You are on page 1of 60

LAPORAN KIMIA AMAMI

SEMESTER 4 / KELOMPOK B

Disusun Oleh :

SABRINA QOYIMAH -- P27834013009 -- REGULER A


Dosen Pembimbing :
Dr. Juliana Christyaningsih
Indah Lestari, M.Kes
Ayu Puspitasari, S.T, M.Si.
Ratno Tri Utomo, S.ST

JURUSAN D3 ANALIS KESEHATAN


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

DAFTAR ISI
PENENTUAN KADAR AIR..............................................................................1
ANALISIS GARAM BERIODIUM ..................................................................8
PENENTUAN KADAR PATI METODE LUFF SCHOORL ........................12
PENENTUAN KADAR SUKROSA METODE LUFF SCHOORL...............18
PENENTUAN KADAR LAKTOSA METODE LUFF SCHOORL ..............27
PENENTUAN KADAR GULA METODE SPEKTROFOTOMETER
(FENOL SULFAT) .............................................................................................34
ANALISIS MINYAK PANGAN
(PENENTUAN BILANGAN ASAM) ................................................................38
ANALISIS MINYAK PANGAN
(PENENTUAN BILANGAN IODIUM METODE HANUS) ..........................44
ANALISIS MINYAK PANGAN
(PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA) ....................................................49
ANALISIS MINYAK PANGAN
(PENENTUAN BILANGAN PERSABUNAN) ................................................54

PENENTUAN KADAR AIR

1.

Hari, Tanggal

: Selasa, 17 Maret 2015

2.

Tujuan

: Untuk menentukan kadar air dalam bahan pangan

3.

Metode

: Metode Oven Udara

4.

Prinsip

Metode ini didasarkan pada pengeringan (proses penghilangan air) bahan


makanan pada temperatur yang diatur (105C) hingga berat konstan dari
bahan makanan tersebut dicapai (pada saat ini diasumsikan sudah tidak ada
lagi air yang dapat dikeringkan). Pengeringan dilakukan menggunakan oven
udara. Kehilangan bobot pada pemanasan dengan suhu 105C dianggap
sebagai kadar air yang terdapat pada sampel. Metode ini dapat digunakan
untuk bahan pangan yang mengandung gula dan lemak < 10%.
5.

Tinjauan Pustaka

Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zat-zat
gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam
pangan dapat diketahui dengan melakukan pemanasan terhadap
bahan pangan yangingin diketahui kandungan airnya. Penetapan
kandungan air dapat dilakukan dengan menggunakan metode oven.
Pada oercobaan penetapan kadar air dengan menggunakan metode
oven, pertama-tama bahan pangan dipanaskan pada suhu 100 0 C.
Biasanya pengeringan dilakukan pemanasan, bahan dimasukkan ke
dalam oven lebih kurang selama 6 jam, kemudian didinginkan ke dalam
desikator dengan SiO3 pekat sebagai pengering hingga mencapai berat
yang konstan. Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air
bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan
kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau
terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakincepat
pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan
mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya
masih ada (Ihma 2010).
1

Menurut Sudarmadji tahun 2007, prinsip metode penetapan kadar


air dengan oven atau Thermogravimetri yaitu menguapkan air yang ada
dalambahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan dengan
berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini
relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari
terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan
pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Bahan yang telah
mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu kurang lebih
100 C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada permukaan
bahan. Suatu bahan yang telah mengalami

pengeringan lebih

b e r s i f a t h i d r o s k o p i s d a r i p a d a b a h a n a s a l n ya . O l e h k a r e n a
itu

s e l a m a pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah

ditempatkan dalam ruangan tertutup yang kering misalnya dalam


eksikator

atau

desikator

yang

telah

diberi zat penyerapan air.

Penyerapan air atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat,
silica gel, kalium klorida, kalium hidroksid, kalium sulfat atau bariumoksida.
Silika gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan
bahantersebut sudah jenuh dengan air atau belum, jika sudah jenuh
akan berwarna merah muda, dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru.
Menurut Haryanto tahun 1992 kadar air merupakan banyaknya air
yangterkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air
jugamerupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan
pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta
ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut.
Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir
untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan
p a d a b a h a n p a n g a n . Metode oven biasa merupakan salah satu metode
pemanasan langsung d a l a m p e n e t a p a n k a d a r a i r s u a t u b a h a n
p a n g a n . D a l a m m e t o d e i n i b a h a n dipanaskan pada suhu tertentu
sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan
setelah periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat b a h a n ya n g t e r j a d i
menunjukkan

jumlah

air

ya n g
2

terkandung.

Metode

i n i terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan


yang c u k u p t i n g g i , s e r t a p r o d u k ya n g t i d a k a t a u r e n d a h
k a n d u n g a n s u k r o s a d a n glukosanya seperti salak (AOAC 1984).
6.

Alat

1. Oven udara yang dapat diatur pada suhu 105C.


2. Penjepit (tongs).
3. Timbangan analitik dengan kapasitas minimal 200 gram dan sensitivitas
minimal 0,1 mg
4. Desikator. Umumnya digunakan desikan jenis gel silika. Pastikan gel
silika yang digunakan teraktivasi dengan cara memanaskan desikan
tersebut pada oven udara dengan suhu 100C hingga berwarna biru.
Apabila jenuh air, gel silika akan berwarna merah muda keunguan. Jenis
desikan lain adalah CaCl2, P2O5, ZnCl2, H2SO4, CaSO4, KOH, BaO, dan
Al2O3.
5. Cawan porselin bertutup.
6.

Bahan

: Tepung terigu dan Garam grosok

7.

Prosedur

A. PERSIAPAN SAMPEL
1. Untuk sampel kering dengan kadar air kurang dari 10% seperti tepung,
susu bubuk, biji-bijian, dan bahan kering lainnya, timbang sampel 2
gram.
2. Untuk sampel yang banyak mengandung air seperti daging, sayuran,
dan buah segar, timbang sampel 20 gram.
3. Sampel cair seperti kecap, sari buah, dll umumnya perlu diuapkan
terlebih

dahulu

sebelum

dimasukkan

ke

dalam

oven

untuk

mengentalkan sampel.
4. Sampel produk padat harus dihaluskan terlebih dahulu hingga ukuran
20-40 mesh.
B. PERSIAPAN OVEN
1. Pastikan suhu di dalam oven konstan sesuai dengan suhu yang
ditunjukkan secara digital.

2. Atur suhu pada oven dan biarkan stabil selama 15 menit sebelum
digunakan.
C. PROSEDUR KERJA (SNI 01-2891-1992)
1. Cawan porselin dan tutup dikeringkan dalam oven udara selama 15
menit (tutup diletakkan disampingnya), dan didinginkan dalam
desikator selama 20 menit. Timbang berat cawan porselin tersebut dan
catat. Lakukan langkah tersebut berulang, hingga diperoleh berat cawan
porselin yang tetap.
2. Timbang dengan seksama sampel yang dilektakkan pada cawan
porselin yang telah dikeringkan (seperti pada prosedur kerja no.1),
tanpa tutup. Untuk sampel berupa cairan, cawan porselin dilengkapi
dengan pengaduk dan pasir kuarsa / kertas saring berlipat.
3. Keringkan cawan porselin berisi sampel sampel pada oven udara
dengan suhu 105C selama 3 jam. Peletakkan cawan porselin berisi
sampel dalam oven harus diperhatikan agar tidak sampai menyentuh
dinding oven, serta tutup diletakkan di sampingnya.
4. Buka oven, tutup cawan porselin berisi sampel, keluarkan dari oven
udara. Dinginkan dalam desikator selama 20 menit (tutup diletakkan di
samping), kemudian timbang beratnya.
5. Ulangi prosedur 3-4 hingga diperoleh berat konstan.
6. Kerjakan secara minimal duplo dengan perbedaan hasil tidak lebih dari
5%.
8.

Perhitungan
Kadar air (%) =
Keterangan :

9.

:
100% =

100%

= berat sampel setelah dikeringkan (gram)

W0

= berat cawan porselin berisi sampel setelah dikeringkan (gram)

W1

= berat sampel awal sebelum pengeringan (gram)

W2

= berat cawan porselin berisi sampel sebelum dikeringkan (gram)

Hasil Analisis

A. Persiapan sampel :

Berat sampel awal sebelum pengeringan (W1)


4

1. Sampel 1 : Tepung terigu (duplo)


m1 = 1,9948 gram
m2 = 2,0098 gram
2. Sampel 2 : Garam grosok (duplo)
m1 = 2,0055 gram
m2 = 1,9920 gram

Cawan kosong setelah dikeringkan 30 menit


1. Cawan untuk terigu (duplo) :
Penimbangan cawan 1

: 51,5790 g

Penimbangan cawan 2

: 51,2624 g

2. Cawan untuk garam (duplo) :

Penimbangan cawan 1

: 11,8056 g

Penimbangan cawan 2

: 10,7893 g

Berat cawan porselen berisi sampel sebelum dikeringkan (W2)


I. Cawan + tepung (duplo) =
1. 53,5738 g
2. 53,2624 g
II. Cawan + garam (duplo) =
1. 13,8111 g
2. 12,7813 g

Berat cawan porselen berisi sampel setelah dikeringkan (W0)


- Pengeringan I (1 jam pertama) :

Cawan + tepung (duplo) =


1.

