You are on page 1of 9

ACARA III

PROTEIN
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara III protein adalah untuk mengetahui kadar
protein total dari sampel kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai hitam dan
kacang kedelai putih dengan menggunakan metode Kjeldahl.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Asam amino utama yang terkandung pada kacang hijau adalah
metionin dan sistein, dan masing-masing mempunyai titik isoelektrik 5,7
dan 4,3. Kedua asam amino tersebut termasuk ke dalam asam amino
polar. yang memiliki sifat sebagai berikut, memiliki gugus R yang
tidak bermuatan,

dan bersifat hidrofilik,

serta cenderung terdapat di

bagian luar molekul protein. Sifat protein yang hidrofilik atau mampu
menyerap air disebabkan oleh adanya rantai yang mempunyai gugusgugus

polar,

sulfhidril,

seperti

sehingga

karbonil,

hidroksil,

amino,

karboksil,

dan

dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.

Dengan jumlah dan tipe gugus-gugus polar yang berbeda maka


kemampuan protein dalam menyerap air pun berbeda (Triyono, 2010).
Kacang hijau memiliki kandungan serat makanan 4,3 gram dalam
100 gram. Kacang hijau juga merupakan sumber zat gizi tinggi, terutama
protein nabati (Kusharto, 2006). Kandungan protein pada kacang hijau
sebesar 22%, kandungan protein (asam amino) biji kacang hijau ini cukup
lengkap terdiri atas asam amino esensial yakni Isoleusin 6,95%; Leucin
12,90%; Lysin 7,94%; Methionin 0,84%; Phenylalanin 7,07%; Theonin
4,50%; Valin 6,23% dan juga asam amino nonesensial yakni Alanin
4,15%; Arginin 4,44%; Asam Aspartat 12,10%; Asam Glutamat 17,00%;
Glycin 4,03%; Tryptophan 1,35%; dan Tyrosin 3,86%

(Nawangsari,

2012).
Asam klorida (HCl) yang bersifat asam kuat mengakibatkan
terdapat ion H+ yang berlebih, yang menunjukkan adanya kekeruhan dan

adanya endapan lebih banyak pada proses pemanasan. Keelektronegatifan


asam kuat lebih besar sehingga menarik ikatan elektron lebih kuat
daripada atom hidrogen, dan lebih mudah dalam pembentukan ion H +.
Kekuatan asam meningkat dengan naiknya keelektronegatifan atom X
pada ikatan HX (Triyono, 2010).
2. Tinjauan Teori
Protein

adalah

zat

yang

mengandung

nitrogen

yang

dibentuk oleh asam amino. Protein berfungsi sebagai utama komponen


struktural dari otot dan jaringan lain dalam tubuh. Selain itu, protein
digunakan untuk memproduksi hormon, enzim dan hemoglobin. Protein
dapat juga dapat digunakan sebagai energi, namun bukan menjadi pilihan
utama. Apabila protein akan digunakan oleh tubuh, protein perlu
dimetabolisme ke dalam bentuk yang paling sederhana, yaitu asam amino.
Ada 20 asam amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme
manusia. Dua belas asam amino ini (sebelas pada anak-anak) dapat
disintesis oleh tubuh kita dan tidak perlu dikonsumsi dalam bentuk
makanan (Hoffman, 2004).
Protein memiliki efek mengenyangkan lebih kuat dibandingkan
dengan karbohidrat dan lemak, dan diet protein tinggi mengakibatkan
pengeluaran energi meningkat setelah konsumsi daripada diet protein
rendah. Oleh karena itu makanan yang tinggi kandungan proteinnya dapat
digunakan untuk pengendalian berat badan dan pengobatan obesitas.
Selain itu, protein juga penting dalam diet orang tua dan mengonsumsi
makanan dengan asupan protein yang lebih besar dari kebutuhan protein
sehari-hari dalam tubuh dapat membantu mencegah kehilangan massa otot
pada lansia, dan penyakit-penuaan yang terkait (Saglam, 2013).
Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik
apabila bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam
amino esensial dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang
ada pada protein yang akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk
membentuk asam amino yang tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam
amino esensial yaitu asam-asam amino yang tidak dapat disintesis dalam

