan untuk parameter statistiknya:

a. Mean atau rata-rata ( )


Rata-rata hitung dari hasil pengukuran variat dengan nilai X1,X2,X3,.......Xn ialah
hasil penjumlahan nilai-nilai tersebut dibagi dengan jumlah pengukuran sebesar n. Bila
rata-rata hitung dinyatakan sebagai

(X bar). Persamaanya sebagai berikut:

.... (2.9)
Keterangan:
= rata-rata hitung
n

= jumlah data

Xi

= nilai pengukuran dari suatu variat

b. Standar Deviasi (S)


Umumnya ukuran dispersi yang paling banyak digunakan adalah Standar

.. (2.10)
Keterangan:
S

= deviasi standar

Xi

= nilai variat

= jumlah data
= nilai

36

c. Koefesient variasi (Cv),


Koefesien variasi (variation coefficient) adalah nilai perabndingan antara deviasi
standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Koefisien variasi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(2.11)

d. Koefisein kemencengan (CS)


Pengukuran kemencengan adalah mengukur seberapa besar kurva frekuensi dari
suatu

distribusi

tidak

simetri

atau

menceng.

Umumnya

ukuran

kemencangandinyatakan dengan besarnya koefisien kemencangan (coefficinet of


skewness) dan dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
(2.12)
Keterangan;
Cs = koefisient kemencangan
Xi = data ke i
n

= jumlah data

e. Koefisient kurtosis (Ck)

.. (2.12)
(Soeworno, 1995)

37

2.4.3. Pemelihan Jenis Distribusi


Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi, menurut (Suripin,
2004), ada 4 (empat) jenis distribusi frekuensi yang sering digunakan dalam hidrologi
yaitu:

1. Distribusi Normal
Distribusi normal banyak digunakan dalam analisis hidrologi misalnya dalam analisis
frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi rata-rata curah hujan tahunan, debit
rata-rata tahunan dan sebagainya. Soewarno (1995) dengan persamaan :
. (2.13)
Dimana :
P (x)

= Frekuensi densitas peluang normal

= 3.14156

= 2.71828

= Variabel acak kontinyu

= Rata-rata nilai x

= Deviasi standar dari nilai x

Dalam pemakaian praktis, persamaan yang dapat digunakan adalah:


.. (2.14)

38

Dengan:
XT

= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-

tahunan,
J

= Rata-rata dari nilai X

= Deviasi standar dari nilai X

Yang dapat didekati dengan:


Dengan
XT

= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang

= tahunan,

= Nilai rata-rata hitung varian,

= Deviasi standar nilai varian,

KT

= Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.
Nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah
perhitungan, Gauss (variable reduced Gauss) Soewarno (1995).
2. Distribusi Log Normal
Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu
dengan merubah nilai varian x menjadi nilai logaritmik varian x1 Soewarno (1995)
dengan persamaan :

39

. (2.15)
Dengan:
P(X)

= Peluang log normal

= Nilai varian pengamatan

= Nilai rata-rata dari logaritmik varian X

= Deviasi standar

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan
persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan
persamaan :
(2.16)
Dengan:
Y = Nilai logaritmik nilai X atau ln X
= Rata-rata hitung nilai Y
S = Deviasi standar nilai Y
K = Karakteristik distribusi peluang log-normal.

3. Distribusi Gumbel
Soewarno (1995), mengungkapkan bahwa distribusi Gumbel banyak digunakan
untuk analisis data maksimum, seperti untuk analisis frekuensi banjir. Distribusi Gumbel

40

menggunakan harga exstrim untuk menunjukan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim
X1, X2, X3... Xn mempunyai fungsi distribusi eksponensial ganda. Fungsi densitas
komulatif mempunyai bentuk:
.. (2.17)
Jika diambil Y = a (X-b), maka:
(2.18)
Dengan:
e = 2.7182818
Y = Faktor reduksi Gumbel
Apabila jumlah populasi yang terbatas (sampel), maka dapat didekati dengan persamaan :
X=

+ S.K .... (2.19)

Dengan:
X = Nilai rata-rata sampel
S = Standar deviasi sampel
4. Distribusi Log Person Tipe III
Distribusi log pearson tipe III banyak digunakan dalam analisis hidrologi
terutama dalam analisis data maksimum dan minimum dengan nilai ekstrem. Bentuk
distribusi log person tipe III merupakan hasil dari distribusi person tipe III dengan
menggantikan variant menjadi nilai logaritmik, Soewarno (1995). Parameter statistik
yang diperlukan untuk menghitung distribusi log pearson tipe III adalah:

41

a. Mean
b. Standar Deviasi
c. Koefisien Kemencengan
Berikut ini langkah-langkah penggunaan pola distribusi log pearson tipe III:
Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X
Hitung nilai rata-rata:
... (2.20)
Hitung nilai simpangan baku:
.... (2,20)
... (2.21)
Hitung koefisisen kemencengan:
........ (2.22)
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
............... (2.23)
Menurut Triatmodjo (2008), penentuan distribusi yang sesuai dengan data
dilakukan dengan mencocokkan parameter statistik dengan syarat masing-masing jenis
distribusi

42

2.4.4. Uji Kecocokan


Pengujian parameter diperlukan untuk menguji kecocokan (the goodness of fitest
test) distribusi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. (Suripin, 2004), pengujian
parameter yang sering dipakai untuk pengujian pola distribusi data hidrologi adalah
sampel data terhadap fungsi distribusi peluangyang di perkirakan dapat
mengambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang
sering di pakai adalah uji Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov. (Suripin, 2004).

a. Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter Xh2 yang dapat dihitung, dengan
Persamaan: (Suripin, 2004)

........ (2.24)
Dengan:
Xh

= Parameter chi-kuadrat terhitung

= Jumlah sub kelompok

Oi

= Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei

= Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

43

b. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering di sebut juga uji kecocokan non
parametric, karena pengujiannya tdk mengunakan fungsi distribusi tertentu prosedur
pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1. urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya, dan tentukan besarnya
peluang masing-masing
X1 = P (X1)
X2 = P (X2)
X3 = P (X3) dan seterusnya
Tabel. 2.1: Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov

N
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50

0.2
0,45
0,32
0,27
0,23
0,21
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15

derajat kepercayaan,
0.1
0.05
0,51
0,56
0,37
0,41
0,30
0,34
0,26
0,29
0,24
0,27
0,22
0,24
0,20
0,23
0,19
0,21
0,18
0,20
0,17
0,19

N>50
Sumber: (Suripin, 2004)

44

0.01
0,67
0,49
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
0,25
0,24
0,23

2. urutkan nilai masing peluang teoritis dari hasil pengambaran


X1 = P (X1)
X2 = P (X2)
X3 = P (X3) dan seterusnya
3. dari kedua nilai peluang tersebu, tentukan selisi terbesarnya antara peluang
pengamatan dan peluang teoritis.

2.4.5. Debit Rencana (Qt)


Debit rencana (Qt) adalah debit dengan periode ulang tertentu yang diperkirakan
akan melalui suatu sungai atau bangunan air (Kamiana 2011).

2.4.5.1. Debit rencana metode Rasional


Metode rasional merupakan rumus yang tertua yang terkenal di antara rumusrumus empiris. Metode rasional dapat di gunakan untuk meghitung debit puncak sungai
atau saluran, namun dengan daerah pengaliran yang terbatas.
Metode rasional dapat di gunakan untuk daerah pengaliran < 300 ha. metode
rasional dapat di gunakan pula untuk pengaliran < 2,5 km2. Dalam Departemen PU, SK
SNI M-18-1989-F (1989), di jelaskan bahwa metode rasional dapat du gunakan untuk
ukuran daerah pengaliran < 5000 Ha. Jika ukuran daerah pengaliran > 300 Ha, maka
ukuran derah pengaliran perlu dibagi menjadi beberapa bagian sub daerah pengaliran
kemudian rumus rasional di aplikasikan pada masing-masing sub daerah pengaliran. Jika
ukuran daerah pengaliran > 5000 Ha maka koefisien pengaliran (C) biasa di pecah-pecah
sesui tata guna lahan. Dan luas lahan yang bersangkutan. Dalam (Surupin, 2004)
dijelaskan pengunaan metode rasional pada derah pengaliran dengan beberapa sub daerah

45

pengaliran dapat di lakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata dan
intensitas hujan di hitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang. (Kamiana,
2010)
Rumur dari Metode racional adalah:
Q = 0,0278 x C * I * A ..... (2.25)
Ket:
Q

= debit puncak limpasan permukaan (m3/dtk)