53,3255 g

2.

53,0211 g

Cawan + garam (duplo) =


1.

13,7762 g

2.

12,7467 g

- Pengeringan II (1 jam kedua) :

Cawan + tepung (duplo) =


1.

53,3230 g

2.

53,0191 g

Cawan + garam (duplo) =


1.

13,7721 g

2.

12,7436 g

B. Perhitungan
I. Kadar air pada tepung (%) =

100% =

(Duplo)
1. Ka tepung (%) =

100% =

100% =

100%

100%

100%

= 12,5726 %

2. Ka tepung (%) =

= 12,5933 %

Rata-rata Ka tepung =

II. Kadar air pada garam (%) =

100% =

100% =

= 1,94 %

2. Ka garam (%) =

= 1,89 %

Rata-rata Ka garam =
10. Kesimpulan

= 12,583 %

100% =

(Duplo)
1. Ka garam (%) =

100%

100%

100%

= 1,92 %

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar air yang


terdapat dalam tepung terigu adalah sebesar 12,583%, sedangkan kadar air
pada garam grosok yaitu sebesar 1,92%.

11. Daftar Pustaka :


1. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of
Official Analytical Chemistry. 14th Ed. Virginia : AOC, Inc.Astuti. 2007.
2. Haryanto B. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta : Kanisius
3. SNI 01-2891-1992. (1992) : Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan
Standarisasi Nasional.

ANALISIS GARAM BERIODIUM


1. Hari, tanggal

: Selasa, 17 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan kadar iodium dalam garam pangan


3. Metode

: Titrasi Iodometri

4. Prinsip

Kalium iodat (KIO3) yang terdapat pada sampel garam, akan


membebaskan I2 dengan penambahan asam fosfat dan KI. I2 yang
dibebaskan berasal dari KI yang ditambahkan berlebih.
5. Tinjauan pustaka

Garam beriodium adalah garam yang telah diperkaya dengan iodium yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam
beriodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengandung iodium sebesar
30-80 ppm. Namun pada kenyataannya di Indonesia masih banyak
ditemukan kasus penyakit akibat kekurangan garam beriodium. Fungsi
dari garam beriodium adalah mencegah terjadinya penyakit gondok
(GAKY), mencegah pertumbuhan kerdil (kretinisme), meningkatkan
kecerdasan otak, dan mencegah penurunan dini fungsi tubuh.
Zat iodium yang difortifikasikan (ditambahkan) ke dalam garam dalam
bentuk KIO3, bersifat sangat stabil, mudah menguap, dan mudah larut
dalam air. Umumnya garam beriodium kemasan berkadar 40 ppm. Namun,
penyimpanan dan pengemasan yang salah (seperti terkena panas, udara,
cahaya, dan udara lembab) dapat menyebabkan penurunan kadar iodium
dalam garam beriodium kemasan.
Analisa kuantitatif kadar iodium dalam garam didasarkan pada reaksi
redoks antara iodium dan natrium tiosulfat. KIO3 pada garam beriodium
akan membebaskan iodium apabila ditambahkan KI dalam suasana asam
kuat (iodium yang dibebaskan berasal dari KI bukan dari garam
beriodium). Iodium yang dibebaskan kemudian akan bereaksi dengan
natrium tiosulfat dalam titrasi iodometri.

6. Reagen

a. KI kristal
b. Asam Fosfat 85%
c. Na2S2O3.5H2O 0,005 N
d. KI 10%
e. Indikator amilum 1%
7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Labu Iod

c.

Labu ukur

d.

Pipet volum 10 mL

e.

Gelas ukur

f.

Buret
: IO + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O ... (1)

8. Reaksi

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62- ... (2)

9. Prosedur

1.

Sebanyak 25 g sampel garam dimasukkan ke dalam labu iod.

2.

Tambahkan 2,5 mL asam fosfat 85% dan 0,1 gram KI kristal. Inkubasi
dalam ruang gelap.

3.

Titrasi dengan Na2S2O3.5H2O 0,005 N yang telah distandarisasi


hingga warna larutan memudar, lalu tambahkan 1 mL indikator
amilum 1%.

4.

Titrasi kembali hingga warna biru tepat hilang.

10. Perhitungan

Kadar iodium (ppm) =

x 0,1784 x

Keterangan :

= Volum Na2S2O3.5H2O sebagai titran (mL)

= Berat sampel garam (g)

= Normalitas Na2S2O3.5H2O (N)

Ka

= Kadar air dalam sampel (%)

x 1000

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,005 N KIO3 0,05 L


m = N x V x BE
= 0,005 N x 0,05 L x

g/mol.ek

= 0,00891 g
Massa penimbangan = 0,0092 g
N

sebenarnya =

= 0,0052 N

B. Titrasi Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,005 N


1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,0052 N x 10,00 mL = N2 x 11,40 mL


N2 = 0,0046 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2

0,0052 N x 10,00 mL = N2 x 11,50 mL


N2 = 0,0045 N
N Na2S2O3.5H2O =

C. Titrasi Penetapan Kadar Iodium

= 0,0046 N

- Titrasi I
Massa sampel garam = 25,0241 g
Kadar air garam grosok = 1,92 %
Volum titran = 3,93 mL
Kadar iodium (ppm)=
=

x 0,1784 x
,

x 0,1784 x

= 26,280 ppm
- Titrasi II
Massa sampel garam = 25,0058 g
Kadar air garam grosok = 1,92 %
Volum titran = 3,72 mL

10

x
,

x 1000
,

x 1000

Kadar iodium (ppm)=


=

x 0,1784 x
,

x 0,1784 x

= 24,895 ppm
Jadi kadar iodium rata-rata =
12. Kesimpulan

x 1000
,

x 1000

= 25,587 ppm

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar iodium yang


terkandung dalam garam grosok adalah sebesar 25,587 ppm.
13. Daftar pustaka

Sudarmadji, S., dkk. (1996) : Prosedur Analisis Bahan Makanan dan


Pertanian. Yogyakarta
Winarno, F.G. (1997) : Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta

11

PENENTUAN KADAR PATI METODE LUFF SCHOORL


1. Hari, tanggal

: Rabu, 18 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan kadar pati dalam bahan pangan, menggunakan metode


Luff Schoorl.
3. Metode

: Metode Luff Schoorl

4. Prinsip

Pati yang merupakan suatu polisakarida dihidrolisis dengan asam menjadi


monosakarida. Monosakarida-monosakarida tersebut adalah gula reduksi,
yang kemudian mereduksi Cu2+ pada larutan Luff Schoorl menjadi Cu+.
Kelebihan (sisa) Cu2+ kemudian dititrasi dengan metode titrasi iodometri.
Kadar gula reduksi yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi kadar
pati.
5. Tinjauan pustaka

Pada penentuan kadar pati metode Luff Schoorl, pati terlebih dahulu
dihidrolisis menjadi monosakrida pembentuknya yaitu glukosa. Hidrolisis
menggunakan asam kat dan yang umum digunakan adalah asam klorida.
Waktu hidrolisis harus diperhatikan dengan baik. Apabila hidrolisis
dilakukan terlalu cepat, maka dikhawatirkan pati belum terkonversi
sempurna menjadi glukosa. Apabila hidrolisis dilakukan terlalu lama,
maka dikhatirkan monosakarida hasil konversi pati akan berubah menjadi
furfural.
Sebelum dilakukan hidrolisis pada bahan pangan, terlebih dahulu
karbohidrat non pati yang umumnya berupa gula sederhana (monosakarida
dan disakarida) dihilangkan dengan cara dilarutkan pada aquades dingin.
Hal ini didasarkan pada perbedaan kelarutan pati dan gula sederhana
dalam air dingin. Gula sederhana larut pada air dingin.
Setelah pati terhidrolisis sempurna menjadi glukosa, kemudian glukosa
akan mereduksi Cu2+ (dalam larutan Luff Schoorl) menjadi Cu+ yang
berupa endapan. Cu2+ yang tersisa kemudian direaksikan dengan kalium

12

iodida dalam suasana asam kuat, dan membebaskan I2. Pada titrasi
iodometri I2 tersebut akan bereaksi dengan natrium tiosulfat sebagai titran.
Jumlah CuSO4 yang bereaksi dengan glukosa hasil hidrolisis ekuivalen
dengan jumlah CuSO4 awal (titrasi blanko) dan jumlah CuSO4 sisa (titrasi
sampel). Kadar glukosa yang dihitung kemudian dikonversi menjadi kadar
pati dengan mengalikannya dengan faktor konversi.
Faktor konversi dihitung berdasarkan persamaan :
Faktor konversi =
6. Reagen

= 0,9
:

a. HCl 3%
b. NaOH 30%
c. Indikator Fenolftalein (PP)
d. Larutan KI 20%
e. Larutan H2SO4 25%
f. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
g. Indikator amilum 0,5%
h. Larutan Luff Schoorl
Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 mL akuades. Aduk dan
tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 mL
akuades. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan
100 mL akuades. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1 L,
tambahkan akuades hingga tanda garis, kocok. Biarkan semalam dan
saring bila perlu. Larutan Luff Schoorl harus mempunyai pH 9,3-9,4.
7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Erlenmeyer

c.

Labu Iod 250 mL

d.

Pendingin tegak

e.

