You are on page 1of 3

Terdapat 2 macam kultur embrio (Kuswandi, 2012):

1. Kultur embrio biji yang muda


Biasanya dilakukan untuk menyelamatkan embrio pada fase
awal perkembangannya. Kultur ini sulit dilakukan karena
embrio masih membutuhkan nutrisi yang kompleks dan harus
dicukupi dalam media kultur
2. Kultur embrio dari biji yang sudah tua (matang).
Teknik ini lebih mudah dan biasanya dilakukan untuk
mempecepat pertumbuhan embrio menjadi bibit. Media yang
digunakan lebih sederhana
Contoh kultur embrio pada tanaman clover (iTrifolium sp.)
(Kuswandi, 2012) :
Fase 1 : konsentrasi sucrose yang tinggi, auksin sedang, dan
sitokinin rendah untuk 1-2 minggu. Embrio kemudian mengalami
hambatan pertumbuhan dan harus dipindahkan pada media lain.
Fase 2 : Konsentrasi sucrose normal, auksin rendah, dan sitokinin
sedang. Embrio tumbuh dan tunas mulai terlihat
Fase 3 : Embrio dengan tunas dipindahkan pada media dengan
auksin rendah dan sitokinin tinggi untuk stimulasi perbanyakan
tunas. Tunaskemudian diakarkan dan dipindah tanam.
Fase 4 : Embrio dengan pertumbuhan baru tetapi tidak teratur,
dipindahkan untuk induksi embryogenesis somatic.
Aplikasi kultur embrio (Kuswandi, 2012):
a. Membantu perkecambahan yang sulit
Pada spesies tertentu perkecambahan sulit terjaadi secara in
vivo sehingga kultur embrio dilakukan untuk terjadinya
perkecabahan.
Contoh : Colocasia esculenta, Musa balbisiana, Pinus sp.
b. Pemendekan siklus breeding
Untuk mematahkan dormansi biji atau mempercepat proses
perkecambahan sehingga mempercepat siklus hidup.
Contoh : mawar, kelapa sawit
Untuk mempercepat breeding dengan kultur embrio yang
belum matang atau masih sangat muda.
Contoh : Anggrek
c. Mencegah embryo abortion pada tanaman buah yang
buahnya matang sebelum embrio berkembang. Contoh :
cherry,plum, apricot, dan peach. Transport air dan mineral ke
embrio menjadi tehambat sehingga embrio tidak berkembang.
d. Perbanyakan vegetative.
Perbanyakan vegetative lebih mudah dilakukan dengan
eksplan berupa embrio. Misalnya pada Graminae dan
Coniferae. Embrio digunakan sebagai eksplan kemudian
diinduksi untuk pembentukan tunas.

Benih terdiri dari embrio dan endosperm. Embrio dapat tumbuh dan berkembang
antara lain karena adanya nutrisi yang disediakan oleh endosperm. Benih yang
endospermnya sedikit atau rusak oleh karena serangga atau mikroorganisme patogen,
menyebabkan embrio tidak dapat tumbuh dan akhirnya mati (Henuhili, 2012).
Kultur embrio sangat bermanfaat khususnya bagi pemulia tanaman yang berusaha
menyilangkan tanaman antar spesies atau genus yang dapat menyebabkan keguguran
embrio akibat ketidakcocokan kromosom. Dengan teknik embryo rescue, embrio yang
belum matang dan belum mati atau jatuh dari pohon induk dapat diselamatkan dengan
menanam embrio tersebut pada media in vitro (kultur jaringan) (Henuhili, 2012).
Hasil percobaan dari Laibach (1925-1928), telah dapat ditumbuhkan embrio biji
tanaman Linum pada kertas filter atau kapas yang mengandung sukrose atau glukosa.
Embrio dapat tumbuh apabila nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhannya.
Embrio yang belum dewasa memerlukan media dengan nutrisi dan zat tambahan yang
lebih lengkap untuk pertumbuhan-nya dibandingkan embrio yang dewasa, yang
berasal dari biji yang masak (Henuhili, 2012).
Sterilisasi pada kultur embrio dimulai dengan sterilisasi biji. Biji yang keras dapat
direndam dalam air terlebih dahulu untuk memudahkan mengambil embrio di
dalamnya. Setelah biji disterilisasi, embrio dapat diambil untk di tanam pada media
kultur. Embrio yang masih sangat muda perlu dikeluarkan dengan hati-hati supaya
tidak terpotong (Henuhili, 2012).
Media yang digunakan untuk kultur embrio akan bervariasi tergantung umur embrio
dan tujuan akhir dari kultur yang dilakukan. Bahkan dalam satu botol media dapat
dibuat mengandung 2 macam media untuk mendukung pertumbuhan embrio melalui
beberapa tahapan secara normal (Yeung et al., 1981 dalam Henuhili, 2012).
Teknik kultur embrio pada kelapa kopyor (Sukendah dkk, 2006) :
1)

Embrio diisolasi berupa silinder endosperm dari buah kelapa kopyor umur 1112 bulan dengan bantuan alat spatula berukuran 2 cm. Silinder endosperm
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang beisi akuades, untuk disterilisasi.
Sterilisasi endosperm dilakukan dengan menggunakan klorok 20% selama 10
menit dan dibilas dengan akuades steril. Di dalam Laminar Air Flow embrio
diekstrak dari silinder endosperm. Sterilisasi embrio menggunakan klorok
10% selama 5 menit yang dilakukan dua kali. Sebelum diinokulasi embrio
dibilas dengan akuades steril sebanyak tiga kali.

2)

Embrio yang sudah steril ditanam ke dalam media yang sesuai. Jika embrio
sudah berkecambah, embrio dipindahkan ke media yang baru dan planlet
disubkultur setiap 3 bulan sekali sampai subkultur yang ke 4.

3)

Planlet-planlet hasil kultur embrio yang sudah memilikiakar primer dan akar
lateral yang cukup kemudian diaklimatisasi.

Kuswandi, P.C. 2012. Embryo Culture. UNY. Yogyakarta


Henuhili, V., Paramita C.K. 2012. Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan
Tumbuhan. UNY. Yogyakarta
Sukendah, I.N. Djajanegara, Makhziah. 2006. Protokol Kultur Embrio
Sigotik Kelapa Kopyor. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8 (1) :
15-20

You might also like