= angka pengaliran (tampa dimensi)

= Luas daerah pengaliran (km2)

= Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

Metoderasional di atas di kembangkan berdasarkan asumsi sebagai berikut:


1. Hujan terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah
pengairanselama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (Tc) daerah
pengaliran.
2. Periode ulang debit sama dengan periode ulang hujan.
3. Koefisien pengaliran dari daerah pengaliran yang sama adalah tetap untuk berbagi
periode ulang.
Jika persamaan (2.22) di pergunakan untuk perhitungan debit rancangan
dengan berbagai periode ulang ulang maka notasinya dalm penulisan ini di tulis
sebagai berikut:
QT = 0,278 x C x IT x A .... (2.26)

46

Ket:
QT

= debit puncak limpasan permukaan dengan periode ulang T tahun


atau debit rencana dengan periode ulang T tahun(m3/dtk)

= angka pengaliran (tampa dimensi)

= Luas daerah Pengaliran (km2)

= Intensitas curah hujan dengan periode ulang (mm/jam)

Besarnya nilai tc dapat di hitung dengan beberapa rumus, di antaranya:


1. Rumus Kirpich
...........................................................(2.27)

tc =
Ket:
tc

= aktu konsentrasi (jam)

= Panjang lintasan air dari titik terjauh sapai di titik yang di tinjau
(km)

= kemiringan rata-rata daerah lintasan air.

2. Waktu konsentrasi dapat juga di hitung dengan membedakannya menjadi 2


komponen yaitu:
tc = to + td (menit) ...... (2.28)
dengan:
to =

..... (2.29)

td =

(menit) ......................................................................... (2.30)

ket:

47

S = Kemiringan Lahan
L = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m)
V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/dtk)
Koefisien Pengaliran (C), di defenisikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan
terhadap intensitas hujan. Karena koefisien ini antara lain bergantung dari:
1. Kehilangan air akibat imfiltrasi, penguapan, tampungan permukaan.
2. Intensitas dan lama hujan.
Dalam perhitungan darinase permukaan, penentuan nilai C di lakukan melalui
pendekatan yaitu berdasarkan karak ter permukaan. Sebagai contoh dapat di lihat
pada Table (2.2).
Tabel. 2.2: Tata guna lahan
No

Tipe Daerah Aliran


Tanah Perumputan
Tanah pasir datar 2%
Tanah pasir rata-rata 2-7%
Tanah pasir curam 7%
Tanah gemuk datar 2 %
Tanah gemuk rata-rata 2-7%
Tanah gemuk curam 7%
Basiens
Daerah Kota lama
Daerah pingiran
Perumahan
Daerah Single Family
Multi unit terpisah-pisah
Multi unit tertutup
Saburan
Daerah ruma-ruma apartemen
Industri
Dearah ringan

48

C
0.5-0.10
0.10-0.15
0.15-0.20
0.13-0.17
0.18-0.22
0.25-0.35
0.75-0.95
0.50-0.70
0.30-0.50
0.40-0.60
0.60-0.70
0.25-0.40
0.50-0.70
0.50-0.80

Daerah berat
5 Pertamanan, Kuburan
6 Tempat bermain
7 Halaman kereta api
8 Derah yang tidak di kerjakan
Jalan
Beraspal
9
Beton
Baru
10 Untuk berjalan dan naik kuda
11 Atap
Sumber:[s.n]1997.

0.60-0.90
0.10-0.25
0.20-0.35
0.20-0.40
0.10-0.30
0.70-0.95
0.80-0.95
0.70-0.85
0.75-0.85
0.75-0.95

Dalam buku Drainage master Plan, (1994) menuliskan bahwa koefisien limpasan
ditentukan oleh kondisi fisik dan karakteristik permukaan tanah daerah tangkapan air
hujan. Nilai Koefisien limpasan untuk berbagai karakteristik permukaan tanah
disesuaikan oleh hubungan antara Intensitas hujan dan karakteristik permukaan tanah
daerah tangkapan air seperti pada (gambar 2.18) berikut ini

49

Gambar 2.18: Grafik koefisien aliran


Sumber: Australian Rainfall and Runoff

Kenyataan di lapangan sangat sulit menetukan daerah pengaliran yang homogen.


Dalam kondisi yang demikian, maka nilai C pada persamaan (2.22) atau di hitung
dengan cara berikut:
C = C rata-rata =

.. (2.31)

50

2.5. Analisi Hidrolika

2.5.1. Jenis jenis aliran


Pengolongan jenis aliran berdasarkan perubahan keadaan aliran sesuai dengan
perubahan ruang dan waktu.

a. Aliran tunak (Sateady flow)


aliran tunak adalah aliran yang mempunyai kedalaman tetap, untuk selang
waktu tertentu: aliran tunak di klasifikasiksn menjadi:
1. Aliran seragam (uniform flow)
Aliran saluran terbuka di katakana seragam apa bila kedalaman air sama pada
setiap penampang saluran.
2. Aliran berubah (varied flow)
Aliran saluran terbuka di katakana seragam apa bila kedalaman air berubah
pada setiap penampang saluran
-

Aliran berubah lambat laum.

Aliran berubah tiba-tiba

b. Aliran Tidak tunak (Unsteady flow)


Menurut (s.n) 1997; Unsteady flow

adalah aliran yang mempuinyai

kedalaman berubah-rubah selama jangka waktub tertentu yang bermakna fungsi


waktu sebagai tolok ukur (indikator). Banjir merupakan salah satu contoh aliran
tidak tetap (Unsteady flow). Unsteady flow dapat dibedakan dalam beberapa
golongan yaitu:

51

1. Aliran seragam tidak tunak (unsteady uniform flow)


Aliran saluran terbuka dimana alirannya mempuinyai permukaan yang
berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dengan dasar saluran. Aliran ini
jarang dijumpai dalam praktek.

2. Aliran berubah tidak tunak (unsteady varied flow)


Aliran saluran terbuka dimana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu
dan ruang. Unsteady varied flow dapat dibedakan menjadi:
a. Aliran tidak tunak berubah lambat laun
Aliran saluran terbuka dimana kedalaman aliran berubah sepanjang
Waktu dan ruang dan ruang dengan perubahan kedalaman secara lambat
laun.
b. Aliran tidak tunapberubah tiba-tiba
Aliran saluran terbuka dimana kedalaman aliran berubah sepanjang
waktu dan ruang dengan perubahan kedalaman secara tiba-tiba.

2.5.2. Sifat-Sifat Aliran


Sifat-sifat aliran pada saluran erbuka ditentukan oleh kekentalan dan grafitasi.
Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapatpula mempengaruhi perilaku
aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar, (s.n)1997

a. Aliran Laminer
Menurut (s.n) 1997; aliran laminar apabilah gaya kekentalan relatif sangat besar
dibandingkan dengan inersia sehingga kekentalan berpengaruh besar terhadap
perilaku aliran. Butir-butir air bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau
lurus dan selapis cairan tipis seolah-olah menggelincir diatas lapisan lain

52

b. Aliran Turbulen
Aliran saluran terbuka dikatakan turbulen apabila gaya kekentalan relatif lemah
dibandingkan dengan gaya inersia. Butir-butir air bergerak menurut lintasan yang
tidak teratur, tidak lancar dan tidak tetap, walaupun butir-butir tersebut tetap bergerak
maju dalam aliran secara keseluruhan, (s.n)1997.
c. Aliran Transisi
Diantara keadaan laminar dan turbulen terdapat suatu campuran antara aliran
laminar dan aliran turbulen yang disebut aliran transisi. Pengaruh kekentalan terhadap
kelembaman dapat dinyatakan dengan. (s.n)1997

2.5.3. Bentuk dan Penampang Melintang


Penampang saluran sebaiknya mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu
penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu dengan hantaran
maksimum, berikut ini. ([s.n],1996)

Tabel. 2.3: Penampang Saluaran


) No.

1.

Penampang melintang

Luas

(A)

Trapesium (setengah segi enam)


B = 2/3.h.3
2h

2.

Persegi Panjang (setengah bujur sangkar)

3.

Segitiga (setengah bujur sangkar)

4.

Setengah lingkaran

5.

Lingkaran

6.

Parabola

7.