Labu ukur 500 mL

f.

Corong

g.

Pipet volum 10 mL dan 25 mL

h.

Pemanas air
13

i.

Gelas ukur

j.

Buret

k.

Pipet tetes

8. Reaksi

1.

Reaksi hidrolisis pati : (C6H10O5)n n(C6H12O6)

2.

Reduksi Cu2+ oleh glukosa : R-COH + 2CuO Cu2O + R-COOH

3.

Pembebasan I2 : 2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2

4.

Titrasi iodometri : 2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

9. Prosedur
1.

Sebanyak 2-5 g sampel padat atau cair dimasukkan ke dalam


erlenmeyer 250 mL. Untuk sampel padat perlu dihaluskan terlebih
dahulu. Kemudian tambahkan akuades untuk melarutkan sampel,
stirrer/kocok selama 1 jam untuk menghomogenkan larutan dan
memisahkan larutan dari komponen selain karbohidrat.

2.

Saring suspensi dengan kertas saring dan cuci dengan akuades hingga
volum filtrat 250 mL. Filtrat ini mengandung karbohidrat larut air
(non pati) dan dibuang.

3.

Untuk sampel yang mengandung lemak, pati yang terdapat sebagai


residu pada kertas saring dicuci dengan 10 mL eter sebanyak 5 kali.
Uapkan eter dari residu dan cuci kembali dengan 150 mL etanol 10%
untuk melarutkan lemak yang masih terkandung dalam sampel dan
membebaskan lebih lanjut karbohidrat terlarut.

4.

Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam


erlenmeyer 500 mL dengan cara pencucian menggunakan 200 mL
akuades.

5.

Tambahkan 200 mL larutan HCl 3%, beri pendingin tegak dan


didihkan selama 3 jam atau tambahkan 20 mL HCl 25%, beri
pendingin tegak dan didihkan selama 2,5 jam.

6.

Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (beri indikator


PP untuk mengetahui tercapainya keadaan netral).

7.

Pindahkan larutan ke labu ukur 500 mL dan tambahkan akuades


hingga tanda garis, saring.

14

8.

Pipet 10,0 mL larutan ke dalam labu iod, tambahkan 25,0 mL larutan


Luff Schoorl dan beberapa batu didih serta 15 mL akuades.

9.

Beri pendingin tegak pada erlenmeyer dan panaskan larutan dengan


nyala tetap hingga mendidih dalam waktu 3 menit. Didihkan hingga
10 menit kemudian dinginkan.

10. Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4


25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap.
11. Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah
distandarisasi dengan indikator amilum 0,5%.
12. Kerjakan juga untuk blanko. Pipet blanko berisi 25,0 mL larutan Luff
Schoorl, masukkan ke dalam labu iod dan tambahkan 25 mL akuades.
Panaskan larutan dengan nyala tetap hingga mendidih dalam waktu 3
menit. Didihkan terus hingga 10 menit kemudian dinginkan.
13. Tambahkan larutan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25%
secara perlahan-lahan dan inkubasi dalam ruang gelap.
14. Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah
distandarisasi dengan indikator amilum 0,5%.
10. Perhitungan

Kadar glukosa (%) =

x 100%

xN

Kadar Pati (%) = Kadar glukosa x faktor konversi (0,9)


Keterangan :
W

= Berat sampel (mg)

W1

= Berat glukosa yang terkandung untuk volume titran yang


digunakan (mg) (dapat dilihat pada tabel A).

fp

= Faktor pengenceran

= Normalitas Na2S2O3.5H2O (N)

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,1000 N KIO3 0,1 L


m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x

g/mol.ek
15

= 0,35667 g
Massa penimbangan = 0,35889 g
sebenarnya =

B. Titrasi Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N

= 0,1006 N

1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,1006 N x 10,00 mL = N2 x 10,45 mL


N2 = 0,0962 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2

0,1006 N x 10,00 mL = N2 x 10,50 mL


N2 = 0,0958 N
N Na2S2O3.5H2O =

C. Titrasi Penetapan Kadar Pati


-

Massa sampel Tepung Beras Ketan :


1) 3,00024 g
2) 3,00059 g

Volum titran :
Titrasi blanko : 1) 25,21 mL
: 2) 25,23 mL
Vrata-rata Na2S2O3.5H2O = 25,22 mL
Titrasi sampel :
b.

Titrasi I :
1) VI

= 5,53 mL

2) VII

= 5,67 mL

Vrata-rata Na2S2O3.5H2O = 5,6 mL


c.

Titrasi II :
1) VI

= 14,22 mL

2) VII

= 14,48 mL

Vrata-rata Na2S2O3.5H2O = 14,35 mL

16

= 0,0960 N

Volum Na2S2O3 0,1 N =


,

= 18,84 mL y (I)
-

0,0960 N

Interpolasi :

=
,

x = (47,1 + 2,436) mg
x = 49,536 mg = w1 (I)

Volum Na2S2O3 0,1 N =

= 10,44 mL y (II)
-

0,0960 N

Interpolasi :

=
,
,

,
,

x = (25,0 + 1,144) mg
x = 26,144 mg = w1 (II)

Kadar Glukosa (%) =


=

x 100%
,

x 100%

= 82,55 % (I)
Kadar Glukosa (%) =
=

x 100%
,

x 100%

= 87,13 % (II)
Kadar Pati (%)

= Kadar glukosa x faktor konversi (0,9)


= 82,55 % x 0,9 (I)

17

= 74,295 %
Kadar Pati (%)

= Kadar glukosa x faktor konversi (0,9)


= 87,13 % x 0,9
= 78,417 % (II)

Kadar pati tidak dirata-rata karena nilainya terpaut jauh.


Faktor kesalahan =

= 5,55 %

x 100 %

Faktor kesalahan seharusnya tidak boleh > 5,0%


12. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar pati yang


terkandung dalam sampel tepung beras ketan adalah sebesar 74,295% dan
78,417%. Kadar pati yang didapat secara duplo tidak dirata-rata karena
nilainya yang berbeda jauh, yaitu dengan faktor kesalahan sebesar 5,55%.
Sedangkan faktor kesalahan seharusnya tidak boleh > 5,0%.
13. Daftar pustaka
1.

Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. (2011) : Analisis


Pangan. Dian Rakyat.

2.

Belitz, H.D, dkk. (2004) : Food Chemistry. Springer.

3.

Poedjiadi, A. (1994) : Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia

4.

SNI 01-2891-1992. (1992) : Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan


Standarisasi Nasional.

18

PENENTUAN KADAR SUKROSA METODE LUFF SCHOORL


1. Hari, tanggal

: Senin, 18 Mei 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan kadar sukrosa dalam bahan pangan, menggunakan


metode Luff Schoorl.
3. Metode

: Metode Luff Schoorl

4. Prinsip

Sukrosa adalah suatu disakarida non pereduksi. Jika sukrosa dihidrolisis


menjadi monosakarida, maka apabila ditambahkan larutan Luff Schoorl,
monosakarida hasil hidrolisis akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+.
Kelebihan (sisa) Cu2+ kemudian dititrasi dengan titrasi iodometri.
5. Tinjauan pustaka

Pada analisis kadar sukrosa metode Luff Schoorl, kadar karbohidrat selain
sukrosa (yang umumnya berupa gula sederhana), dihitung tersendiri yaitu
mereaksikan contoh dengan Luff Schoorl. Kemudian kadar gula total
dihitung dengan menghidrolisis sukrosa menjadi gula invert, yang dapat
mereduksi Cu2+ (dalam larutan Luff Schoorl) menjadi Cu+ yang berupa
endapan. Cu2+ yang tersisa kemudian direaksikan dengan kalium iodida
dalam suasana asam kuat, dan membebaskan I2. Pada titrasi iodometri I2
tersebut akan bereaksi dengan natrium tiosulfat sebagai titran. Jumlah
CuSO4 yang bereaksi dengan gula invert ekuivalen dengan jumlah gula
invert pada contoh. Nilainya didapatkan dari pengurangan jumlah CuSO4
awal (titrasi blanko) dan jumlah CuSO4 sisa (titrasi contoh).
Kadar gula invert dihitung berdasarkan perbedaan antara kadar gula total
(dengan hidrolisis) dan kadar gula sederhana (tanpa hidrolisis). Karena
adanya perlakuan hidrolisis dari sukrosa menjadi gula invert, maka kadar
sukrosa didefinisikan sebagai kadar gula invert dikalikan dengan faktor
konversi.
6. Reagen

a. NaOH 30%
b. Larutan Luff Schoorl

19

Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 mL akuades. Aduk dan


tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 mL
akuades. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan
100 mL akuades. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1 L,
tambahkan akuades hingga tanda garis, kocok. Biarkan semalam dan
saring bila perlu. Larutan Luff Schoorl harus mempunyai pH 9,3-9,4.
c. Larutan KI 20%
d. Larutan H2SO4 25%
e. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
f. Indikator amilum 0,5%
7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Pendingin tegak

c.

Labu ukur 100 mL

d.

Labu Iod 250 mL

e.

Pipet volum

f.

Pemanas listrik

g.

Gelas ukur

h.

Gelas beaker

i.

Pipet tetes

j.

Buret

8. Reaksi

1.

Reduksi Cu2+ oleh gula invert : R-COH + 2CuO Cu2O + R-COOH

2.