tubuh hewan dalam kecepatan yang diperlukan untuk pertumbuhan yang


normal (Suroyo, 2011).
Fungsi protein adalah: a) sebagai bahan bakar atau energi karena
mengandung karbon, maka dapat digunakan oleh tubuh sebagai bahan
bakar. Protein akan dibakar manakala keperluan tubuh akan energi tidak
diterpenuhi oleh lemak dan karbohidrat; b) Sebagai zat pengatur yaitu
mengatur berbagai proses tubuh baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sebagai bahan pembentuk zat-zat yang mengatur berbagai
proses tubuh; dan c) Sebagai zat pembangun yaitu untuk membantu
membangun sel-sel yang rusak maupun yang tidak rusak. Kebutuhan
protein meningkat sesuai dengan pertambahan umur (Maharani, 2010).
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan
adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung suatu
bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu
kimia Denmark pada tahun 1883. Kadar protein yang ditentukan
berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar
(crude protein). Dasar perhitungan penentuan kadar protein menurut
Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan
bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16%
(dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang
telah diketahu unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai.
Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai
cara) maka jumlah protein dapat diperhitungan dengan jumlah N x 6,25.
Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belom diketahui
komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian
6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang
faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai (Sudarmadji, 2010).
Analisa protein dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Analisa
kualitatif: Test Biuret, Test Molish, Test Xanthoprotein, Test Millon, Test
Ninhidrin; dan 2) Analisa kuantitatif: Metode Dumas, Spektrofotometri
UV, Titrasi formol, Turbidimetri atau kekeruhan, Metode Kjeldahl yang
terbagi menjadi 3 tahap: a) Destruksi: Sampel dimasukkan dalam labu

kjeldahl dengan bantuan corong kecil ditambah campuran selenium, 25ml


H2SO4 pekat kemudian dipanaskan dengan api kecil dulu sampai gas SO 2
yang berwarna putih hilang dengan posisi labu kjeldhal miring 45.
Pemanasan

dilanjutkan

sampai

terjadi

larutan

yang

jernih

(Maharani, 2010).
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung
nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen
10% (kisaran 13-19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa
protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi,
titrasi dan perhitungan. Dalam analisis ini yang dianalisis adalah unsur
nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus dikalikan dengan faktor protein
untuk memperoleh nilai protein kasarnya (Suroyo, 2011).
Penggumpalan protein dan endapan yang terbentuk dapat
disebabkan oleh terjadinya koagulasi dan denaturasi protein. Denaturasi
dapat mengubah sifat protein menjadi sukar larut dalam air. Penggumpalan
ini dapat disebabkan oleh pemanasan, penambahan asam, penambahan
enzim, dan adanya logam berat. Pemanasan lebih lanjut dan penambahan
asam ini akan menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga
protein akan mengendap. Denaturasi dapat diartikan sebagai perubahan
atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener
molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen.
Karena itu denaturasi dapat pula dikatakan sebagai suatu proses
terpecahnya ikatan hidrogen interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan
terbentuknya lipatan atau wiru molekul (Triyono, 2010).

C. Metodologi
1. Alat
a. Labu dekstruksi (labu kjeldahl)
b. Desikator
c. Gelas ukur
d. Pemanas listrik
e. Buret
f. Erlenmeyer
2. Bahan

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Kacang hijau
Kacang tanah
Kacang kedelai putih
Kacang kedelai hitam
Katalis campuran
Tablet kjeldahl
H2SO4
Larutan asam borat 4%
Na tiosulfat
Larutan HCl 0,02N

3. Cara Kerja

kacang hijau,
kacang hitam,
kedelai putih,
dan kedelai hitam
0,7 gram
katalis
campuran

ditumbuk halus dan


ditimbang 0,3 gram

dimasukkan ke dalam labu


kjeldahl

dilakukan dekstruksi dalam almari asam, mula-mula


dibuat perlakuan
yaitu
diatas
contoh
dengan blanko
api kecil
danseperti
setelahperlakuan
asap hilang,
api tanpa
dibesarkan,
pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak
berwarna larutan
sampai dipindahkan
jernih
ke dalam
20-60 ml
labu destilasi
aquadest dan
tablet kjeldahl
15 ml larutan
NaOH-Na
tiosulfat

ditambahkan pelan-pelan melalui


dinding tabung, dan dilakukan
destilasi

hasil destilasi ditampung dengan


erlenmeyer yang berisi asam borat

labu erlenmeyer berisi destilat diambil dan dititrasi dengan


HCl 0,02N hingga terjadi perubahan warna. Dibandingkan
D. Hasil dan Pembahasan
dengan titrasi blanko
Pada praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar protein pada
bahan pangan kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai putih dan kacang
kedelai hitam dengan metode Kjeldahl. Sampel yang digunakan ada kacang
hijau dan kacang tanah. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat
penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh
serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam
amino

yang

dihubungkan

dengan

ikatan

peptida.