Lengkung hidrolis

B = 2h
h
.h
r2
.
1,3959.h

Sumber: (Suripin, 2004)

53

2.5.4. Dimensi saluran


Dimensi penampang harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain
debit yang dialirkan oleh penampang (Qs) harus sama atau lebih besar dari debit rencana
(Qt). hubungan ini ditujukan sebagai berikut:

Qs > Qt (2.32)
Debit suatu penampang saluran (Qs) dapatdiperoleh dengan menggunakan rumus
seperti di bawah ini:
Qs = A x V ... (2.33)
Dimana:
Q

: Debit Penampang (m3/dtk)

As : Luas penampang saluran tegak lurus arah aliran (m)


V

: Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/dtk)

54

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Pengantar

Metodology penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang di


gunakan oleh pelaku suatu disiplin (ilmu). Methodology juga merupakan analisis teory
mengenai suatu cara atau metode penelitian merupakam suatu penyelidikan yang
sistimatik untuk menyingkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang
sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah yang memerlukan jawaban.
Hakekat penelitian dapat di pahami dengan mempelajari berbagai aspek yang
mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi
yang berbeda di antaranya di pengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi
dan tujuan penelitian secara umum paada dasarnya adalah sama, yaitu baahwa penelitian
merupakan refleksi bagi keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui
sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk melakukan
penelitian.(Wilkipedia, 2013)
Metode penelitian ini mengunakan metode deskritif dimana hanya mengunakan data
sekunder dan peta lokasi, peta DAS dan survey lapangan. Metode ini digunakan karena
pada umumnya dalam analisis hidrologi untuk menghitung debit rancangan data yang
digunakan adalah data banjir, data curah hujan, peta topografi dan peta daerah aliran
sungai (DAS). Dalam penelitian ini penulis hanya mengunakan data curah hujan dan data
peta karena, Timor Leste belum ada data-data banjir pengukurang langsun dari lapangan,
sehingga peneliti hanya mengunakan data curah hujan dan peta dari instansi-instansi
pemerintah Timor Leste yang berhubungan dengan data-data tersebut.

56

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan sepanjang sungai Becora mulai dari Suco Bidau Santana
sampai ke Suco Camea (Jembatan Becora) Subdistrito Cristo Rei, Distritu Dili. Untuk
lebih jelas lihat gambar peta lokasi pada gambar 3.1. Sedangkan waktu peneletian
dilaksanakan selama 12 minggu atau 3 bulan dimulai dari pelaksanakan penelitian sampai
penulisan laporan yaitu dari bulan September sampai bulan Desember 2013.

Gambar.3.1: Lokasi Penelitian


Sumber: Photo angkasa Google earth

3.3.

Diagram Alur Penelitian

Dalam penelitian ini diperlukan suatu prosedur pelaksanaan, supaya pelaksanaan


penelitian dapat berjalan secara sistematis untuk mendapatkan hasil yang diharapkan
secara maksimal. Oleh karena itu peneliti dapat melakukan prosedur penelitian
berdasarkan bagan alur pada gambar 3.2 berikut ini:

57

Mulai

Koleksi Data

Survei Lapanagan
Pembagian Sta Pengamatan
Konstruksi penanganan banjir
Penampang sungai
Daerah rawan banjir

Pengumpulan data
Data curah hujan
Data DAS

Kajian Literatur

Analisa Data
Analisa Hidrology
Analisa hidrolika

Analisa debit rencana dengan metode Rasional


tdk

Ya

tdk

Perhitungan debit rencana Tiap periode


ulang: (5 th, 10 th, 20 th, 50 th).

Hasil dan Pembahasan

Laporan

Selesai

Gambar.3.2: diagram alur

58

3.4.

Rancangan Penelitian
Berikut adalah gambaran umum penelitian yang akan mencapai tujuan tertentu,
yang akan di sajikan dalam suatu kesatuan naskah yang ringkasdan utuh.
Rancangan penelitian merupakan adanya format penulisan yang di susun secara
sistematis dan operasional mengikuti langkah-langkah dan tahapan yang harus di
jalani oleh peneliti. Pelaksanaan penelitian meliputi berbagai kegiatan berikut ini:

3.4.1. Survey Lapangan


Survey lapangan di bagi dalam bebrapa tahap pelaksanaan di antaranya:
a. Pembagia Sta Pengamatan
Sta Pengamatan di lakukan dengan membagi sungai menjadi beberapa
stasium tertentu yakni di mulai dari daerah hilir (Sta 0.000) hingga
daerah hulur stasium pengamatan di bagi dengan jarak 500 meter per
stasium.
b. Konstruksi penanganan banjir
Survey konstruksi penaganan banjir dilakukan dengan mengidentifikasi
jenis bangunan sungai apa saja yang di pakai dalam penaganan banjir pada
sungai Becora.
c. Daerah rawan banjir
Survey daerah rawan banjir di lakukan dengan, mengidentifikasi dearahdaerah yang di duga sebagai daerah rawan banjir, pada sekitar aliran
sungai.

59

d. Kerusakan konstruksi penaganan banjir


Survey kerusakan kostruksi penaganan banjir, di lakukan dengan
mengidentifikasi kegagalan-kegagalan konstruksi yang terdapat pada
system konstruksi penaganan banjir pada sungai Becora.

3.4.2. Pengumpulan data


a. Data curah hujan
Data curah hujan merupakan data sekunder di dapat dari instansi
negara yang desebut Dirao Nacional Gesto dos Recuro da Agua
(DNGRA) dan instansi di bidan Meteorology di Airoporto Nicolau
Lobato Dili, Timor Leste.
b. Data Daerah Aliran Sungai (DAS)
Data das juga merupakan suatu data sekundaer yang bisah di dapati
dari istansi Dirao Nacional Gesto dos Recuro da Agua (DNGRA).

3.4.3. Analisa Data


Dalam analisa data pada metode ini akan mengunakan dua system
analisa di antaranya:
a. Analisa hidrology
Analisa Hidrology di lakukan dengan merupakan suatu bagian analisis
awal dalam perencanaan bangunan bangunan air. Analisis hidrology di
perlukan untuk, menetukan besarnya debit banjir rencana.

60

b. Analisis Hidrolika
Analisis hidrolika, adalah analisis yang di gunakan untuk mengetahui
kemampuan penampaang dalam menampung debit rencana,

3.4.4. Metode Rasional


Metode Racional merupakan suatu metodi yang digunakan untuk
menghitung debit designe dengan mengunakan rumus:
Q = 0.0278 * C * I * A

3.4.5. Debit Rencana


Debit Rencana adalah debit periode ulang (QT) dengan periode ulang
tertentu (5 th, 10 th, 20 th, dan 50 th) yang di perkirakan akan melalui
penampang sungai tersebut. Debit Rencana di gunakan sebagai dasar untuk
merencanakan tingkat pengamanan.

3.4.6. Hasil dan Pembahasan


Hasil dan pembahasan adalah semua hasil dari data yang di survey dan
di kumpulkan kemudian akan di analisis secara teknis dan sistematis. Hasil
dari analisa itu akan di simpulkan kemudian akan di bahas.

61

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dimaksud disini adalah pengumpulan data sekunder dan
peta yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, meliputi pengumpulan data angka dan
peta. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data pada instansi-instansi
terpercaya, studi pustaka dan data-data hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan
penelitian ini. Data sekunder dari instansi seperti Diireo Nacional Gestao dos Recurco
de Agua (DNGRA), dan Airoportu Nicolao Labato Comoro. Data sekunder meliputi
data-data curah hujan harian, data topografi, Luas dearah aliran sungai (DAS) Becora
(cathment area) dan panjang sungai Becora (L).

3.6.

Teknik Pengelolahan Data

Teknik penegelolahan data dalam penelitian ini akan dibahas secara berurutan sebagai
berikut:
3.6.1. Data Hidrologi

Curah hujan harian maksimum untuk tiap tahunan.

3.6.2. Data Debit Rancangan

Mengola data peta meliputi menentukan Luas DAS.

3.6.3. Data konstruksi penaganan sungai

Dimensi penampang sungai,

Dimensi konstruksi Bangunan pengendali banjir pada sungai.

62

3.7.

Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini akan dibahas secara berurutan sebagai berikut:
3.7.1. Analisis Data Hidrologi
Analisis hidrologi yaitu

analisis yang berhubungan dengancurah hujan di

lakukan dengan cara analisa:


a. Analisis curah hujan dan periode ulang
b. Pemelihan jenis distribusi
Distribusi Normal
Distribusi Log Normal
Distribusi Gumbel
Distribusi Log Person Tipe III
c. Debit Rencana dengan Metode Racional
3.7.2. Analisis Data Hidrolika
Analisis Hidrolika yaitu analisis yang berhubungan dengan bangunan air
analisis hidrolika di lakukan dengan cara:
a. Mengetahui jenis-jenis aliran
b. Sifat-sifat aliran
c. Bentuk dan penampang melintang sungai
d. Dimensi saluran.