Pembebasan I2 : 2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2

3.

Titrasi iodometri : 2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

9. Prosedur

A. PENIMBANGAN SAMPEL
1.

Timbang sampel pada gelas beaker. Apabila sampel berupa bahan


pangan yang tidak mengandung banyak sukrosa (seperti minuman
ringan, cookies, buah, dll) maka penimbangan adalah 5-10 gram.
Apabila sampel berupa bahan pangan yang mengandung banyak
sukrosa (seperti sirup), maka penimbangan adalah 1-2 gram.

20

2.

Masukkan ke dalam labu ukur 250 mL, tambahkan akuades


hingga tepat tanda garis.

B. GULA SEDERHANA SEBELUM INVERSI / HIDROLISIS


1.

Pipet filtrat (pada tahapan penimbangan sampel) sebanyak 5,0


mL, masukkan ke dalam labu iod 250 mL.

2.

Tambahkan 25,0 mL Luff Schoorl. Beri pendingin tegak,


panaskan. Usahakan dalam waktu 3 menit larutan mendidih.
Didihkan terus hingga 10 menit kemudian dinginkan.

3.

Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL


H2SO4 25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap.

4.

Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah


distandarisasi dengan indikator amilum 0,5 %.

C. GULA SEDERHANA SETELAH INVERSI / HIDROLISIS


1.

Pipet 50,0 mL filtrat (pada tahapan penimbangan sampel),


masukkan ke dalam gelas beaker 250 mL, tambahkan 5 mL HCl
pekat.

2.

Panaskan larutan selama 30 menit dengan suhu 70C.

3.

Angkat dan dinginkan, kemudian larutan dinetralkan dengan


penambahan NaOH 30%. Beri indikator PP sebelumnya.
Tambahkan NaOH 30% hingga larutan berwarna merah muda.

4.

Masukkan larutan ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan


akuades hingga tanda garis, kocok hingga homogen.

5.

Pipet 5,0 mL larutan tersebut, masukkan pada labu iod,


tambahkan 25,0 mL larutan Luff Schoorl. Beri pendingin tegak
dan panaskan. Usahakan dalam waktu 3 menit larutan mendidih.
Didihkan terus hingga 10 menit kemudian dinginkan.

6.

Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL


H2SO4 25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap.

7.

Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah


distandarisasi dengan indikator amilum 0,5 %.

21

10. Perhitungan
1.

Kadar gula sederhana sebelum inversi / hidrolisis


GS (%) =

2.

x 100%
xN

Kadar total gula setelah inversi / hidrolisis


TG (%) =

3.

Kadar Sukrosa

x 100%
=

xN

Kadar sukrosa (%) = (TG GS) x faktor konversi


Faktor konversi =

= 0,95

Keterangan :
W

= Berat sampel (mg)

W1

= Berat gula sederhana (dinyatakan sebagai glukosa) yang


terkandung untuk volume titran yang digunakan (mg) (dilihat
pada tabel A)

W2

= Berat total gula (dinyatakan sebagai glukosa) yang terkandung


untuk volume titran yang digunakan (mg) (dilihat pada tabel A)

fp

= Faktor pengenceran

= Normalitas Na2S2O3.5H2O (N)

TG

= Kadar total gula sesudah inversi/hidrolisis (%)

GS

= Kadar gula sederhana sebelum inversi/hidrolisis (%)

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,1000 N KIO3 0,1 L


m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x

g/mol.ek

= 0,3567 g
Massa penimbangan = 0,3566 g
N

sebenarnya =

22

= 0,099 N

B. Titrasi Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N


1) Titrasi I
N1 x V1 = N2 x V2
0,099 N x 10,00 mL = N2 x 10,38 mL
N2 = 0,095 N
2) Titrasi II
N1 x V1 = N2 x V2
0,099 N x 10,00 mL = N2 x 11,30 mL
N2 = 0,096 N
N Na2S2O3.5H2O =

C. Titrasi Penetapan Kadar Sukrosa

= 0,096 N

Massa sampel Sirup : 1,002 gram = 1002,0 mg

Volum titran :
Titrasi blanko : 1) 25,21 mL
: 2) 25,01 mL
Vrata-rata Na2S2O3.5H2O = 25,11 mL
Titrasi sampel :
a.

Titrasi I :
Sebelum inversi / hidrolisis :
Volum Na2S2O3 0,1 N =
=

= 3,72 mL y
-

Interpolasi :

=
,
,

,
,

=
x

= 9,0 mg = w1

Kadar GS (%) =

x 100%

23

0,0960 N

= 44,91 %

x 100%

Setelah inversi / hidrolisis :


Volum Na2S2O3 0,1 N =

= 1,69 mL y
-

0,0960 N

Interpolasi :

=
,

= 4,056 mg = w2

Kadar TG (%) =
=

x 100%
,

x 100%

= 40,48 %
Kadar Sukrosa (%) = (TG GS) x faktor konversi (0,95)
= (40,48% 44,91%) x 0,95
= (-) 4,43%
b.

Titrasi II :
Sebelum inversi / hidrolisis :
Volum Na2S2O3 0,1 N =
=

= 3,25 mL y
-

Interpolasi :

=
,
,

,
,

=
x

= 7,83 mg = w1
24

0,0960 N

Kadar GS (%) =

x 100%
,

= 39,07 %

x 100%

Setelah inversi / hidrolisis :


Volum Na2S2O3 0,1 N =

0,0960 N

= 1,61 mL y
-

Interpolasi :

=
,

= 3,864 mg = w2

Kadar TG (%) =

x 100%
,

x 100%

= 38,56 %
Kadar Sukrosa (%) = (TG GS) x faktor konversi (0,95)
= (38,56% 39,07%) x 0,95
= (-) 0,51%
Kadar sukrosa tidak dirata-rata karena nilainya terpaut jauh
dan hasil yang minus.
Faktor kesalahan =

( ) ,

% ( ) ,

( ) ,

= 7,69 %

x 100 %

Faktor kesalahan seharusnya tidak boleh > 5,0%


12. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar sukrosa yang


terkandung dalam sampel tepung beras ketan adalah sebesar (-)4,43% dan
(-)0,51%. Kadar sukrosa yang didapat secara duplo tidak dirata-rata karena

25

nilainya yang berbeda jauh, yaitu dengan faktor kesalahan sebesar 7,69%.
Sedangkan faktor kesalahan seharusnya tidak boleh > 5,0%.
13. Daftar pustaka
1.

Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. (2011) : Analisis


Pangan. Dian Rakyat.

2.

Belitz, H.D, dkk. (2004) : Food Chemistry. Springer.

3.

SNI 01-2891-1992. (1992) : Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan


Standarisasi Nasional.

4.

Sudarmadji, S., dkk. (1996) : Prosedur Analisis Bahan Makanan dan


Pertanian, Yogyakarta.

5.

Winarno, F.G (1997) : Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta.

26

PENENTUAN KADAR LAKTOSA METODE LUFF SCHOORL


1. Hari, tanggal

: Selasa, 19 Mei 2015

2. Tujuan

Untuk

menentukan

kadar

laktosa

dalam

bahan

pangan

(susu),

menggunakan metode Luff Schoorl.


3. Metode

: Metode Luff Schoorl

4. Prinsip

Laktosa adalah suatu disakarida yang mempunyai kemampuan untuk


mereduksi sehingga digolongkan menjadi gula pereduksi. Tidak seperti
sakarida lainnya, laktosa tidak dapat difermentasi oleh ragi. Jika
ditambahkan larutan Luff Schoorl maka laktosa akan mereduksi Cu2+
menjadi Cu+. Kelebihan (sisa) Cu2+ kemudian dititrasi dengan titrasi
iodometri.
5. Tinjauan pustaka

Karena laktosa merupakan gula pereduksi, maka pada analisis kadar


laktosa menggunakan metode Luff Schoorl, tidak perlu dilakukan
hidrolisis. Penghilangan karbohidrat selain laktosa pada susu, yang
umumnya berupa glukosa dan gula amino, didasarkan pada sifat laktosa
yang berbeda dengan gula sederhana lain yaitu tidak dapat difermentasikan
oleh ragi.
Setelah karbohidrat selain laktosa pada sampel dihilangkan, maka hanya
laktosa yang akan mereduksi Cu2+ (dalam larutan Luff Schoorl) menjadi
Cu+ (berupa endapan). Cu2+ yang tersisa kemudian direaksikan dengan
kalium iodida dalam suasana asam kuat, dan membebaskan I2. Pada titrsi
iodometri I2 tersebut akan bereaksi dengan natrium tiosulfat sebagai titran.
6. Reagen

a.

NaOH 30%

b.

Larutan Luff Schoorl :


Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 mL akuades. Aduk dan
tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 mL
akuades. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan

27

100 mL akuades. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1 L,


tambahkan akuades hingga tanda garis, kocok. Biarkan semalam dan
saring bila perlu. Larutan Luff Schoorl harus mempunyai pH 9,3-9,4.
c.

Larutan KI 20%

d.

Larutan H2SO4 25%

e.

Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N

f.

Indikator amilum 0,5%

g.

Ragi

7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Erlenmeyer 300 mL dan 500 mL

c.

Pendingin tegak

d.

Labu ukur 100 mL

e.

Corong

f.

Pipet volum 10 mL dan 25 mL

g.

Pemanas listrik

h.