Molekul

protein

mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur


logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Prinsip dasar penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl adalah
penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara
mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat
untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah
nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar
protein

dengan

mengalikannya

dengan

konstanta

tertentu.

Menurut

Sudarmadji (2010) umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata


16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang
telah diketahu unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai.
Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara)
maka jumlah protein dapat diperhitungan dengan jumlah N x 6,25. Untuk
campuran senyawa-senyawa protein atau yang belom diketahui komposisi
unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang
dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang faktor perkalian yang
lebih tepatlah yang dipakai (Sudarmadji, 2010).

Metode Kjeldahl ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:


penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl telah digunakan secara luas
di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode
lain, karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung,
diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar
nitrogen. Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik
membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
Namun metode ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu metode ini tidak
memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen
dalam makanan bersumber dari protein. Protein yang berbeda memerlukan
faktor koreksi yangberbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.
Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa
katalis. Selain itu, teknik yang digunakan pada metode kjeldahl membutuhkan
waktu yang cukup lama.
Analisa protein dengan metode kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.
Pada tahap destruksi, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O,
N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan
protein dalam suatu bahan. Untuk mempercepat proses destruksi ini,
ditambahkan katalisator. Penggunaan katalisator yang berupa tablet kjeldahl
ini berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik
didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat serta mempercepat
kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Karena
titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk
menguap. Dengan demikian, kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih
lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif.
Pada tahap destilasi, prinsipnya adalah memisahkan cairan atau larutan
berdasarkan perbedaan titik didih. Mula-mula larutan sampel hasil destruksi
yang telah dingin ditambah dengan aquadest. Tujuannya untuk melarutkan
sampel hasil destruksi dan blankonya agar hasil destruksi dapat didestilasi
dengan sempurna serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil

destruksi melekat pada labu kjeldahl. Menurut Triyono (2010) pengunaan


aquadest sebagai pelarut didasarkan pada adanya sifat hidrofilik dari protein.
Sifat ini timbul oleh adanya rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu
gugus karboksil dan amino. Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang
mengandung atom N atau O yang tidak berpasangan. Atom N pada rantai
peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom H dari air yang
bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan
dengan molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan
elektron yang tidak berpasangan.
Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat
berupa gas yang bersifat basa. Kemudian

dititrasi dengan HCl 0,02N,

sehingga banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat


diketahui. Berdasarkan penelitian dari Triyono (2010) penambahan asam
klorida (HCl) yang bersifat asam kuat mengakibatkan terdapat ion H + yang
berlebih, yang menunjukkan adanya kekeruhan dan adanya endapan lebih
banyak pada proses pemanasan. Keelektronegatifan asam kuat lebih besar
sehingga menarik ikatan elektron lebih kuat daripada atom hidrogen, dan lebih
mudah dalam pembentukan ion H+. Kekuatan asam meningkat dengan naiknya
keelektronegatifan atom X pada ikatan H--X. Jenis asam amino yang lebih
banyak terkandung dalam kacang hijau adalah asam amino cistin dan
metionin, sehingga penambahan asam kuat ini tidak memberikan hasil kadar
protein isolat kacang hijau yang optimum, karena penggunaan asam kuat
seperti HCl akan berpengaruh terhadap beberapa asam amino sehingga
mengakibatkan kerusakan seperti pada cistin, triptofan, serina dan treonin.

DAFTAR PUSTAKA
Nawangsari., A.M Legowo. dan Sri Mulyani. 2012. Kadar Laktosa, Keasaman
dan Total Bahan Padat Whey Fermentasi dengan Penambahan Jus
Kacang Hijau. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, Vol.1 (1): 12-17.
Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam pada
Proses Isolasi Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.).
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses ISSN: 411-4216.
Maharani, Endang Triwahyuni., Yusrin. 2010. Kadar Protein Kista Artemia Curah
yang dijual Petambak Kota Rembang dengan Variasi Suhu Penyimpanan.
Prosiding Seminar Nasional UNIMUS.
Suroyo, Bambang. 2011. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV Nutri
Sejahtera: Bogor.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono. dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Salam, Dilek. et al. 2013. Preparation of Protein Particles for High Protein
Foods Using Two-Step Emulsification. Laboratory of Physical Chemistry
and Colloid Science.
Hoffman, Jay R. and Michael J. Falvo. 2004. Protein-Which is Best?. Journal of
Sports Science and Medicine, Vol.3 (1): 118-130.

You might also like