3.8.

Bahan dan Alat

a. Bahan
Bahan yang di perlukan dalam penelitian adalah berupa data, dan data-data yang di
perlukan meliputi:

63

(1) Data curah hujan harian selama 10 tahun terakhir (2003-2012) yang diperoleh dari
Derao Nacional dos Recuro de Agua (DNGRA) dan Airoportu Presidente
Nicolao Labato Comoro, Dili, Timor Leste. Data curah hujan yang diambil yaitu
dari stasiun Airoporto Comoro, Dili.
(2) Peta DAS peta Topografi, diperoleh dari Deracao Nasional dos Recurco de Agua
(DNGRA)

b. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator, komputer program M.s Excel
(2) Alat ukur
(3) Dokumentasi

64

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengantar
Dalam bab ini akan membahas tentang hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan
sebagai mana untuk memberikan jawaban kepada tujuan dari penelitian yang telah di
singund dalam bab I. selanjutnya ada beberapa aspek yang akan di bahas dalam bab ini,
meliputi:
4.1.1. System konstruksi penanganan banjir pada sungai Becora.
4.1.2. Letak titik rawan banjir pada sungai Becora.

4.2.

Gambaran umum Sungai


4.2.1. Sungai Becora
Sungai Becora merupakan salah satu sungai yang cukup besar di kota Dili,
yang merupakan tempat atau obyek penelitian. Sungai Becora terletak di Sub
Distrito Cristo Rei, distrito Dili, yang membentangi dari suco Bidau Santana
(daerah hilir) hinga suco Camea (daerah hulur), tepatnya di daerah bagian Dili
Timur lihat (gambar 4.1). Sungai ini setiap tahun mengalami limpasan banjir
khususnya pada musim penghujan. Banjir terjadi karena intensitas curah hujan
yang tinggi, hal ini berdampak dari system konstruksi sungai pengendaliannya.

66

Gambar 4.1: Sungai Becora


Sumber: Photo angkasa (Goole Earth)

Untuk lebih muda dalam pengamatan ini maka peneliti membagikan sungai
tersebut (sungai Becora) dalam beberapa stasium yang meliputi Sta 0.000 s/d Sta
5.500, namun peneliti hanya mengamati dari Sta 1.000 hingga Sta 5.500, untuk lebih
jelas dapat di lihat pada (gambar 4.2).

67

Gambar 4.2: Pembagian Stasium pada Sungai


Sumber: Survey (2013)

4.2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Deaerah aliran sungai (DAS) Becora merupakan salasatu kawasan di Dili Timor
leste yang kondisinya kritis atau rawan banjir. Daerah aliran sungai Becora meliputi 2
distrik yaitu distrik Dili dan Aileu. Luas daerah aliran sungai Becora (DAS) sebesar (A)
30km2. Sungai utamanya adalah sungai Becora dengan panjanya (L) 7.5 km. Sungai
Becora ini mengalir dari daerah hulu yang terletak di Remexio distritu Aileu, kemudian
mengalir ke disrtitu Dili dan ke mudian ke laut selat wetar (tasi feto) seperti terlihat
dalam (gambar 4.2).

68

Gambar 4.3: Peta Derah Aliran Sungai (DAS)


Sumber: DNGRA

4.3.

Konstruksi dan system penagulangan Banjir pada sungai Becora

4.3.1. Jenis jenis konstruksi penanganan banjir pada sungai Becora


Berdasarkan pengamatan yang di lakukan oleh peneliti di lokasi penelitian yaitu
pada sungai Becora, terdapat beberapa konstruksi pengendali banjir yang di gunakan
pada sungai tersebut di antaranya meliputi:

69

Gambar 4.4: Diagram system konstuksi penaganan banjir pada sungai Becora
Sumber: Hasil anlisis 2013

a. Dinding Penahan
Adalah suatu konstruksi yang bertujuan untuk menahan tanah agar tidak
terjadi longsoran pada tebing sungai. Berikut (gambar 4.4) merupakan dinding
penahan (tembok penahan) yang terdapat pada satasium pengamatan (Sta 2.500)
tembok penahan di bangun pada kedua tebing sungai dengan luas sungai 21.5
meter tinggi tembok 1.5 meter sepanjan sungi.

Gambar 4.5: Perkuatan tebing Sungai (Tembok penahan)


Sumber: Photo Penelitian

70

b. Bronjong (Pekuatan tebing)


Bonjon adalah kawat yang di anyaman berbentuk kotak yang dugunakan
untuk perkuatang-perkuatang tebing pada sungai dan longsoran. Pada (gambar
4.5) merupakan suatu perkuatan tebing sungai yang di perkuat dengan susuna
atau konstruksi Bronjong, lokasi tersebut di ambil pada stasium pengamatan
(Sta 1.500) dimana konstruksi Bronjong di bangun pada kedua tebing
sungai. Dengan demikian luas sungai adalah 21 meter dengan ketinggian
struktur Bronjong setinggi 1.5 meter sepanjang 200 meter.

Gambar 4.6: Perkuatan tebing (Bronjong)


Sumber: Photo Penelitian
c. Tangul pada tebing sungai
Tanggul banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan air banjir di
palung sungai untuk meligdungi daerah di sekitarnya. Berdasrkan pengamatan
peneliti, pada stasium pengamatan (Sta 1.500) pada tebing kiri sungai Becora
terdapat penahan banjir Tangul sepanjang 50 meter, dengan tinggi tangul 1.20
meter. Dapat dilihat pada (gambar 4.7).

71

Gambar 4.7: Tangul pengendali banjir pada tebing sungai Becora.


Sumber: Photo Penelitian

d. Bendung (Weir)
Bendung (Weir), di bangun untuk menaikan elevasi muka air pada sungai.
Terdapat pada stasium pengamatan (Sta 2.500) sungai Becora, di banguan
sebuah Bendung (Weir) untuk menaikan muka air sungai berhubungan dengan
kondisi setempat kondisi sungai cukup miring sehingga di bangunnya suatu
Bendung untuk menaikan elevasi muka air sungai. Bendung di bangun dengan
ukuran tinggi 1 meter lebar 21 meter dibangun melintangi sungai, dengan lebar
sungai sebesar 21 meter lihat (gambar 4.8).

72

Gambar 4.8: Bendung (Weir) pada sungai Becora.


Sumber: PhotoPenelitian

e. Bendungan (dam)
Bendungan adalah suatu penghalang yang melintang pada suatu sungai yang
berfungsi untuk mengarahkan dan memperlambat arus, dan juga untuk
menciptakan reservoir dan danau. Bendungan digunakan untuk menampung dan
mengelola distribusi aliran sungai (Kamiana 2011). Berdasrkan pengamatan
peneliti, tepatnya pada satasium pengamatan (Sta 5.000) terdapat suatu
konstruksi bendungan (lihat gambar 4.9) dengan tinggi bangunan 5 meter dan
lebar bangunan 50 meter melintangi sungai (lihat gambar 4.9).

73

Gambar 4.9: Bendungan Pada sungai Becora


Sumber: Photo Penelitian

Table 4.1. system konstruksi penagulangan banjir pada sungai Becora

No

Sta.

Penampang
(A) (m)

1
1.000
26.4
2
1.500
34.2
3
2.000
43.13
4
2.500
41.19
5
3.000
49.63
6
3.500
55.4
7
4.000
97.5
8
4.500
64.28
9
5.000
20.85
10
5.500
17.3
Sumber: Survey 2013

74

Kemirigan
(So)

Jenis Konstruksi
Penangulangan di pakai

0.0054
0.0078
0.0018
0.0522
0.0264
0.0096
0.0186
0.0288
0.0228
0.0096

Tembok penahan
Tembok penahan, tamgul
Bronjong, tembok penahan
Tembok Penahan, dam
Bronjong, dam
Tembok penahan
Tembok penahan
Tembok penahan
bendung
-