Gelas ukur

i.

Buret

j.

Kapas

8. Reaksi

1.

Reduksi Cu2+ oleh laktosa : R-COH + 2CuO Cu2O + R-COOH

2.

Pembebasan I2 : 2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2

3.

Titrasi iodometri : 2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

9. Prosedur
1.

Sebanyak 2-5 g sampel padat atau cair dimasukkan ke dalam


erlenmeyer 300 mL, tambahkan 30 mL akuades dan panaskan hingga
mendidih selama 10 menit, kemudian angkat.

2.

Dalam keadaan hangat (bukan panas), masukkan 1 g ragi roti.

3.

Sumbat erlenmeyer dengan kapas dan simpan pada tempat hangat


selama 2 jam.

28

4.

Panaskan erlenmeyer dan didihkan larutan selama 10 menit guna


mematikan mikroorganisme dan enzim, kemudian dinginkan (buka
sumbat kapas saat pemanasan).

5.

Masukkan larutan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahkan akuades


hingga tanda garis, kocok kemudian saring.

6.

Pipet 10,0 mL larutan dan masukkan erlenmeyer 500 mL.

7.

Tambahkan 25,0 mL larutan Luff Schoorl dan beberapa batu didih


serta 15 mL akuades.

8.

Beri pendingin tegak pada erlenmeyer dan panaskan larutan dengan


nyala tetap hingga mendidih dalam waktu 3 menit. Didihkan hingga
10 menit kemudian dinginkan.

9.

Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4


25% secara perlahan-lahan. Inkubasi dalam ruang gelap.

10. Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah


distandarisasi dengan indikator amilum 0,5%.
11. Kerjakan juga untuk blanko. Pipet blanko berisi 25,0 mL larutan Luff
Schoorl, masukkan ke dalam labu iod dan tambahkan 25 mL akuades.
Panaskan larutan dengan nyala tetap hingga mendidih dalam waktu 3
menit. Didihkan terus hingga 10 menit kemudian dinginkan.
12. Tambahkan larutan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25%
secara perlahan-lahan dan inkubasi dalam ruang gelap.
13. Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah
distandarisasi dengan indikator amilum 0,5%.
10. Perhitungan

Kadar laktosa (%) =

Keterangan :

x 100%
=

xN

= Berat sampel (mg)

W1

= Berat laktosa yang terkandung untuk volume titran yang


digunakan (mg) (dapat dilihat pada tabel A).

fp

= faktor pengenceran

29

= Normalitas Na2S2O3.5H2O (N)

11. Hasil Analisis

Sampel : Susu Kental Manis


A. Pembuatan Larutan Primer 0,1000 N KIO3 0,1 L
m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x

g/mol.ek

= 0,35667 g
Massa penimbangan = 0,3568 g
N

sebenarnya =

B. Titrasi Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,005 N

= 0,1000 N

1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,1000 N x 10,00 mL = N2 x 10,42 mL


N2 = 0,096 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2

0,1000 N x 10,00 mL = N2 x 10,43 mL


N2 = 0,096 N
Normalitas rata-rata Na2S2O3.5H2O =

= 0,096 N

C. Titrasi Penetapan Kadar Laktosa


-

Massa sampel Susu Kental Manis : 2,6371 gram = 2637,1 mg

Volum titran :
Titrasi blanko : 1) 25,03 mL
: 2) 25,18 mL
Vrata-rata Na2S2O3.5H2O = 25,10 mL
Titrasi sampel :
1) VI = 17,63 mL
2) VII = 17,71 mL

Volum Na2S2O3 0,1 N =

30

0,0960 N

= 7,17 mL y (I)
-

Interpolasi :

=
,
,

,
,

x = 26,43 mg = w1 (I)

Volum Na2S2O3 0,1 N =

= 7,094 mL y (II)
-

0,0960 N

Interpolasi :

=
,

x = 26,13 mg = w1 (II)

Kadar Laktosa (%) =


=

x 100%
,

x 100%

= 10,02 % (I)
Kadar Laktosa (%) =
=

x 100%
,

x 100%

= 9,91 % (II)
Jadi kadar laktosa rata-rata susu kental manis =
Sampel : Susu Murni
A. Titrasi Penetapan Kadar Laktosa
-

Massa sampel Susu Murni :


m1 = 2,0098 gram = 2009,8 mg
m2 = 2,0020 gram = 2002,0 mg

31

= 9,965 %

Volum titran :
Titrasi blanko : 1) 25,03 mL
: 2) 25,18 mL
Vrata-rata Na2S2O3.5H2O = 25,10 mL
Titrasi sampel :
1) V1 = 22,98 mL
2) V2 = 22,69 mL

Volum Na2S2O3 0,1 N =

= 2,035 mL y (1)
-

0,0960 N

Interpolasi :

=
,

, ,

x = 7,43 mg = w1 (1)

Volum Na2S2O3 0,1 N =

= 2,314 mL y (2)
-

Interpolasi :

=
,

, ,

x = 8,46 mg = w1 (2)

Kadar Laktosa (%) =


=

x 100%
,

x 100%

= 3,697 % (1)
Kadar Laktosa (%) =

x 100%

32

0,0960 N

x 100%

= 4,226 % (2)
12. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar laktosa yang


terkandung dalam sampel susu kental manis adalah sebesar 9,965 %.
Sedangkan untuk sampel susu murni kadar laktosanya adalah sebesar
3,697 % dan 4,226 %. Kadar laktosa sampel susu murni yang didapat
secara duplo tidak dirata-rata karena nilainya yang berbeda jauh.
13. Daftar pustaka
1.

Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. (2011) : Analisis


Pangan. Dian Rakyat.

2.

Belitz, H.D, dkk. (2004) : Food Chemistry. Springer.

3.

SNI 01-2891-1992. (1992) : Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan


Standarisasi Nasional.

33

PENENTUAN KADAR GULA METODE SPEKTROFOTOMETRI


(FENOL SULFAT)
1. Hari, tanggal

: Rabu, 18 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan kadar gula pada sampel bahan pangan, menggunakan


metode fenol sulfat (spektrofotometri).
3. Metode

: Metode Spektrofotometri Fenol Sulfat

4. Prinsip

Karbohidrat bereaksi dengan suatu asam kuat dan panas membentuk


turunan furan. Turunan furan tersebut apabila direaksikan dengan fenol
akan berkondensasi untuk membentuk senyawa berwarna kuning-jingga
dan dapat diukur dengan spektrofotometer.
5. Tinjauan pustaka

Metode fenol sulfat adalah salah satu metode spektrofotometri dalam


penentuan kadar gula, dan merupakan suatu metode kolorimetri yang
sederhana dan cepat dalam menentukan kadar karbohirat dalam suatu
bahan pangan. Semua jenis karbohirat dapat diukur menggunakan metode
fenol-sulfat.

Tetapi,

absorbtivitas

dari

karbohidrat

berbeda

akan

memberikan variasi besaran hasil. Sehingga hasil pengukuruan harus


dinyatakan dalam bentuk hanya satu jenis karbohidrat (yang ditentukan).
Pada metode ini, asam sulfat pekat akan memutuskan semua rantai pada
polisakarida, oligosakarida, dan disakarida, menjadi monosakaridamonosakarida berjenis pentosa kemudian akan mengalami dehidrasi
menjadi furfural, dan heksosa akan mengalami dehidrasi menjadi
hidroksimetilfurfural

(HMF).

Senyawa-senyawa

furfural

tersebut

kemudian bereaksi dengan fenol dan menghasilkan senyawa berwarna


kuning-jingga.
Metode ini digunakan untuk menetapkan total gula semua bahan pangan.
Sebelumnya contoh harus disiapkan seperti pada persiapan contoh untuk
analisis gula. Gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya

34

dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna
oranye kekuningan yang stabil.
Perhitungan menggunakan metode fenol adalah konsentrasi gula dalam
contoh ditentukan dengan menggunakan kurva standar (hubungan antara
konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan memperhitungkan
pengenceran yang dilakukan. Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai
berikut.
Total gula (%) = ((GxFP)/W)x100
Dimana:
G

= konsentrasi gula dari kurva standar (gram)

FP

= faktor pengenceran

= berat contoh (gram)

Warna senyawa yang terjadi stabil untuk beberapa waktu. Tingkat


keakuratan dari metode fenol-sulfat adalah 2%. Kurva standar (antara
konsentrasi gula dan absorbansi) dibuat dengan menggunakan minimal 5
titik konsentrasi gula. Hasil absorbansi sampel kemudian diplot pada kurva
linier standar untuk mendapatkan konsentrasi gula pada bahan pangan.
6. Reagen

a. Fenol 5%
b. H2SO4 pekat
7. Alat

a.

Spektrofotometer UV-VIS

b.

Vortex

c.

Erlenmeyer

d.

Tabung

8. Prosedur

A. Penyiapan Sampel
1.

Timbang sampel masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Untuk


sampel padat perlu dihaluskan terlebih dahulu. Kemudian
tambahkan akuades untuk melarutkan sampel, stirrer/kocok
selama 1 jam untuk menghomogenkan larutan dan memisahkan
larutan dan komponen selain gula sederhana.

35

2.

Saring suspensi dengan kertas saring dan cuci dengan akuades


hingga volum filtrat 250 mL. Filtrat ini mengandung gula
sederhana dan digunakan untuk analisis.