4.3.2. System peanganan banjir pada sungai Becora


Ada berbaagai macam system penangulangan banjir yang di lakukan pada aliran
sungai Becora di antaranya:
1. System perkuatang tebing sungai
System perkuatan tebing sungai dilakukan dengan bangunan perkuatang pada
setiap tebing sungai untuk mengendalikan longsoran dan terjadinya limpasan air
banjir, ada beberapa system perkuatan tebing yang di pakai dalam system
panaganan banjir pada sungai Becora. Pada (gambar 4.9), merukan berbagai jenis
system perkuatang tebing

yakni tangul (gambar 4.9.a.) terdapat pada stasium

pengamatan (Sta 1.500) pada tebing kiri sungai sepanjang 50 meter, dengan
tinggi tangul 1.20 meter. Pada (gambar 4.9.b) terdapat system perkuatan tebing
dengan mengunakan konstruksi tembok penahan, didapatkan pada stasium
pengamatan (Sta 2.000) den lebar sungai 20 meter perkuatan di bangun pada
kedua tebing sungai dengan tinggi kos truksi 2 meter sepanjang 500 meter. Selain
itu terdapat pula system

perkuatan tebing yang di perkuat dengan konstruksi

bronjong, pada (gambar 4.9.c) didapatkan pada stasium pengamatan (Sta 3.000)
dengan luas sungai 24 meter perkuatan di bangun pada keduatebind sepanjang
sungai. Di ataranya sebagai berikut:

a. Tangul
b. Tembok Penahan
c. Bronjom

75

(a)
Tangul

(b)
Tembok penahan

(c)
Bronjon
g

Gambar 4.10: System perkuatan Tebing pada Sungai Becora


Sumber: Photo Penelitaian

System perkuatan tebing pada sungai Becora terdapat tiga jenis tersebut di
atas (gambar 4.10) pada ketiga jenis system perkuatan tebing tersebut tangul
merupakan perkuatan yang strukturnya kurang kokoh dalam system pegendalian
banjir tersebut. Maka dari itu konstruksi perkuatang tebing yang lebih aman
dalam system konstruksi pengendali banjir adalah dengan struktur tembok
penahan dan bronjong.

2. System penghambat arus


System penghambat arus di lakukan dengan membangun konstruksi
bendungan pada sungai. Pada (gambar 4.11) terletak pada Stasium pengamatan (Sta
5.000) sebuah system konstruksi pengendali banjir (Penghambat arus) dengan
tinggi konstruksi 5 meter dan lebar 50 meter dengan melintangi sungai.

76

Gambar 4.11: System Pengahambat arus


Sumber: Photo Penelitian

Pada beberapa stasium pengamatan sungai Becora terdapat beberapa elevasi


kemiringan (So) yang culup besar salah satunya ada pada stasium pengamatan (Sta
5.000) dengan kemiringan sebesar (So) = 0.0288 (lihat tabel 4.1) sehingga lebih
tepatnya membangun suatu system penghambat arus seperti terdapat pada lokasi
setempat.

3. Peningian elevasi muka air


Untuk menambahkan elevasi muka air, pada sungai Becora di bangun
konstruksi bendungan (dam) sebagai konstruksi penambahan elevasi muka air. Pada
(gambar 4.12)

peneliti mengamati bahwa terdapat suatu konstruksi system

pengendali banjir pada stasium pengamatan (Sta 2.500), dengan tinggi konstruksi
1 meter, panjang 17.5 meter, konstruksi terbuat dari susunan bronjong.

77

Gambar 4.12: konstruksi penambahan elevasi muka air


Sumber: Photo Penelitian

Tidak berbedah jauh dengan kondisi yang di amati oleh peneliti pada (Sta
5.000), namu pada (Sta 2.500 dan Sta 3.000) juga terdapat kemiringan sungai
yan cukup miring sehingga di bangunjuga system penambahan elevasi muka air
sebagai mana fungsinya tidak berbeda jauh dengan system pengham bat alirang
namu dengan konstruksi yang lebih kecil dan ekonomis di banding dengan system
penghambat arus (dam).
Penambahan elevasi muka air tepatnya di bangun pada aliran-aliran sungai
yang mempunyai permukaan terlalu mirin, sebab akan berpengaruh pada
kecepatan aliran sehingga bisa menyebabkan debit yang semakin deras dan akan
merusak bangunan pengendali banjir yang lainnya.

System penanganan banjir pada sungai Becora dapat di lihat pada tabel
dan diagram berikut.

78

Tabel 4.2. system Konstruksi Penagulangan Banjirpada tiap stasium pengamatan


No

sta

System Konstruksi Penangulangan di pakai

1
1.000
2
1.500
3
2.000
4
2.500
5
3.000
6
3.500
7
4.000
8
4.500
9
5.000
10
5.500
Sumber: Survey 2013

perkuatan tebing
pekuatan tebing
perkuatan tebing
perkuatan tebing, penambah elevasi
perkuatan tebing, penambah elevasi
perkuatang tebing
perkuatang tebing
perkuatang tebing
penghambat arus
-

System penaganan banjir pada sungai Becora dapat di lihat pada Diagram di
bawah ini (gambar 4.13)

Gambar 4.13: Diagram system Penaganan banjir


Sumber: Hasil analisis 2013

79

Dari diagram tersebut di atas (gambar 4.13) menunjukkan bahwa ada tiga jenis
system penaganan banjir yang terpakai dalam sungai Becora. Dari ketiga jenis system
penaganan ini sisten penaganan yang banyak di pakai adalah system perkuatang
tebing, system perkuaatang tebing ini hapir di pakai pada seluruh tebing sungai dan
memiliki persentasinya adalah 73% kemudian system penambahan elevasi di pakai
denanyak 18% dan penghambat arus adalah 9%.

4.3.3. Jenis-jenis kerusakan konstruksi penagulangan Banjir


Kerusakan merupakan merupakan tantangan yang di hadapai oleh setian konstruksi
bangunan, dalam konstruksi bangunan pengendali banjir ada beberapa macam kerusakan
pada konstruksi-konstruksi tersebut i antaranya dapat dilihat pada hasil survey berikut ini.

1. Longsor
Longsor yang terjadi pada tiapa tebing sungai merupakan erosi yang di
sebabkan oleh aliran air permukaan, atau air hujan dan sungai, sehingga
menyebabkan pergerakan massa. Pada (gaambar 4.14) peneliti melakukan
pengamatan pada stasium pengamatan (Sta 1.500) terjapat longsoran pada sebelah
kiri tebing sungai, sepanjamg 150 meter dengan tinggi longsoran setinggi 1.5 meter.

80

Gambar 4.14: Logsoran pada tebing Sungai


Sumber: Photo Penelitian

Terjadinya lonsor pada tebing adalah adanya curah hujan yang


relatif tinggi. Curah hujan tinggi sebenarnya bukan menjadi masalah jika
memang kondisi gunung, bukit, tebing memiliki pepohonan yang cukup.
Faktor penyebab longsor pada tbing adalah tebing yang berbentuk lereng terjal
yang terjadi akibat adanya proses pengikisan tanah oleh air sungai.
2. Geser
Geser atau pergeseran adalah peralihan atau perpindahan. Pergeseran dalam
hal ini ialah pergeseran pada konstruksi pengendalian banjir pada sungai Bekora
akibat gaya yang di terima oleh aliran air sungai. Kerusakan akibat geser
dapat di lihat pada (gambar 4.15), terdapat pada (Sta 1.500) kerusakan
sepanjang 50 meter.

81

Gambar 4.15: Pergeseran Pada Konstruksi Pengendalian Bamjir


Sumber: Photo Penelitian

Kerusakan geser disebakan oleh gaya pada arah horisontal/ datar. Geser
seperti ini cukup membahayakan bila tidak segera di tangani, karena bisa
menyebakan konstruksi roboh dan tidak mampu menopang beban

yang di

terimanya. Hal ini de sebabkan oleh kualitas material konstruksi yang sangat
minim.
3. Retak
Retak amerupakan

awal dari rusaknya suatu konstruksi, atau suatu

konstruksi akan rusak, pada umumnya akan mengalami retak pada bagian
strukturnya, sehingga tidak lama kelamaan tidak terutuh lagi. Kerusakan akibat
retak dapat di lihat pada (gambar 4.16), terdapat pada (Sta 1.500) kerusakan
sepanjang 50 meter.

82

Gambar 4.16: Keretakan pada kostruksi pengendali Banjir


Sumber: Photo Penelitian

Keretakan pada dinding banyak disebabkan oleh kurangnya kualitas beton


dinding basement. Kualitas beton dinyatakan dengan satuan K (contoh: K-125,
K-175, K-250 dst). Keretakan yang terjdi ini karena adanya pergerakan tanah
pada tebing, sehingga terjadi keretakan pada dinding penahan. Ini dapat juga
mengakibatkan runtuhnya konstruksi tersebut.
4. Guling
Jenis kerusakan gulig merupakan kerusakan yang terjadi akibat tekanan tanah
dan pengaruh gerusan debit air sungai. Gambar 4.17 merupakan kerusakan akibat
guling yang terjadi pada stasium pengamatan (Sta 4.500) kerusakan terjadi pada
perkuatan tebing sebelah kiri kerusakan sepanjang 50 meter.

83

Gambar 4.17: Kerusakan konstruksi pengendali banjir akibat guling


Sumber: Photo Penelitian

Kerusakan akibat guling terjadi karena tekanan tanah lateral yang diakibatkan
oleh tanah urugan di belakang dinding penahan cenderung menggulingkan dinding
dengan pusat rotasi pada ujung kaki depan pondasi. Momen penggulingan ini,
dilawan oleh momen akibat berat sendiri dinding penahan dan momen akibat berat
tanah di atas plat pondasi
5. Kupas
Kerusakan kupas terjadi akibat gerusan debit air sungai sehingga terjadinya
struktur konstruksi pengendali Banjir terkupas. Pada (gambar 4.18) peneliti
mengamati pada stasium pengamatan (Sta 5.000) terdapat jenis kerusakan kupas
pada dasar struktur bangunan penghambat arus.

84

Gambar 4.18: Kerusakan akibat kupas pada konstruksi pengendali Banjir


Sumber: Photo Penelitian

Kerusakan ini terjadi karena adanya gerusan air banjin yang deras,
sehingga dapat juga mengakibatkan sobeknya permukaan struktur hingga lama
kelamaan akan roboh.

Tingkat kerusakan Pada sungai bekora dapat di lihat pada garfik berikut:

Gambar 4.19: Diagram Kerusakan Pada Konstruksi Pada sungai Becora


Sumber: Hasil anlisis 2013

85

Pada diagram di atas (gambar 4.19) dapat di baca bahwa jenis kerusakan
pada konstruksi pengendali banjir pada sungai Becora terdapat jenis kerusakan
berupa kupas menjadi tingkat kerusakan yang lebir besar (32%) dan yang
menunjukan tingkat yang terkecil adalah kerusankan dengan longsor (11%).
Jenis-jenis kerusakan pada setiap stasium pengamatan dapat di lihat pada (table
4.2).

Table 4.3: Jenis-jenis kerusakan


No

sta

Jenis kerusakan pada konstruksi peneganan

1
1.000
2
1.500
3
2.000
4
2.500
5
3.000
6
3.500
7
4.000
8
4.500
9
5.000
10
5.500
Sumber: Survey 2013

longsor, geser, retak, guling, kupas


retak
retak
guling, kupas
retak, kupas
guling, kupas
retak, kupas
-

4.4. Analisis hidrologi


Dalam analisi hidrologi dilakukan perhitungan debit rencana dengan menggunakan
Persamaan (2.2 s / d 2.5). Parameter yang dihitung meliputi Intensitas Curah Hujan (I)
dan Waktu Konsentrasi (Tc).

86

4.4.1. Curah Hujan Harian (CH)


Untuk mengetahui besarnya curah hujan rencana yang terjadi pada daerah alirang
sungai (DAS) Becora, diperlukan data curah hujan selama beberapa tahun. Seperti telah
di katakan di atas bahwa data curah hujan yang di gunakan dalam menganalisis curah
hujan harian maksimum adalah data yang diperoleh dari badan meteorologi dan geofisika
stasium airoportu Presidente Nicolau Lobato Comoro Dili Timor Leste dan DNGRA.
Data curah hujan yang diperoleh adalah data curah hujan selama 10 tahun terkahir yaitu
dari tahun 2003-2012, lihat (diagram 4.4)

Gambar 4.20: Diagram data curah hujan


Sumber: SAS (DNGRA)

Dari data curah hujan di atas (gambar 4.20), curah hujan yang paling tinggi adalah
curah hujan yang terjadi pada tahun 2010 dengan curah hujan sebesar 360 mm/dtk dan
yang paling terkecil adaalah curah hujan yang terjadi pada tahun 2009 dengan senilai
34.6 mm/dtk.

87

4.4.2. Parameter Statistik


Sebelum menetukan pola distribusi hujan terlebih dahulu mentukan parameter
statistik, parameter statistik digunakan sebagai dasar dalam menentukan pola distribusi
terahdap data yang ada, karena belum tentu data yang terkumpul di lapangan sudah
memenuhi syarat tersebut, dalam kasus-kasus seperti ini analisis statistik dapat di
manfaatkan dalam analisis hidrologi untuk studi tentang debit banjir. Persamaan yang
digunakan adalah persamaan (2.10 - 2.21).

Setelah parameter dari masing-masing distribusi di hitung, maka selanjutnya


ditentukan atau di cocokan dengan syarat parameter statistik yang tepat atau mendekati.
Sama halnya peryataan (Triatmodjo, 2010) bahwa, Penentuan distribusi yang sesuai
dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter statistik dengan ketentuan
sebagai berikut.

Tabel 4.3: Uji kecocokan


Uji kecocokan
chi kuadrat
smirnov kolmogrof
Sumber: Hasil anlisis 2013

Nilai label
X2 = 3.841
D=0,41

Nilai hitung
X2=3
D=0,11656

Denagan demikian dari hasil pada tabel di atas dapat di lihat bahwa dengan uji
Chi-Kuadrat pemperoleh nilai X2
nilai D

tabel

> D

hitung

tabel

> X2

hitung

dan Smirnov Kolmogrov memperoleh

maka dari hasil tersebut dapat mengambil kesimpulan bahwa

probabilitas distribusi Log Person tipe III tepat untuk distribusi curah hujan sungai
Becora.

88

4.4.3. Waktu konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi (tc) adalah perjalanan yang di butuhkan oleh air dari dari
tempat yang paling jauh (hulu DAS) ke titik pengamatan aliran air. Waktu konsentrasi
(tc) dapat di hitung dengan mengunakan persamaan (2.1) atau dengan mengunakan
persamaan (2.24 2.26).

Gambar 4.21: Diagram waktu konsentrasi (tc)


Sumber: Hasil analisis 2013

Pada diagram tersebut di atas (gambar 4.21), merupana waktu konsentrasi (tc)
pada tiap masimg-masing satasium pengamatan. Pada tiap masing-masing stasium
pengamatan memiliki waktu konsentrasi masing-masing, berhubungan dengan kondisi
sasing masing. Waktu konsentrasi yang paling besar, merupan daerah alirang yang sangat
datar sehingga membutukan waktu untuk pengaliran, sebaliknya daerak aliran yang telalu
miring cukup membutuhkan waktu konsentrasi yang sedikit. Pada diagram terbaca bahwa
waktu konsentrasi yang paling besar adalah 5.42 menit (Sta 2.000) dan yang paing kecil
adalah 1.48 menit (Sta 2.500).

89

4.4.4. Intensitas (I)


Menurut (Suripin, 2004) Intensitas (I) adalah jumlah hujan yang dinyatakan
dalam tinggi hujan atau volume hujan dalam tiap satuan waktu. Intensitas (I) hujan dalam
rumus Rasional dapat di hitung dengan persamaan (2.2) sebagai berikut (lihat diagram
4.6).

Gambar 4.22: Diagram Intensitas Curah Hujan 5 tahun (I)


Sumber: Hasil analisis 2013

Dari diagram di atas (gambar 4.22), menunjukan bahwa curah hujan paling tinggi
terjadi pada (Sta 1.000) merupakan daerah hilir yang menerima volumen curah hujan
paling banyak sebesar 53.03 mm/jam, sebab intensitas curah hujan yang terjadi pada (Sta
5.500) daerah hulur sebesar 22.34 mm/jam, kemudian perlahan-lahan intensitas curah
hujan menjadi besar hingga pada stasium pengamatan pertama.

90

4.4.5. Debit Rencana (Qt)


Debit Rencana adalah debit banjir yang di gunakan sebagai dasar untuk
merencanakan tingkat pengamanan. Menurut (Kmiana, 2011), debit rencana adalah debit
dengan periode ulang tertentu (T) yang di perkirakan akan melalui suatu sungai atau
bangunan air. Dalam debit rencana metode rasional dapat di hitung dengan persamaan
(2.22 dan 2.23) sebagai berikut:

Gambar 4.23: Diagram debit Rencana 5 tahun (Q5)


Sumber: Hasil analisis 2013

Dari garfik pada (gambar 4.23), terbaca bahwa debit rencana 5 tahun (Q5), pada
setiap stasium pengamatan mulai dari daerah hulur pengamatan yaitu (Sta 5.500)
dengan debit rencana 5 tahun (Q5), sebesar 3.848 m3/dtk kemudian mengalir dari daerah
hulur perlahan debint menjadi bertambah hingga pada stasium pengamatan awal (Sta
1.000) debit rencana bertambah sebesar (Q5) 18.265

91

4.5. Analisis Hidrolika

4.5.1. Volumen Penampang sungai (Qs)


Volume Penampang sungai (Qs), merupakan dimensi yang menerima debit air
banjir (Qt) atau dengan kata lain demensi yang mengalirkan debit rencana (Qt) pada
sungai. Volumen penampang sungai dapat di ketahi dengan mengunakan persamaan
(2.32) demikian, volume penampang sngai Becora dapat di lihat dari diagram di bawah
ini.