B. Prosedur Kerja
1.

Buat larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0-500 ppm


sebanyak 5 konsentrasi.

2.

Masukkan 2 mL dari masing-masing larutan standar tersebut ke


erlenmeyer terpisah, rendam dalam air, lalu tambahkan 2 mL
fenol 5% dan 10 mL H2SO4 pekat dengan hati-hati melalui
dinding. Biarkan selama 10 menit.

3.

Vorteks atau kocok erlenmeyer, dan biarkan kembali selama 20


menit.

4.

Ukur absorbansi larutan tersebut dengan spektrofotometer pada


panjang gelombang 490 nm.

5.

Buat persamaan linier dari kurva standar dengan sumbu y adalah


konsentrasi (ppm) dan sumbu x adalah absorbansi.

6.

Sampel hasil persiapan sampel diproses seperti pada prosedur no.


2 hingga 5.

7.

Plotkan absorbansi sampel yang diperoleh pada kurva standar


glukosa atau masukkan ke dalam persamaan linier (antara
konsentrasi

dan absorbansi

glukosa), untuk

mendapatkan

konsentrasi gula.
9. Perhitungan

Konsentrasi total gula pada sampel dihitung dengan mengalikan


konsentrasi gula dan faktor pengenceran.
10. Hasil Analisis

Sampel : Susu Kental Manis


a.

Pembuatan larutan induk glukosa 1000 ppm


Penimbangan :
1000 ppm : 1000 mg atau 1 gram glukosa diencerkan dalam 1000 mL
atau 1 liter aquadest di dalam labu ukur. Hasil penimbangan glukosa =
1,0682 gram = 1068,2 mg

36

b.

c.

Pengenceran larutan induk untuk deret standard :

50 ppm 5 mL larutan induk add 100 mL aquadest

100 ppm 10 mL larutan induk add 100 mL aquadest

200 ppm 20 mL larutan induk add 100 mL aquadest

300 ppm 30 mL larutan induk add 100 mL aquadest

400 ppm 40 mL larutan induk add 100 mL aquadest

500 ppm 50 mL larutan induk add 100 mL aquadest

Pembuatan larutan sampel 1000 ppm


Melarutkan 0,5 gram susu kental manis dalam 500 mL akuades (1000
ppm). Hasil penimbangan = 0,5032 gram.

11. Kesimpulan

Kurva standar dan hasil absorbansi sampel tidak dapat dibuat dikarenakan
terdapat masalah teknis pada alat spektrofotometer.
Berikut merupakan lampiran gambar larutan standar dan sampel yang telah
direaksikan dengan pereaksi phenol dan sulfat :

12. Daftar pustaka

1.

Bintang, M. (2010) : Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga

2.

Nielsen, S.S. (2010) : Food Analysis Laboratory Manual. Springer

37

ANALISIS MINYAK PANGAN


(PENENTUAN BILANGAN ASAM)
1. Hari, tanggal

: Rabu, 18 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan bilangan asam pada minyak pangan.


3. Metode

: Metode Titrasi Alkalimetri

4. Prinsip

Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak


bebas yang terkandung di dalam minyak atau lemak. Penentuan jumlah
asam lemak bebas dalam sampel menggunakan titrasi alkalimetri. Jumlah
asam lemak bebas dalam sampel ekuivalen dengan jumlah basa yang
digunakan sebagai titran.
5. Tinjauan pustaka

Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam


lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan
asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak
tersebut.
Analisa minyak dan lemak yang umumnya banyak dilakukan dalam bahan
makanan adalah penentuan sifat fisik maupun kimiawi yang khas
mencirikan sifat minyak tertentu sehingga dapat dianalisa dengan bilangan
asam pada suatu sampel.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta
dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam
lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang
digunakan untuk menetralkan asam lmak bebas yang terdapat dalam 1
gram minyak atau lemak.
Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar
pula, yang berasal dari hidrolisa minyak atau lemak, ataupun karena proses
pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi bilangan asam, maka makin
rendah kualitasnya.

38

Asam

lemak

bebas

merupakan

hasil

degradasi/

deesterifikasi/

hidrolisislemak yang dapat menunjukkan kualitas bahan makanan mulai


menurun. Reaksihidrolisis lemak adalah sebagai berikut:
Trigiserida + 3 H2O --> asam lemak + gliserol
Banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak
atauminyak dinyatakan dengan bilangan asam. Bilangan asam merupakan
jumlahmiligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak
bebas yangterdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Penetapan
bilangan asam dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak lemak dalam
alkohol netral panas danditambahkan beberapa tetes fenolftalein sebagai
indikator. Alkohol netral panasdigunakan sebagai pelarut netral supaya
tidak mempengaruhi pH karena titrasi inimerupakan titrasi asam basa.
Alkohol dipanaskan untuk meningkatkan kelarutanasam lemak. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi asam dengan basa yang menghasilkan
garam. Reaksinya adalah sebagai berikut:
C17H29COOH + KOH --> C17H29COOK + H2O

6. Reagen

a. KOH 0,1 N
b. Indikator PP
c. Etanol 95% netral
d. Netralkan etanol 95% dengan penambahan alkali menggunakan
indikator PP hingga diperoleh warna larutan merah muda
7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Erlenmeyer 250 mL

c.

Labu ukur 100 mL

d.

Pipet volum 10 mL

e.

Gelas ukur

f.

Buret 50 mL

g.

Pipet tetes

39

8. Reaksi

:
enzim

1. Trigliserida + H2O Digliserida + Monogliserida + ALB + Gliserol


panas
a

2. R-COOH + KOH R-COO-K + H2O


9. Prosedur

A. Penimbangan Sampel
Sampel yang akan dianalisis ditimbang dengan jumlah seperti pada
tabel :
Bilangan asam yang diharapkan

Berat sampel

<1

20

1-4

10

4-15

2,5

15-75

0,5

> 75

0,1

B. Prosedur Kerja (SNI 01-3555-1994)


1.

Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

2.

Tambahkan 100 mL etanol 95% netral, kocok. Tambahkan 3-5


tetes indikator PP.

3.

Titrasi larutan dengan larutan KOH 0,1 N yang telah


distandarisasi. Titik akhir tercapai bila warna merah muda (pink)
nampak selama 10 detik. Jika larutan KOH 0,1 N yang digunakan
untuk titrasi melebihi 20,0 mL gunakan larutan KOH dengan
konsentrasi 0,5 N.

4.

Lakukan minimal secara duplo hingga perbedaan hasil < 5%.

10. Perhitungan

Bilangan asam (g KOH / g contoh) =


Keterangan :

BE

= Berat ekuivalen KOH (g/mol.ek)

= Normalitas KOH (N)

= Volum KOH sebagai titran (L)

= Berat sampel (gram)

40

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,1000 N H2C2O4.2H2O 0,1 L


m = N x V x BE
,

= 0,1 N x 0,1 L x
= 0,6302 g

g/mol.ek

Massa penimbangan = 0,6339 g


Normalitas H2C2O4 sebenarnya =

= 0,1005 N

B. Titrasi Standarisasi KOH dengan H2C2O4.2H2O 0,1005 N


1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,1005 N x 10,00 mL = N2 x 12,15 mL


N2 = 0,0827 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2

0,1005 N x 10,00 mL = N2 x 12,12 mL


N2 = 0,0829 N
Normalitas rata-rata KOH =

C. Titrasi Penetapan Bilangan Asam

= 0,0828 N

Penimbangan sampel :

Sampel minyak bagus (minyak sebelum pemakaian)


m1 = 10,0224 g
m2 = 10,0642 g

Sampel minyak jelek (minyak setelah pemakaian/jelantah)


m1 = 10,0442 g
m2 = 10,0331 g

Titrasi sampel :

Sampel minyak bagus (minyak sebelum pemakaian)


V1 = 2,59 mL
V2 = 2,63 mL

Sampel minyak jelek (minyak sebelum pemakaian)

41

V1 = 2,70 mL
V2 = 2,75 mL
Perhitungan :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)


1) Bilangan asam (g KOH / g contoh) =
=

= 0,6993

= 0,7150

2) Bilangan asam (g KOH / g contoh) =


=

Rata-rata bilangan asam =

,
,

= 0,7150

Sampel minyak X jelek (minyak setelah pemakaian/jelantah)


1) Bilangan asam (g KOH / g contoh) =
=

= 0,00127

= 0,00129

2) Bilangan asam (g KOH / g contoh) =


=

Rata-rata bilangan asam =

,
,

= 0,00128

3) Bilangan asam (g KOH / g contoh) =


=

= 0,00122

= 0,00123

4) Bilangan asam (g KOH / g contoh) =


=

Rata-rata bilangan asam =

12. Kesimpulan

,
,

= 0,00123

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kandungan asam


lemak bebas yang dinyatakan dalam bentuk bilangan asam yang terdapat
dalam sampel minyak X sebelum pemakaian dengan berat 10 g adalah

42

sebesar 0,00123. Sedangkan kandungan asam lemak bebas yang


dinyatakan dalam bentuk bilangan asam yang terdapat dalam sampel
minyak X setelah pemakaian/minyak jelantah dengan berat 10 g adalah
sebesar 0,00128.
13. Daftar pustaka

1.

AOAC Official Method 920.158.

2.

IUPAC methods (Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats, and
Derivatives 7th Revised and Erlarged Edition).

3.

SNI 01-3555-1994 : Analisa Minyak dan Lemak.

43

ANALISIS MINYAK PANGAN


(PENENTUAN BILANGAN IODIUM METODE HANUS)
1. Hari, tanggal

: Rabu, 18 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan bilangan iodium menggunakan metode Hanus, pada


minyak pangan.
3. Metode

: Metode Hanus

4. Prinsip

Bilangan iodium didefinisikan sebagai jumlah gram iodium yang diserap


oleh 100 g lipid. Nilai yang didapat menunjukkan derajat ketidakjenuhan
lipid.
5. Tinjauan pustaka

Gliserida tak jenuh pada lemak atau minyak mempunyai kemampuan


untuk mengikat iodium. Proses pengikatan tersebut dibantu dengan adanya
iodin klorida atau iodin bromida, dan membentuk suatu senyawa jenuh.
Reaksi yang terjadi adalah reaksi pemutusan ikatan rangkap pada gliserida
atau asam lemak tak jenuh seperti ditunjukkan pada reaksi berikut.
nI2 + -n(CH=CH) n(CH-CH)l l

Jumlah iod yang diabsorbsi menunjukkan derajat ketidakjenuhan


lemak/minyak. Semakin banyak iodium yang dapat diikat, maka semakin
banyak asam lemak tak jenuh pada minyak/lemak tersebut. Jumlah asam
lemak tak jenuh pada lemak/minyak dapat memberikan informasi jenis
lemak/minyak tersebut. Setiap lemak/minyak berbeda memiliki rentang
bilangan iodium yang berbeda pula.
Metode yang dapat digunakan pada penetapan bilangan iodium adalah
metode Hanus dan metode Wijs. Analisis dengan kedua metode ini akan
memberikan hasil sedikit berbeda tetapi masih dalam rentang variasi
perbedaan bilangan iodium dalam lemak/minyak tersebut.

44

Penentuan bilangan iodium pada minyak/lemak dilakukan dengan cara


menambahkan sejumlah iodium (berlebih) ke dalam lemak/minyak.
Iodium akan berikatan dengan asam lemak tak jenuh pada sampel, dan
memberikan sisa Iodium yang tidak bereaksi. Kemudian titrasi iodometri
dilakukan untuk menentukan jumlah iodium awal (titrasi blanko), dan
jumlah iodium sisa (titrasi sampel). Jumlah iodium yang bereaksi dan
setara dengan jumlah asam lemak tak jenuh pada sampel, didapatkan dari
pengurangan jumlah iodium awal dan iodium sisa.
6. Reagen

a. Pereaksi Hanus
Larutkan 13,2 g I2 dalam 1 L asam asetat glacial. Jika seluruh iodium
sudah larut dan larutan telah dingin, tambahkan brom (Br2)
secukupnya, umumnya 3 mL.
b. Kloroform
c. Larutan KI 15%
d. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
e. Indikator amilum
7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Labu Iod 250 mL

c.

Labu ukur 100 mL

d.

Pipet volum 10 mL

e.

Gelas ukur

f.

Buret 50 mL

g.

Pipet tetes

8. Reaksi

Titrasi iodometri : I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI


9. Prosedur

A. Penimbangan Sampel
Sampel ditimbang dengan jumlah seperti pada tabel :
Bilangan Iod yang diharapkan (g
Iod / 100 g)

45

Berat sampel (g)

10,58-8,46

10

3,17-2,54

20

1,59-1,27

40

0,79-0,63

80

0,40-0,32

120

0,26-0,21

160

0,20-0,16

200

0,16-0,13

B. Prosedur Kerja (SNI-01-3555-1994)


1. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu iod.
2. Tambahkan 10 mL kloroform. Tambahkan 25,0 mL pereaksi
Hanus dan biarkan 30 menit di tempat gelap sambil sesekali
dikocok (sesudah reaksi diharapkan terdapat banyak kelebihan
iodium, sedikitnya 60%).
3. Setelah reaksi sempurna ke dalam larutan tambahkan 10 mL
larutan KI 15%, kocok. Bilas erlenmeyer dan tutupnya dengan 100
mL akuades. Inkubasi dalam ruang gelap.
4. Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah
distandarisasi hingga warna larutan memudar.
5. Tambhakan 2 mL indikator amilum, dan lanjutkan kembali titrasi.
Jika warna biru hampir hilang, hentikan titrasi. Erlenmeyer
digoyang-goyang dengan cepat sehingga iodium yang masih
tinggal dalam kloroform akan pindah ke larutan KI.
6. Lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang.
7. Lakukan prosedur yang sama untuk blanko. Blanko berisi 25,0 mL
pereaksi Hanus.
8. Lakukan minimal secara duplo hingga hasil presisi.
10. Perhitungan

Bilangan Iod (g Iod / 100 g) =


Keterangan :
BE

= Berat ekuivalen I- (g/mol.ek)


46

= Normalitas Na2S2O3.5H2O sebagai titran (N)

Vb

= Volum Na2S2O3.5H2O untuk titrasi blanko (L)

Vc

= Volum Na2S2O3.5H2O untuk titrasi sampel (L)

= Berat sampel (gram)

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,1000 N KIO3 0,1 L


m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x

g/mol.ek

= 0,35667 g
Massa penimbangan = 0,3568 g
N

sebenarnya =

B. Titrasi Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N

= 0,1000 N

1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,1000 N x 10,00 mL = N2 x 11,52 mL


N2 = 0,0868 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2

0,1000 N x 10,00 mL = N2 x 11,73 mL


N2 = 0,0853 N
Normalitas rata-rata Na2S2O3.5H2O =

= 0,0861 N

A. Titrasi Penetapan Bilangan Iod


Penimbangan sampel :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)


m = 0,5154 g

Titrasi blanko :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)


Vb = 15,48 mL = 0,01548 L

Titrasi sampel :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)

47

Vs = 11,85 mL = 0,01185 L
Perhitungan :
Bilangan iod (g Iod / 100 g) =
=

( ,

)
)

= 7,692
12. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa bilangan iod yang


terdapat dalam sampel minyak X sebelum pemakaian dengan berat
0,5154 g adalah sebesar 7,692.
13. Daftar pustaka
1.

Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. (2011) : Analisis


Pangan. Dian Rakyat.

2.

IUPAC methods (Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats, and
Derivatives 7th Revised and Erlarged Edition).

3.

SNI 01-3555-1994 : Analisa Minyak dan Lemak.

48

ANALISIS MINYAK PANGAN

(PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA)


1. Hari, tanggal

: Rabu, 18 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan bilangan peroksida dalam minyak pangan.


3. Metode

: Titrasi Iodometri

4. Prinsip

Pengukuran sejumlah iodium yang dibebaskan dari KI melalui reaksi


oksidasi oleh peroksida di dalam pelarut asam asetat / kloroform. Iodium
yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat melalui
titrasi iodometri.
5. Tinjauan pustaka

Proses oksidasi pada lemak/minyak dapat disebabkan oleh pemanasan atau


zat pengoksidasi. Lemak/minyak yang berulang kali digunakan akan
mengalami proses oksidasi dan menjadi rusak serta mutunya berkurang.
Adanya asam lemak bebas pada sampel dapat mempercepat proses
oksidasi asam lemak bebas dapat berlangsung baik secara enzimatis
maupun non enzimatis.
Senyawa peroksida adalah senyawa yang terbentuk pada awal oksidasi
lemak/minyak. Semakin banyak senyawa peroksida yang terdapat pada
lemak/minyak menunjukkan bahwa tingkat kerusakan lemak/minyak yang
semakin besar. Tahap awal dari reaksi oksidasi adalah terjadinya senyawa
radikal bebas yang kemudian akan menghasilkan senyawa peroksida jika
bereaksi dengan oksigen.
Penentuan bilangan peroksida dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
metode IUPAC, metode ferritiosianat, dan metode kalorimetri. Pada
penentuan bilangan peroksida dengan metode IUPAC, iodium yang
dibebaskan dari KI oleh senyawa peroksida kemudian diukur jumlahnya
menggunakan titrasi iodometri. Jumlah iodium tersebut ekuivalen dengan
jumlah senyawa peroksida yang terdapat dalam sampel lemak/minyak.

49

6. Reagen

a. Kloroform p.a
b. Asam asetat glasial p.a
c. KI jenuh (p.a)
d. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N (yang dibuat menggunakan akuades
bebas CO2)
e. Indikator amilum 1%
7. Alat

a.

Neraca Analitik

b.

Labu Iod 250 mL

c.

Labu ukur 100 mL

d.

Pipet volum 10 mL

e.

Gelas ukur

f.

Buret 50 mL

g.

Pipet tetes

h.

Vortex

8. Reaksi

1.

Reaksi hidrolisis pati : (C6H10O5)n n(C6H12O6)

2.

Reduksi Cu2+ oleh glukosa : R-COH + 2CuO Cu2O + R-COOH

3.

Pembebasan I2 : 2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2

4.