Gambar 4.24: Diagram volume Penampang Sungai


Sumber: Hasil analisis 2013

Dari diagram tersebut di atas (gambar 4.24) menunjukakan bahwa ada beberapa
volumen panampang sungai yang wangat berukuran kecil sehingga dapat di prediksikan
tidak akan mampu menangulangi debit rencana (Qt) yang akan melalui penempang
tersebut. Volumen penampang sungai pada tiap stasium pengamatan dapat di hitung
dengan persamaan (2.33). dar hasil perhitungan berdasarkan pula kondisi keadaan pada
lokasi survey yang menunjukkan bahwa pada derah yang ver penampang sangata jurang,
seperti pada (Sta 4.000) menunjukkan bahwa tersebut merupakan volumen penampang

92

yang paling besar yaitu 58.500 m3 dan yang paling kecil atau penampang yang di katakan
derah rawan yaitu pada penampang pada kedua Sta terakhir pada daerah hulur (Sta
5.000 dan 5.500 yang bervolume 12.510 m3 dan 10.380 m3). Juga volumen penampang
yang paling kecil di temukan juga pada (Sta 1.000) dengan volumen sebesar 15.840.

4.5.2. Debit Banjir (Qt) Pada setiap penampang sungai (Qs)


Untuk mengetahui dimana letak titik rawan banjir yang bisa mengakibatkan akan
terjadi limpasan pada sungai Becora, dimana dimensi penampang harus mampu
mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh penampang
harus sama atau lebih besar dari debit rencana (Qs Qt). hubungan ini ditujukan sebagai
berikut:
Table 4.4: Perbandingan Qt dan Qs
No

Sta

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
5.500

5 tahun
18.27
10.33
9.40
8.91
8.91
7.52
7.14
6.88
6.72
3.85

Qt
10 tahun 20 tahun
33.42
55.61
20.17
34.95
18.35
31.80
17.40
30.15
17.40
30.15
14.68
20.36
13.94
19.32
10.07
18.61
9.84
18.20
8.45
15.62

Sumber: Survey 2013

93

50 tahun
94.95
61.39
55.86
52.96
52.96
37.24
35.35
34.04
33.29
28.58

QS (m)
15.84
20.52
25.88
24.71
29.78
33.24
58.50
38.57
12.51
10.38

4.5.3. Debit rencana 5 tahun

Gambar 4.25: Diagram debit rencana 5 tahun pada setiap Stasium pengamatan
Sumber: Hasil analisis 2013

Pada (gambar 4.25) menjelaskan bahwa pada tiap penampang sungai di setiap
stasium pengamatan memiliki debit debit rencana yang berbeda-beda, di antarnya mulai
dari daerah hulur degan debit yang kecil, kemudian perlahan debit mengalir menuju hilir
dan aliran tersebut bertambah menjadi besar.
Dari diagram tersebut juga (gambar 4.25) menjelaskan bahwa pada stasium
pengamatan (Sta 1.000) kapasitas tampungan sungai (Qs) tidak mampu menangulangi
banjir yaitu Qs=18.27 dan Qt=15.84 sehingga dikatakan Qs > Qt sehingga terjadi
limpasan pada statium tersebut.

94

4.5.4.

Debit rencana 10 tahun

Gambar 4.26: Diagram debit rencana 10 tahun pada setiap pengamatan Stasium
Sumber: Hasil analisis 2013

Pada diagram (gambar 4.26) samahalnya juga dengan diagram (gambar


4.25) menjelaskan bahwa debit rencana pada stasium pengamatan (Sta 1.000)
lebih besar dari Kapasitas tampungan (Qs > Qs) sehingg aterjadi limpasan atau
banjir.

4.5.5. Debit Rencana 20 tahun

Gambar 4.27: Diagram debit rencana 20 tahun pada setiap Stasium pengamatan
Sumber: Hasil analisis 2013

95

Diagram pada (gambar 4.27) menjelaskan bahwa ada 5 stasium


pengamatan yang terjadilimpasan atau banjir, di antaranya Sta 1.000, Sta
1.500, Sta 2.000, Sta 2.500 dan Sta 3000. Dengan demikian peneliti
mengambil keputusan bahwa, pada stasium-stasium tersebut merupakan daerah
yang di katakan rawanbanjir, dan perlu adanya system konstruksi dan
penangulangan yang baik pada tiap stasium yang dinyatakan rawan banjir ini.

4.5.6. Debit Rencana 50 tahun

Gambar 4.28: Diagram debit rencana 50 tahun pada setiap Stasium pengamatan
Sumber: Hasil analisis 2013

Diagram pada (gambar 4.28), juga menjelaskan bahwa limpasan terjadi pada 6
stasium pengamatan yaitu terjadi pada stasium pengamatan pertama hingga
stasium ke enam (Sta 1.000 s/d Sta 3.500).

96

4.6.

Solusi

4.6.1. Kerusakan struktur


Dari hasil survey menunjukkan ada beberapa jenis system konstruk
penagulangan banjir yang

digunakan di antaranya: Perkuatan tebing (tembok

penahan, bronjon dan tangul), penghambat arus (dam), penambahan elevasi muka
air (weir), dari ketiga jenis system konstruksi tersebut, terdapat beberapa
kerusakan meliputi:
a. Kupas
Jenis kerusakan kupas pada konstruksi pengendali banjir, merupakan
persen kerusakan yang paling besar hingga mencapai 32%. Dengan adanya
kerusakan kupas pada struktur di sebabkan karena adanya aliran banjir mengerus
permukaan konstruksi sehingga menjadi terkupas, oleh kerena itu:

perlu adanyakualitas material yang baik dalam pengunaan konstruksi,

perrlu adanya sestem penghambat arus agar mengurangi gerusan air yang
terjadi pada permukaan konstruksi

b. geser
kerusakan akibat geser,kerusakan ini terjadi pada system penaganan banjir
pada sungai becora, memiliki persentase sebesar 11%, kerusakan ini di sebabkan
oleh gaya pada arah horizontal/datar. Hal ini juga di sebabkan oleh kualitas
material minim sehingga tidak mampu menompang beban yang di terimanya.
Maka dari itu, perlu adanya kualitas material yang baik dalam pengunaan
konstruksi.

97

c. Longsor
Kerusakan akibat longsor terjadi sebesar 11% pada sungai Becora
kerusakan ini pada umumnya terjadi pada tebing sungai. Kerusakan longsor
terjadi pada saat cura hujan relatif tinggi, sehingga pada tebing yang berbentuk
terjal akan terjadi kelongsoran pada waktu itu. Untuk menagani kerusakan ini,
perlu adanya peghijauan, atau penanaman pohon pada tebing sehingga tidak
terjadi lagi permasalahan tersebut pada saat curah hujan yang tinggi.
d. Retak
Kerusakan akibat retak terjadi pada perkuatang tebing yang mengunakan
beton kerusakan ini terjadi karena kurang nya kualitas beton. Sehingga pada saat
terjadi adanya pergeseran tanah pada tebing, akan terjadi keretakan pada
perkuatan tersebut, maka perlu adanya:

Penanaman tumbuhan pada tebing sungai

Harus menambah kualitas beton.

e. Guling
Kerusakan akibat guling terjadi karena tekanan tanah lateral yang
diakibatkan oleh tanah urugan di belakang dinding penahan cenderung
menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada ujung kaki depan pondasi.
Momen penggulingan ini, dilawan oleh momen akibat berat sendiri dinding
penahan dan momen akibat berat tanah di atas plat pondasi, maka dari itu perlu
adanya:

Penanaman tumbuhan pada tebing sungai

Harus menambah kualitas beton.

98

4.6.2. Kapasitas tampungan


Dari data anlisis hidrolika debit rencan (Qt) terbukti bahwa lebih besar
daripada kapasitas tampungan (Qs) terdapat pada stasium pengamatan (Sta
1.000) dan (Sta 1.500). hal ini di sebabkan oleh adanya

beberapa kasus

sehingga dapat menimpa terjadinya kapasitas tampungan yang minim, di


antaranya:
a. Timbunan pada dasara sungai (Sta 1.000)

Gambar 4.29: penampang sungai tertimbung


Sumber: Survey 20013

Penampang sungai pada stasium pengamatan ini perlu adanya pengerukan


agar kapasitas tampungan pada sungai tersebut bisa mampu menangulangi banjir,
selain memperdalam dengan pengerukan bisahjuga dengan memperluas
permukaan sungai agar kapasitas tampungan sungai bisah bertambah.