Titrasi iodometri : 2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

9. Prosedur

A. Penimbangan Sampel
Sampel ditimbang dengan jumlah seperti pada tabel :
Tabel. Jumlah penimbangan sampel untuk analisis bilangan peroksida
pada minyak pangan
Bilangan Peroksida yang
diharapkan (meq/kg)

Berat sampel (g)

0-12

5,0-2,0 (0,001 g)

12-20

2,0-1,2 (0,001 g)

20-30

1,2-0,8 (0,001 g)

30-50

0,8-0,5 (0,001 g)

50

50-90

0,5-0,3 (0,001 g)

B. Prosedur Kerja (SNI 01-3555-1994)


1.

Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu iod.

2.

Tambahkan 10 mL kloroform dan larutkan sampel dengan cara


menggoyangkan labu iod dengan kuat.

3.

Tambahkan 15 mL asam asetat glasial dan 1 mL larutan KI jenuh.


Diamkan di tempat gelap pada suhu 15C-25C. Kocok selama 5
menit.

4.

Tambahkan 75 mL akuades dan kocok dengan kuat.

5.

Titrasi larutan dengan larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N yang telah


distandarisasi hingga warna larutan memudar.

6.

Tambahkan 2 mL indikator amilum, dan lanjutan kembali titrasi.

7.

Lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang.

8.

Lakukan prosedur yang sama untuk blanko. Blanko berisi 10 mL


kloroform.

9.

Lakukan secara minimal duplo hingga perbedaan hasil < 5%.

10. Perhitungan

Bilangan Peroksida (meq O2 / kg) =


Keterangan :

= Normalitas Na2S2O3.5H2O sebagai titran (N)

Vb

= Volum Na2S2O3.5H2O untuk titrasi blanko (mL)

Vc

= Volum Na2S2O3.5H2O untuk titrasi sampel (mL)

= Berat sampel (kg)

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,1000 N KIO3 0,1 L


m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,1 L x

g/mol.ek

= 0,35667 g
Massa penimbangan = 0,3568 g
N

sebenarnya =

51

= 0,1000 N

B. Titrasi Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N


1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,1000 N x 10,00 mL = N2 x 11,52 mL


N2 = 0,0868 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2

0,1000 N x 10,00 mL = N2 x 11,73 mL


N2 = 0,0853 N
Normalitas rata-rata Na2S2O3.5H2O =

= 0,0861 N

B. Titrasi Penetapan Bilangan Peroksida


Titrasi blanko : Vb = 0,00 mL
Penimbangan sampel :
Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)

m = 2,5233 g = 0,00252 kg
Titrasi sampel :
Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)

Vs = 0,58 mL
Perhitungan :
Bilangan peroksida (meq O2 / kg) =
=
=

( ,

= 19,82 meq O2 / kg

Penimbangan sampel :

Sampel minyak X jelantah (minyak setelah pemakaian)


m = 1,5212 g = 0,00152 kg

Titrasi sampel :

Sampel minyak X jelantah (minyak setelah pemakaian)


Vs = 1,52 mL

52

Perhitungan :
Bilangan peroksida (meq O2 / kg) =
=
=

( ,

= 86,1 meq O2 / kg
12. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida


pada sampel minyak X sebelum pemakaian dengan berat 2,5233 g
adalah sebesar 19,82 meq O2 / kg, hal ini berarti kualitas minyak baik
karena tingkat ketengikannya rendah. Sedangkan bilangan peroksida pada
sampel minyak X jelantah/setelah pemakaian berulangkali dengan berat
1,5212 g adalah sebesar 86,1 meq O2 / kg, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa minyak yang tersebut memiliki tingkat ketengikan yang
tinggi, dan tidak baik untuk dikonsumsi.
13. Daftar pustaka
1.

A Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. (2011) : Analisis


Pangan. Dian Rakyat.

2.

IUPAC methods (Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats, and
Derivatives 7th Revised and Erlarged Edition).

3.

SNI 01-3555-1994 : Analisa Minyak dan Lemak.

53

ANALISIS MINYAK PANGAN

(PENENTUAN BILANGAN PERSABUNAN)


1. Hari, tanggal

: Rabu, 18 Maret 2015

2. Tujuan

Untuk menentukan bilangan persabunan dalam minyak pangan.


3. Metode

: Titrasi Acidimetri

4. Prinsip

Bilangan persabunan dinyatakan sebagai (mg) KOH yang dibutuhkan


untuk mempersabunkan satu gram lemak atau minyak.
5. Tinjauan pustaka

Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan antara satu dengan yang
lain, berdasarkan sifat-sifat fisiknya. Bilangan persabunan dipergunakan
untuk memperkirakan berat molekul suatu lemak atau minyak secara
kasar. Berat molekul merupakan salah satu identitas dari suatu jenis
lemak/minyak.
Minyak/lemak yang disusun oleh asam-asam lemak berantai pendek akan
mempunyai berat molekul yang relatif kecil, sehingga akan memiliki
bilangan penyabunan yang besar. Sebaliknya, minyak/lemak yang tersusun
atas asam-asam lemak berantai panjang, akan mempunyai berat molekul
yang relatif kecil.
Proses persabunan adalah proses reaksi antara asam lemak dan alkali,
membentuk gliserol dan sabun. Reaksi persabunan ditunjukkan pada
reaksi :
O

CH2 O C R1

CH O C R2

CH2 O C R3

+ KOH

54

CH2 OH R1COOK

CH OH + R2COOK

CH2 OH R3COOK

Alkali yang dibutuhkan untuk mempersabunkan satu gram lemak/minyak


didapatkan dengan cara menghitung alkali mula-mula dan alkali sisa
(setelah direaksikan). Sehingga harus dilakukan titrasi blanko pada KOH
sejumlah yang ditambahkan ke lemak/minyak dan titrasi sampel (KOH
sisa), oleh HCl (titran). Reaksi antara KOH dan HCl ditunjukkan pada
reaksi : KOH + HCl KCl + H2O.
6. Reagen

a. Alkohol netral
b. Lindi alkohol
Larutkan 40 gram KOH dalam 1 L alkohol 96%
c. HCl 0,5 N
d. Indikator MO
7. Alat

a.

Neraca Analitik

i.

Erlenmeyer

b.

Labu Iod 250 mL

j.

Pendingin tegak

c.

Labu ukur 100 mL

d.

Pipet volum 10 mL

e.

Gelas ukur

f.

Buret 50 mL

g.

Pipet tetes

h.

Vortex

8. Reaksi
O

CH2 O C R1

CH O C R2

CH2 O C R3

1.

2.

+ KOH

KOH + HCl KCl + H2O

55

CH2 OH R1COOK

CH OH + R2COOK

CH2 OH R3COOK

9. Prosedur

A. Prosedur Kerja (SNI 01-3555-1994)


1.

Sampel ditimbang sejumlah 5 gram di erlenmeyer.

2.

Tambahkan 25,0 mL Lindi alkohol. Beri pendingin tegak.

3.

Persabunkan campuran di atas penangas air sampai mendidih


hingga minyak tersabunkan secara sempurna. Dinginkan.

4.

Tambahkan 3 tetes indikator MO, titrasi dengan HCl 0,5 N yang


telah distandarisasi.

5.

Lakukan juga titrasi blanko.

10. Perhitungan

Bilangan Persabunan =
Keterangan :

= Normalitas HCl sebagai titran (N)

Vb

= Volum HCl untuk titrasi blanko (mL)

Vs

= Volum HCl untuk titrasi sampel (mL)

BE

= Berat ekuivalen KOH (g/mol.ek)

= Berat sampel (g)

11. Hasil Analisis

A. Pembuatan Larutan Primer 0,2000 N Na2B4O7.10H2O 0,1000 L


m = N x V x BE
,

= 0,2 N x 0,1 L x
= 3,8137 g

g/mol.ek

Massa penimbangan = 3,8237 g


N

sebenarnya =

B. Titrasi Standarisasi Larutan Standar Sekunder HCl (Titran)


1) Titrasi I
N1 x V1

N2 x V2

0,2005 N x 10,00 mL = N2 x 14,00 mL


N2 = 0,1432 N
2) Titrasi II
N1 x V1

N2 x V2
56

= 0,2005 N

0,2005 N x 10,00 mL = N2 x 13,39 mL


N2 = 0,1497 N
Normalitas rata-rata HCl =

C. Titrasi Penetapan Bilangan Persabunan

= 0,1465 N

Penimbangan sampel :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)


m1 = 1,068 g
m2 = 1,029 g

Titrasi blanko :
V1 = 16,43 mL
V2 = 16,55 mL
Vrata-rata blanko = 16,49 mL
Titrasi sampel :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)


V1 = 16,30 mL
V2 = 16,30 mL

Perhitungan :

Sampel minyak X bagus (minyak sebelum pemakaian)


1) Bilangan persabunan =
=

)
,

= 1,4598

2) Bilangan persabunan =
=
=

)
,

= 1,5151

Rata-rata bilangan persabunan =

57

= 1,4875

12. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat

disimpulkan bahwa bilangan

persabunan pada sampel minyak X sebelum pemakaian adalah sebesar


1,4875.
13. Daftar pustaka
1.

A Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. (2011) : Analisis


Pangan. Dian Rakyat.

2.

IUPAC methods (Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats, and
Derivatives 7th Revised and Erlarged Edition).

3.

SNI 01-3555-1994 : Analisa Minyak dan Lemak.

4.

Sudarmadji, S., dkk. (1996) : Prosedur Analisis Bahan Makanan dan


Pertanian. Penerbit Liberty.

58

You might also like