99

b. Tangul pada tebing kanan kurang tinggi (Sta 1.500)

Gambar 4.30: perkuatantebing kanan dengan tangul


Sumber: Survey 20013

Pada stasium pengamatan (Sta 1.500) perkuatang tebing kanan dengan tangul di
perlukan adanya perbaikan struktur sehingga dapat menampung aliran banjir dengan
baik. Pada stasium tersebut di atas pada tebing tersebut harusnya memakai struktur
perkuatan tebing yang harusnya lebih baik laigi dan lebih kokok lagi di antaranya bisah
mengunakan perkuatan tebing bronjong atau bisa juga mengunakan struktur tembok
penahan.

100

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di bab IV, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa:
1) System konstruksi pengendalian banjir yang di pakai dalam sungai Becora
terdapat tiga jenis konstruksi system pengendalian banjir yaitu
a. System perkuatang tebing
Ada tiga jenis system perkuatan tebing yaitu :

Tembok penahan

Bronjong

Tangul

b. System penghambat arus


System konstruksi penghambat arus banjir yang di pakai pada sungai Becora
adalah dengan mengunakan system konstruksi Bendungan/DAM.
c. System penambahan elevasi muka air
System penambahan elevasi muka air yang di pakai dalam pengendalian
banjir pada sungai Becora adalah system konstruksi bendungan/WEIR.

102

2) Pada ketiga jenis system pengendalian banjir tersebut di atas terdapak beberapa
jenis kerusakan yang ada pada konstruksi konstruksi tersebut, sehingga perlu
adanya perawwatan dan pemeliharaan pada system-system tersebut. Jenis-jenis
kerusakan tersebut diantaranya: kerusakan akibat Longsor (11%), Geser (11%),
Retak (26%), Guling (21%) dan kupas (32%).
3) Berdasarkan anaalisis hidrology dan hidrolika, pada debit rencana periode ulang 5
tahun dan 10 tahun menunjukan pada stasium pengamatan (Sta 1.000 dan Sta
1.500) menunjukan bahwa pada stasium pengamatan tersebut terjadi limpasan
dehingga dikatan sebagai daerah titik rawan pada sungai tersebut. Dari analisi ini
juga dapat di simpulkan bahwa jangankan debit rencana periode ulang 10 tahun,
20 tahun dan 50 tahun, tetapi pada debir rencana periode ulang 5 tahunpun telah
terjadi limpasan pada stasium-stasium pengamatan tertentu senhingga perlu
adanya perawatan system konstruksi penagulangan banjir pada tiap periode 5
tahun.

5.2. Saran
1) Perlu adanya perawatan system konstruksi sungai secara rutin, agar bahaya
banjir selau terkendali,

juga dalam pelaksanaan konstruksi sintem

penagulangan harus di maksimalkan kualitas material.


2) Prioritas penangnan harus diberikan sesuai tingkat kerawanannya, yaitu
pertama ke ruas-ruas paling kritis seperti kasus-kasus yang telah di
indentifikasi dalam laporan penelitian ini dengan memperbaiki bangunanbangunan seperti tembok penahan baik pasangan tangul maupun bronjong
yang telah rusak.

103

3) Keberahasilan suatu rencana system pengendalian banjir maupun bangunan


hidrolika pada umumnya sanggat ditentukan oleh informasi hidrologi,
sehingga adanya ketidak pastian dalam pengunaan rumus-rumus rasional
akibat keterbatasan data-data. Hal ini dapat diantisipasi melaui pembagunan
jaringan hidrometri dan pembenahan system pendataan yang memadai agar
didapatkan informasi hidrologi yang akurat seperti pasangan data debit dan
hujan jam-jaman terukur.
4) Dari debit rancagan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk
perencanaa bangunan-bangunan pengendalian banjir.
5) Untuk meminimalsir resiko banjir pada jangka pendek, perlu dilakukan upaya
penangannya pada daerah-daerah yang di identifikasi daerah banjir.

104

DAFTAR PUSTAKA

Dias, M.M., (2011), studi kapasitas saluran drainase daerah Colmerah-dili, Timor
Leste, Tugas Akhir Teknik Sipil Fakultas Teknik Dili Institue of Technology,
Timor Leste.
Gama, (2012), Analisa Debit Rancangan Das Comoro Untuk Pengendalian Banjir di
Dili Timor Leste, Tugas Akhir Teknik Sipil Fakultas Teknik Dili Institue of
Technology, Timor Leste.
Hasmar, (2012), Drainase terapan, Yogyakarta.
Kamiana, (2011), Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air, Yogyakarta,
Edisi Pertama.
Kiotoka, (2003), Hidrologi untuk pengairan
Soewarno, (1995), Hidrologi Bandung, jilid 1.
Soewarno, (1995), Hidrologi Bandung, Jilid 2.
Soedrajat, (1983), Mekanika Fluida dan Hidrolika bandung 1983.
Suripin, (2004), Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi. Yogyakarta.
S.N. (1997), Drainase Perkotaan Penerbit: GUNADARMA
Triotmodjo, (2008), Hdrolika II Cetakan ke tujuh.
Triotmodjo, (2010), Hidrologi Terapan Cetakan ke dua.

106

Wesli, (2008), Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama.
Wilson, (1993),Hidrologi Teknik edisi ke empat, penerbit ITB Bandung.
___ (2003), Water Supply and Sanitation Rehabilitation Project on Urban Drainage and
Wastewater Strategy, Dili, Diresaun Nasional Saneamento Basico (DNSB).
___ (2008), Kamus istilah Bidan Pekerjaan Umum (BPU).
___ www//http//wilkipedia 2013//konstruksi penaganan banjir.

107

LAMPIRAN
1

Peneliti sedang mengkur penampang sungai


2

Peneliti menetukan Stasium Pengamatan


3

Peneliti Sedang Mengukur kecepatan air


109

Peneliti sedang menetukan elevasi sungai dengan GPS

5
No

sta

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
5.500

Penampang Subgai
Luas
Luas atas
Tinggi
Bawa

21
21
20
21.5
24.7
20.5
26
21.2
14.5
13.4

18
18
17
17.5
20.6
24.5
23
18.7
14.5
13.4

1.2
1.5
2
1.5
2
2
4
1
1
1

A (m)

QS
(m)

26.40
34.20
43.13
41.19
49.63
55.40
97.50
64.28
20.85
17.30

15.84
20.52
25.88
24.71
29.78
33.24
58.50
38.57
12.51
10.38

Data-data survey Lokasi

110

elevasi
elv. Hul

elv. Hil

14.1
16.8
16.8
20.7
20.7
21.6
21.6
47.7
47.7
60.9
60.9
65.7
65.7
75
75
89.4
89.4
100.8
100.8
105.6
0.016636364

kemirigan

tc

0.0054
0.0078
0.0018
0.0522
0.0264
0.0096
0.0186
0.0288
0.0228
0.0096

3.67
3.18
5.59
1.53
1.99
2.94
2.28
1.92
2.11
2.94

Data Analisis Frekuensi

Uji Smienov

111

Pehitungan jenis Distribusi


112

Hujan Kala ulang Rencana

113

RIWAYAT PENULIS

Amaro Bino da Costa Fernandes di lahirkan di Caicasalare Subdistrito Uato Carbau, Distrito Viqueque, Timor Leste, 30 agustus
1988. Sebagai anak pertama dari ke lima bersaudara, dari pasangan
Armindo Quito dan Martinha da Costa Guterres, penulis mulai
menjengjang pendidikan sekolah dasar di (SDN 01) Uato Carbau
pada tahun 1996 sampai dengan 2002. Dari tahun 2002 sampai
dengan 2005 penulis melanjutkan pendidikan di sekolah tingkat pertama (SMPN 01)
Uato Carbau. Kemudian pada tahun 2005 sampai 2008 penulis menjenjang
pendidikannya di sekolah technology menengah Catolik di Colegio Don Bosco
Fatumaca, jurusan pembangunan. Dan pada tahun 2008 berhubungan dengan ekonomi
keluarga maka, penulis berhenti dari semua hal pendidikan dan pulang kembali ke
kampung halaman untuk membantu orang tuanya. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan Bachelor of Engineering (S-1) di JurusanTeknik Sipil Fakultas Teknik
Institute Dili Institute of Technology (DIT).

115

You might also like